52
dengan perlakuan PO dan berbeda sangat nyata dengan kapasitas tukar kation pada perlakuan PK.
Kejenuhan Basa
Hasil analisis statistik terhadap kejenuhan basa menunjukkan bahwa pemberian kompos MOL PO berpengaruh nyata pada taraf
g = 5 meningkatkan kejenuhan basa dibanding dengan pemberian pupuk anorganik PK Lampiran 1.
Uji beda rataan antar perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel tersebut menunjukkan bahwa kejenuhan basa lebih tinggi dijumpai pada tanah dengan
perlakuan PO dan berbeda nyata dengan kejenuhan basa lebih pada perlakuan PK.
4.1.2. Populasi Mikrobia Tanah
Jumlah koloni mikroorganisme tanah pada media PCA dan PDA dapat dilihat pada Lampiran 2, rata-rata populasi mikroba tanah dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pada pemberian kompos MOL PO jumlah populasi mikroba tanah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian pupuk anorganik PK baik populasi bakteri maupun
jamur. Jumlah populasi mikrobia tanah dapat dilihat pada Gambar I sebagai berikut:
PCA PDA
Perlakuan
Gambar 1. Populasi Mikroba Tanah.
EKAMAIDA : DENGAN SISTEM INTENSIFIKASI TANAMAN PADI MELALUI PEMANFAATAN MIKROORGANISME LOKAL DALAM PEMBUATAN KOMPOS STUDI KASUS DI DESA SIDODADI KABUPATEN DELI SERDANG, 2008.
53
Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa jumlah populasi bakteri dan jamur jauh lebih tinggi pada perlakuan SO dibandingkan dengan perlakuan PK pada setiap jenis
media yang digunakan.
4.1.3. Karakteristik dan Tanggap Responden terhadap Pola SRI
Data penelitian diambil dengan cara kuisioner kepada petani dengan 20 responden di Desa Siodadi Kabupaten Deli Serdang. Karakteristik responden dapat
dilihat pada Lampiran 4. Dari Lampiran 4 dapat diketahui bahwa responden petani yang menyatakan
bahwa penerapan SRI memberikan manfaat adalah 100, responden yang menggunakan pupuk kompos MOL pada pola tanam SRI adalah 100, responden
yang masih mengunakan pupuk kimia pada pola tanam SRI yang mereka lakukan adalah 15, sedangkan yang tidak lagi mengunakan pupuk kimia adalah 85.
Responden menggunakan pupuk kimia sebelum penerapan pola tanam SRI rata-rata 347 kgha, sedangkan setelah penerapan SRI jumlah pupuk kimia yang digunakan
rata-rata 133,33 kgha. Responden memberantas hama 100 menggunakan pestisida sebelum pola tanam SRI diterapkan, setelah penerapan SRI responden yang
mengunakan pestisida berjumlah 15 sedangkan yang menggunakan biopestisida 100. Responden memanfaatkan air sebelum pola tanam SRI dilakukan dengan cara
mengenangi lahan setinggi ± 2 cm tapi setelah penerapan SRI air yang digunakan mencak-mencak. Produksi padi yang diperoleh responden dari hasil panen sebelum
EKAMAIDA : DENGAN SISTEM INTENSIFIKASI TANAMAN PADI MELALUI PEMANFAATAN MIKROORGANISME LOKAL DALAM PEMBUATAN KOMPOS STUDI KASUS DI DESA SIDODADI KABUPATEN DELI SERDANG, 2008.
54
pola tanam SRI adalah rata-rata 5041 kgha per masa panen, setelah penerapan SRI hasil panen yang diperoleh responden rata-rata 6188kgha per masa panen.
Hasil wawancara peneliti dengan responden dapat diketahui bahwa seluruh responden mengetahui pola SRI dan manfaatnya. Dari dua puluh orang responden
yang telah melaksanakan pola SRI dan ternyata ditinjau dari hasil jajak pendapat yang dilaksanakan menunjukkan bahwa sebelum menggunakan pola SRI para petani
menggunakan pupuk kimia yang terus menerus, begitu juga pengendalian hama dan penyakit serta penggunaan air jauh lebih banyak selalu dalam keadaan tergenang
dan hasil panen juga tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Setelah melaksanakan pertanian dengan pola SRI tenyata dapat
mengefisiensikan pemakaian pupuk buatan karena sumber pupuk yang diberikan berasal dari pupuk organik yaitu kompos MOL yang berasal dari hasil sisa panen.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman menggunakan biopestisida yang ramah lingkungan. Penghematan terhadap penggunaan air juga dapat ditingkatkan serta
apa yang dihararapkan petani tentang hasil produksi diperoleh lebih tinggi setelah melaksanakan pola SRI data didukung dari jawaban responden pada Lampiran 6.
4.2. Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Pupuk Kompos MOL pada Pola SRI Terhadap Unsur Hara