Kerangka teori Kerangka Teori dan Konsepsi

2. Bersifat Praktis Secara praktis penelitian ini ditujukan kepada kalangan praktisi, agar dapat lebih mengetahui dan memahami tentang Pertanggungjawaban pribadi direksi atas kerugian perseroan, serta memberi masukan kepada setiap orang yang merupakan anggota direksi agar lebih professional dan berhati-hati dalam melakukan pengurusan perseroan.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada yang terdapat di perpustakaan Universitas Sumatera Utara, diketahui penelitian mengenai bahasan yang berkaitan dengan pertanggungjawaban direksi sudah ada, tetapi pembahasan mengenai self dealing belum pernah dilakukan oleh karena itu Pertanggungjawaban Direksi Terhadap Kerugian Perseroan Dalam Self Dealing belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut “asli” sesuai dengan asas- asas keilmuan yaitu jujur, rasional, dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka teori

Untuk mengetahui tentang Pertanggungjawaban Direksi Terhadap Kerugian Perseroan Dalam Self Dealing didasarkan kepada teori yang saling berkaitan maksudnya teori yang belakangan merupakan reaksi atau perbaikan dari teori sebelumnya, Universitas Sumatera Utara 19 Dalam kaitan teori yang dipergunakan dalam penulisan ini berawal dengan teori pengaruh manajerial managerial influence theory, dimana perkembangan tentang pengaturan self dealing adalah sebagai akibat dari berkembangnya pemikiran-pemikiran yang lebih memihak kepada manajemen perseroan yang merupakan pelaku self dealing tersebut. Di mulai pada hak perorangan yang lahir dari perjanjian dalam mendirikan Badan Hukum yang berbentuk PT. Pasal 1 ayat 1 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 menyatakan bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan mewakili persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Hak dan kewajiban tiap anggota badan hukum ditetapkan dalam peraturan-peraturan yang menjadikan badan hukum atau perkumpulan tersebut didirikan atau diakui, menurut akta pendirian sendiri, perjanjian sendiri, atau peraturan perundang-undangan. Para anggota badan hukum sebagai perseorangan tidak bertanggung jawab atas perjanjian-perjanjian perkumpulannya. Semua hutang perkumpulan itu hanya dapat dilunasi dengan harta benda perkumpulan. 20 Dengan kata lain pertanggungjawaban tersebut adalah pertanggungjawaban terbatas atau tanggung jawab terbatas berkaitan dengan tindakan pengurus, pemegang saham maupun perseroan terbatas itu sendiri. Jadi makna terbatas itu sekaligus mengandung arti keterbatasan, baik dari sudut perseroan terbatas, penanam 19 Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis, Yogyakarta : Andi, 2006, hal 6 20 Frans Satrio Wicaksono, Op. cit., hal 4 Universitas Sumatera Utara modal maupun pengurus perseroan terbatas. Oleh karena itulah tanggung jawab terbatas mengandung arti penting sebagai umpan pendorong agar orang bersedia ikut serta menanamkan modal. Jadi dengan pertanggungjawaban terbatas itu sudah dapat diramalkan seberapa besar maksimal resiko kerugian yang mungkin diderita. 21 Tugas dan tanggung jawab melakukan pengurusan sehari-hari perseroan untuk kepentingan perseroan dilimpahkan dengan menunjuk direksi sebagai agen dari perseroan yang dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun luar pengadilan. Direksi dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab harus menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. 22 Dalam sistem common law hal tersebut dikenal dengan prinsip fiduciary duties, dimana direktur telah mengikatkan diri dengan atau kepada perseroan untuk bertindak dengan itikad baik bonafide untuk kemanfaatan atau keuntungan perseroan. Segala hak dan kewajiban yang diberikan kepada direktur harus dijalankan untuk memajukan perseroan. Jadi, terdapat relasi integral antara kepentingan perseroan dengan itikad baik yang kedua-duanya harus dijalankan, dengan kata lain secara kumulatif bukan 21 Rudhy Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Dengan Ulasan Menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1995, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002, hal 12 selanjutnya disebut Rudhy Prasetya I 22 Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, direksi harus bertolak dari landassan bahwa tugas dan wewenang yang diperolehnya didasarkan pada dua prinsip, yaitu : pertama, kepercayaan yang diberikan perseroan kepadanya Fiduciary Duty, dan kedua, prinsip yang merujuk pada kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi duty of skill and care. Lihat Chatamarrasyid Ais, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-soal aktual Hukum Perusahaan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004, hal 7 Universitas Sumatera Utara alternatif. 23 Direksi dapat digugat secara pribadi kepengadilan negeri jika perseroan mengalami kerugian yang disebabkan oleh kesalahan dan kelalaiannya. 24 Prinsip-prinsip manajemen perseroan yang baik, yang telah diakomodasi dalam ketentuan-ketentuan undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tersirat dalam Pasal 97 ayat 2 UUPT ini bahwa anggota direksi Wajib melaksanakan tugasnya dengan iktikad baik in good faith dan dengan penuh tanggung jawab an withful sense of resposibility. Direksi tidak boleh mengambil kesempatan menguntungkan yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan dan mengambil tindakan yang mengakibatkan benturan kepentingan dengan membuat tindakan sepihak self dealing. Di Indonesia tidak ada pengaturan secara khusus mengenai hal ini namun hanya tesirat dalam ketentuan selanjutnya yakni diatur dalam Pasal 97 ayat 3 UUPT menyatakan bahwa “ Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2. Berkaitan dengan hal tersebut apabila direksi ternyata terbukti bersalah karena sengaja atau lalai dalam menjalankan kewajiban fiduciary duty 25 –nya tersebut, maka terhadap kerugian yang diderita perseroan, perseroan berhak untuk menuntutnya dari direksi tersebut. 26 23 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami Faillissementsverordening juncto UU No. 4 Tahun 1998, Pustaka Utama Grafiti : Jakarta, 2002, hal 425 24 Frans Satrio Wicaksono, Op. cit., hal 119 25 Fiduciary berasal dari akar bahasa latin yaitu fides yang berarti faith kepercayaan. Benny S. Tabalajuan dan Valerie Du Toit-low,1997, seperti dikutip oleh Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia, Organ Perseroan Terbatas, Jakarta : Sinar Grafika, 2009 , hal 39 26 Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT, Jakarta : Forum Sahabat, 2008, hal 79-80 Universitas Sumatera Utara Hal ini berkaitan dengan Prinsip Tanggung Jawab Direktur atau yang sering disebut dengan Fiduciary Duty. 27 Prinsip ini meletakkan direktur sebagai trustee dalam pengertian hukum trust, sehingga seorang direktur haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan Duty of Care dan Duty of Loyality, itikad baik, loyalitas dan kejujuran terhadap perusahaannya dengan derajat yang tinggi High Degree. 28 Dalam hal kelalaian tersebut, prinsip fiduciary duty oleh direksi ini dikembangkan sampai batas –batas tertentu dan diterapkan pula terhadap beberapa pihak lain dalam perseroan, jika terdapat unsur kelalaian dan pelampauan wewenang yang diberikan padanya maka kerugian yang diderita pihak ketiga bukan menjadi tanggungjawab perseroan, melainkan menjadi tanggung jawab pribadi direksi seluruhnya. Sebaliknya, direksi tidak bertanggungjawab secara pribadi kepada pihak ketiga, seandainya dapat membuktikan bahwa direksi telah menjalankan kepengurusan dan perwakilan perseroan dengan sebaik-baiknya dengan batas wewenang yang diberikan anggaran dasar. Dalam hal demikian, perseroanlah yang memikul tanggung jawab atas segala akibat hukum dari perikatan perseroan yang dilakukan dengan pihak ketiga dan direksi terbebas dari tanggung jawab secara pribadi terhadap pihak ketiga yang telah melakukan perikatan dengan perseroan. 29 Namun dalam ketentuan undang-undang tersebut hanya menjelaskan tanggung jawab direksi secara umum berdasarkan hubungan kepercayaan fiduciary of 27 . Prinsip ini ditemukan dan dielaborasi oleh Court of Chancery pada sekitar abad 18-19 untuk menjamin bahwa orang yang memegang aset atau menjalankan fungsi dalam kapitasnya sebagai perwakilan untuk kepentingan orang lain berlaku dengan itikad baik dan secara konsisten melindungi kepentingan dari orang yang diwakilinya 28 . Munir Fuady, Perseroan Terbatas- Paradigma Baru, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal 81.selanjutnya disebut Munir Fuady III 29 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perseroan Terbatas, Bandung : PT Alumni, 2004, hal 179 Universitas Sumatera Utara relationship antara direksi dan perseroan. Jika diperjelas lebih dalam, fiduciary of relationship tersebut mengandung tiga faktor penting, yaitu: 1. prinsip kehati-hatian dalam bertindak bagi direksi duty of skill and care; 2. prinsip itikad baik untuk bertindak semata-mata demi kepentingan dan tanggung jawab perseroan duty of loyality; dan 3. prinsip tidak mengambil keuntungan pribadi atas suatu kesempatan yang sebenarnya milik atau diperuntukkan bagi perseroan no secret profit rule- doctrine of corporate opportunity 30 Dalam perkembangannya penerapan prinsip fiduciary duty telah menimbulkan kekhawatiran yang mendalam bagi para direktur untuk mengambil keputusan bisnisnya. Dalam dunia bisnis adalah lazim bagi direktur untuk mengambil sebuah keputusan yang bersifat spekulatif karena ketatnya persaingan usaha. Permasalahan timbul ketika keputusan bisnis yang diambilnya ternyata merugikan perusahaan, padahal dalam mengambil keputusan tersebut, direktur tersebut melakukannya dengan jujur dan itikad yang baik. Untuk melindungi para direktur yang beritikad baik tersebut maka muncul Teori Business Judgement Rule yang merupakan salah satu teori yang sangat populer untuk menjamin keadilan bagi para direktur yang mempunyai itikad baik. Penerapan teori ini mempunyai misi utama, yaitu untuk mencapai keadilan, khususnya bagi para direktur sebuah perusahaan terbatas dalam melakukan suatu keputusan bisnis. Menurut Sutan Remy Sjahdeini, berdasarkan Business Judgement Rule, pertimbangan bisnis para anggota direksi tidak dapat ditantang atau diganggu gugat atau ditolak, baik oleh pengadilan maupun pemegang saham. Para anggota direksi tidak dapat 30 Frans Satrio Wicaksono, Op. cit., hal 120 Universitas Sumatera Utara dibebani tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena telah diambilnya suatu pertimbangan bisnis oleh anggota direksi yang bersangkutan sekalipun pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu, kemudian disebutkan juga bahwa hal tersebut prinsipnya mencegah campur tangan judisial terhadap tindakan direksi yang didasari iktikad baik dan kehati-hatian dalam rangka mencapai tujuan perusahaan yang sah menurut hukum. 31 Dalam Ilmu hukum Teori Business Judgement Rule diartikan sebagai aplikasi spesifik dari standar tingkah laku direktur pada sebuah situasi dimana setelah pemeriksaan secara wajar, Direktur yang tidak mempunyai kepentingan pribadi menggunakan serangkaian tindakan dengan itikad baik, jujur dan secara rasional percaya bahwa tindakannya dilakukan hanya semata-mata untuk kepentingan perusahaan. Menurut Hukum Common Law direktur akan bertanggung jawab secara pribadi jika dia menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan standar tertentu. misalnya: Direktur dengan sengaja menyalahgunakan wewenang atau menyalahgunakan dana perusahaan, juga akan bertanggung jawab secara pribadi jika dia mengisukan sebagai saham yang disetor penuh padahal secara faktual saham tersebut belum disetor sama sekali, disamping itu menurut hukum Common Law di Amerika Serikat tanggung jawab direktur secara pribadi tidaklah terjadi hanya karena kedudukannya sebagai direktur, akan tetapi untuk dibebankan tanggung jawab direktur tersebut harus telah melakukan hal-hal berikut ini terhadap perusahaannya,yakni 32 : a. direktur mengizinkan perbuatan tersebut, atau 31 Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas UU No. 40 Tahun 2007, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007, hal 119 32 Munir Fuady I,Op.CIt, hal 60. Universitas Sumatera Utara b. direktur meratifikasi perbuatan tersebut, atau c. ikut dalam berpartisipasi dengan cara apapun dalam perbuatan tersebut Terhadap transaksi yang di lakukan atas nama dewan direksi, dalam keadaan tertentu di Amerika Serikat seseorang direktur bahkan bertanggung jawab secara pribadi sungguhpun dia berkeberatan dengan voting untuk menolaknya. menurut RMBCA Pasal 8.24d, seorang direktur dipresumsi menyetujui terhadap perbuatan dewan direksi dan karenanya harus bertanggung jawab secara hukum,kecuali dia voting untuk menolaknya dan penolakannya dicatat menurut cara-cara yang tertentu. Pengadilan-Pengadilan Amerika Serikat cukup berhati-hati dalam mencari keseimbangan, dimana salah satu pihak menyalahkan direktur yang berbuat tidak layak untuk perusahaannya yakni bertentangan dengan prinsip “duty of care” tetapi di lain pihak pengadilan tidak layak jika tidak terlalu jauh mencampuri danatau menilai kebijaksanaan yang telah di lakukan oleh direktur. Dengan perkataan lain pengadilan tidak akan second guess terhadap keputusan bisnis yang telah diambil oleh direktur, sungguhpun keputusan direktur tersebut jelas-jelas tidak tepat clear mistakes yang lebih sering disebut honest mistakes kecuali terhadap beberapa pengecualiannya. inilah yang sering disebut dengan sebutan “Business Judgement Rule”. 33 Business Judgement Rule ini sering juga diterapkan terhadap kasus-kasus yang berhubungan dengan kebijaksanaan dan pembagian deviden, berarti umumnya pengadilan 33 http:yahyazein.blogspot.com200907perbandingan-hukum-tanggung-jawab.html . diakses tanggal 27 Juli 2010 Universitas Sumatera Utara dalam hal ini tidak akan meninjau kembali segala keputusan direktur terhadap hal tersebut. Business Judgement Rule disini mengandung unsur “reasonable deligence” 34 Ketentuan Pasal 97 ayat 5 UUPT menggambarkan dengan jelas makna dari itikad baik good faith dan prinsip kehati-hatian due care dalam businesss judgment rule bagi setiap anggota Direksi. Setiap pembuktian yang secara tegas dan jelas menyatakan bahwa direksi telah melanggar fiduciary duty atau telah melakukan kelalaian berat gross negligence, kecurangan fraud, hal-hal yang di dalamnya memiliki unsur atau menerbitkan terjadinya benturan kepentingan conflict of interest, atau perbuatan yang melanggar hukum illegality, maka prinsip business judgment rule tidak lagi melindungi direksi secara keseluruhan. Dengan aturan Pasal 97 ayat 4 UUPT, tanggung jawab tersebut menjadi tanggung jawab renteng bagi seluruh anggota direksi. Jadi bagi anggota direksi yang ingin lepas dari tanggung jawab renteng ataupun tanggung jawab pribadi direksi tersebut maka ia harus dapat membuktikan sebaliknya, bahwa : a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung a t a s t i n d a k a n p e n g u r u s a n m e n g a k i b a t k a n k e r u g i a n ; d a n d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. 35 Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka penulis melakukan analisis terhadap putusan perkara perdata Nomor: 305Pdt.G1998PN.JAK.SEL, dimana perseroan yang 34 Ibid 35 Gunawan Widjaja , Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT, Jakarta; Forum Sahabat, 2008, hal 81 Universitas Sumatera Utara bergerak dibidang perdagangan efek, penjamin emisi dan manajer investasi mengajukan gugatan terhadap mantan direksinya yang telah melakukan tindakan sepihak self dealing yang merugikan perseroan dengan membeli surat utang prommisory note yang telah jatuh tempo dan gagal bayar default. Pelanggaran prinsip fiduciary duty dalam melakukan pengurusan perseroan dimana direksi melakukan sebuah kecurangan fraud, sehingga seorang direksi yang mempunyai duty of care dan duty of loyality terhadap perseroan melakukan self dealing dimana pada saat itu kepentingan keuangan secara potensial bertentangan dengan kepentingan perseroan.

2. Kerangka Konsepsi