Gaya eksploitati- otoritatif Gaya otoritatif

diterapkan kepada bawahan sesuai dengan kedewasaankematangan bawahan merupakan persyaratan mutlak keefektifan kepemimpinan dalam keberhasilan organisasi. Dengan demikian kepemimpinan seorang pemimpin harus dapat menjalin hubungan pribadi yang baik antara yang dipimpin dengan yang memimpin.

2.2.4. Jenis –jenis gaya kepemimpinan

Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah, ketrampilan, sifat, dan sikap yang mendasari perilaku seseorang. Adapun jenis – jenis gaya kepemimpinan adalah

1. Gaya eksploitati- otoritatif

Gaya eksploitatif-otoritatif ini ditandai dengan sikap yang cenderung : a Memeras tenaga bawahan sedemikian sehingga mengabaikan hak-hak pegawai, misalnya istirahat, cuti, upah lembur, penghargaan, upah yang tidak memadai dengan usaha yang telah dikeluarkan pegawai serta hak-hak lain yang bersifat manusiawi. b Tidak menghargai pendapat atau saran bawahan. Dengan kata lain bawahan tidak diberi kesempatan untuk mengajukan pendapat atau saran dalam pelaksanaan pekerjaan. karyawan seakan-akan sebagai alat mati robot yang bergerak atas perintah, jadwal dan cara kerja yang telah diberikan. c Semua keputusan dilakukan sendiri oleh atasan, tidak dilimpahkan kepada bawahan. Bahkan sampai pada masalah-masalah kecil ditangani sendiri oleh atasan. d Mengutamakan sangsi hukuman sebagai usaha untuk menegakkan disiplin. Sama sekali tidak ada pendekatan pendisplinan ini dari segi pendidikan dan kesadaran. Rasa takut menjadi barometer bagi disiplin karyawan. Masalah keteladanan, penggunaan cara-cara yang halus dan manusiawi tidak mendapatkan tempat dalam usaha mendisiplinkan karyawan.

2. Gaya otoritatif

Gaya ini lebih lunak daripada gaya eksploitatif-otoritatif, namun mengenai pengambilan keputusan masih tetap berada ditangan pemimpin secara keseluruhan. Adapun ciri-ciri lebih lanjut dari gaya otoritatif ini adalah sebagai berikut : a Sedikit memberikan kelonggaran kepada bawahan untuk mengajukan saran dan pendapat kepada pemimpin. Meskipun saran atau pendapat itu kemungkinan diterima adalah 5 : 1, akan tetapi hal itu dirasakan oleh bawahan sebagai suatu pengakuan atas hak bersuara bagi bawahan. Memenga dalam masalah saran- pendapat dari bawahan kepada atasan tidak mungkin secara keseluruhan dapat diterima begitu saja oleh atasan. Apabila hal ini terjadi, terasa adanya ‘kelemahan’ pada atasan itu atau ‘kekuatan’ pada bawahan. b Pengambilan keputusan berada ditangan pemimpin, hanya sedikit sekali melimpahkan kepada orang lain. Karena itu perintah-perintah masih menjadi ciri gaya kepemimpin ini sebagai rangkaian dari sentralistis pengambilan keputusan. Kebebasan penuh orang- orang dalam menyelenggarakan pekerjaan, belum tercermin. c Penerapan sanksi hukuman masih menonjol sebagai usaha menegakkan disiplin orang- orang dalam organisasi. Dengan demikian motivasi kerja mereka adalah rasa takut terhadap sanksi, sehingga hal demikian itu mengakibatkan tumbuhnya perasaan was-was atau ragu-ragu, inisiatif tidak dapat berkembang, sehingga maju mundurnya organisasi masih terngantung pada pemimpin seorang. Memang dari segi kualitas sanksi hukuman barang kali lebih ringan daripada gaya kepemimpinan jenis pertama. Tetapi meskipun demikian masih dirasakan sebagai hal yang menakutkan. d Kurang adanya penghargaan terhadap hasil karya yang telah dilakukan oleh orang-orang. Baik penghargaan yang bersifat moral-psilologis maupun yang bersifat fisik-fasilitas, apalagi yang bersifat seremonial. Hal ini tidak sejalan dengan sifat dasar manusia yang dihargai hasil karya yang telah dicapai betapapun kecilnya, untuk kepuasan hati dan dapat membangkitkan rasa bangga pada dirinya. Dengan begitu terangsang kegairahan dan kegembiraan dalam menjalankan pekerjaan berikutnya.

3. Gaya konsultatif