C. Pengaturan Self Dealing dalam UU No. 40 tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas
Sebagaimana yang telah dikemukakan terlebih dahulu bahwa ciri khas suatu perseroan adalah pertanggungjawabannya yang terbatas, pada prinsipnya apabila terjadi
kerugian terhadap pihak ketiga, maka pemegang saham bertanggung jawab terbatas sebesar nilai saham yang dimiliki.
Setelah diperoleh pengesahan atas akta pendirian, perseroan adalah badan hukum dan selanjutnya para pemegang sahamnya tidak bertanggung jawab secara pribadi atas
perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang diambilnya. Dan untuk selanjutnya yang
bertanggung jawab atas segala kepengurusan adalah direksi. Keberadaan direksi adalah untuk mengurus perseroan sesuai maksud dan tujuan
perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Mengurus perseroan bukanlah hal yang mudah, oleh karena itu agar perseroan tersebut terurus sesuai dengan maksud
didirikannya perseroan, diperlukan seorang direksi yang memenuhi persyaratan dan memiliki keahlian. Direksi hanya berhak dan berwenang untuk bertindak atas nama
danuntuk kepentingan perseroan dalam batas-batas yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan anggaran dasar perseroan. Setiap tindakan yang
dilakukan oleh direksi di luar kewenangan yang diberikan tersebut tidak mengikat perseroan, kecuali dalam hal diatur lain oleh undang-undang. Ini berarti direksi memiliki
limitasi dalam bertindak atas nama dan untuk kepentingan perseroan.
68
Tugas-tugas direksi dalam mengurus perseroan terkadang akan menemui transaksi yang menyangkut dirinya sendiri self dealing transaction. Transaksi ini antara lain
68
Try Widiyono, Op.Cit, hal 43
Universitas Sumatera Utara
transaksi yang dilakukan oleh dua perseroan yang mempunyai direksi yang sama, juga transaksi antara perusahaan holding
dengan anak perusahaannya. Dalam perkembangannya, model transaksi yang dikualifikasikan sebagai self dealing transaction
dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
69
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya sejarah perkembangan hukum tentang transaksi self dealing ini terefleksi dari perkembangannya dalam sejarah hukum
di Amerika serikat. Di sana pengaturan hukum tentang transaksi self dealing ini berkembang dalam empat tahap yakni ;
Tahap I : sejak Tahun 1880 Tahap II: sejak Tahun 1890
Tahap III: sejak Tahun 1960 Tahap IV: sejak Tahun 1975
Dengan demikian, dalam sejarah hukum perseroan terjadi perkembangan dari prinsip hukum tentang self dealing yang tegas bahkan kaku, yakni yang melarang atau
dapat dibatalkan terhadap semua transaksi self dealing, berkembang kepada ketentuan yang lebih relaks.
70
Di Indonesia, tidak ada secara khusus mengatur tentang transaksi self dealing ini namun dalam beberapa Pasal dalam Undang-Undang No 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas terdapat pengaturan yang relevan terhadap masalah transaksi self dealing ini. Perbuatan Self Dealing yang dilakukan bukan untuk kepentingan
perusahaan. merupakan perbuatan melawan hukum, biasanya melibatkan satu atau beberapa orang anggota direksi yang melakukan transaksi yang dilarang, self dealing
dapat pula dilakukan dalam bentuk transaksi antara anggota direksi dengan perseroan,
69
Ibid, hal 93
70
Munir Fuady II, hal 212
Universitas Sumatera Utara
transaksi antara dua perseroan dengan yang sama, transaksi antara perseroan dengan perseroan lain yang mana direksi mempunyai kepentingan finansial ataupun kehendak
tertentu didalam transaksi tersebut. Direksi dengan perseroan sebagai badan hukum terdapat hubungan fiduciary
sehingga pihak direksi hanya bertindak seperti seorang trustee atau agen semata yang mempunyai kewajiban mengabdi sepenuhnya dan dengan sebaik-baiknya kepada
perseroan. Dalam UUPT hal ini diatur dalam Pasal 97 ayat 2 yakni “Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan
itikad baik dan penuh tanggung jawab”. Dengan demikian tugas utama dari direksi adalah mengurus perseroan. Fungsi direksi demikian sekaligus telah memberikan gambaran
fungsi keberadaan direksi dalam suatu perseroan terbatas. Keberadaan direksi diperlukan oleh perseroan sebagai salah satu pilar utama dalam mengurus perseroan. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa direksi dapat diibaratkan sebagai nahkoda perseroan, pusat energi central energi perseroan, mesin perseroan corporate engineering,
semangat perseroan spirit of corporations, corporate image yang utama dari perseroan, simbol perseroan imagine corporations, aura perseroan, dan lain sebagainya.
71
Seseorang dikatakan mempunyai tugas fiduciary manakala ia dipercayakan untuk berbuat sesuatu untuk kepentingan orang lain, seolah-olah berbuat untuk kepentingan
dirinya sendiri, atau seperti yang disebutkan oleh Benyamin N Cardozo dalam kasus People V. Mancuse 1931 di Amerika Serikat suatu derajat kepedulian dan kehati-hatian
yang sama jika seseorang karena kepentingan sendiri umumnya melakukan tindakan terhadap masalahnya sendiri the same degree of care and prudence that men prompted
71
Tri Widiyono, Op.Cit , hal 41
Universitas Sumatera Utara
by self interest generallyexercise in their own affairs.
72
Dalam hal ini kriteria tugas direksi perseroan dapat dibedakan sebagai berikut:
73
a Fiduciary Duty
Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah tugas yang terjadi dari suatu hubungan fiduciary antara direksi dengan perusahaan yang dipimpinnya yang menyebabkan direksi
berkedudukan sebagai trustee dalam pengertian hukum trust. Maka seorang direksi haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan duty of care and skill, itikad baik,
loyalitas dan kejujuran terhadap perusahaannya dengan derajat yang tinggi b
Duty of Care Duty of Care yang diharapkan dari direksi adalah sebagaimana yang dimaksud
dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum, dalam arti direksi diharapkan untuk berbuat secara hati-hati sehingga tehindar dari perbuatan kelalaian negligence yang
merugikan pihak lain. Direksi tidak boleh mengambil kesempatan menguntungkan yang seharusnya
dimiliki oleh perusahaan dan mengambil tindakan yang mengakibatkan benturan kepentingan dengan membuat tindakan sepihak self dealing. Jika hal tersebut terjadi
maka kerugian yang timbul dalam keputusan atau tindakan tersebut merupakan tanggung jawab pribadi direksi. Dalam UUPT No 40 tahun 2007, tidak ada secara khusus mengenai
pengaturan hal tersebut diatas namun secara tersirat terdapat dalam Pasal 97 ayat 3 yaitu;
72
Munir fuady II,Op. Cit, hal 34
73
Ibid, hal 49
Universitas Sumatera Utara
“Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2” Selanjutnya yang dimaksudkan pada ayat 2 Pasal 97 ayat 3 UUPT tersebut
yakni berisi tentang kewajiban direksi yang harus melaksanakan pengurusan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dengan kata lain jika direksi melakukan sesuatu
yang tidak beritikad baik yakni dengan melakukan self dealing maka ia bisa dikatakan bersalah dan lalai dalam menjalankan tugasnya maka kerugian yang timbul ditanggung
secara pribadi oleh direksi. Sekalipun secara tegas tidak terdapat larangan terhadap transaksi yang demikian,
tetapi mengingat fungsi dan tugas direksi sebagaimana diamanatkan dalam UUPT, maka transaksi tersebut menimbulkan benturan kepentingan conflict of interest yang oleh
karenannya bertentangan dengan prinsip fiduciary duty dan duty of care and loyality. Dengan tindakan self dealing ini berarti ia telah melakukan perbuatan melawan hukum
yang mengakibatkan ia bertanggungjawab secara pribadi. Kegagalan melaksanakan duty of care dengan sendirinya merupakan pelanggaran
terhadap fiduciary duty tanpa memperhatikan apa yang sebenarnya menimbulkan kerugian pada pemberi fiducia. Penyebabnya ialah direksi merupakan pemegang
kepercayaan trustee diharuskan untuk menerapkan standar perilaku yang lebih tinggi dan dapat diminta pertanggungjawabannya untuk pelanggaran fiduciary duty.
Sehubungan dengan hubungan perwakilan antara direksi dan perseroan, perbuatan direksi dalam rangka prinsip fiduciary duty akan mengikat perseroan saja dan tidak
Universitas Sumatera Utara
mengikat direksi secara pribadi akan tetapi apabila direksi melanggar kewajiban tersebut maka dapat dibebankan pertanggungjawaban pribadi
Universitas Sumatera Utara
BAB III KRITERIA YANG DAPAT MENJERAT DIREKSI AGAR