Interaksionisme Simbolik Analisis Prestise dalam Upacara Kematian pada Etnis Batak Toba di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

Simbol yang dianggap memiliki nilai yang dihargai dalam suatu kelompok sosial tertentu akan digunakan sebagai dasar untuk membentuk stratifikasi sosial yang bersifat kumulatif Doddy Sumbodo,2011. Masalah kehormatan sifatnya relatif. Dalam arti bahwa kehormatan harus kita kaitkan dengan suatu kebudayaan atau sistem sosial tertentu. Weber dalam Kamanto, 2000 mengatakan bahwa gaya hidup berarti persamaan status kehormatan yang di tandai dengan konsumsi terhadap simbol-simbol gaya hidup yang sama. Sebuah kelompok status merupakan pendukung adat, yang menciptakan dan melestarikan semua adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat.

2.3. Interaksionisme Simbolik

Interaksionisme simbolik menunjuk pada sikap khas dari interaksi antar manusia. artinya manusia saling menerjemahkan dan mendefenisikan tindakannya baik dalam interaksi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri. Proses interaksi yang terbentuk melibatkan simbol-simbol, bahasa, ketentuan adat istiadat, agama dan pandangan-pandangan lain. Menurut Herbert Blumer dalam Kamanto Sunarto, 2004 pokok pemikiran interaksionisme simbolik ada tiga, yang pertama ialah bahwa manusia bertindak act terhadap sesuatu thing atas dasar makna meaning yang dipunyai sesuatu tersebut baginya, dimana makna tersebut muncul dari interaksi sosial antara seseorang dengan sesamanya. Interaksionisme simbolik digunakan untuk menjelaskan suatu tindakan bersama, pada saatnya nanti akan membentuk struktur sosial atau kelompok- kelompok melalui interaksi yang khas. Menurut Soeprapto dalam Dadi Ahmad, 2008, teori ini mengasumsikan bahwa individu-individu melaui aksi dan interaksinya yang komunikatif, dengan menggunakan simbol-simbol bahasa serta isyarat lainnya yang akan mengonstruk masyarakatnya. Menurut Herbert Blumer Poloma, 2010 interaksionisme simbolik bertumpu pada tiga premis, yaitu: 1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. 2. Makna tersebut berasal dari interaksi sosial dengan orang lain. 3. Makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial berlangsung. Menurut Blumer Poloma, 2010 Interaksionisme simbolis yang diketengahkan mengandung sejumlah ide-ide dasar, yang dapat diringkas sebagai berikut: 1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan-kegiatan tersebut saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenal sebagai organisasi atau struktur sosial. 2. Interaksi terdiri dari bebrbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain. Interaksi-interaksi nin simbolis mencakup stimulus, respon-respon yang sederhana. 3. Obyek-obyek, tidak mempunyai makna yang intrinsik, makna lebih merupakan produk interaksi-simbolis. Obyek-obyek dapat diklasifikasikan kedalam tiga kategori yang luas: a obyek fisik, seperti meja, tanaman, atau mobil; b obyek sosial seperti ibu, guru, menteri, atau teman; dan c obyek abstrak seperti nilai-nilai, hak dan peraturan 4. Manusia hanya mengenal obyek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai obyek 5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretasi yang dibuat oleh manusia itu sendiri 6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota- anggota kelompok, hal ini yang disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan berbagai manusia. Sebagian besar tindakan bersama tersebut berulang- ulang dan stabil, melahirkan apa yang disebut oleh para sosiolog sebagai “kebudayaan” dan “aturan sosial”

2.4. Defenisi Konsep