23
D. PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF PROTESTAN
Pandangan agama Kristen Protestan mengenai perkawinan berdasarkan al- Kitab adalah:
a. Perkawinan sebagai suatu persetujuan hidup. b. Perkawinan mempermiskin dan merusakkan jika perkawinan itu
dipandangan hanya dari sudut persetubuhan semata. Jadi, perkawinan menurut agama Kristen Protestan adalah suatu
persekutuan hidup yang meliputi keseluruhan hidup. Yang menghendaki laki-laki dan perempuan yang telah kawin supaya dua kelamin dari jenis yang berbeda
menjadi satu dalam kasih Tuhan, satu di dalam kasih-mengasihi, satu di dalam kepatuhan, satu di dalam menghayati kemanusiaan mereka dan satu di dalam
memikul beban pernikahan.
35
Dengan demikian, maka perkawinan itu menjadi suatu kesempatan untuk memberi jawaban kepada soal mereka masing-masing di segala lapangan
kehidupan. Memiliki kesempatan untuk saling melayani agar mencapai kebahagiaan dalam perkawinan.
Walau dikatakan agama Kristen Protestan tidak melarang umatnya menikah dengan orang yang bukan beragama Kristen Protestan, akan tetapi pada
prinsipnya agama Kristen Protestan menghendaki perkawinan yang seagama. Hal dapat diketahui dari pandangan al-Kitab bahwa tujuan utama dari perkawinan
adalah kebahagiaan. Oleh karena itu, agama Kristen Protestan memandang perkawinan sebagai
35
Rusli Tama, Perkawinan Beda Agama dan Masalahnya, Bandung: Sartika Dharma, 1984, hlm. 23.
24 perwujudan kasih sayang kepada manusia di dalam persekutuan kasih yang paling
dalam antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Perkawinan merupakan suatu perbuatan yang dikehendaki Tuhan.
1. Adanya persetujuan dari kedua calon mempelai. 2. Kedua calon mempelai tidak terikat perkawinan dengan orang lain.
3. Sekurang-kurangnya salah seorang calon mempelai merupakan anggota jemaat Gereja yang bersangkutan.
Demi kesejahtraan perkawinan, geraja menganjurkan kepada umatnya untuk mencari pasangan hidup yang seagama dengan mereka. Tetapi walaupun
demikian, karena menyadari umatnya hidup bersama-sama dengan pemeluk agama lainnya, gereja tidak melarang umatnya secara mutlak untuk menikah
dengan pemeluk agama lain.
E. PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTI BUDDHA
Perkawinan beda agama memang tidak disarankan dalam agama Buddha. Hal ini sesuai dengan petunjuk Sang Buddha tentang syarat kebahagiaan dalam
rumah tangga, salah satunya menyebutkan ‘keyakinan yang setara’. Sebenarnya upacara perkawinan antar mereka yang beda agama tidaklah terlalu bermasalah
dalam agama Buddha hanya saja memang disarankan untuk satu agama. Permasalahan bukan pada upacara perkawinannya, namun lebih pada kehidupan
dalam perkawinan itu sendiri.
36
36
Wawancara Pribadi dengan Suhu Ruwadi.
25
BAB III FATWA MUI TENTANG PERNIKAHAN BEDA AGAMA
A. Sekilas Tentang Komisi Fatwa
Komisi fatwa merupakan salah satu komisi Majelis Ulama Indonesia yang membidangi masalah-masalah yang berkaitan dengan hukum Islam yang ada di
tengah masyarakat yang memerlukan jawaban. Komisi fatwa MUI mempunyai wewenang mengeluarkan fatwa mengenai:
a. Masalah-masalah keagamaan yang bersifat umum dan menyangkut umat Islam Indonesia secara nasional.
b. Masalah-masalah keagamaan di suatu daerah yang diduga dapat meluas ke daerah lain.
Adapun komisi fatwa MUI daerah mempunyai wewenang mengeluarkan fatwa mengenai masalah-masalah keagamaan yang bersifat lokal kasus-kasus di
daerah dengan terlebih dahulu mengadakan konsultasi dengan MUI Komisi fatwa MUI.
Dalam kinerjanya, komisi fatwa MUI maupun MUI daerah mempunyai mekanisme dan prosedur penetapan fatwa yang menjadi pedoman dalam
mengeluarkan fatwa. Menurut KH. Ma’ruf Amin, adanya prosedur penetapan fatwa ini karena tidak dibenarkan memberikan fatwa hanya didasarkan pada
keinginan dan kepentingan tertentu atau dugaan semata-mata tanpa didasarkan pada keinginan dan kepentingan tertentu atau dugaan-dugaan semata tanpa
didasarkan pada dalil. Tegasnya, setiap menyatakan suatu hukum haruslah dapat