Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi dan informasi telah memberi dampak ke berbagai bidang, tak terkecuali di bidang sistem pembayaran. Alternatif alat pembayaran non- tunai pun di beberapa negara menunjukkan adanya potensi yang cukup besar untuk mengurangi tingkat pertumbuhan penggunaan uang tunai, khususnya untuk pembayaran-pembayaran yang bersifat mikro sampai dengan ritel. 1 Di Indonesia penggunaan instrumen pembayaran non tunai pada beberapa tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Hal ini diindikasikan dengan semakin banyaknya pusat-pusat perdagangan dan berbagai jenis perusahaan yang menerima pembayaran non tunai. Beberapa instrumen pembayaran non tunai yang berkembang dewasa ini, selain warkat atau cek yang umumnya sudah diketahui, diantaranya adalah kartu kredit, kartu debet, ATM, kartu prabayar, kartu klub serta e-banking. 2 Perkembangan teknologi informasi yang pesat memungkinkan munculnya berbagai instrumen pembayaran yang inovatif, aman, efisien dan mudah digunakan oleh masyarakat. Selain itu, konvergensi antar berbagai industri seperti perbankan, telekomunikasi dan transportasi memungkinkan adanya keterkaitan antara ketiga 1 Siti Hidayati, dkk, “Kajian Operasional e-money”, Jakarta: Bank Indonesia, 2006, h.1. 2 Tim Peneliti Bank Indonesia, Penelitian: “Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa terhadap Sistem Pembayaran Non Tunai ”, Jakarta: Bank Indonesia, 2006, h.iv. industri tersebut. 3 Sejalan dengan itu, inovasi tetap dilakukan tidak saja pada berkembangnya penggunaan instrumen pembayaran berbasis kertas paper-based, penggunaan alat pembayaran dengan menggunakan kartu card-based, dan pembayaran secara elektronik electronic-based, tetapi juga harus disertai dengan makin cepatnya proses penyelesaian setelmennya. Para pihak yang terlibatpun semakin bervariasi sehingga memerlukan koordinasi yang baik dalam menyediakan kerangka aturannya. 4 BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tanggal 17 November 2000, BI-RTGS berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk High Value Payment System HVPS atau transaksi bernilai besar yaitu transaksi Rp.100 juta keatas dan bersifat segera urgent. Transaksi HPVS saat ini mencapai 90 dari seluruh transaksi pembayaran di Indonesia sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran nasional yang memiliki peranan signifikan Systemically Important Payment System. BI-RTGS didisain untuk memastikan penyelesaian akhir dapat dilakukan secara gross settlement, real time, final dan irrevocable. Penyelesaian transaksi BI RTGS dilakukan per transaksi secara seketika dan tidak dapat dibatalkan. Penyelesaian real 3 Tim Peneliti Bank Indonesia, “Penelitian”, h.v. 4 Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, “Seminar Internasional: Towards a Less Cash Society in Indonesia ”, Jakarta: Bank Indonesia, 2006, h.10. time terbatas pada proses pengiriman transaksi dari peserta pengirim kepada Bank Indonesia untuk diteruskan kepada peserta penerima. Sementara itu waktu penyelesaian akhir transaksi transfer nasabah pada rekeningnya tergantung dengan kondisi dan standar sistem pemrosesan pengiriman dan penerimaan transaksi di internal peserta, sehingga dapat saja terjadi perbedaan waktu antara penyelesaian akhir pada BI-RTGS dengan penerimaan transfer dana pada rekening nasabah. BI- RTGS juga merupakan Settlement Processor. Sebagai settlement processor, BI-RTGS menjadi sarana penyelesaian akhir bagi transaksi pembayaran ritel, meliputi pembukuan hasil kliring yang diselenggarakan oleh BI SKNBI dan hasil kliring ATMkartu debitkartu kredit. Selain transaksi pembayaran ritel, BI-RTGS juga menjadi sarana pelimpahan penyelesaian akhir transaksi serah dana dari perdagangan sekuritas, transaksi perdagangan valas antar-bank, setelmen dana dari operasi moneteroperasi pasar terbuka OPT, transaksi pembayaran pemerintah dan transaksi surat berharga. 5 Perbankan syariah sebagai salah satu penopang perekonomian Indonesia yang sedang tumbuh pesat mulai bergerak memasuki era pembayaran tanpa uang tunai atau less cash society. Hal ini mulai digencarkan pada konferensi perbankan se Asia Pasifik apconex. Namun disayangkan karena perbankan syariah kurang begitu mempersiapkan pengembangan tansaksi non tunai. Misalnya kita jarang sekali menemukan ATM yang berbasiskan syariah atau minimnya penggunaan internet 5 Bank Indonesia, “Bank Indonesia Real Time Gross Settlement BI-RTGS”, Artikel diakses pada 15 Maret 2011 dari http:www.bi.go.idwebidSistem+PembayaranSistem+SetelmenRTGSBIRTGS mobile banking pada bank syariah. Menurut data Bank Indonesia di akhir Desember 2010, market shared perbankan syariah yang terdiri dari 11 Bank Umum Syariah, dan 23 Unit Usaha Syariah, mencapai 3,2 persen, dari November angka ini naik sekitar Rp 7 triliun, dari angka Rp 66 triliun menjadi 100,8 triliun. Hal ini tentunya masih sangat jauh bila dibandingkan dengan Bank Konvensional yang hingga akhir Desember 2010 memiliki aset sebesar 3008,8 triliun. Namun jika dilihat dari sisi pertumbuhan asetnya, Bank Syariah memiliki potensi pertumbuhan yang lebih besar dibanding Bank Konvensional dengan rata-rata pertumbuhan lebih dari 50 persen per tahunnya. Bank Indonesia sangat mengharapkan performa yang optimal pada lima Bank Umum Syariah yang telah di spin-off 2010 lalu, namun belum menunjukan dampak signifikan. Bank tersebut meliputi Bank BCA Syariah, BNI Syariah, Bank Jabar Banten Syariah, Bank Victoria Syariah dan Maybank Syariah. 6 Pada perbankan syariah pemakaian teknologi informasi sebagai era masuk menuju transaksi non tunai berkisar 5-10 persen, yang artinya kalah jauh dengan perbankan konvensional. Jika ingin mengejar ketertinggalan atau paling tidak meningkatkan market share pada pasar Indonesia ini. Keinginan para nasabah yang tertuju pada produk yang lebih bermutu agar lebih dipahami. Keinginan ini harus segera mendapatkan respon dari perbankan syariah paling tidak menggunakan sistem berbasis teknologi informasi yang semakin ekspansif. Pemakaian teknologi informasi pada perbankan syariah akan meningkatkan nilai kualitas sebuah perbankan menuju 6 Siwi Tri Puju, “Market Share Perbankan Syariah Diharapkan Naik 3,2”, Artikel diakses pada 15 Maret 2011 dari http:www.republika.co.idberitabisnis-syariahberita110209163120- market-share-perbankan-syariah-diharapkan-naik-32-persen sebuah perbankan yang berdaya saing dan mampu mengungguli perbankan konvensional. Segalanya akan membutuhkan pembelajaran. Diharapkan di era dunia berbasis teknologi informasi ini, perbankan syariah bisa meningkatkan jasa serta kualitas yang akan diberikan kepada nasabah. Menuju less cash society adalah impian bagi dunia perbankan 7 . Bedasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang peran bank syariah dalam menyambut perkembangan era baru menuju less cash society. Untuk mengetahui peran Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society, maka menjadi penting bagi penulis untuk dilakukannya suatu penelitian sehingga penulis tertarik untuk mengambil judul “PERAN BANK UMUM SYARIAH DALAM MEMBANGUN LESS CASH SOCIETY ”

B. Perumusan Masalah