3. properti yang ada dalam tangan direksi yang didapat dari pelaksanaan
oportunitas perseroan tersebut oleh hukum dianggap milik perseroan, terhadap properti tersebut pihak direksi hanyalah berkedudukan sebagai trustee saja.
Karena itu, menurut teori ini, direksi juga harus mengembalikan semua keuntungannya kepada perusahaan yang dipimpinnya.
F. Kriteria yang dapat Menjerat Direksi agar Mempertanggungjawabkan
Kerugian Perusahaan secara Pribadi
Peran direksi dalam perseroan dapat juga diumpamakan dengan peran para pemain dalam suatu kesebelasan sepakbola, yang berposisi sebagai penyerang, pemain
pertahanan dan penjaga gawang. Peran direksi sebagai pemain penyerang adalah mengaplikasikan segala macam strategi bisnis guna meraih keuntungan finansial sebesar
mungkin. Keuntungan finansial yang telah diraih merupakan goal atau sasaran final yang telah direncanakan dalam rancangan sebelumnya. Peran direksi sebagai pemain
pertahanan adalah mempertahankan keuntungan finansial yang telah diraih dan menyususn strategi bisnis berikutnya agar besar dan tidak berkurang sedikitpun.
Penyusunan strategi bisnis senantiasa berubah fluktuatif, selama rancangan strategi bisnis kondusif dengan iklim bisnis, selama itu pula perseroan atau perusahaan meraih
keuntungan, sehingga perseroan semakin berkembangn pesat dan pada akhirnya menjadi perusahaan raksasa besar. Sedangkan peran direksi sebagai penjaga gawang adalah
mengamankan dan menjaga keutuhan aset-aset perseroan agar tidak ada secuil pun yang
Universitas Sumatera Utara
keluar atau terlepas dari ruang lingkup pengusaan perseroan yang membawa kerugian terhadap perseroan terbatas.
92
Pengertian kepengurusan mencakup pula pengelolaan kekayaan perseroan, karena UUPT mengatur mekanisme yang memungkinkan terlaksananya prinsip fiduciary duty
yang mencakup juga duty of skill and care oleh direksi. Hal ini tampak pada pengaturan tugas masing-masing anggota direksi. Bahkan, apabila anggota direksi yang bersangkutan
salah atau lalai melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga perseroan dirugikan, dia bertangggung jawab penuh secara pribadi dan pemegang saham dapat mengajukan
gugatan ke Pengadilan Negeri.
93
Menurut Munir Fuady, doktrin putusan bisnis Business Judgement Rule ini merupakan suatu doktrin yang mengajarkan bahwa suatu putusan direksi mengenai
aktivitas perseroan tidak boleh diganggu gugat oleh siapa pun, meski putusan tersebut ternyata adalah salah atau merugikan perseroan, sepanjang putusan tersebut memenuhi
kriteria sebagai berikut : 1.
putusan sesuai hukum yang berlaku; 2.
dilakukan dengan itikad baik; 3.
dilakukan dengan tujuan yang benar proper purpose 4.
putusan tersebut mempunyai dasar-dasar yang rasional rational basis 5.
dilakukan dengan kehati-hatian due care seperti dilakukan oleh orang cukup hati-hati pada posisi serupa;
92
Anisitus Amanat, Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Penerapannya dalam Akta Notaris. Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 1996 Hal 128
93
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perseroan Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996, Hal 73
Universitas Sumatera Utara
6. dilakukan dengan cara yang secara layak dipercayainya reasonable belief
sebagai yang terbaik best interest bagi perseroan.
94
Menurut Gunawan widjaja, dalam konsepsi Business Judgement rule, seorang anggota direksi tidak dengan mudah dianggap telah melakukan pelanggaran atas duty of
care and skill, selama ia dalam mengambil suatu tindakan telah didasarkan pada itikad baik, kecuali jika terdapat kecurangan fraud, benturan kepentingan conflict of interest,
atau perbuatan melawan hukum illegality. Business judgement rule secara tradisional juga dikonsep untuk melindungi kepentingan anggota direksi dari pertanggungjawaban
atas keputusan yang diambilnya ketika terjadi kerugian perseroan. Jadi, sebenarnya dengan berlaku atau diberlakukannya prinsip business judgement rule, terjadi beban
pembuktian terbalik, dimana pihak yang menduga bahwa direksi tidak bertindak secara baik untuk keuntungan perseroan wajib membuktikan adanya dugaan tersebut.
95
Dalam bukunya yang berjudul Hukum perseroan terbatas, M. Yahya Harahap mengungkapkan tentang direksi yang dapat diminta pertanggungjawaban secara pribadi
antara lain yakni:
96
Yang pertama, anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi persoonlijk aansprakelijk, personally liable atas kerugian yang dialami perseroan,
apabila: 1
bersalah schuld, guilt or wrongful act, atau 2
lalai culpoos, negligence, menjalankan tugasnya melaksanakan pengurusan perseroan.
94
Munir Fuady II, Op. Cit, hal 197
95
Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal 152
96
M. Yahya Harahap,Op.Cit, Hal 283
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya dalam penelitian ini, seorang direksi dalam melaksanakan pengurusan perseroan, direksi wajib melakukannya dengan itikad
baik good faith yang meliputi aspek: 1.
wajib percaya fiduciary duty yakni selamanya dapat dipercaya must always bonafide dan selamanya harus jujur must always honest;
2. wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar atau layak duty to act
for a proper purpose; 3.
wajib menaati peraturan perundang-undangan statutory duty or duty obedience; 4.
wajib loyal terhadap perseroan loyality duty, tidak menggunakan dana dan asset perseroan untuk kepentingan pribadi, wajib merahasiakan segala informasi
cofidental duty of information perseroan; 5.
wajib menghindari terjadinya benturan kepentingan pribadi dengan kepentingan perseroan must avoid conflict of interest, dilarang mempergunakan harta
kekayaan perseroan, dilarang mempergunakan informasi perseroan, tidak mempergunakan posisi untuk keuntungan pribadi, tidak mengambil atau,
menahan sebagian keuntungan perseroan untuk pribadi, tidak melakukan transaksi antara pribadi dan perseroan, tidak melakukan persaingan dengan perseroan
competition with the company, juga wajib melaksanakan pengurusan perseroan dengan penuh tanggung jawab, yang meliputi apek:
i. wajib seksama dan hati-hati melakukan pengurusan the duty of the
due care, yakni kehati-hatian yang biasa dilakukan orang ordinary prudent person dalam kondisi dan posisi yang demikian
yang disertai dengan pertimabngan yang wajar reasonable
Universitas Sumatera Utara
judgement yang disebut juga kehati-hatian yang wajar reasonal care;
ii. wajib melaksanakan pengurusan secara tekun duty to be diligent,
yakni terus menerus secara wajar menumpahkan perhatian atas kejadian yang menimpa perseroan.
iii. Ketekunan dan keuletan wajib disertai kecakapan dan keahlian
duty to display skill sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengetahuan yang dimilikinya.
Demikian gambaran ruang lingkup dan aspek-aspek itikad baik good faith dan tanggung jawab penuh yang wajib dilaksanakan anggota direksi mengurus perseroan. Jika
anggota direksi lalai melaksanakan kewajiban itu atau melanggar apa yang dilarang atas pengurusan itu, dan kelalaian atau pelanggaran itu menimbulkan kerugian terhadap
perseroan, maka anggota direksi itu bertanggung jawab penuh secara pribadi Persoonlijk aansprakelijk, personally liable atas kerugian perseroan tersebut.
Dalam praktik agak sulit untuk membedakan mana suatu perbuatan yang benar- benar dilakukan dengan itikad baik dan mana perbuatan yang sudah sewajarnya dlam
menjalankan tugas yang diembannya. Pada umumnya setelah terjadi perseroan menderita kerugian yang merupakan suatu akibat, barulah dapat diketahui baik atau buruknya
perbuatan seseorang.
97
Yang Kedua, dalam hal anggota direksi terdiri atas 2 dua orang lebih, Pasal 97 ayat 4 menegakkan prinsip penerapan tanggung jawab secara tanggung renteng
hoofdelijk en gezamenlijk aansprakelijk, jointly and severally liable.
97
Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta; Penerbit Djambatan, 1996 Hal 80
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, apabila salah seorang anggota direksi lalai atau melanggar kewajiban pengurusan secara itikad baik dan penuh tanggung jawab sesuai dengaan
lingkup aspek-aspek itikad baik dan pertanggungjawaban pengurusan yang disebut diatas, maka setiap anggota direksi sama-sama ikut memikul tanggung jawab secara tanggung
renteng terhadap kerugian yang dialami perseroan. Menurut M. Yahya Harahap alasan tanggung renteng ini bertujuan agar semua
anggota direksi saling ikut menekuni secara terus menerus pengurusan perseroan secara solider tanpa mempersoalkan bidang tugas yang diberikan padanya, sehingga anggota-
anggota direksi secara keseluruhan harus bersatu dan penuh tanggung jawab bekerja sama mengurus kepentingan perseroan. Mereka harus menghindari terjadinya friksi yang
diakibatkan separation of power yang mereka emban, dan mereka sadar setiap saat tentang tanggung jawab renteng yang selalu menanti meskipun kesalahan, kelalaian atau
pelanggaran itu dilakukan anggota direksi lain. Penegakan penerapan tanggung jawab secara tanggung renteng dalam hukum
perseroan Indonesia, baru dikenal dalam UUPT 2007. sebelumnya baik pada KUHD dan UUPT 1995, yang ditegakkan adalah prinsip tanggung jawab pribadi yang digantungkan
kepada faktor siapa pelaku yang melakukan kesalahan, kelalaian, atau pelanggaran itu. Tanggung jawab hukumnya, hanya dipikulkan kepada anggota direksi yang
melakukannya. Tidak dilibatkan anggota direksi lain secara tanggung renteng.
98
Penerapan yang seperti itu, dikemukakan juga oleh Charlesworth and morse
99
. Dibawah judul Liability for acts of co-directors. Beliau mengatakan:
98
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal 385
99
Charlesworth and morse, Company Law. ELBS, Fourteenth Edition, 1991, Hal 52
Universitas Sumatera Utara
A director is not liable for the acts of his co-director of he has no knowledge and in which he has taken no part, as his fellow directors, directors are not his servents or
agents to impose liability on him. Jadi jika tindakan kesalahan, kelalaian, atau pelanggaran itu dilakukan seorang
anggota direksi tanpa sepengetahuan anggota direksi lain atau dia tidak ikut ambil bagian atas perbuatan itu, anggota atau co-direksi yang lain tidak ikut bertanggung jawab
terhadapnya. Beliau memberi contoh kasus kerugian besar yang dialami sebuah bank atas perluasan pelanggan yang tidak wajar improperly. Kerugian besar itu, ditutupi oleh
manager dan chairman secara curang dalam rekening pembukuan. Terhadap kasus ini, pengadilan memutuskan, co-director tidak ikut bertanggung jawab atas kerugian itu,
karena tidak ditemukan mereka ikut melakukan kecurangan. Anggota direksi dapat pula terbebas dari tanggung jawab renteng tersebut apabila
anggota direksi yang bersangkutan tidak ikut melakukan kesalahan dan kelalaian, apabila anggota direksi yang bersangkutan dapat membuktikan hal berikut:
a. kerugian perseroan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya,
b. telah melakukan dan menjalankan pengurusan perseroan dengan itikad baik
dan kehati-hatian untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan yang ditetapkan dalam AD,
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung
atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian perseroan, dan d.
telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Pasal 97 ayat 5 huruf d, yang dimaksud dengan ”mengambil tindakan untuk menccegah timbul atau berlanjutnya kerugian” termasuk juga langkah-langkah
untuk memperoleh informasi mengenai tindakan pengurusan yang dapat mengakibatkan kerugian antara lain melalui forum rapat direksi.
Syarat-syarat pembebasan tersebut di atas bersifat kumulatif bukan alternatif. Hal itu disimpulkan dari perumusannya. Antara syarat-syarat a, b, c, dan d tidak terdapat
kata ”atau”. Yang ada adalah kata ”dan”. bertitik tolak dari fakta perumusan yang disebut di atas, dapat disimpulkan, syarat-syarat tersebut bersifat kumulatif, hal ini berarti supaya
seorang direksi dapat terhindar dan bebas dari tanggung jawab renteng atas kesalahan dan kelalaian anggota direksi lain dalam pengurusan perseroan, maka anggota direksi yang
bersangkutan harus dapat membuktikan hal-hal yang disebut pada Pasal 97 ayat 5 huruf a,b,c, dan d. Satu hal saja tidak dapat dibuktikannya, kepadanya harus diterapkan
penegakan prinsip tanggung jawab secara tanggung renteng yang ditentukan Pasal 97 ayat 4.
100
Dalam menjalankan sebuah perusahaan seringkali direksi sebagai sebagai organ didalamnya mengambil keputusan bisnis yang seringkali spekulatif dan bertendensi untuk
mengalami kerugian, bisa saja dikarenakan ada hal-hal genting yang harus segera diambil untuk menyelamatkan perusahaan dari kerugian yang lebih besar atau sebaliknya dapat
membawa keuntungan besar bagi perusahaan jika diambil tindakan cepat yang tepat, karena bagaimanapun keputusan direksi harus dihormati oleh semua pihak bahkan
pengadilan, sebab mereka adalah orang-orang yang memang mengerti dan berpengalaman dibidang bisnisnya, terutama masalah yang kompleks, karena itu direksi
100
M. Yahya Harahap, Ibid, hal 386
Universitas Sumatera Utara
patut diberikan diskresi yang besar, mereka yang berpengalaman dan mempunyai pengetahuan bisnis tentunya adalah pihak direksi.
101
Disisi lain ada juga direktur yang disela-sela kegentingan tersebut juga mengambil keuntungan pribadi didalamnya, dengan kata lain bukan untuk perusahaan,
oleh karena itu disinilah pentingnya standar mengenai pertanggungjawaban untuk dapat melihat keputusan bisnis manakah yang diambil sesuai dengan prosedur demi
kepentingan perusahaan ataukah keputusan bisnis yang diambil untuk kepentingan si direktur itu sendiri. Tanpa adanya standar yang jelas mengenai pertanggungjawaban
direksi maka dikhawatirkan direksi tidak akan berani mengambil keputusan bisnis. Hal ini bertentangan dengan posisi perusahaan sebagai risk taker sehingga secara tidak
langsung akan menghentikan continuous improvement dari perusahaan itu sendiri. Atas latar belakang itu pengadilan yang menganut sistem hukum common law
mengembangkan konsep business judgement rule yang dimaksudkan untuk melindungi direksi dan karyawan hanya yang beritikad baik, dari pertanggungjawaban secara pribadi
akibat keputusan bisnis yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Tentu saja tidak semua keputusan dan kebijakan direksi dapat berlindung dengan
alasan pertimbangan bisnis sehingga dapat berlindung dalam business judgement rule, walaupun business judgement rule merupakan penyeimbang prinsip fiduciary duty. Di
Amerika Serikat, menurut Sutan Remy bahwa setelah beliau mempelajari putusan- putusan di Amerika, ternyata pengadilan-pengadilan itu tidak seragam dalam
merumuskan pengecualian-pengecualian hal tersebut. Beberapa pengadilan berpendapat bahwa pertimbangan anggota direksi tidak dapat diganggu gugat kecuali apabila
pertimbangan tersebut didasarkan atas sutau kecurangan fraud, atau menimbulkan
101
Munir Fuady II, Ibid, hal 199
Universitas Sumatera Utara
benturan kepentingan conflict of interest, atau merupakan perbuatan melanggar hukum illegality. Sementara beberapa pengadilan lain berpendapat bahwa, seorang direktur
yang mengambil alih pertimbangan telah menimbulkan kerugian bagi perseroan, tidak dilindungi oleh business judgement rule, jika kerugian tersebut sebagai akibat kelalaian
berat anggota direksi bersangkutan.
102
Pada Prinsipnya ada 2 dua fungsi utama dari direksi suatu perseroan, yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi manajemen, dalam arti direksi melakukan tugas memimpin
perusahaan, dan 2.
fungsi representasi, dalam arti direksi mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan. Prinsip mewakili perusahaan di luar pengadilan
menyebabkan perseroan sebagai badan hukum akan terikat dengan transaksi atau kontrak-kontrak yang dibuat oleh direksi atas nama dan
untuk kepentingan perseroan. Sepanjang sejarah penerapan teori fiduciary duty ini, muncul
beberapa ”pedoman dasar” bagi direksi dalam menjalankan fiduciary duty terhadap perseroan yang dipimpinnya. Pedoman dasar tersebut adalah sebagai berikut;
1. fiduciary duty merupakan unsur wajib mandatory element dalam hukum
perseroan.
102
Sutan Remy Sjahdeni, Tanggung Jawab Pribadi Direksi dan Komisaris, Jurnal Hukum bisnis, Vol 14, 2001, hal 101
Universitas Sumatera Utara
2. dalam menjalankan tugasnya, seorang direksi tidak hanya harus
memenuhi unsur itikad baik, tetapi juga harus memenuhi tujuan yang “layak” proper pupose.
3. pada prinsipnya direktur dibebani prinsip fiduciary duty terhadap
perseroan, bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, hanya perusahaanlah yang dapat memaksakan direksi untuk melaksanakan tugas
fiduciary tersebut. 4.
akan tetapi, dalam menjalankan fungsinya sebagai direktur, secara umum dia juga harus memperhatikan kepentingan stake holders, seperti pihak
pemegang saham dan buruh perusahaan. 5.
sungguhpun menyandang tugas sebagai direktur, direktur tetap bebas dalam memberikan suara dan pendapat sesuai dengan keyakinan dan
kepentingannya dalam setiap rapat yang dihadirinya. 6.
direksi tetap bebas dalam mengambil keputusan sesuai pertimbangan bisnis dan sense of business yang dimilikinya. Bahkan, pihak pengadilan
tidak boleh ikut campur mempertimbangkan sense of business dari pihak direksi.
7. dalam hal-hal dimana terdapat conflict of interest, seorang direksi
dilarang atau setidak-tidaknya dibatasi atau diawasi dalam menjalankan
Universitas Sumatera Utara
tugasnya. Pengwasan tersebut misalnya dengan prinsip keterbukaan informasi disclosure terhadap transaksi yang ada conflict of interest.
103
Dalam teori ilmu hukum perseroan ada berbagai kriteria yuridis terhadap penentuan suatu transaksi self dealing yang dapat dibenarkan atau tidak oleh hukum,
keseluruhan kriteria tersebut dapat dikategorikan ke dalam 2 dua kelompok sebagai berikut:
104
1. kriteria klasik
Kriteria klasik, yang sanagat dipegang teguh oleh sistem hukum common law klasik ini mengajarkan bahwa karena adanya risiko yang melekat pada transaksi self
dealing tersebut, maka semua transaksi self dealing tersebut dapat dibatalkan voidable oleh pihak perseroan, tanpa mempertimbangkan fair atau tidaknya
transaksi tersebut. Jika kemudian ada kerugian, maka pihak direksi yang berkepentingan harus bertanggung jawab secara pribadi. Kriteria klasik ini yang
menyamaratakan semua transaksi self dealing tersebut mengansumsikan bahwa dalam semua transaksi self dealing inherent mengandung risiko bagi perseroan
danatau perseronya. Kriteria klasik yang menyamaratakan semua transaksi self dealing tersebut
ternyata dalam praktek tidak sesuai dengan kenyataan. Sebab, meskipun risiko tidak fair bagi perseroan secara umum memang ada, tetapi tidak semua transaksi tersebut
berbahaya. Bahkan, terkadang terdapat transaksi self dealing yang justru
103
Munir Fuady, Op. Cit, hal 61
104
Ibid, Hal 214
Universitas Sumatera Utara
menguntungkan bagi perseroan. Misalnya ketika perseroan dalam keadaan kekurangan cash flow, di mana pinjaman tidak didapat dari pihak manapun, maka
tindakan direksi yang memberi pinjaman kepada perseroan dengan terms dan conditions yang wajar dan biasa, justru sangat menolong perseroan untuk dapat
bertahan eksis. 2.
kriteria modern kriteria modern tidak menyamaratakan semua transaksi self dealing, tetapi
memilah-milah secara case by case. Untuk itu dipakai kriteria sebagai berikut: 1.
jika dapat membuktikan bahwa transaksi tersebut fair bagi perseroan. 2.
jika terhadap transaksi tersebut telah dilakukan keterbukaan disclosure tentang adanya kepentingan direksi.
3. jika transaksi self dealing tersebut telah menimbulkan:
a. penipuan;
b. hasil yang sangat tidak layak;
c. penyia-nyiaan aset perseroan.
4. jika transaksi tersebut telah diratifikasi oleh pemegang saham pemegang
saham independen dan beritikad baik setelah diberikan informasi yang layak informed consent.
5. Jika transaksi tersebut disetujui oleh anggota direksi yang bebas
kepentingan disinterested transaction, meskipun harus diakui adanya fakta bahwa pihak direksi bebas kepentingan pun dalam kenyataanya
Universitas Sumatera Utara
cenderung membenarkan tindakan direksi berkepentingan dengan motif demi toleransi kepada sesama anggota direksi.
6. jika transaksi tersebut dimungkinkan dan disebutkan secara eksplisit
dalam anggaran dasar perseroan. Dari keseluruhan kriteria terhadap transaksi self dealing tersebut, ternyata
bahwa hukum perseroan menyaratkan dipenuhinya ketentuan hukum dari 3 tiga segi sebagai berikut:
1. dari segi yuridis substansial
dalam hal ini transaksi tersebut harus fair, tidak mengandung unsur penipuan, pengelabuan, itikad jahat, dan lain-lain.
2. dari segi yuridis prosedural
dalam hal ini transaksi tersebut haruslah dilakukan dengan keterbukaan dan diratifikasi atau disetujui oleh rapat dari direksi yang tidak punya
kepentingan atau oleh pemegang saham yang tidak punya kepentingan. 3.
dari segi yuridis regulatif dalam hal ini misalnya transaksi tersebut dapat dibenarkan jika transaksi
tersebut dimungkinkan dan disebutkan secara eksplisit dalam anggaran dasar perseroan. Misalnya dengan disertai oleh syarat-syarat tertentu, seperti
pensyaratan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham dengan persyaratan quorum dan voting yang ketat.
Universitas Sumatera Utara
Kriteria untuk mengukur tanggung jawab setiap direktur adalah Business Judgement Rule,
105
artinya seorang direktur tidak bertanggung jawab jika dia melaksanakan tugasnya dengan memperhatikan prinsip-prinsip due cure, good faith
dan mempunyai rasional basis terhadap keputusan-keputusan bisnis. Salah satu tolak ukur untuk memutuskan apakah suatu kerugian disebabkan oleh keputusan
bisnis business judgement tidak tepat sehingga dapat menghindar dari pelanggaran prinsip duty of care adalah :
106
1. Memiliki informasi tentang masalah yang akan diputuskan dan percaya
bahwa informasi tersebut benar. 2.
Tidak memiliki kepentingan dengan keputusan dan memutuskan dengan itikad baik.
3. Memiliki dasar rasional untuk mempercayai bahwa keputusan yang diambil
adalah yang terbaik bagi perusahaan. Jadi, apabila direktur tidak dapat memenuhi duty of care dan duty of loyalty
107
maka dia telah melakukan pelanggaran terhadap prinsip fiduciury duty yang diembannya. Dasar dari kewajiban dalam hubungan kepercayaan fiducia tersebut
adalah kewajiban untuk loyal duty of loyalty yang berarti bahwa seorang pemegang fiducia tidak dibenarkan mengorbankan kepentingan pemberi fiducia beneficary
105
Dalam Blacks Law Dictionary business judgement rule adalah rrile immunizes management from liability in corporate transaction undertaken within power of corporation and authority of
management where is reasonable basis to indicate that transaction was made with due pare and in good faith.
106
Detlev F. Vagts, Basic Corporation Law Materials~aftd Cases, The Foundation Press Inc. New York, 1989, hal. 212
107
Pelanggaran atas duty of loyalty antara lain dalam bentuk : 1.
Transaksi untuk diri sendiri self dealing dengan perseroan. 2.
Melakukan tindakan yang sebenarnya merupakan kesempatan perseroan corporate opportunity. 3.
Berkompetisi dengan perusahaannya. 4.
Membuat profit rahasia yang sebenarnya merupakan profit untuk perusahaan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
dengan mendahulukan kepentingarmya sendiri. Pemegang fiducia wajib melaksanakan duty of care. Kegagalan untuk melaksanakan duty of care tersebut dengan sendirinya
merupakan pelanggaran terhadap fiduciary tanpa memperhatikan apakah perbuataan tersebut sebenarnya menimbulkan kerugian pada pemberi fiducia.
108
Pelanggaran terhadap fiduciary duty, sebagaimana halnya pelanggaran hukum lainnya, memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dan atas namanya
melakukan gugatan terhadap pihak yang menerbitkan kerugian itu. Diberlakukannya doktrin ini karena diantara semua pihak dalam perseroan,
sesuai dengan kedudukannya selaku Direksi, maka pihak Direksilah yang paling berwenang dan paling profesional untuk memutuskan apa yang terbaik dilakukan untuk
perseroannya, sementara jika putusan bisnis dari Direksi terjadi kerugian bagi perseroan, sampai batas-batas tertentu masih dapat ditoleransi mengingat tidak semua bisnis harus
mendapat untung. Dengan perkataan lain, perseroan harus juga menanggung resiko bisnis, termasuk resiko kerugian.
109
Karena itu, Direksi tidak dapat dimintakan pertanggung jawabnya hanya karena alasan dalam memutuskan mere error of judgement atau hanya
karena alasan kerugian perseroan. Direksi tidak dapat dimintakan tanggung jawabnya hanya karena adanya tindakan yang termasuk kedalam kategori miscalculation atau
mismanagement.
110
Bussiness judgement rule merupakan pertimbangan bisnis bussiness judgement para anggota Direksi tidak dapat ditantang diganggu gugat atau ditolak oleh
pengadilan atau oleh pemegang saham. Para anggota Direksi tidak dapat dibebani
108
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank: Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan Di Indonesia, Jakarta Universitas Indonesia, , 2002, hal: 33.
109
Munir Fuady II, Op. Cit, hal. 198
110
Ibid, hal. 199.
Universitas Sumatera Utara
tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena diambilnya suatu pertimbangan bisnis business judgement oleh anggota Direksi yang bersangkutan, sekalipun apabila
pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu. Bussiness judgement rule adalah “ a presumption that in making a business decesion, the directors of corporation acted on
an informed basis in good faith and in a honest belief that action was taken in the best interest of the company”.
111
Selanjutnya dikatakan bahwa bentuk perbuatan-perbuatan dan pertimbangan bisnis apa saja yang tidak dilindungi oleh bussiness judgement rule sangat penting
diketahui oleh masyarakat dan hakim. Apabila kita mempelajari putusan-putusan pengadilan Amerika Serikat, maka dapat diketahui, ternyata pengadilan-pengadilan itu
tidak seragam dalam merumuskan pengecualian-pengecualian dari bussiness judgement rule tersebut.
Beberapa pengadilan berpendapat bahwa pertimbangan judgement seorang anggota Direksi tidak dapat diganggu gugat kecuali apabila pertimbangan judgement
tersebut didasarkan atas suatu kecurangan fraud, atau menimbulkan benturan kepentingan conflict of interest, atau merupakan perbuatan yang melanggar hukum
illegality. Sementara itu, beberapa pengadilan yang lain berpendapat bahwa, seorang Direktur, yang dalam mengambil pertimbangan telah menimbulkan kerugian bagi
perseroan, tidak dilindungi oleh bussiness judgement rule, jika kerugian tersebut adalah akibat kelalaian berat gross negligence anggota Direksi yang bersangkutan.
Perlindungan bussiness judgement rule dikatakan tidak berlaku bagi anggota Direksi Perseroan, jika dalam transaksi yang dilakukan oleh Direksi, diketahui bahwa
111
Sutan Remy Sjahdeni, “Tanggung Jawab Pribadi Direksi dan Komisaris” dalam Jurnal Hukum Bisnis, Volume 14, Juli 2001, hal. 101.
Universitas Sumatera Utara
Direksi tersebut telah berupaya untuk mengendapkan kepentingan pribadinya, atau telah terdorong untuk membuat syarat-syarat transaksi yang dilakukannya demi kepentingan
pribadinya. Dengan demikian judgement yang diambilnya itu tidak dapat dikatakan sebagai “discretionary exercises of power on behalf of the corporation” yang merupakan
tindakan yang mengandung kecurangan fraud, dan benturan kepentingan conflict of interest.
Terhadap pelanggaran berlakunya bussiness judgement rule, dalam hal terdapat perbuatan yang melanggar hukum illegality exception, maka ”shareholder’s derivative
suits can be a useful supplement to the enforcement activities of public prosecutors and regulatory agencies”. Dari penjelasan yang diberikan tersebut sepintas tampak bahwa
doktrin bussiness judgement rule menyisihkan kekuatan berlakunya doktrin duty of care, dimana praktis semua pengadilan di Amerika Serikat sepakat bahwa anggota Direksi
tidak harus bertanggung jawab atas semua kerugian perseroan, apabila anggota Direksi dalam mengambil suatu pertimbangan judgement diketahui telah melakukannya dengan
itikad baik. Namun kebanyakan pengadilan juga berpendapat bahwa tidak seharusnya para anggota Direksi itu bertindak sembrono act negligently atau melakukan kelalaian
yang berat act in a grossly negligent way. Bila halnya demikian, maka anggota Direksi yang bersangkutan harus bertanggung jawab atas kerugian perseroan yang telah
ditimbulkannya. Direktur memiliki posisi fiducia kepada perusahaan dan manajemen dalam
pengurusan perusahaan artinya Direktur memiliki hubungan fiducia dengan perusahaan. Prinsip-prinsip hubungan fiducia tersebut adalah: Pertama, Direktur terikat dengan aturan
fairness, moralitas, kejujuran dan iktikad baik dalam berhubungan dengan pengurusan
Universitas Sumatera Utara
perusahaan. Kedua, direktur dalam melakukan pengurusan harus reasonable care, prudence dan diligence. Ketiga, business judgement.
112
Dalam kaitan dengan business judgement terdapat kebingungan di pengadilan tentang standard negligence kesembronoan yang dapat diterapkan kepada komisaris.
yaitu kegagalan menjalankan reasonable care, merupakan kegagalan melaksanakan kehati-hatian sebagai direktur, bukan kegagalan berhati-hati sebagaimana apabila
mereka bertindak untuk kepentingan pribadi. Keengganan pengadilan mewajibkan direktur bertanggung jawab dalam pengurusan perusahaan akibat adanya ketidakpastian
ukuran kehati-hatian yang dapat dipergunakan menyebabkan pengadilan menetapkan business judgement rule. Prinsip ini mengatakan apabila melibatkan business judgement
maka direktur telah memenuhi tanggungjawabnya menjalankan tugas secara berhati-hati apabila mereka melaksanakannya dengan jujur dan membuat keputusan yang tidak bias.
Untuk dapat meminta pertanggungjawaban direktur, harus dapat diperlihatkan Direktur telah gagal menjalankan reasonable care dan perusahaan menderita kerugian secara
langsung. Direktur dapat diminta bertanggung jawab pribadi atau secara keseluruhan. Beberapa alasan dapat digunakan sebagai bantahan atas oleh komisaris yang
diminta bertanggung jawab atas kerugian yang diderita perusahaan. Pertama, business judgement. Kedua, telah melaksanakan reasonable care. Pengadilan menerapkan
standard due care yang lebih longgar dibandingkan dengan yang diterapkan kepada direksi. Standard of care yang dipergunakan untuk komisaris adalah: Pertama, percaya
atas laporan eksekutif perusahaan. Direktur tidak perlu melakukan investigasi tentang kebenaran laporan yang diberikan. Kedua, keputusan diambil atas dasar nasehat yang
112
Bismar Nasution dan Zulkarnain Sitompul, Hukum Perusahaan, Bandung: BooksTerrace Library, 2005, hal. 10
Universitas Sumatera Utara
diberikan pihak yang memiliki kompetensi seperti penasehat hukum, akuntan atau penasehat lainnya. Ketiga, beragam situasi lainnya juga dipertimbangkan. Misalnya usia,
kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI PADA PUTUSAN PERDATA
NO 305 PDT.G 1998 PN.JAK.SEL A.
Perseroan Terbatas dan Prinsip Keterbatasan Tanggung jawab
Perseroan terbatas pada zaman Hindia Belanda dikenal dengan nama ”Naamloze Vennootschap” NV. Naamloze berarti tanpa nama, yang maksudnya dalam hal
pemberian nama perusahaan tidak memakai salah satu nama anggota persero melainkan menggunakan nama perusahaan berdasarkan tujuan usahanya.
113
Sebenarnya, arti istilah Naamloze vennootschap tidak sama dengan arti istilah perseroan terbatas. Naamloze vennootschap diartikan sebagai perserkutuan tanpa nama
dan tidak mempergunakan nama orang sebagai nama persekutuan, seperti firma, melainkan nama usaha yang menjadi tujuan dari perusahan yang bersangkutan.
Sedangkan perseroan terbatas adalah persekutuan yang modalnya tersdiri atas saham- saham, dan tanggung jawab persero bersifat terbatas pada jumlah nominal daripada
saham-saham yang dimilikinya. Jadi, istilah perseroan terbatas lebih tepat daripada istilah Naamloze vennootschap, sebab arti perseroan terbatas lebih jelas dan tepat
menggambarkan tentang keadaan senyatanya, sedangkan arti istilah Naamloze vennootschap kurang dapat menggambarkan isi dan sifat perseroan secara tepat. Ada
istilah inggris yang isinya hampir mendekati istilah perseroan terbatas, yaitu ”Company
113
Achmad Ichsan, Hukum Dagang, Lembaga Perserikatan, Surat-Surat Berharga, Aturan-Aturan Angkutan,Jakarta : Pradnya Paramita, 1987 , Hal 143
Universitas Sumatera Utara