Perubahan Sosial TINJAUAN PUSTAKA

dalam suatu putaran budaya masyarakat dan setiap anggota menerima dengan kesadaran sehingga terjadi internalisasi. Sedangkan internalisasi adalah proses perluasan identitas. Identitas itu diartikan kedalam siatu kristalisasi konsep yang disebut sebagai empati dan konsep mempunyai pengertian kurang lebih adalah sebagai akibat dari padanya dalam aspek sosial ekonomi tumbuh motivasi untuk mewujudkan aspek tersebut. Kemampuan psikis seperti diatas berkaitan pada peningkatan kemampuan memperbandingkan ke dalam diri sendiri dengan keadaan orang lain. Fenomena itu mengajawantah di dalam kemampuan melihat potensi diri dengan tolak ukur dari luar. Lebih jauh, Inkeles menyatakan manusia modern adalah terbuka terhadap pengalaman baru, independen terhadap bentuk otoritas tradisional, dan percaya terhadap ilmu pengetahuan. Jika kita lihat, bahwa apa yang diinginkannya adalah sesuai dengan pribadi dan pola hidup masyarakat kapitalis. Intinya, apa yang dimaksud dengan modernisasi adalah juga nilai-nilai kapitalisme itu sendiri, yaitu mengejar kemajuan, konsumsi tinggi, efisiensi, ekonomi uang, dan lain-lain. Budiman Arif, 2000

2.2 Perubahan Sosial

Setiap masyarakat selama hidup pasti mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun luas serta perubahan- perubahan yang lambat sekali, dan ada juga yang berjalan dengan cepat. Pada masyarakat desa, proses perubahan sosial biasanya berlaku lambat dan memakan waktu yang lama. Seperti Pasurdi Suparlan dalam Makalah Perubahan Sosial.2003:107 memberikan batasan perubahan sosial sebagai perubahan dalam struktur sosial dan dalam pola-pola Universitas Sumatera Utara hubungan sosial, yang antara lain mencakup sistem status, hubungan-hubungan dalam keluarga, sistem politik dan kekuasaan serta persebaran penduduk. Pendapat lain dinyatakan oleh Wilbert Moore dalam Laur, 2001:15 yang mendefinisikan perubahan sosial sebagai perubahan penting dari struktur sosial, dan yang dimaksud dengan stukstur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi sosial.Sedangkan Selo Soemardjan mendefinisikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok di dalam masyarakat dalam Soekanto,2001:305. Lebih lanjut, Liliweri 2003:219 berpendapat bahwa suatu perubahan dapat dikatakan sebagai perubahan stuktural apabila perubahan tersebut mengandung diferensiasi sosial, yakni perubahan yang menghasilkan peran-peran yang lebih khusus ada pengembangan spesialisasi. Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut diatas, maka disimpulkan bahwa perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku, susunan lembaga kemasyarakatan, status dan peran, lapisan- lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang serta interaksi sosial dan lain sebagainya. Persoalan yang dibicarakan oleh teori perubahan sosial antara lain sebagai berikut. Pertama, bagaimana kecepatan suatu perubahan terjadi, ke mana arah dan bentuk perubahan, serta bagaimana hambatan-hambatannya. Dalam kasus masyarakat Indonesia, hal ini dapat dilakukan dengan melihat sejarah perkembangan sosialnya. Seperti diketahui, Indonesia mengalami proses percepatan pembangunan, atau modernisasi awal terutama setelah tahun 1900-an, yakni ketika Belanda memperkenalkan kebijakan politik etis. Akan tetapi, seperti akan dijelaskan kemudian, percepatan perubahan di Indonesia Universitas Sumatera Utara terutama terjadi setelah tahun 1980-an. Hal itu berkaitan dengan pengaruh timbal balik perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta beberapa kemudahan yang disebabkan faktor tersebut. Kedua, faktor apa yang berpengaruh terhadap perubahan sosial. Dalam hal ini terdapat enam faktor yang berpengaruh terhadap perubahan sosial; 1 penyebaraan informasi, meliputi pengaruh dan mekanisme media dalam menyampaikan pesan-pesan ataupun gagasan pemikiran; 2 modal, antara lain SDM ataupun modal finansial; 3 teknologi, suatu unsur dan sekaligus faktor yang cepat berubah sesusai dengan perkembangan ilmu pengetahuan; 4 ideologi atau agama, bagaimana agama atau ideologi tertentu berpengaruh terhadap porses perubahan sosial; 5 birokrasi, terutama berkaitan dengan berbagai kebijakan pemerintahan tertentu dalam membangun kekuasaannya; 6 agen atau aktor. Hal ini secara umum termasuk dalam modal SDM, tetapi secara spesifik yang dimaksudkan adalah inisiatif-inisiatif individual dalam “mencari” kehidupan yang lebih baik. Ketiga, dari mana perubahan terjadi, dari negara, atau dari pasar bebas kekuatan luar negeri, atau justru dari dalam diri masyarakat itu sendiri. Keempat, hal-hal apa saja yang berubah dan bagaimana perubahan itu terjadi. Seperti diketahui, perubahan dapat sesuatu yang berbentuk fisik tampakmaterial, misalnya terjadinya pembangunan dalam pengertian fisik, tetapi ada pula hal-hal yang tidak tampak nonmaterial, seperti pemikiran, kesadaran, dan sebagainya. Kelima, hal-hal atau wacana-wacana apa saja yang dominan dalam proses perubahan sosial tersebut? Misalnya, untuk kasus Indonesia di antara enam faktor perubahan seperti disinggung di atas, mana di antaranya yang dominan, dan mengapa hal tersebut terjadi. Keenam, bagaimana membedakan konteks- konteks perubahan dalam setiap masyarakat dan bagaimana proses sosial tersebut Universitas Sumatera Utara berlangsung. Dalam masalah ini, pertama, ada yang disebut proses reproduksi, yakni proses pengulangan-pengulangan dalam ruang dan waktu yang berbeda seperti halnya warisan sosial dan budaya dari masyarakat sebelumnya. Kedua, apa yang disebut sebagai proses transformasi, yakni suatu proses perubahan bentuk atau penciptaan yang baru, atau yang berbeda dari sebelumnya http:www.google.co.idq=perubahan+sosial+masyarakat+pedesaan Perubahan sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Baik dari dalam masyarakat itu sendiri faktor internal maupun dari luar masyarakat faktor eksternal. Sebab-sebab perubahan sosial yang bersumber dari dalam masyarakat itu itu antara lain: bertambah dan berkurangnya penduduk, penemuan- penemuan baru, pertentangan atau konflik dalam masyarakat serta terjadinya pemberontakan atau revolusi. Sedangkan sebab-sebab perubahan yang terjadi dari luar masyarakat antara lain: sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia, peperangan dan pengaruh kebudayaan masyarakat luar Pelly,1994:191-194 . Faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya suatu proses perubahan antara lain: kontak dengan kebudayaan lain, sistem pendidikan formal yang maju, sikap menghargai hasil karya orang lain dan keinginan-keinginan untuk maju, toleransi terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang, sistem terbuka lapisan masyarakat, penduduk yang heterogen, ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, serta orientasi kemasa depan dan nilai-nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiyar untuk memperbaiki dirinya Soekanto,2001:326-330. Perubahan sosial yang dimaksud di sini adalah perubahan yang disebabkan oleh aspek ekonomi akibat dari perkembangan industri. Namun tidak menutup kemungkinan Universitas Sumatera Utara perubahan tersebut akan saling terkait dengan aspek-aspek lain. Seperti yang dikatakan Agus Salim, bahwa perubahan sosial yang berasal dari aspek ekonomi akan selalu terkait dengan perubahan perilaku yang berasal dari aspek non-ekonomis seperti politik, pendidikan dan lain-lain Salim,2002:19. Senada dengan pendapat tersebut, William F.Orgburn dalam Soekanto,2001:303 mengemukakan ruang lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang immaterial. Sedangkan Ritzer mengemukakan bahwa perubahan sosial mengacu pada variasi hubungan antar individu, kelompok, organisasi, kultur dan masyarakat pada waktu tertentu dalam Sztompa,2004:5. Dengan demikian maka perubahan-perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan mencakup semua bagian yaitu kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk aturan-aturan organisasi sosial Kingsley Davis dalam Soekanto,2001:308. Jadi jelaslah bahwa perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai suatu aspek yang sama. Yaitu kedua-duanya bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari uraian diatas jelas tampak bahwa masyarakat senantiasa berubah di semua tingkat kompleksitas internalnya. Di tingkat makro terjadi perubahan ekonomi, politik, dan kultur. Di tingkat mezo terjadi perubahan kelompok, komunitas dan organisasi. Di tingkat mikro terjadi perubahan interaksi dan perilaku individual. Masyarakat bukan sebuah kesatuan fisik entity, tetapi seperangkat proses yang saling terkait bertingkat ganda. Universitas Sumatera Utara Secara gradual, lahan pertanian produktif mengalami penyusutan sebagai konsekuensi berkembangnya aktivitas sektor perekonomian nasional yang juga menuntut ketersediaan lahan dan infrastruktur yang relatif memadai. Konflik antar sektor ekonomi dalam penggunaan lahan masih terus berlangsung seiring dengan pelaksanaan proses pembangunan, dan fenomena ini sementara menempatkan sektor pertanian pada posisi yang relatif kurang menguntungkan Syafa’at, Nizwar dkk, 2007 Lahan pertanian subur makin terbatas karena tidak terkontrolnya alih fungsi lahan pertanian. Sementara itu pewarisan dalam masyarakat cenderung ke arah fragmentasi lahan, sehingga lahan yang terbatas itu dibagi-bagi dalam luasan yang sempit. Kondisi ini menyebabkan ketimpangan penguasaan lahan masyarakat makin melebar, karena lahan-lahan yang luasannya kecil cenderung terakumulasi pada beberapa petani kaya, sehingga terjadi polarisasi. Secara umum, alih fungsi lahan berdampak negatif terhadap petani kecil yang diindikasikan oleh luas pemilikan lahan yang menurun dan hanya sebagian kecil petani yang dapat memanfaatkan kesempatan ekonomi yang muncul dengan adanya alih fungsi lahan tersebut. Lahan merupakan aset yang sangat penting bagi masyarakat perdesaan, khususnya bagi desa-desa yang kegiatan produksinya bersifat “landbase”. Dengan demikian tingkat dan distribusi pemilikan lahan seringkali dapat dijadikan gambaran pemerataan faktor produksi sebagi sumber pendapatan dan sering pula sebagai indicator tingkat kesejahteraan masyarakat, meskipun tidak sepenuhnya dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sebenarnya. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan bahwa luas pemilikan lahan berkorelasi positif dengan pendapatan rumah tangga Syafa’at, Nizwar dkk, 2007 Universitas Sumatera Utara Fenomena yang selama ini terjadi menunjukkan bahwa pembangunan perdesaan yang salah satunya ditandai dengan berkembangnya sektor non-pertanian umumnya diikuti dengan meningkatnya permintaan terhadap aset produktif lahan. Kompetisi yang meningkat dalam penggunaan lahan mengakibatkan realokasi lahan kepada bentuk penggunaan lahan yang memberikan penerimaan tertinggi kepada aset lahan. Dengan meningkatnya laju alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lain, terutama di pedesaan yang lokasinya dekat dengan pusat pertumbuhan ekonomi, mengakibatkan ketersediaan lahan pertanian semakin terbatas. Kesemua ini mengakibatkan perubahan pola dan distribusi penguasaan lahan. Terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat aksesibilitas suatu wilayah, maka distribusi pemilikan lahan akan semakin timpang. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi lahan bahwa peningkatan aksesibilitas wilayah akan meningkatkan nilai ekonomi dari lahan, dan pada gilirannya akan memicu terjadinya ketimpangan pemilikan dan penguasaan lahan di wilayah tersebut. Fenomena ini memperlihatkan bahwa di samping memberikan dampak positif, keterbukaan wilayah juga memberikan dampak negative terhadap distribusi penguasaan lahan. Semakin sempitnya lahan pertanian sebagai akibat dari terus bertambahnya jumlah lahan pertanian yang beralih fungsi, akan mengurangi jumlah garapan, dan pada akhirnya akan berdampak pada berkurangnya lapangan kerja buruh tani. Secara umum, alih fungsi lahan berdampak negatif terhadap petani kecil, yang diindikasikan oleh luas pemilikan lahan yang menurun dan hanya sebagian kecil petani yang dapat memanfaatkan ekonomi yang muncul dengan adanya alih fungsi lahan. Universitas Sumatera Utara Di tengah perubahan struktur perekonomian seperti sekarang ini, studi tentang struktur penguasaan lahan di perdesaan cukup penting, karena lahan bukan lagi sekedar faktor produksi, tetapi telah berkembang sebagai komoditas, sehingga konflik-konflik sosial yang terjadi semakin sering dan rumit. Lahan dibutuhkan oleh hampir semua aktivitas ekonomi. Program pengembangan komoditas membutuhkan data dan informasi tentang struktur penguasaan lahan agar implementasi program tidak mengalami hambatan sosial ekonomi, karena sebagian besar proses produksi pertanian bersifat landbase

2.3 Konversi Lahan