5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lebih dari h, pencampuran terjadi dalam larutan, dan obat tampak dalam konsentrasi yang seragam, C, di seluruh fase bulk Sinko, 2006.
Pada antarmuka lapisan difusi-permukaan padat, x=0, obat dalam padatan berada dalam kesetimbangan dengan obat dalam lapisan difusi. Gradien atau
perubahan konsentrasi berdasarkan jarak di sepanjang lapisan difusi bernilai konstan, seperti yang dapat dilihat dari garis lurus miring ke bawah. Ini adalah
gradien yang ditunjukkan pada persamaan 2.1 dan 2.2 oleh suku C
s
-Ch. Kemiripan antara persamaan Noyes-Whitney dan hukum Fick pertama merupakan
bukti persamaan 2.1 Sinko, 2006. Oleh sebab itu, jika C jauh lebih kecil dari kelarutan obat, C
s
, sistem dinyatakan sebagai kondisi sink, dan konsentrasi C dapat dihilangkan dari
persamaan 2.1 dan 2.2. Dengan demikian, persamaan 2.1 menjadi : ........................................................................................................2.3
Pada penurunan persamaan 2.1 dan 2.2, diasumsikan bahwa h dan S bernilai konstan, namun di sini tidak demikian. Ketebalan lapisan difusi statis
diubah oleh gaya pengadukan pada permukaan tablet yang melarut Luas permukaan, S, jelas tidak konstan seiring melarutnya serbuk, granul, atau tablet.
Selain itu, nilai S yang akurat sulit diperoleh ketika proses berlanjut. Dalam penelitian eksperimental mengenai disolusi, permukaan dapat dikendalikan
dengan menempatkan pelet kempa dalam suatu penahan yang memajan permukaan dengan luas yang konstan Sinko, 2006.
2.2. Uji Disolusi
Uji disolusi merupakan salah satu uji yang paling utama digunakan dalam karakterisasi obat dan kontrol kualitas pada beberapa bentuk sediaan. Sejak tahun
1960, telah disetujui bahwa data disolusi ditentukan dengan studi laju saat bentuk sediaan melepaskan obatnya untuk terlarut. Dalam perspektif kontrol kualitas, uji
disolusi utamanya digunakan untuk mengkonfirmasi kualitas produk dan konsistensnya dari batch ke batch serta identifikasi formula yang baik. Uji
disolusi digunakan untuk mengkonfirmasi spesifikasi yang diperlukan sebagai syarat untuk perizinan pemasaran. Dengan itu, uji disolusi digunakan sejak dari
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengembangan produk dan uji stabilitas sebagai bagian dari spesifikasi pengembangan untuk produk. Khususnya, dalam perspesktif RD research and
development, adalah potensial untuk mengkorelasi data disolusi in vitro dengan
bioavaiabilitas in vivo Swarbrick, 2007.
2.2.1. Kondisi Uji Disolusi
Ukuran dan bentuk wadah dapat mempengaruhi laju dan tingkat disolusi. Sebagai contoh, wadah dapat mempunyai rentang ukuran dari beberapa mililiter
sampai beberapa liter. Bentuk wadah dapat mempunyai alas bulat atau datar; sehingga dalam percobaan yang berbeda, tablet dapat berada dalam posisi yang
berbeda. Volume media yang lazim yaitu 500-1000 mL. Obat-obat dengan kelarutan dalam air yang kecil memerlukan penggunaan kapasitas wadah yang
sangat besar sampai 2000 mL untuk mengamati pelarutan yang bermakna Shargel, Susanna Andrew, 2004.
Pemilihan medium disolusi tergantung dari beberapa parameter sebagai berikut Karuppiah, 2012 :
1. Tipe formulasi : Pelepasan segera immediate release atau pelepasan termodifikasi modified release.
2. Kelarutan zat aktif. 3. Jenis rancangan formulasi contohnya, kapsu gel lunak, kapsul gel keras,
tablet, suspensi berminyak dsb. Sistem Klasifikasi Biofarmasetika SKB mengklasifikasikan kelarutan
obat kedalam empat kategori, yaitu : i kelarutan tinggi dan permeabilitas tinggi; ii kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi; iii kelarutan tinggi dan
permeabilitas rendah; iv kelarutan rendah dan permeabilitas rendah Karuppiah, 2012.
Untuk formulasi yang memiliki zat aktif dengan klasifikasi SKB kelas i dan kelas iii dan termasuk tipe formulasi pelepasan segera salut film atau tidak,
asam hidroklorida 0,1 N digunakan sebagai medium disolusi. Namun, apabila termasuk formulasi pelepasan termodifikasi pelepasan ditunda, salut enterik, dan
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lepas lambat dapat digunakan buffer pH 6,8 sebagai medium disolusi. Buffer pH 4,5 dapat digunakan sebagai intermediat media untuk profil disolusi pada
formulasi pelepasan segera ataupun pelepasan termodifikasi Karuppiah, 2012. Untuk formulasi yang memiliki zat aktif dengan klasifikasi SKB kelas ii
dan kelas iv, dikarenakan kelarutan yang rendah maka diperlukan surfaktan contohnya natrium lauril sulfat untuk meningkatkan kelarutan obat di dalam
medium disolusi. Konsentrasi surfaktan yang digunakan mulai dari 0,5 sampai 2. Konsentrasi yang lebih tinggi juga dapat digunakan Karuppiah, 2012.
Jumlah pengadukan dan sifat pengaduk mempengaruhi hidrodinamika sistem, sehingga mempengaruhi laju disolusi. Kecepatan pengadukan harus
dikendalikan, dan spesifikasi berbeda antar produk obat. Laju pengadukan rendah 50-75 rpm lebih membedakan fakor formulasi yang mempengaruhi disolusi
dibanding laju pengadukan yang lebih tinggi. Akan tetapi, laju pengadukan yang lebih tinggi diperlukan untuk beberapa formulasi khusus untuk memperoleh laju
disolusi yang reprodusibel. Suspensi yang mengandung bahan kental atau pengental dapat mengendap dalam suatu daerah difusi terkendali di dalam labu
bila pengadukan terlalu lambat Shargel, Susanna Andrew, 2004. Suhu media disolusi harus dikendalikan, dan perbedaan suhu harus
dihindarkan. Sebagian besar uji disolusi dilakukan pada 37 C. Sifat media disolusi
juga akan mempengaruhi uji disolusi. Disolusi maupun jumlah obat dalam sediaan harus dipertimbangkan. Media disolusi hendaknya tidak jenuh dengan obat yakni
kondisi “sink” dipertahankan. Dalam uji seperti itu biasanya digunakan suatu volume media yang lebih besar daripada jumlah pelarut yang diperlukan untuk
melarutkan obat secara sempurna Shargel, Susanna Andrew, 2004. Rancangan alat disolusi, bersama faktor-faktor yang digambarkan
sebelumnya mempunyai pengaruh pada hasil uji disolusi. Tidak satupun alat atau uji yang dapat digunakan untuk seluruh produk obat. Tiap produk obat harus diuji
secara individual dengan uji disolusi yang memberikan korelasi yang paling baik dengan bioavailabilitas in vivo Shargel, Susanna Andrew, 2004.
Pemilihan metode analisis yang cocok untuk uji disolusi tergantung pada sifat kimia senyawa aktif yang akan di analisis. Sifat tersebut diantaranya adalah
keberadaan gugus fungsional kromofor, kemampuan ionisasi, dan kepolaran.
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Deteksi yang umum digunakan untuk senyawa yang memiliki gugus kromofor yaitu menggunakan UVVis. Teknik deteksi dengan selektifitas dan sensitifitas
yang tinggi seperti elektrokimia, fluorosens dan spektrometri massa perlu dipertimbangkan ketika deteksi UV dianggap tidak sesuai. Dalam beberapa hal,
modifikasi kimia atau derivatisasi dapat digunakan untuk analisis senyawa obat yang tidak memiliki gugus kromofor Wang et al ., 2006.
2.2.2. Metode Uji Disolusi
USPNF memberi beberapa metode resmi untuk melaksanakan uji disolusi tablet, kapsul dan produk khusus lain seperti sediaan transdermal. Tablet
dikelompokkan ke dalam tablet tidak bersalut, salut sederhana, dan salut enterik. Pemilihan suatu metode tertentu untuk suatu obat biasanya dinyatakan dalam
monografi produk obat tertentu. Terdapat beberapa alat atau metode uji disolusi yang tertera dalam USP yaitu metode keranjang, dayung, reciprocating cyllinder,
flow-trough cell, paddle-over disk, silinder, dan reciprocating disk Shargel, Susanna Andrew, 2004.
2.2.2.1. Metode Keranjang Alat 1
Metode rotating basket terdiri atas keranjang silindris yang ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan sampel dan berputar dalam suatu labu bulat
yang berisi media disolusi. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu konstan 37
C. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir. Kecepatan berputar yang
paling lazim untuk metode basket adalah 100 rpm. Tersedia standar kalibrasi peralatan disolusi untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat
operasi telah dipenuhi Shargel, Susanna Andrew, 2004.
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2.2. Metode Dayung Alat 2
Alat paddle terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung
diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu disolusi yang beralas bulat
yang juga memperkecil turbulensi dari media disolusi. Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode rotating basket
dipertahankan pada 37 C. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam USP.
Metode paddle sangat peka terhadap kemiringan dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat secara drastis dapat mempengaruhi hasil
disolusi. Standar kalibrasi disolusi yang sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji dilaksanakan. Kecepatan operasi yang paling lazim untuk
alat 2 adalah 50 rpm untuk bentuk sediaan oral padat dan 25 rpm untuk suspensi Shargel, Susanna Andrew, 2004.
.
Gambar 2.1. Susunan alat uji disolusi USP
Sumber : Shargel, Susanna Andrew, 2004
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.3. Intrepretasi Hasil Uji Disolusi Sediaan Lepas Lambat Diltiazem
Hidroklorida
Berikut adalah intrepetasi hasil uji disolusi sediaan lepas lambat diltiazem hidroklorida yang tertera pada United Stated Pharmakopea XXX tahun 2007 :
Tabel 2.1.
Penerimaan hasil uji disolusi sediaan lepas lambat diltiazem HCl menurut USP XXX
Uji Jumlah
unit kriteria
L1 6
Tidak ada satupun nilai yang berada di luar rentang yang ditentukan, dan tidak ada satupun nilai yang kurang dari jumlah yang ditentukan pada akhir
waktu pengujian.
L2
6 Rata-rata nilai dari 12 unit L1 +L2 berada di dalam setiap rentang yang
ditentukan dan tidak boleh kurang dari jumlah yang ditentukan pada akhir waktu pengujian. Pada jam ke-3 tidak ada satupun unit di luar rentang 10-
35 dari kandungan yang tertera pada label; pada jam ke-9 tidak ada satupun unit di luar rentang 45-95 dari kandungan yang tertera pada label;
dan pada jam ke-12 tidak ada satupun unit kurang dari 65 dari kandungan yang tertera pada label pada akhir waktu pengujian.
L3 12
Rata-rata nilai dari 24 unit L1+L2+L3 berada di dalam setiap rentang yang ditentukan dan tidak boleh kurang dari jumlah yang ditentukan pada akhir
waktu pengujian. Pada jam ke-3 tidak lebih dari 2 dari 24 unit di luar rentang 10-35 dari kandungan yang tertera pada label, dan 2 unit ini harus
berada di rentang 5-45 dari kandungan yang tertera pada label; pada jam ke-9 tidak lebih dari 2 dari 24 unit di luar rentang 45-95 dari kandungan
yang tertera pada label, dan 2 unit ini harus berada di dalam rentang 35- 100 dari kandungan yang tertera pada label; pada jam ke-12 tidak lebih
dari 2 dari 24 unit kurang dari 65 dari kandungan yang tertera pada label pada akhir waktu pengujian, dan 2 unit tidak dapat kurang dari 60 dari
kandungan yang tertera pada label pada akhir waktu pengujian.
2.2.4. Uji Disolusi Sediaan Lepas Lambat Diltiazem Hidroklorida
USP XXX2007 telah mengatur peralatan, kondisi dan penerimaan uji disolusi sediaan lepas lambat diltiazem hidroklorida. Terdapat 14 metode uji
disolusi sediaan lepas lambat diltiazem hidroklorida yang ditetapkan USP XXX untuk memenuhi salah satu persyaratan izin edar sebagaimana yang ditetapkan
oleh FDA. Uji disolusi dapat dilakukan mulai dari metode uji disolusi satu atau
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
langsung ke metoda uji disolusi yang dilabelkan untuk sediaan lepas lambat yang akan diuji. Untuk peralatan, kondisi dan penerimaan uji disolusi sediaan lepas
lambat diltiazem hidroklorida lebih rinci dijelaskan pada tabel 2.2 dan 2.3.
Tabel 2.2.
Peralatan dan kondisi uji disolusi sediaan lepas lambat diltiazem HCl menurut USP XXVII
Uji Medium
Volume medium
ml Suhu
medium °C
Apparatus Tipe
Kecepatan pengadukan
rpm Detektor
UV nm
1
Air 900
37±0,5 2
100 273
2
Air 900
37±0,5 2
100 273
3
HCl 0,1 N 900
37±0,5 2
100 273
4
Air 900
37±0,5 2
100 273
5
Buffer fosfat pH 7,2 900
37±0,5 2
50 273
6
Air 900
37±0,5 1
100 273
7
Buffer asetat pH 4,2 900
37±0,5 2
100 273
8
Air 900
37±0,5 2
100 273
9
1 : HCl 0,1 N; 2: simulasi cairan
intestinal 900
37±0,5 2
75 273
10
Buffer fosfat pH 6,5 900
37±0,5 1
100 273
11
HCl 0,1 N 900
37±0,5 2
100 273
12
Air 900
37±0,5 1
100 273
13
Air 900
37±0,5 1
100 273
14
HCl 0,1 N 900
37±0,5 2
100 273
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.3. Rentang penerimaan kadar hasil uji disolusi sediaan lepas lambat
diltiazem HCl menurut USP XXX
Waktu Jam
Uji 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
14 1
5- 20
15 10
5- 20
10 10
2 25
0-520- 45
20 20
3
10- 25
45- 70
4 30-
50 10-
25 25-
50 15-
35 30-
50
6
20- 45
10- 30
30- 40
20- 45
8 35-
60 80
60- 85
30- 55
30- 55
9
45- 85
34- 60
10 70-
90 65-
85 60-
90
12
70 25-
50 55-
70 70
35-55 36-
58 25-
50
14 65
60- 80
15
80 80
80
16
80
18
35- 70
60 85
35- 70
24 80
80 80
80 80
70
30 80
Keterangan : Penerimaan kadar dalam satuan persen
2.3. Sediaan Lepas Lambat
Sediaan lepas lambat merupakan sediaan yang dirancang supaya pada pemakaian satu unit dosis tunggal dapat menyajikan pelepasan sejumlah obat
segera setelah pemakaiannya, secara tepat menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan, dan secara terus-menerus melepaskan sejumlah obat lainnya untuk
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memelihara tingkat pengruhnya selama periode waktu yang diperpanjang,
biasanya 8 sampai 12 jam Ansel et al., 1989.
Bentuk sediaan lepas lambat yang ideal hendaknya akan melepaskan suatu dosis terapeutik awal dosis awal yang diikuti oleh suatu pelepasan obat yang
lambat dan konstan dosis penjagaan. Dosis muatan diberikan untuk mendapatkan kadar aman maksimal sehingga memberikan efek terapi yang cepat
dan kemudian diikuti dengan pelepasan obat secara konstan sampai akhirnya obat tersebut dieksresikan. Dengan produk lepas lambat, konsentrasi obat dalam
plasma yang konstan dapat dipertahankan dengan fluktuasi yang minimal
Shargel, Susanna Andrew, 2004.
Profil kadar obat dalam darah terhadap waktu pada sediaan konvensional
dan pada sediaan lepas lambat dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2. Profil kadar obat dalam darah terhadap waktu dari bentuk sediaan
lepas lambat yang ideal Sumber : Lachman et al., 1986
2.3.1. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Lepas Lambat