Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk yang berbudaya. Dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak terlepas dari pertumbuhannya dari janin, lahir, anak-anak, remaja, dewasa, masa perkawinan, menjadi orang tua, sampai pula menjadi usia tua, dan kemudian kematian, dan pasca kematian. Dalam setiap siklus hidupnya ini, manusia selalu melakukan upacara-upacara atau ritus. Tujuan upacara adalah memenuhi sistem nilai dan norma kebudayaan yang digunakan, adakalanya berkait pula dengan sistem religi. Upacara memliki berbagai guna dan fungsi di dalam masyarakat yang mendukungnya. Di antara fungsi upacara adalah untuk berterima kasih kepada Tuhan atas berkat yang diberikan-Nya, atau juga untuk mengabsahkan kedudukan sosial dan budaya seorang atau sekelompok orang, memberikan nilai-nilai kultural kepada semua warga yang mendukung upacara tersebut, mengandung nilai-nilai kearifan universal dan lokal sekaligus, dan lain-lainnya. Tidak jarang upacara-upacara ini melibatkan berbagai seni, seperti sastra, tarian, mantra, teater, musik, dan lain- lainnya. Demikian pula yang terjadi di dalam kebudayaan suku Pesisir. Pada saat pelaksanaan upacara penyambutan bayi yang lahir, maka salah satu upacara adalah menabalkan nama anak, akikah, dan juga turun karai. Yang terakhir ini menjadi kajian utama penulis di dalam skripsi ini. Suku Pesisir, dalam mengisi kehidupannya selalu melakukan upacara turun karai dalam menyambut datangnya bayi. Turun karai ini di dalam Universitas Sumatera Utara 2 Universitas Sumatera Utara 1 berbagai kebudayaan lain di nusantara selalu disebut juga dengan upacara turun tanah.Upacara ini adalah sebuah aktivitas budaya, yang bertujuan bagaimana anak bayi untuk awal kalinya memijak tanah dan sekaligus lambang mempersiapkan diri dalam mengharungi kehidupannya yang akan datang. Suku atau etnik 1 Pesisir merupakan salah satu suku yang secara administratif berada di wilayah Kota Sibolga dan Kabupatan Tapanuli Tengah. Di Kota Sibolga, suku ini mendiami daerah pinggiran pantai dan sebagian lagi daerah pegunungan yang terdapat dalam empat wilayah kecamatannya. Daerah pinggiran pantainya terdiri dari Kecamatan Sibolga Selatan dan Sibolga Kota. Sedangkan daerah pegunungan terdiri dari kecamatan Sibolga Utara dan Sibolga Sambas. Identitas etniknya secara genealogis adalah berasal dari beberapa suku, seperti Minangkabau, Mandailing, Batak Toba, Angkola dan Melayu yang berinteraksi dan membentuk adat-istiadat sebagai identitas baru Takari, 2008:124. Identitas atau jatidiri etnik Pesisir berdasar kepada budaya yang disebut sumando. Setiap suku di Nusantara mempunyai adat-isitiadat yang berbeda satu dengan yang lain. Hal ini berlaku pada suku Pesisir. Adat-istiadat tercipta 1 Suku dalam tulisan ini memiliki makna yang sama atau hampir sama dengan etnik, kelompok etnik, dan suku bangsa. Yang dimaksud suku adalah sekelompok manusia yang dipandang memiliki hubungan genelaogis secara umum sama pada awalnya. Kemudian mereka memiliki bahasa dan kebudayan yang sama, yang dipandang sebagai sebuah kelompok etnik sendiri yang mandiri, baik oleh etnik di luar mereka atau mereka sendiri. Untuk dapat memahami siapakah orang Pesisir, maka sebelumnya dijelaskan pengertian kelompok etnik ethnic group. Naroll memberikan pengertian kelompok etnik sebagai suatu populasi yang: 1 secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan; 2 mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya; 3 membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan 4 menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat di bedakan dari kelompok populasi lain Naroll, 1965:32. Universitas Sumatera Utara 2 melalui gabungan gagasan dan mengandung norma berupa aturan-aturan yang berfungsi sebagai pengatur tingkah laku dan perbuatan. Penciptaan tersebut selalu berhubungan erat dengan agama Islam dan norma-norma. Suku Pesisir menyebutnya dengan istilah sumando.Dalam suku Pesisir budayasumando memiliki pengertian sebagai nasehat. Menurut Sinaga, sumando adalah satu kesatuan ruang lingkup kebudayaan suku Pesisir yang meliputi kesenian pesisir, makanan pesisir, bahasa pesisir, adat-isitiadat pesisir, dan lain-lain Sitompul, 2013:3 Aktivitas-aktivitas tersebut dikategorikan sebagai upacara-upacara adat sumando. Pelaksanaan adat sumando merupakan ―campuran‖ dari hukum Islam, adat Minangkabau, dan adat Batak Sitompul, 2013:3. Hal ini menunjukkan bahwa setiap upacara adat sumando bersifat sakral dan penting. Adapun siklus kehidupan suatu individu pada upacara adat sumando antara lain upacara adat perkawinan, kehamilan manuju bulan, turun karai, sunat Rasul khitanan, membangun atau menempati rumah, upa-upa sumangek, penyambutan tamu dan kematian atau pengebumian. 2 Upacara turun karaisuku Pesisir melibatkan aspek adat dan agama. Upacara ini dapat dilihat di Kota Sibolga setiap bulannya. Umumnya, upacara turun karai dilaksanakan setelah 40 hari sang anak lahir. Penulis yang lahir di Kota Sibolga sejak kecil telah melihat upacara turun karai secara jelas, tetapi penulis belum mengetahui bagaimana proses upacara turun karai dilaksanakan, serta makna-makna yang terkandung di balik upacara ini. Hal ini disebabkan 2 Hasil wawancara penulis dengan Bapak FarudinSinaga. Beliau adalah seorang musisi Sikambang. wawancara ini dilaksanakan pada tanggal 25 Februari 2015 di Kota Sibolga, Kecamatan Sibolga Kota, Kelurahan Pasar Belakang. Universitas Sumatera Utara 3 berkurangnya intensitas pemakaian suatu turun karaisuku Pesisirdalam konteks adat sumando. Upacara turun karai suku Pesisir pada dulunya memakai kain sarung panjang sebagai tempat untuk anak dibuaikan, Namun akhir-akhir ini berubah dengan memakai buaian berbentuk keranjang yang terbuat dari besi, kemudian dihias dengan kain. Namun demikian tetap menggunakan kain sarung panjang sebagai media untuk menggoyangkan buaian keranjang tersebut. Menurut penjelasan para informan, kain di langit-langit memiliki makna untuk mempersatukan keberagaman masyarakat Pesisir yang berlatar belakang dari beberapa suku seperti: Batak Toba, Melayu, Mandailing, Angkola, dan Minangkabau, 3 yang di lambangkan dengan 12 jenis kain sarung yang berbeda di dinding, yang selalu melibatkan kesenian Pesisir. Kesenian Pesisir dikenal dengan istilah sikambang. Kesenian tersebut meliputi musik instrumental, musik, vokal, dan tari. Musik Instrumental disebut dengan alat musik yaitu permainan repertoar-repertoar ansambel sikambang. Musik vokal disebut dengan lagu meliputi lagu Kapulo Pinang, Dampeng, Kapri, lagu Duo, dan Sikambang. Sedangkan tari meliputi tari saputangan, tari payung, tari selendang, tari barande, dan tari anak. Kesenian 3 Suku Pesisir menyebut kawasannya ini secara geobudaya sebagai Negeri Berbilang Kaum. Artinya adalah bahwa secara budaya, di kawasan Pesisir Tapanuli Tengah dan Sibolga terdiri dari berbagai kebudayaan, seperti: Mandailing-Angkola, Batak Toba, Melayu, Minangkabau, Jawa, dan lain- lain. Di sisi lain kawasan Pesisir ini ―tuan rumah‖nya adalah suku Pesisir. Seterusnya, suku Pesisir menerima etnik manapun untuk menjadi etnik Pesisir dengan syarat menggunakan budaya Pesisir yang berteraskan agama Islam sebagai salah satu identitas utamanya.Seorang tokoh budaya Pesisir, Radjoki Nainggolan, dalam sebuah wawancara dengan penulis pada Februari 2015 yang lalu di Medan. Mengemukakan bahwa suku Pesisir adalah bersifat kesatuan kultural dan religi, genealogis atau garis keturunan adalah salah satu pendukungnya saja. Dengan demikian suku Pesisir ini memiliki sikap inklusif dalam menentukan identitas seseorang itu sebagai etnik Pesisir. Universitas Sumatera Utara 4 ini dibawakan oleh seniman-seniman yang berasal dari masyarakat suku Pesisir. Menurut pengamatan penulis, pada umumnya seniman kesenian Sikambang berumur 40-60 tahun. Pada suatu upacara turun karai suku Pesisiryang diselenggarakan di kelurahan Aek Manis Kota Sibolga pada tanggal 16 Maret 2015 yang lalu, penulis menyaksikan sekelompok perempuan yang merupakan grup Marawis dari Rajo Janggi yang menyajikan nyanyian Ayun-ayun Tajak dalam upacara turun karai. Menurut penjelasan Emi Tanjung, seorang induk inang atau bidan pengantin biasanya dalam satu upacara turun karaisuku Pesisir di Kota Sibolga, grup ini di panggil khusus dalam suatu upacara turun karai. Tidak untuk upacara-upacara lain. Dengan demikian, grup ini tumbuh dan berkembang memang untuk kegiatan upacara turun karai. Turun karai adalah upacara menurunkan anak untuk memijakkan kaki pertama kali ke tanah serta mengayun anak dan menabalkan nama sang anak yang diiringi dengan nyanyian tanpa iringan instrumen, yang menggunakan bait-bait pantun. Nyanyian itu adalah Ayun-ayun Tajak. Menurut adat sumando, nyanyian Ayun-ayun Tajak pada upacara turun karai dinyanyikan oleh 1 orang perempuan atau 1 orang laki-laki. Namun kini, penyajian nyanyian pengiring upacara turun karai suku Pesisir di Kota Sibolga umumnya dilakukan oleh kaum perempuan. Namun menurut penjelasan para seniman Pesisir ini, lagu tersebut bisa juga dinyanyikan oleh kaum laki-laki. Nyanyian Ayun-ayun Tajakpada upacara turun karai biasanya dinyanyikan secara solo yang dilakukan secara bergantian. boleh seorang Universitas Sumatera Utara 5 laki-laki, kemudian bergantian dengan perempuan. Selain itu, nyanyian pengiring upacar turun karai merupakan bentuk melodi dari 2 bait pantun yang sama tetapi dengan teks yang baru strophic. Teks yang terdapat pada nyanyian Ayun-ayun Tajak, upacara turun karai berisikan nasihat-nasihat ataupun pengalaman-pengalaman kehidupan suku Pesisir. Teks tersebut dinyanyikan dalam bentuk bait-bait pantun yang berbeda-beda. Adapun isi teks umumnya ditujukan kepada sang anak, agar kelak menjadi anak yang soleh, rajin beribadah, dan hormat kepada orang tua. Dalam suatu upacara turun karai, nyanyian Ayun-ayun Tajak di sajikan pada tiga tahap, yaitu: 1 memberi nama anak, 2 pengguntingan rambut oleh keluarganya, dan 3 membuekan anak. Dalam tahap memberi nama dan pengguntingan rambut disajikan pada pagi hari setelah pulang dari mesjid. Tahap membuekan anak dilakukan pada siang hari. Namun sekarang ini banyak dijumpai suatu upacara turun karai menyimpang dari syarat-syarat yang di tentukan. Misalnya, kain sarung panjang diganti dengan buaian berbentuk keranjang yanga terbuat dari besi. Berdasarkan pengamatan penulis, dalam beberapa upacara turun karai pengguntingan rambut anak hanya dilakukan oleh 8 orang saja. 4 Pemahaman akan aspek-aspek tersebut akan memberikan suatu pemahaman makna-makna yang terkandung dalam upacara Turun karaisuku Pesisir Sibolga. makna-makna tersebut terpandam dalam masyarakat, senimannya, adat-istiadatnya, dan kebudayaan musikalnya. Melalui 4 Hasil wawancara penulis dengan Bapak Farudin Sinaga pada tanggal 25 Februari 2015 dan pengamatan penulis pada upacara turun karaisuku Pesisir sibolga pada tanggal 16 Maret 2015 di kelurahan aek manis kecamatan sibolga selatan, Kota Sibolga. Universitas Sumatera Utara 6 pemahaman itu, penulis akan melakukan penelitian yang akan menjadi wawasan, pengayaan referensi, dan pengenalan tentang suku Pesisirdi Kota Sibolga. Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas, nyanyian turun karai mencakup tiga aspek yang menarik perhatian penulis, yakni: 1 proses upacara turun karaisuku Pesisir di Kota Sibolga. 2 Struktur melodi sebagai musik vokal suku Pesisir di Kota Sibolga; 3 Makna teks pantun yang dinyanyikan dalam upacara turun karaidi Kota Sibolga. Ketiga hal ini sangat relevan untuk dikaji secara etnomusikologi sebagai bidang keilmuan yang penulis pelajari selama empat tahun terakhir ini di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan. Etnomusikologi adalah studi musik dalam konteks budayanya. Para etnomusikolog biasanya melakukan pendekatan musik sebagai proses sosial untuk memahami tidak hanya apa musik tapi mengapa: apa artinya praktik musik dan khalayak, dan bagaimana makna yang di sampaikan musik tersebut.Etnomusikologi sangat interdispliner. Para ilmuwan yang bekerja di lapangan etnomusikologi ini mungkin saja berasal dari pelatihan musik, kajian pertunjukan, cerita rakyat, tari, ilmuwan antropologi budaya, studi budaya, studi rasa atau etnik, studi gender, studi kawasan atau bidang lainnya di bidang ilmu-ilmu humaniora atau sosial. Namun para etnomusikolog memiliki landasan yang koheren dalam pendekatan dan metodenya, seperti berikut: 1 melakukan penelitian lapangan etnografi dan penelitian sejarah musik; 2 Universitas Sumatera Utara 7 mengambil pendekatan global untuk musik terlepas dari daerah asal, gaya, atau genre; 3 memahami musik sebagai praktik sosial melihat musik sebagai aktivitas manusia yang di bentuk oleh konteks budaya. Etnomusikolog juga berperan dalam budaya masyarakat. Bermitra dengan komunitas musik yang mereka pelajari, etnomusikolog dapat mempromosikan dan mendokumentasikan musik tradisi atau berpartisipasi dalam proyek-proyek yang melibatkan kebijakan budaya, penyeselaian konflik, pengobatan, pemprograman seni, atau komunitas musik. Etnomusikolog juga dapat bekerja di museum, festival budaya, rekaman lebel, dan lembaga lain yang mempromosikan apresiasi musik dunia. Dengan demikian, kerja keilmuwan yang penulis lakukan adalah yang sesuai dengan uraian mengenai apa itu etnomusikologi. Melalui tiga hal yang telah penulis tentukan dalam nyanyian turun karai ini, maka akan dapat menjelaskan kepada kita tentang makna Teks pantun dan struktur melodi serta rangkaian upacara turun karaisuku Pesisir di Kota Sibolga. Berdasarkan rumusan masalah dan beberapa alasan yang menarik penulis di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: menganalisis Makna nyanyian pada upacara turun karaisuku Pesisir di Kota Sibolga. Berdasarkan penelitian diatas maka penulisan memfokuskan dan menuliskannya dengan karya ilmiah dengan Judul: Analisis Tekstual dan Musikal Nyanyian Ayun-ayun Tajak pada Upacara Turun Karai dalam Budaya Suku Pesisir di Sibolga. Universitas Sumatera Utara 8

1.2. Pokok Masalah