Tradisi Upacara Kematian dalam Masyarakat Batak Toba

Masyarakat Batak juga memiliki tiga nilai nilai budaya yang dijadikan sebagai tujuan hidup masyarakatnya. Setiap masyarakat Batak akan berusaha untuk mencapai ketiga nilai tersebut demi tercapainya kesempurnaan hidup. a. Hagabeon, berarti bahagia dan sejahtera. Bagi masyarakat Batak kebagaiaan utama akan didapatkan pada saat memiliki anak laki-laki dan perempuan. Anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga. Sistem patrilinear yang berlaku pada masyarakat Batak membuat keberadaan anak laki-laki menjadi sangat penting dan dianggap sebagai anggota keluarga penuh. Sebaliknya anak perempuan akan menikah dan menjadi anggota keluarga dari pihak marga suaminya. Seseorang yang meninggal tanpa memiliki anak laki-laki dianggap kurang bermakna ataupun sempurna. b. Hamoraon, berarti kekayaan yaitu kepemilikan harta yang berwujud materi maupun non materi yang di peroleh melalui usaha sendiri ataupun dari warisan yang diterimanya. Hamoraon menunjukkan bahwa tujuan hidup seorang Batak mensejahterakan kehidupan keluarganya. c. Hasangapon, yang berarti kehormatan, dalam hal ini masyarakat akan berusaha meraih status sosial yang dianggap berpengaruh, misalnya menduduki posisi ataupun jabatan di pekerjaan, di lingkungan masyarakat, maupun di punguan-punguan yang diikuti.

2.1.2. Tradisi Upacara Kematian dalam Masyarakat Batak Toba

Pelaksanaan upacara kematian pada masyarakat Batak toba sangatlah penting, oleh sebab itu dibuatlah penggolongan ataupun pembagian posisi- posisi kematian. Berikut ini adalah pembagian posisi kematian seseorang yang diatur dalam adat Batak: a. Mate di Bortian, sebutan bagi anak yang meninggal dalam kandungan ibunya. Kematian ini belum menadapatkan perlakuan adat. b. Mate Poso-poso adalah meninggal ketika masih bayi. c. Mate Dakdanak adalah meninggal ketika masih anak-anak. d. Mate Bulung adalah meninggal saat remaja. e. Mate Ponggol adalah meninggal ketika sudah dewasa tapi belum menikah. f. Mate Mangkar, kematian jenis ini terbagi lima, yaitu: 1. Mate Matompas Tataring sebutan bagi Ibu yang telah berumah tangga dengan meninggalkan anak yang masih kecil-kecil. 2. Mate Namatipul Ulu sebutan bagi Ayah yang telah berumah tangga dengan meninggalkan anak yang masih kecil-kecil. 3. Mate naso marpahompu dope, yaitu mati dengan belum memiliki cucu. 4. Mate Punu, sebutan bagi orang yang hanya memiliki anak perempuan. 5. Mate Pupur, sebutan bagi orang yang tidah mempunyai anak laki-laki dan perempuan. T.M. Sihombing, 1989 Selanjutnya ada pula jenis kematian yang pada masyarakat Batak menunjukkan prestise ataupun memiliki status yang dianggap terhormat di tengah-tengah masyarakat. Upacara kematian tersebut menurut Sianipar 1991 dibagi kedalam tiga kategori bentuk menurut adat, yaitu: a. Sari Matua Seorangtua meningal dunia disebut Sari Matua, apabila sudah mempunyai cucu dari anak laki-kali dan anak perempuannya. Tidak jadi masalah walaupun masih ada yang belum berumah tangga. b. Saur Matua Seorangtua meninggal disebut Saur Matua apabila sudah semua anaknya berumah tangga dan telah mempunyai cucu, tidak masalah apakah masih ada keluarga anakmya yang belum mempunyai anak. b. Mauli Bulung Seorangtua disebut Mauli Bulung, apabila orangtua itu sudah mempunyai nini dan nono, punya cucu, dan semua anak-anaknya sudah berumah tangga.

2.2. Nilai Prestise di dalam Masyarakat