PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF KATOLIK I. Paham Gereja mengenai Pernikahan
16 khusus mempersiapkan perkawinan, Perlahan-lahan mereka mulai membangun
dan mewujudkan kasih itu sendiri. Dalam kesempatan perkawinan kasih yang mereka hayati di nyatakan secara resmi dan menjadikan ikatan kasih mereka
berdua resmi pula. Mereka diakui sudah Menikah secar sah. Berbada dengan paham konrak, perkawinan sebagai suatu perjanjian kasih membut pengakuan
spiritual dan dua pribadi dan kesamaan dalam kemampuan mereka untuk saling memberi dan menerima secara utuh satu sama lain. Maka perjanjian
mengandaikan pilihan bebas, artinya orang tak bisa menikah secar terpaksa. Perjanjian melibatkan pribadi yang utuh, melibatkan kesatuan spiritual, emosi,
dan fisik. Paham inilah yang diajarkan gereja seperti yang direfleisikan dalam konsili Vatikan II. Perjanjian kasih juga mempunyai warna biblis yang mengacu
pada perjanjian kasih antar Allah dengan bangsa Israel dan memuncak dalam hubungan kasih Kristus dengan Gereja-Nya.
27
Selanjutnya pada taraf yuridis dengan perjanjian ini kedua mempelai memaski bersama-sama tekad mereka
untuk membangun persekutan yang paling dalam dan seluruh hidup. Itulah sebabnya Gereja mengajarkan bahwa hubungan seksual suami-istri tidak
dibenarkan kalau dilakukan sebelum menikah resmi Menikah. Karena baru setelah menikah masing-masing pasangan saling memberi dan menerima dan dengan
demikian ‘berhak’ atas pasanganya. 2. Perjanjian perkawinan tersebut membentuk kebersamaan seluruh hidup.
Hakekat perkawinan adalah kebersamaan hidup suami-istri dalam semua aspeknya. Atau senasib sepenanggungan dalam semua aspek hidup. Istilah latin
27
Lihat Efesus 5: 25-26.
17 yang dipakai untuk megungkapkan hakekat ini adalah ‘consortium totius vitae’.
Con=bersama. Sors=nasib. Jadi senasib dalam kebersamaan. Artinya, berbagi nasib senasib sepenanggungan dalam seluruh aspek kehidupan. Gagasan ini
dinyatakan dan dikatakan secara bagus pada waktu mempelai memberikan janji, yaitu mau setia dalam suka maupun duka. Ungkapan ini sangat sederhana, namun
begitu kaya dan tidak selalu mudah untuk megucapkanya. Mudah diucapkan pada saat menikah, bahkan lebih mudah lagi pada waktu pacaran. Tetapi mejadi tidak
mudah pada waktu mewujudkan dalam perjalanan hidup perkawinan selanjutnya. Dalam hal ini sangat dibutuhkan semangat kerendahan hati, keterbukaan dan mau
berkorban. Dan pengalaman menunjukkan bahwa mengandalkan kekuatan sendiri sering terasa terlalu berat mewujudkan janji tersebut. Namun, dengan berkat
Tuhan yang berat dan tidak mudah ini bisa diwujudkan pula dan membuahkan kebahagiaan yang sering tidak terduga sebelumnya. Jelas bahwa, istilah seluruh
hidup dimaksudkan agar suami istri membangun perkawinan dan hidup berkeluarga yang berkualitas. Hal itu berarti ada sikap penyerahan diri timbal
balik, kestiaan, usaha untuk membahagiakan, dll.
28
3. Perkawinan dan kodratinya terarah untuk membangun kesejahtraan suami istri.
Ada beberapa tujuan perkawinan. Salah satu yang pokok adalah membangun kesejahtraan suami istri. Mereka bersama-sama mau mewujudkan
apa yang mereka cita-citakan, yaitu kebahagiaan lahir dan batin. Dasar dan dorongan memujudkan kebahagiaan adalah api cinta yang tumbuh mekar dalam
28
http:gayamsari.multiply.comjournal diakses tanggal 22102010.
18 hati maing-masing pasangan dan pengalaman jujur, seiap orang yang memilih
pacar dan mau menikah dengannya dasarnya yang paling pokok adalah karena dan lubuk hati yang paling dalam sayang dengan pasangan tersebut. Selalu
tumbuh kerinduan untuk bertemu bahkan memberikan yang paling baik. Itulah pengalaman orang jatuh cinta. Api cinta ini perlu ditumbuhkan terus dan
dipelihara jangan sampai padam. Perkawinan sering mudah terasa hambar karena dorongan yang paling dalam ini tinggal sedikit bahkan hampir lenyap. Karena
kedua belah pihak bertekad untuk membahagiakan pasangannya, maka penting sekali sikap-sikap yang mendukung hal tersebut. Misalnya: saling menerima dan
menghargai pasangannya dan membantu supaya pasangannya semakin bertumbuh. Mencoba bertuturkata yang baik terhadap pasangannya menghindari
kata-kata kotor dan tindak kekerasan terhadap pasangannya. Relasi suami istri akan awet dan berlangsung hangat kalau masing-masing pandai merawar
dorongan cinta yang dianugrahkan Tuhan pada awal saling jatuh cinta. Unsur perawatan ini sangatlah penting karena kalau sudah terlanjur dingin dan retak,
maka sulit sekali untuk ditumbuhkan kembali. 4. Perkawinan dan kodratinya terarah pada kelahiran dan pendidikan anak
Dalam hubungan kasih suami istri, ungkapan yang paling mendalam adalah tindak persetubuhan suami istri. Melalui persetubuhan yang wujudnya
tindakan biologis terkandung pengalaman kasih dan penyerahan diri. Persetubuhan ini pada kodratnya terarah untuk lahirnya kehidupan baru. Maka
kehadiran anak sering disitilahkan sebagai suatu buah kasih antar mereka berdua. Karena persetubuhan merupakan ungkapan puncak dan cinta perkawinan, maka
19 perlu dilaksanakan secara manusiawi. Tidak boleh masing-masing hanya
mementingkan kepentingan dan kebutuhan sendiri. Perlu dijauhi cara-cara dan sikap yang tidak manusiawi, seperti kemungkinan tindak kekerasan seksual
kepada pasangannya. Seandainya mereka tidak anugerahi seorang anak, tidak berarti dan
menjadikan alasan ini untuk bercerai ataupun membatalkan perkawinan. Karena gereja mengajarkan bahwa: “anak-anak adalah buah kasih dan anugerah Tuhan
yang sangat istimewa dan menjadi kebahagiaan orang tuanya.” Namun masih ada buah-buah lain dari suatu perkawinan misalnya, kedamaian dan kebahagiaan hati
hidup bersama dengan pasangannya. 5. Perkawinan sah antara dua orang yang sudah dibaptis oleh Tuhan Kristus
diangkat ke martabat sakramen Salah satu paham khas Gereja Katolik tentang perkawinan adalah
pengakuan bahwa perkawinan diantara dua orang dibaptis bermartabat sakramen. Sakramen secara umum berarti tanda dan sarana penyelamatan Tuhan. Maka,
melalui perkawinan Tuhan mewujudkan kasih dan menjadikannya sarana penyelamatan.