Proses Pengolahan Padi dengan PolaTanam SRI

16

2.2.2. Proses Pengolahan Padi dengan PolaTanam SRI

Untuk mendapatkan media tumbuh yang baik maka lahan diolah, seperti tanam biasa dibajak, digaru kemudian diratakan, dilakukan penaburan pupuk organik pada saat digaru yang dilakukan pada pengolahan tanah kedua. Pupuk organik sebelumnya dikomposkan terlebih dahulu. sehingga diperoleh kompos yang lapuk dan jadi. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi mikroorganisme dalam tanah berkembang dengan baik. Komposisi bahan kompos yang cukup baik adalah: Kotoran sapi yang bercampur dengan kencingnya akan lebih baik, minimal 40, kotoran ayam maksimum 25, serbuk gergaji bukan dari kayu jati dan pohon kelapa sebanyak 5, abu dapur sebanyak 10, kapur Calsit 2, bio Lahan Kuswara, 2006 Lebih lanjut Kuswara 2005 menyatakan bahwa kebutuhan pupuk organik per hektar antara 7 – 10 ton, saat penaburan pupuk organik dan meratakan tanah air dijaga agar tidak mengalir supaya nutrisi tidak hanyut. Selanjutnya di pinggir dan di tengah petakan dibuat parit agar mudah mengatur air. Setelah diratakan tanah dijaga tetap lembab air dijaga tetap lembab jangan sampai kering, baik jika dilakukan selama 3 – 4 hari sebelum ditanam, hal ini juga mempermudah pembuatan garitan. Kebutuhan benih untuk tanaman padi SRI adalah untuk 100 bata 0.14 Ha, adalah 0.7 – 1 kg, sedangkan kebutuhan per ha adalah 4.9 – 7 kg. Bila dibandingkan dengan cara tanam biasa rata-rata kebutuhan benih per Ha adalah 35 – 45 kg. bahkan ada yang mencapai 50 – 60 kg, dengan demikian SRI sangat efisien. Benih ditanam pada umur 7 – 10 hari setelah semai. Persemaian untuk SRI dapat EKAMAIDA : DENGAN SISTEM INTENSIFIKASI TANAMAN PADI MELALUI PEMANFAATAN MIKROORGANISME LOKAL DALAM PEMBUATAN KOMPOS STUDI KASUS DI DESA SIDODADI KABUPATEN DELI SERDANG, 2008. 17 dilakukan dalam petakan khusus berbentuk kotak. Kebutuhan kotak per 0.14 Ha 420 – 490 buahha. Tanah dalam kotak sebagai media tumbuh benih di campur dengan pupuk organik dengan perbandingan 1 : 1. Bibit ditanam terdiri satu tanaman untuk satu lubang hal ini dilakukan agar tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan menperdalam perakaran. Sehingga tanaman tidak bersaing untuk memeeroleh ruang tumbuh, cahaya, atau nutrisi dalam tanah. Benih ditanam dangkal kira – kira 1 – 1,5 cm dan saat menanam bibit di lapangan, benamkan benih dalam posisi horizontal agar ujung – ujung akar tidak menghadap ke atas. Hal ini dilakukan jika akar tertekuk ke atas maka benih memerlukan energi besar dalam memulai pertumbuhan kembali, dan akar baru akan tumbuh dari ujung tersebut. Jarak tanam pada pola SRI antara lain 25x25 cm, 27x27 cm atau 30x30 cm. Pada prinsipnya tanaman harus mempunyai ruang cukup untuk tumbuh. Jarak tanam yang optimum semakin meningkatkan jumlah anakan produktif, karena persaingan oksigen, energi matahari dan nutrisi semakin berkurang Berkelaar, 2002. Pupuk tambahan untuk SRI dari kajian yang dilakukan di jaringan PPHTI tanam padi metodi SRI adalah pupuk organik yang diberikan pada pengolahan tanah kedua. Selanjutnya pupuk tambahan hanya diberikan dengan menyemprotkan pupuk organik cair. Pupuk tersebut terbuat dari fermentasi sisa makanan seperti jus nenas, jus buah-buahan dan fermentasi kotoran hewan. Seluruh pupuk cair tersebut dapat dibuat dengan mudah oleh petani dari bahan-bahan yang tersedia di sekitar tempat tinggal petani. Penyemprotan dilakukan pada tanaman berumur 2, 4, 6, 8 minggu EKAMAIDA : DENGAN SISTEM INTENSIFIKASI TANAMAN PADI MELALUI PEMANFAATAN MIKROORGANISME LOKAL DALAM PEMBUATAN KOMPOS STUDI KASUS DI DESA SIDODADI KABUPATEN DELI SERDANG, 2008. 18 dan setelah pembungaan masak susu. Pola SRI yang dikembangkan tidak menggunakan pupuk organik seperti Urea, TSP dan KCL. Maupun pupuk an- organik lainnya. Dengan demikian seluruh proses pengolahannya adalah dengan cara pertanian ramah lingkungan menurut konsep pengendalian hama terpadu. Dalam prakteknya cara tersebut adalah melalui pendekatan pengelolaan unsur ekosistem. Untuk mengelola proses tersebut maka kemampuan, petani dalam pengamatan sangat diperlukan, agar petani mampu mengambil keputusan pengelolaan yang tepat Kuswara, 2006. Tanaman padi sawah berdasarkan praktek SRI ternyata bukan tanaman air tetapi dalam pertumbuhannya membutuhkan air. Dengan demikian maka padi ditanam pada kondisi tanah yang tidak tergenang, dengan tujuan menyediakan oksigen lebih banyak di dalam tanah, kemudian dimanfaatkan oleh akar. Sehingga air dapat diminimalkan dibandingnkan sistem pertanian anorganik. Dengan sistem SRI petani hanya memakai kurang dari ½ kebutuhan air pada sistem pertanian tradisional yang biasanya mengenai tanaman padi. Tanah cukup dijaga lembab selama tahap vegetatif, untuk memungkinkan lebih banyak oksigen bagi pertumbuhan akar. Seminggu sekali tanah harus dikeringkan samai retak. Hal ini dimaksudkan agar oksigen dari udara mampu masuk ke dalam tanah dan mendorong akar untuk mencari air. Sebaliknya jika sawah terus digenangi, akar akan sulit tumbuh dan menyebar, serta kekurangan oksigen untuk dapat tumbuh dengan subur. Kondisi tidak tergenang, yang dikombinasikan dengan pendagirian mekanis, akan menghasilkan lebih banyak udara masuk kedalam tanah dan akar EKAMAIDA : DENGAN SISTEM INTENSIFIKASI TANAMAN PADI MELALUI PEMANFAATAN MIKROORGANISME LOKAL DALAM PEMBUATAN KOMPOS STUDI KASUS DI DESA SIDODADI KABUPATEN DELI SERDANG, 2008. 19 berkembang lebih besar sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak Berkelaar, 2002. Pengendalian hama dilakukan dengan PHT, yaitu dengan mengelola unsur ekosistem sebagai alat pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pada prinsipnya pengelolaan potensi usaha tani. Dalam kaitannya dengan pengelolaan potensi usaha tani proses belajar diarahkan pada bagaimana petani mampu mengelola unsur ekosistem sebagai sebuah potensi yang dapat dikembangkan. Contoh kemampuan potensi dalam pengelolaan unsur ekosistem sebagai praktek pertanian yang ramah lingkungan Kuswara, 2006. Lebih lanjut Kuswara 2006 menyatakan produksi padi dengan cara SRI berdasarkan hasil kajian di KSP mencapai 7.36 – 12.6 tonHa. Hal ini didukung oleh jumlah tunas produktif perumpunan paling rendah 33, pertengahan 45 dan jumlah tunas tertinggi per rumpun 72 tunas bahkan ada yang mencapai 92 tunas produktif. Hasil produksi ini dihasilkan dari proses pengelolan tanah, tanaman dan air yang sesuai dengan kebutuhan tanaman padi. Perpaduan konsep pemahaman PET dan SRI telah menghasilkan konsep dasar pertanian organik yang benar.

2.3. Pengomposan