Perilaku Sosial Induk-Anak Orangutan Perilaku Sosial Induk-Anak Orangutan Dengan Manusia

Menurut Nellemann et al., 2007 dan Supriatna Edy, 2000 orangutan pada umumnya bersifat menyendiri atau soliter, hanya pada saat tertentu hidup bersama dengan individu lain seperti saat reproduksi antara jantan dan betina, atau induk betina yang diikuti oleh satu atau dua anak yang belum dapat mandiri. Orangutan hidup arboreal yaitu menghabiskan waktunya di pohon dengan bergelantungan dari satu dahan ke dahan yang lain dengan menggerakkan keempat anggota tubuhnya. Orangutan adalah primata besar, kuat dan cerdas. Menggunakan alat mencari makan, menata sarang di atas pohon serta berinteraksi dengan sesama orangutan melalui suara. Orangutan mengeluarkan bunyi jeritan seperti sendawa panjang yang dikeluarkan oleh betina dewasa dan seruan long call yang dikeluarkan jantan dewasa pada siang dan malam hari Payne Francis, 2000. Menurut Galdikas 1978, ada satu kelompok di Kalimantan yang secara rutin menumbangkan pohon ke tanah sambil menaikinya sementara pohon itu jatuh. Kelompok lain di Sumatera menggunakan teknik serupa sebagai manufer defensif, yakni mendorong-dorong pohon ketika mereka merasa terancam. Dan hanya ada satu kelompok orangutan yang bisa menggunakan tongkat untuk mengusir serangga dari lubang pohon atau mengeluarkan biji dari buah-buahan.

2.6.1 Perilaku Sosial Induk-Anak Orangutan

Hubungan sosial induk-anak orangutan sangat erat serta merupakan hubungan sosial yang konsisten dan paling sering terlihat selain hubungan dalam bentuk berpasangan Mac Kinnon, 1974; Rijksen, 1978. Anak akan bergerak melalui hutan mengikuti induknya. Anak tidak selalu tampak digendong, namun dipastikan anak selalu berada dalam jarak yang sangat dekat dengan induknya. Setiap anak bagi orangutan adalah investasi mahal yang sangat dihargai, sangat dikasihi dan sangat dimanja. Pada saat datangnya ancaman, induk primata lain akan panik dan melarikan diri meninggalkan anaknya contoh pada Macaca sp. sedangkan induk orangutan akan rela mati mempertahankan dan melindungi anaknya Van Schaik, 2006. Universitas Sumatera Utara Induk betina melakukan toleransi aktivitas terhadap anaknya Mac Kinnon, 1974 dan Rijksen, 1978. Toleransi tersebut antara lain seperti pemberian makanan yang dilumatkan oleh mulut induk kepada anaknya atau membantu anak dalam pergerakan dari pohon ke pohon Rijksen, 1978. Menurut Mac Kinnon 1974 dan Galdikas 1986 orangutan benar-benar terlihat memiliki sifat sosial sendiri, seperti sosial bermain, sosial mengutuidikutui dan sosial makan barsama antara ibu dan anak baik di tanah maupun di pohon pada anak yang masih bayi atau sudah besar sekalipun. Induk orangutan melakukan aktivitas harian bersama anak yang digendongnya. Pemilihan pakan untuk anak dilakukan oleh induk sepenuhnya karena ketergantungan anak sangat besar terhadap induk Amda, 2009. Apalagi umur anak yang masih muda sangat bergantung dari banyakya susu induk dibanding makanan yang dari alam. Saat masih menyusui anak, kebutuhan akan pakan orangutan bertambah banyak pula. Tidak jarang dalam kesehariannya orangutan mencari makan di tempat sampah di pemukiman penduduk yang merupakan perilaku yang menyimpang dari sifat alami orangutan Siregar, 2009.

2.6.2 Perilaku Sosial Induk-Anak Orangutan Dengan Manusia

Orangutan rehabilitan kebanyakan dibesarkan dalam kondisi yang berbeda secara sosial dan mental, sehingga hal ini mempengaruhi kemampuan belajar orangutan untuk melakukan adaptasi kembali saat dilepas Russon, 2002 dalam Kuncoro, 2004. Orangutan ex-rehabilitan yang sudah dilepasliarkan masih melakukan interaksi dengan manusia terutama di daerah ekowisata. Hal ini disebabkan rata-rata orangutan rehabilitan pada awalnya terbiasa hidup dengan manusia dan saat setelah dilepasliarkan cenderung memperdulikan kehadiran manusia. Hubungan ini tetap terjadi karena kawasan ekowisata yang menjadi habitat orangutan tetap dimasuki oleh manusia. Hal ini tetap berkelanjutan karena memberikan pendapatan yang besar bagi negara dan masyarakat sekitar kawasan ekowisata YOSL OIC, 2009. Universitas Sumatera Utara Sampai sekarang wisatawan tetap mendatangi Kawasan Ekowisata Bukit Lawang walaupun setelah terjadinya banjir bandang tahun 2003. Sambil camping mereka sangat tertarik untuk melihat orangutan walaupun hanya sebentar. Pengunjung asing membayar mahal guide lokal untuk menunjukkan tempat dimana dapat bertemu dengan orangutan secara langsung. Beberapa wisatawan asing mengahabiskan waktu dengan tracking di dalam hutan agar bertemu dengan orangutan dan berharap dapat menghasikan foto kenangan yang bagus. Sehingga beberapa guide sering menirukan long call seruan panjang untuk memanggil orangutan, memancing dengan buah, sengaja membawa nasi bungkus dan kacang garing untuk diberikan kepada orangutan untuk melindungi diri dan wisatawan. Hal ini jelas mempengaruhi perilaku harian orangutan dimana terdapat penyimpangan perilaku harian yang ditandai lebih dominannya perilaku istirahat dari pada perilaku makan dan didapatkan perilaku memakan kembali hasil kunyahan muntahan, istirahat dan bermain di tanah yang tidak ditemukan pada orangutan liar Siregar, 2009. Saat ini diharapkan orangutan-orangutan sitaan yang telah direhabilitasi tersebut mampu beradaptasi kembali dengan lingkungannya dan berkembang menjadi populasi baru walaupun mereka berada di kawasan ekowisata, sehingga pada akhirnya dapat membantu pemulihan populasinya di alam. Selain itu orangutan sitaan tersebut memiliki potensi untuk dilepas-liarkan kembali Meijaard et al., 2001. Oleh karena itu perlu ditegaskan dan dilakukan penegakan hukum perlindungan orangutan dilakukan oleh pemerintah untuk menyelamatkan keberadaan orangutan. Salah satunya adalah dengan jalan menangkap para pemburu, penyelundup dan pemelihara ilegal orangutan, serta menyita orangutan yang mereka miliki. Usaha ini berharga bagi pemulihan kondisi populasi orangutan, karena diharapkan mampu menciptakan efek jera bagi pelanggar hukum tersebut Kuncoro, 2004 Universitas Sumatera Utara BAB 3 BAHAN DAN METODE

3.1 Deskripsi Area

Dokumen yang terkait

Pendugaan Produktivitas Pohon Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) pada Kawasan Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS), Bukit Lawang

1 40 84

Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser

2 43 101

Perilaku Harian Anak Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Akibat Adanya Aktivitas Manusia Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser

4 48 80

Pola Makan Induk Orangutan (Pongo abelii) Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Desa Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara

0 19 60

Perilaku Harian Ibu Dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Di Ekowisata Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat

2 32 71

Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

0 37 81

Studi Perilaku Menyimpang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Betina Dewasa Semi Liar di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

2 11 68

PREFERENSI PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (PONGO ABELII LESSON) PADA WAKTU TIDAK MUSIM BUAH DI PUSAT PENGAMATAN ORANGUTAN SUMATERA (PPOS) BUKIT LAWANG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER, SUMATERA UTARA.

6 33 20

Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser

0 0 28

Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser

0 0 18