Analisis indikator pertama, Nilai Transaksi Elektronik Bank Umum

63

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

A. Peran Bank Umum Syariah dalam Membangun Less Cash Society

1. Analisis indikator pertama, Nilai Transaksi Elektronik Bank Umum

Syariah pada BI-RTGS. Peran Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society berdasarkan kepada jumlah nilai transaksi BI-RTGS selama satu tahun terakhir sejak Januari hingga Desember 2010, dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini: Tabel 4.1. Aset dan Nilai Transaksi BI-RTGS 1 Berdasarkan Pelaku Periode 2010 Bank Umum Syariah Bank Umum Konvensional Aset Nilai Aset Nilai Miliar Rp Miliar Rp Miliar Rp Miliar Rp Januari 48.451 6.760 2.502.016 1.791.500 Februari 48.714 6.207 2.517.014 1.734.015 Maret 49.171 8.306 2.563.662 2.270.909 April 51.095 6.752 2.576.235 2.348.149 1 BI-RTGS Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement adalah sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. Mei 52.687 7.427 2.603.352 2.113.841 Juni 61.123 8.719 2.678.265 2.392.138 Juli 64.122 9.014 2.683.461 2.208.532 Agustus 64.804 11.078 2.700.183 2.230.966 September 67.783 8.582 2.758.066 2.052.613 Oktober 70.108 10.730 2.796.418 2.214.629 November 73.532 9.865 2.856.274 2.200.255 Desember 79.186 11.365 3.008.853 2.592.749 Rata-Rata 60.898 8.734 2.686.983 2.179.191 Aset 2,55 __ 96,86 __ Nilai __ 0,40 __ 99,06 Pertumbuhan Nilai 2010 __ 68,12 __ 45,00 Pertumbuhan Aset 2010 63,44 __ 20,26 __ Rata-rata Nilai Aset __ 14,34 __ 81,10 Sumber: Statistik Bank Indonesia, Desember 2010 dan diolah Berdasarkan data pada tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa jumlah aset pada Bank Umum Syariah per Desember 2010 adalah Rp. 79.186 Miliar, sedangkan aset pada Bank Umum Konvensional per Desember 2010 adalah Rp. 3.008.853 Miliar. Hal ini berarti bahwa market share Bank Umum Syariah 11 BUS terhadap aset perbankan nasional hanya sebesar 2,55, dan market share Bank Umum Konvensional 122 BUK adalah sebesar 96,86, sedangkan sisanya 0,59 adalah market share dari Unit Usaha Syariah 23 UUS. Jika kita tarik hasil rata-rata aset dari setiap perbankan tersebut maka akan didapat pada Bank Umum Syariah memiliki rata-rata aset setiap banknya adalah Rp. 7.198,72 Miliar, sedangkan pada Bank Umum Konvensional rata- rata aset setiap banknya adalah Rp. 24.662,73 Miliar. Dengan ini kita dapat melihat bahwa rata-rata aset Bank Umum Konvensional adalah tiga kali lipat dari rata-rata aset Bank Umum Syariah. Hal ini masih cukup dimakluli oleh karena usia Bank Umum Syariah rata-rata masih terbilang muda, seperti misalnya Bank BCA Syariah, BNI Syariah, Bank Jabar Banten Syariah, Bank Victoria Syariah dan Maybank Syariah, yang baru di spin-off 2010 lalu, sehingga belum menunjukan dampak yang signifikan dan dalam hal performanya juga masih belum optimal. Pada kegiatan transaksi elektronik selama tahun 2010, Bank Umum Syariah berkontribusi hanya sebesar 0,40 dari total transaksi elektronik nasional yang tercatat pada BI-RTGS dengan rata-rata volume transaksi setiap bulannnya sebesar 13.915 unit, sedangkan 99,06 transaksi elektronik terjadi melalui Bank Umum Konvensional dengan rata-rata volume transaksi setiap bulannya adalah 1.081.753 unit, dan sisanya adalah transaksi elektronik yang terjadi melalui Unit Usaha Syariah. Untuk tingkat pertumbuhan nilai transaksi elektronik selama tahun 2010 pada Bank Umum Syariah ternyata lebih besar 68,12 dibandingkan pada Bank Umum Konvensional yang hanya sebesar 45, meskipun jika dilihat dari nominalnya masih tergolong rendah. Namun pertumbuhan nilai transaksi elektronik ini terbilang cukup baik untuk ukuran sebuah Bank Umum Syariah yang usianya relatif masih muda dengan penggunaan teknologi yang terbilang masih pas-pasan. Namun kedepannya tidak menutup kemungkinan bagi Bank Umum Syariah untuk lebih meningkatkan lagi pelayanan transaksi non tunainya, dan ini tentunya membutuhkan dukungan penuh baik dari segi infrastruktur teknologi perbankan maupun sumber daya manusianya yang berbasis IT dan berwawasan syariah. Adapun untuk tingkat pertumbuhan aset Bank Umum Syariah sendiri selama tahun 2010 mengalami kenaikan yang sangat signifikan, yakni sebesar 63,44, nilai ini tentunya lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan aset Bank Umum Konvensional yang hanya sebesar 20,26. Semua ini berangkat dari kepercayaan penuh masyarakat, dimana Bank Umum Syariah sebagai solusi lembaga keuangan non ribawi berdasarkan prinsip kemitraan bagi hasil sehingga mendorong masyarakat untuk terus berinvestasi ke Bank Umum Syariah melalui akad-akad yang sesuai dengan syariah. Terlebih mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, ini akan menjadi suatu market yang sangat besat dan potensial di masa yang akan dating. Sehingga wajar jika pertumbuhan aset Bank Umum Syariah terus-menerus meningkat setiap tahunnya. Dan yang paling penting adalah, Bank Umum Syariah kedepannya harus lebih inovatif lagi dalam mengmbangkan produk dan layanannya, harus benar-benar murni syariah dalam setiap akadnya, dan harus meningkatkan lagi penggunaan teknologinya, serta kualitas Sumber Daya Manusianya. Karena jika hal ini diabaikan, maka bukan tidak mungkin para nasabah kedepannya akan berpaling dan kembali kepada Bank Umum Konvensional lagi, dan yang tersisa tinggal nasabah-nasabah konservatif saja diamana mereka bermitra dengan Bank Umum Syariah hanya karena alasan haramnya bunga atau riba, bukan karena alasan tingginya mutu pelayanan, lebih menguntungkan, lebih adil, dan lain sebagainya. Persentase nilai transaksi elektronik pada Bank Umum Syariah selama tahun 2010 adalah sebesar 14,34 dari total aset, sedangkan persentase nilai transaksi elektronik pada Bank Umum Konvensional terhadap asetnya adalah sebesar 81,10. Dari hasil persentase tersebut menunjukkan bahwa tingkat penggunaan layanan transaksi elektronik pada Bank Umum Syariah terbilang cukup rendah, yakni hanya 14,34 saja, dan sisanya transaksi dilakukan secara manual. Sedangkan untuk Bank Umum Konvensional tingkat penggunaan teknologinya terbilang cukup maju sehingga 81,10 transaksinya sudah bisa dilakukan secara elektronik. Dari penjelasan-penjelasan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa Bank Umum Syariah mempunyai peranan yang signifikan dalam membangun les cash society. Dengan tingkat pertumbuhan transaksi berbasis non tunai sebesar 68,12 per Desember 2010, mengindikasikan bahwa Bank Umum Syariah berpotensi untuk dapat berkembang selayaknya Bank Umum Konvensional dalam hal pemanfaatan teknologi informasi sebagai penopang layanan transaksi berbasis non tunai dimasa yang akan datang. Meskipun data Bank Indonesia menyebutkan bahwa market share Bank Umum Syariah hingga per Desember 2010 hanya sebesar 2,55 dari total aset perbankan nasional. Namun, melihat pertumbuhan aset Bank Umum Syariah hingga 63,44 per Desember 2010, ini menjadi sebuah sinyal positif bagi pihak Perbankan Syariah untuk bisa lebih meningkatkan lagi kinerjanya sehingga kedepannya Bank Umum Syariah bisa disejajarkan kedudukannya dengan Bank Umum Konvensional dalam kancah dunia perbankan nasional, tentunya dengan tidak menghapus identitas Bank Umum Syariah itu sendiri, dimana masyarakat mengenalnya sebagai bank- nya ‘rakyat kecil’ dalam artian Bank Umum Syariah harus tetap fokus dalam melakukan pembiayaan terhadap sektor industri UMKM Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Karena pada dasarnya mayoritas kondisi ekonomi masyarakat kita masih berada pada level menengah ke bawah, sehingga keberadaan Bank Umum Syariah diharapkan mampu memberdayakan sektor riil tersebut.

2. Analisis indikator kedua, Ketersediaan produk jasalayanan berbasis