Perkembangan Less Cash Society

reader contact atau hanya didekatkan pada reader contactless. Pengisian kembali nilai kartu relatif mudah dilakukan di outlet, ATM, bank penerbit, dan merchant. Menurut Dyah Nastiti, Direktur Akuntansi dan Sistem Pembayaran BI, ada beberapa faktor yang meyakinkan bahwa less cash society sudah siap diberlakukan: 9 1. Masyarakat sebenarnya sudah menggunakan alat pembayaran nontunai asalkan infrastrukturnya tersedia. Hasil survei di berbagai daerah pada 2006 menunjukkan bahwa 71 nasabah bank telah mengunakan instrumen pembayaran nontunai. Khusus e-money, survei menunjukkan bahwa 64,5 masyarakat sudah menginginkannya untuk micro-payment dan 73 pengusaha juga bersedia menerima pembayaran dengan e-money. 2. Kalangan perbankan telah menyediakan berbagai channel pembayaran nontunai demi kemudahan nasabah. 3. Makin banyak institusi nonbank tertarik mengembangkan e-money dalam rangka menyediakan instrumen micro-payment. Misalnya, industri telekomunikasi, transportasi, dan ritel.

C. Perkembangan Less Cash Society

Di beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang dan beberapa negara Eropa, konsep digital society sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dan dunia usaha. Masa depan suatu negara maju bergantung kepada 9 Biskom, “Apconex 2008: Dari Cash ke Non Cash”. bagaimana Teknologi Informasi didesain dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi dan budaya. Sejauh ini belum terdapat indikator pengukur perkembangan alat pembayaran non tunai yang secara resmi digunakan di Indonesia. Pengukuran indikator perkembangan pembayaran non tunai pada berbagai studi umumnya menggunakan data perkembangan volume transaksi melalui sistem kliring BI-RTGS, atau alat pembayaran menggunakan kartu seperti ATM, kartu debet, dan kartu kredit. Selain itu, beberapa indikator rasio seperti rasio antara konsumsi swasta terhadap uang kartal di masyarakat dan rasio uang tunai terhadap M1 juga dapat digunakan sebagai indikator perkembangan pembayaran non tunai. 10 Industri perbankan akan menjadi motor perkembangan konsep digital society di Tanah Air. Melalui The Asia Pasific Conference Exhibition APCONEX 2008, kalangan dan praktisi perbankan telah mendiskusikan sebuah konsep menuju pengembangan less cash society. Saat ini pemerintah bersama-sama Bank Indonesia , pihak perbankan dan swasta menjadi ujung tombak untuk mengkampanyekan kegiatan less cash society. Adapun yang menjadi tantangan implementasi less cash society ke depan adalah masih tingginya budaya cash society di Indonesia. 11 Akan tetapi, Bank Indonesia sendiri melihat Indonesia sudah siap untuk menerapkan less cash society. Beberapa indikator di masyarakat dan perbankan 10 Bambang Pramono, dkk, “Working Paper: Dampak Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian dan Kebijakan Moneter ”, Jakarta: Bank Indonesia, 2006, h.18. 11 “Lintasarta Siap Hadapi Era Less Cash Society”, Artikel diakses pada 02 Februari 2011 dari http:swa.co.id200805lintasarta-siap-hadapi-era-less-cash-society menunjukkan hal itu. Indikator pertama, masyarakat sudah siap untuk menggunakan transaksi non tunai. Dari hasil survei Bank Indonesia 71 nasabah perbankan sudah menggunakan instrumen non tunai, bahkan 64,5 nya sudah punya preferensi akan menggunakan sistem e-money . Kedua, bahwa kalangan perbankan di Indonesia sudah banyak menggunakan fasilitas e-banking, ATM dan mobile banking. Sebanyak 51 perbankan itu berniat mengembangkan e-money. Indikator yang ketiga, banyaknya institusi non perbankan yang akan mengembangkan e-money seperti PT Telkom, PT Telkomsel, dan PT Indosat. Less cash meminimalisasi proses pembayaran, mempercepat, meningkatkan efisiensi dan yang terakhir adalah perlindungan kepada konsumen, ini yang penting. Bapak Presiden Republik Indonesia dalam pidatonya menyambut Seminar Internasional Towards a Less Cash Society in Indonesia di Jakarta Convention Centre pada tanggal 7 – 9 Mei 2008 oleh The Asia Pasific Conference Exhibition APCONEX, mengatakan “Untuk less cash society bukan peralihan sistem tapi adalah perubahan budaya masyarakat. 12 Perkembangan transaksi pembayaran menuju less cash society merupakan tren yang tidak bisa dihindari. Sistem pembayaran konvensional yang mengandalkan fisik uang sebagai instrumen pembayaran telah bergeser. Teknologi penggunaan instrumen pembayaran non tunai telah berkembang pesat, disertai dengan berbagai inovasi yang mengarah pada penggunaan alat pembayaran yang makin efisien, aman, nyaman dan cepat. Inovasi itu tidak saja pada berkembangnya penggunaan intrumen 12 Detik finance. “ Indonesia siap menerapkan less cash society”. Artikel diakses pada 22 September 2010 dari http:www.detikfinance.comkanal4ekonomi pembayaran berbasis kertas paper based, seperti: cek, bilyet giro dan nota debet; penggunaan alat pembayaran dengan menggunakan kartu card based, seperti: kartu kredit, kartu debet dan kartu ATM; dan pembayaran secara elektronik electronic based, seperti: e-money, internet banking dan mobile banking; 13 tetapi juga sudah disertai dengan makin cepatnya proses penyelesaian setelmennya. Terkait dengan perkembangan itu, potensi pengembangan instrumen sistem pembayaran non tunai di Indonesia masih sangat besar. Adanya peningkatan penggunaan card based payment instruments yang sangat signifikan dalam beberapa tahun terakhir, adanya kemudahan dalam penggunaan dan pengembangan teknologi, kecenderungan dan tuntutan masyarakat untuk bertransaksi dengan menggunakan instrumen yang lebih efisien dan aman, serta beberapa keunggulan instrumen non tunai dibandingkan dengan penggunaan uang tunai, telah mendorong Bank Indonesia untuk lebih mengupayakan terciptanya masyarakat yang berkecenderungan non- tunai. 14 Berdasarkan data Bank Indonesia, jumlah e-money di Indonesia telah tumbuh 122,85 dari 3,02 juta diakhir 2009 menjadi 6,73 juta di Oktober 2010. Belakangan ini masyarakat perkotaan di Indonesia mulai terbiasa untuk menggunakan alat pembayaran non tunai untuk berbagai keperluan pembayaran, antara lain kartu kredit, kartu debet, kartu ATM dan kartu prabayar. Penggunaan kartu prabayar diyakini akan menjadi tren mekanisme pembayaran di masa 13 Setijoso, “Seminar Internasional Towards a Less Cash Society in Indonesia”, Jakarta: Bank Indonesia, 2006, h.34. 14 Rizal A. Djaafara, “Mendorong Terbentuknya Less Cash Society”, Artikel diakses pada tanggal 02 Februari 2011 dari http:www.bi.go.idwebidRuang+MediaSiaran+Perssp_82606.htm mendatang, misalnya untuk membayar bahan bakar di pompa bensin, tiket tol, pembelian barang dan berbagai jasa-jasa lainnya. Semua proses aktivitas pembayaran melalui berbagai jenis alat pembayaran ini diproses oleh berbagai penyelenggara sistem pembayaran seperti bank dan nonbank. Institusi inilah yang nantinya menyelenggarakan jasa mulai proses pengiriman dana, kliring hingga settlement. Pemakaian kartu prabayar dalam mekanisme transaksi adalah bagian dari evolusi alat pembayaran dari uang tunai sampai ke bentuk-bentuk non-tunai. Misalnya alat pembayaran dalam bentuk kertas paper based seperti cek, wesel, bilyet giro hingga ke elektronik seperti kartu prabayar hingga ke wujud digital digital cash. Jumlah kartu plastik Kartu Kredit, ATM, Debit, dan pra bayar di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun, seperti yang dilaporkan oleh Bank Indonesia sampai bulan Juli 2007 tercatat 54 bank yang menerbitkan kartu ATM dan 21 penerbit kartu kredit yang terdiri atas perbankan, lembaga selain bank dan unit usaha syariah bank. Jumlah bank yang menerbitkan kartu ATM sekaligus kartu debit tercatat sebanyak 37 bank. Sedangkan kartu prabayar baru diterbitkan hanya oleh dua nama penerbit yaitu Telekomunikasi Indonesia dan Telekomunikasi Selullar. Peredaran dan penggunaan kartu tersebut juga melibatkan empat prinsipal kartu kredit dan tiga perusahaan pengelola switching. Infrastuktur Alat Pembayaran Menggunakan Kartu APMK pun semakin meningkat, yang meliputi terminal ATM, Merchant, EDC, dan Imprinter. Sejalan dengan perkembangan teknologi, instrumen pembayaran khususnya yang menggunakan kartu APMK juga tumbuh dengan pesat. Tidak saja dari volume dan nilai yang ditransaksikan namun juga dari fitur, jenis, fungsi serta berbagai fasilitas yang diberikan kepada pemegang kartu. Menurut Bank Indonesia 2007, jenis APMK yang ada saat ini meliputi Kartu Kredit, Kartu ATM dan Kartu ATM yang berfungsi sekaligus sebagai Kartu Debit ATM+Debit. Volume transaksi jenis APMK tersebut pada triwulan II-2007 tercatat 298,65 juta atau meningkat 8,04 dibanding triwulan sebelumnya. Sedangkan dari sisi nilai mencapai Rp419,86 triliun, meningkat 19,68 dari triwulan sebelumnya. Peningkatan transaksi tersebut didominasi oleh jenis transaksi transfer dana pada kartu ATM dan ATM+Debit. 15 Pada triwulan ini mucul pula jenis instrumen pembayaran baru yakni kartu prabayar. Kartu ini digunakan untuk jenis pembayaran yang bersifat kecil micropayment, karena batasan nominal yang ada pada kartu tersebut adalah satu juta rupiah dan dapat diisi kembali setelah digunakan. Mengingat jenis kartu ini masih relatif baru, aktivitas transaksi yang tercatat masih sangat kecil, dimana volume transaksi tercatat 16,73 ribu dengan nilai transaksi Rp210,41 juta menurut data Bank Indonesia tahun 2007. Angka-angka di atas menunjukkan bahwa peranan e-banking dalam meningkatkan layanan transaksi semakin meningkat. Peningkatan jumlah kartu plastik berserta jumlah dan nilai transaksinya merupakan salah satu indikator mulai tumbuhnya less-cash society atau masyarakat digital di Indonesia. Indikator tersebut 15 Bank Indonesia, “Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia di Bidang Moneter, Perbankan, dan Sistem Pembayaran, Triwulan II ”, Jakarta: Bank Indonesia, 2007, h.28. merupakan hasil dari transaksi individual nasabah bank yang berada di sisi front end. Belum lagi dengan transaksi antar lembaga sendiri yang dari kaca mata masyarakat khususnya nasabah bank, merupakan layanan E-Banking yang berada di sisi back end. Sejak tahun 2000, Bank Indonesia memperkenalkan kepada stakeholder yakni perbankan nasional, apa yang disebut real time gross settlement RTGS. BI- RTGS adalah proses penyelesaian akhir transaksi settlement pembayaran yang dilakukan per transaksi dan bersifat real time. Melalui mekanisme BI-RTGS ini rekening peserta dapat didebit dan dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran. 16 Ada beberapa sasaran yang ingin dicapai melalui aplikasi sistem BI-RTGS, antara lain dengan BI-RTGS transfer dana antar peserta lebih cepat, efisien, andal dan aman. Selain itu setidaknya ada kepastian settlement dengan lebih segera. Sistem BI RTGS ini akan memperlihatkan informasi rekening peserta secara real time dan menyeluruh. Bagi peserta RTGS juga dituntut untuk disiplin dan profesional dalam mengelola likuiditas mereka. Dan diharapkan melalui sistem RTGS ini akan mengurangi berbagai risiko settlement. Saat ini aplikasi sistem BI-RTGS sudah berjalan di semua Kantor Bank Indonesia KBI di seluruh Indonesia. Sudah ada 148 peserta BI-RTGS yang terdiri atas 125 bank konvensional, 21 bank syariahUUS dan dua peserta non-bank. Indonesia adalah negara kedelapan di Asia yang mengaplikasikan RTGS. Sedangkan 16 Budi, “E-Bankink dan Less Cash Society”. di dunia baru ada 30 negara yang mengaplikasikannya. Jumlah dan nilai transaksi RTGS menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Nilai transaksi pemindahan dana yang bersif at “back end” dari sisi pespektif nasabah tersebut menunjukkan bahwa lalu lintas uang di Indonesia sudah bersifat paperless dengan nilai transaksi yang secara drastis meningkat tajam. Sebagai contoh, nilai BI-RTGS meningkat lebih dari 1000 triliun rupiah dalam 12 bulan terakhir atau meningkat lebih dari 60 persen. Sedangkan transaksi kliring meningkat lebih dari dua kali lipat pada periode yang sama. Transaksi digital dengan nilai yang sangat besar tersebut tentunya memerlukan teknologi tinggi yang handal dan teruji. 17 Sementara itu di bank Syariah, semua transaksi harus dijelaskan asal sumber dananya, yang bertarti nasabah harus bisa menyakinkan dan ada pernyataan bahwa uang itu bersumber dari transaksi yang halal. Dalam hal ini, bank syariah berperan dalam menegakkan ekonomi umat yang amanah. Tentu dengan didukung perangkat teknonogi yang update. Sejauh ini disinyalir, nasabah enggan hijrah ke bank syariah lantaran sistem teknologi informasi yang tertinggal, mesin ATM yang minim serta jumlah dan transaksi yang terbatas. Berkaitan dengan persepsi masyarakat mengenai hal itu, sejumlah praktisi perbankan syariah menanggapinya dengan beraneka ragam. Berikut dibawah ini adalah kutipan wawancaranya dengan Majalah Sharing: Abi S Panambang, Product Director Sigma Cipta Caraka, anak perusahaan Telkom yang menyediakan solusi IT untuk perbankan termasuk perbankan syariah, mengatakan: 17 Budi, “E-Bankink dan Less Cash Society”. “Siapa bilang sistem informasi perbankan syariah tertinggal? banyak bank syariah yang dari sisi teknologi sudah unggul. Bank Permata itu, harus diakui bahwa fasilits yang ditawarkan itu sudah mencukupi kebutuhan konsumen. Membayar telepon, listrik, kartu kredit, menggunakan kartu ATM, SMS, telepon dan internet banking pun bisa. Bank Syariah Mandiri pun mengarah kesana. Sementara Bank Muamalat Indonesia, lewat kartu Shar-e juga menyediakan layanan meski harus menautkan diri dengan bank dan penyedia jasa lainnya. ” 18 Ramzi A Zuhdi, Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia DPBS BI, mengatakan: “Teknologi informasi mengurangi potensi terjadinya suap dan korupsi, karena transaksi di perbankan terlacak di BI. Kita bisa mengarah menjadi negara yang bersih. Hanya saja, karena luas wilayah Indonesia dan perbedaan latar belakang sosial nasabah, tetap saja peluang untuk bertransaksi tunai masih besar. Orang belanja di pasar tradisional, beli kue, dan minum teh di pinggir jalan biasanya belinya tunai. Bahwa saat ini bank syariah terkesan tertinggal dalam hal teknologi informasi hanya karena kurang sosialisasi. Harusnya sudah bisa meng- grab nasabah.” 19 Adiwarman Azwar Karim, Presiden Direktur Karim Business Consulting KBC, mengatakan: “Wajar jika terkesan bank syariah kurang atau tertinggal dalam pengembangan teknologi informasi, biaya investasinya mahal. Namun, dengan bekerjasama dengan vendor lain dan sesama bank, masalah itu bisa diatasi. Bagi bank syariah biayanya akan cukup tinggi, padahal saat ini fokus pengembangan bisnis perbankan syariah adalah memperluas jaringan hingga ke pelosok daerah. Untuk melakukan strategi ini, berbagai bank syariah merogoh dan menghabiskan dana tidak sedikit. Sehingga hal itu membuat alokasi dana untuk pengembangan TI terkait realisasi less cash society menjadi cukup terbatas. Mesaki demikian, perbankan sayriah secara umum memang tengah menuju less cash society. Hal itu ditunjukkan dengan pengembangan kartu debit oleh berbagai bank syariah. Kartu debit ini memungkinkan masyarakat melakukan transaksi pembayaran di berbagai toko atau tempat tanpa harus repot membawa uang tunai. ” 20 Bagi masyarakat Indonesia sendiri, intensitas penggunaan layanan transaksi berbasis kartu memang cenderung semakin meningkat. Fenomena tersebut 18 “Rebut Pasar dengan Teknologi Informasi” Majalah Sharing Edisi 22 tahun III – Oktober 2008, h.18. 19 “Rebut Pasar dengan Teknologi Informasi” Sharing, h.18. 20 “Rebut Pasar dengan Teknologi Informasi” Sharing, h.19. mengindikasikan bahwa masyarakat digital, khususnya less cash society di Indonesia mulai terbentuk. Memang masyarakat digital tersebut masih tergolong minoritas. Sebagai ilustrasi, jika jumlah kartu plastik sebanyak 41.172.551 dibagi jumlah penduduk Indonesia yang tercatat sebanyak 225 juta pada tahun 2006, maka kartu plastik per kapitanya adalah 0.18. Angka tersebut bisa diartikan bahwa hanya 18 dari 100 orang Indonesia yang mempunyai kartu plastik. Jumlah masyarakat digital tersebut relatif tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara maju. Sebagai contoh, di Amerika Serikat persentase keluarga yang menggunakan berbagai jenis kartu plastik tersebut untuk tahun 2003 saja sudah mencapai 65 untuk kartu ATM, 54 untuk Debit Card, 73 untuk Prepaid Card, dan 6 untuk Smart Card 21

D. Inovasi Teknologi E Banking