Besarnya pendapatan atau keuntungan yang diperoleh akan menentukan layak atau tidaknya usaha tersebut dijalankan, maka dihitung seberapa besar penerimaan
atau pendapatan yang diperoleh petani tambak dan dilakukan analisis kelayakan secara finansial usaha tambak kepiting.
Dari permasalahan yang dijabarkan, maka peneliti tertarik melakukan penelitian lebih lanjut khususnya dalam meneliti Analisis Finansial Usaha Tambak Kepiting
Bakau Scylla serrata di Pantai Gading, Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah usaha tambak kepiting bakau Scylla serrata secara finansial
layak untuk diusahakan dan dikembangkan di daerah penelitian? 2. Masalah-masalah apa yang dihadapi dan upaya apa yang dilakukan
pengusaha dalam pengelolaan usaha tambak kepiting bakau Scylla serrata di daerah penelitian?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang dipaparkan di atas maka tujuan dari penelitian adalah:
1. Untuk menganalisis usaha tambak kepiting bakau Scylla serrata secara finansial layak untuk diusahakan dan dikembangkan di daerah penelitian.
2. Untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi dan upaya apa yang indilakukan pengusaha dalam pengelolaan usaha tambak kepiting bakau
Scylla serrata di daerah penelitian.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan tersebut, maka kegunaan penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak yang ingin membuat bisnis kepiting bakau Scylla serrata.
2. Sebagai bahan masukan bagi pengusaha yang membudidayakan kepiting.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Kepiting bakau Scylla serrata pada banyak temapat dalam wilayah Indo-Pasifik dikenal dengan berbagai nama. Di Jawa masyarakat mengenalnya dengan nama
Kepiting saja, sedangkan di sebagian Sumatera, Singapura, dan Malaysia dikenal sebagai Ketam Batu, Kepiting Cina, atau Kepiting Hijau. Di banyak tempat lain
Kepiting Bakau lebih dikenal dengan nama Kepiting Lumpur. Di Filipina juga dikenal dengan nama daerah seperti Alimango Tagalog dan Visayas, Rasa
Ilocana dan Atania Pengasinan. Nama lain adalah Samoan Crab Hawaii Kasry, 1996.
Menurut Kasry 1996, secara sistematis klasifikasi kepiting bakau adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Class : Crustacea
Ordo : Decapoda
Subordo : Branchyura
Famili : Fortunidae
Sub Famili : Lipulinae
Genus : Scylla de Haan
Spesies : Serrata Forskal
Universitas Sumatera Utara
Kepiting Bakau Scylla serrata merupakan salah satu komoditas perikanan golongan Crustacea yang hidup di perairan pantai, khususnya di hutan-hutan
bakau Mangrove Kanna,2002.
Menurut Keenan dkk, 1998 ada empat jenis kepiting bakau, yaitu Scylla serrata, Scylla transquabarica, Scylla paramamosin,
dan Scylla olivacea. Dari semua jenis kepiting yang ada, Scylla serrata merupakan jenis yang paling terkenal dan
banyak diperdagangkan.
Kepiting bakau Scylla serrata merupakan jenis yang dominan di Indonesia. Spesies ini merupakan salah satu diantara komoditas perikanan yang banyak
diminati oleh masyarakat baik dari kalangan pembudidaya tambak, pengusaha maupun konsumen. Daging kepiting tersebut mengandung protein 65,72, lemak
0,83, abu 7,5 dan kadar air 9,9 Rosmaniar, 2008.
Budidaya kepiting bakau diawali penangkapan benih-benih kepiting bakau dalam perairan di sekitar hutan bakau, benih ini merupakan hasil peranakan alami dari
benih induk atau kepiting dewasa. Kemudian dimasukkan dalam lahan yang telah disiapkan yaitu keramaba yang diletakkan dalam perairan di lahan tambak atau
perairan bakau Gunarto dan Adi Hanafi, 2000.
Sistem pengelolalan tambak kepiting meliputi beberapa kegiatan diantaranya: persiapan tambak, penebaran bibit, pemberian pakan, pemeliharaan air, dan panen
Kasry, 1996.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk tambak ada dua macam yaitu bentuk tradisional dan modern. Tambak tradisional memiliki bentuk yang tidak teratur dan pengelolaannya belum intensif,
sedangkan tambak modern mempunyai petak buyaran dan petak pembagi air dengan pengelolan intensif Djuwanah, 1996.
Penebaran bibit kepiting dapat dilakukan pagi hari, yaitu pada suhu air 27 sampai 28 °C dan salinitas 10-15, pH air sekitar 7 dan oksigen terlarur sekitar 5,5 ppm .
Pada penebaran benih terutama ditentukan oleh ukuran benih, kualitas air dan ketersediaan makanan. Kasry,1996.
Benih kepiting bakau berukuran rata-rata 20-40 gekor atau dengan panjang karapas 2-3 cm ditebar dengan kepadatan 3-5 ekorm2 atau 30.000-50.000
ekorha. Jika ukuran benih yang ditebar lebih besar, misalnya 80-100 gekor, padat penebaran diturunkan menjadi 2-3 ekorm2. Padat penebaran dapat
ditingkatkan hingga 8-9 ekorm2 untuk benih berukuran 20-40 gekor, jika tambak dikelola secara intensif dengan pergantian air 20-30 setiap hari Kordi 2012.
Kepiting bakau telah berhasil dibenihkan di bak-bak terkontrol, walaupun tingkat kematian larva dan benih relatif masih tinggi. Calon induk kepiting bakau dapat
diperoleh dari hasil penangkapan di alam atau dari hasil pembesaran. Kepiting bakau sudah dapat dipijahkan pada umur 12-14 bulan atau mencapai ukuran lebar
karapas 150-200 mm dan berat 180-200 g Kordi 2012.
Untuk pemberian pakan lebih diutamakan dalam bentuk segar sebanyak 5-10 dari berat badan dan diberikan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore malam hari.
Universitas Sumatera Utara
Dalam siklus pemeliharaan, kepiting yang dapat bertahan hidup adalah sebesar 70. Dengan pertambahan berat badan sebesar 10-15 Rusmiyati,2011.
Makanan yang diberikan berupa ikan rucah sekitar 1 kg untuk 3.000 ekor benih setiap hari. Banyaknya makan yang diberikan ini tergantung pada jumlah sisa
makanan yang tidak dimakan Kasry, 1996.
Dalam pemeliharaan kepiting bakau, penggantian air sangat diperlukan. Hal ini memegang peranan penting dalam keberhasilan budidaya kepiting. Penggantian
air yang baik dilakukan sebanyak 50-70. Hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas air selama masa pemeliharaan. Kondisi air yang tidak layak digunakan
ditandai dengan keruhnya air sehingga kepiting akan banyak yang mati. Rusmiyati, 2011.
Kadar garam salinitas air pemeliharaan di dalam tambak yang baik untuk pemeliharaan kepiting berkisar 15-30 , walaupun kepiting masih bisa hidup di
bawah 15 dan diatas 30 Kasry,1996.
Lamanya pemeliharaan kepiting di tambak tergantung dari besarnya kepiting dan permintaan pasar. Biasanya kepiting berukuran 8 cm lebar karapas atau sekitar
200 gram telah dapat dipasarkan. Ukuran kepiting ini telah dapat dicapai pemeliharaan selama 4-6 bulan sejak benih kepiting ditebarkan. Kepiting dapat
ditangkap dengan menggunakn tinjab kurungan bambu, perangkap dan jaring pada waktu kepiting makan, atau digaring di dekat pintu-pintu air, karena kepiting
berenang melawan arus pada waktu pengisian air tambak saat pasang tinggi. Pengikatan dilakukan setelah kepiting ditangkap. Kedua sapitnya yang kuat dijepit
Universitas Sumatera Utara
dengan tali basah. Sebaiknya di dalam kotak pengangkut dilengkapi dengan algalumut basah untuk setiap lapis tumpukan kepiting Kasry, 1996.
Salah satu keuntungan dalam usaha pembudidayaan kepiting dibandingkan dengan pembudidayaan udang adalah relatif tidak diperlukan pemberantasan atau
hama. Justru berbagai jenis ikan, siput, udang-udangan, dan lain-lain yang menjadi musuh tambak udang merupakan makanan bagi kepiting. Mungkin ada
beberapa jenis golongan pengganggu tambak perlu dilenyapkan seperti udang tanah Thalassina anomala yang suka melubangi pematang, hewan-hewan
penggerek kayu pintu air seperti penggerek Tredo navalis, hewan-hewan menempel pada bangunan seperti teritip Balanus sp., tiram Crasostria sp. dan
lain-lain Kasry,1996.
2.2 Landasan Teori