Pengaruh Faktor Pelayanan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru.

Imelda Zuliana : Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan Dan Faktor Peran Pengawas Menelan Obat Terhadap Tingkat Kepatuhan Penderita Tb Paru Dalam Pengobatan Di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan Tahun 2009, 2010. dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Tidak jarang pula masyarakat memprioritaskan tugas-tugas lain yang dianggap lebih penting daripada mengobati sakitnya. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha.

5.7. Pengaruh Faktor Pelayanan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru.

Hasil analisis statistik korelasi Pearson menunjukkan bahwa penyuluhan kesehatan tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru p=0,3690,005. Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa sikap petugas kesehatan p=0,290 dan lokasijarak p=0,433 tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan berobat penderita TB Paru. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Senewe 1997, bahwa faktor pelayanan kesehatan mempunyai pengaruh terhadap tingkat kepatuhan berobat penderita TB Paru. Pada penelitian tersebut, faktor pelayanan kesehatan meliputi penyuluhan kesehatan, kunjungan rumah, ketersediaan obat TB, mutu obat TB, ketersediaan sarana transportasi, dan jarak. Menurut hasil penelitian tersebut, penderita yang mendapat penyuluhan kesehatan dari petugas kesehatan mempunyai kemungkinan 4,19 kali untuk teratur atau patuh berobat, untuk penderita yang mendapat kunjungan rumah oleh petugas kesehatan mempunyai kemungkinan 2,15 kali teratur atau patuh berobat, dan penderita yang mengatakan jarak dekat ke Puskesmas mempunyai kemungkinan 3,26 kali untuk teratur berobat dibandingkan penderita yang mengatakan jarak yang jauh ke Puskesmas. 69 Imelda Zuliana : Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan Dan Faktor Peran Pengawas Menelan Obat Terhadap Tingkat Kepatuhan Penderita Tb Paru Dalam Pengobatan Di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan Tahun 2009, 2010. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas kesehatan bahwa petugas kesehatan memberikan penyuluhan ketika pasien datang berobat pertama kali dan hanya diberi penyuluhan tentang jadwal menelan obat, jadwal mengambil obat, dan makan makanan yang bergizi. Penyuluhan yang diberikan oleh petugas kesehatan selama ini kurang bermanfaat bagi pasien disebabkan oleh beberapa hal antara lain: penyuluhan yang diberikan secara sepotong-sepotong tidak secara menyeluruh, penderita kurang yakin dengan petugas, rendahnya tingkat pendidikan penderita sehingga lemah dalam menyerap isi penyuluhan. Menurut Depkes RI 2002, dalam program penanggulangan TB, penyuluhan langsung per orangan sangat penting artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Cara penyuluhan langsung per orangan lebih besar kemungkinan untuk berhasil dibanding dengan cara penyuluhan melalui media. Dalam penyuluhan langsung per orangan, unsur terpenting yang harus diperhatikan adalah membina hubungan yang baik antara petugas kesehatan dengan penderita. Penyuluhan ini dapat dilakukan di rumah, Puskesmas, Posyandu, dan lain-lain sesuai kesempatan yang ada. Penyuluhan TB Paru perlu dilakukan karena masalah TB Paru berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan TB Paru. Berdasarkan hasil penelitian, responden yang tidak patuh berobat seluruhnya tidak pernah mendapat kunjungan rumah oleh petugas kesehatan berkaitan dengan pengobatan TB Paru. Padahal apabila kunjungan rumah dilakukan maka penderita 70 Imelda Zuliana : Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan Dan Faktor Peran Pengawas Menelan Obat Terhadap Tingkat Kepatuhan Penderita Tb Paru Dalam Pengobatan Di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan Tahun 2009, 2010. yang tidak patuh dapat melanjutkan pengobatannya kembali. Ini disebabkan yang menjadi PMO penderita TB Paru semuanya keluarga sehingga petugas kesehatan memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada PMO. Menurut Senewe 1997, apabila dilakukan pengawasan yang penuh selama jangka waktu pengobatan antara lain melalui kunjungan rumah oleh petugas kesehatan maka diharapkan penderita TB Paru akan teratur berobat. Hal ini sesuai dengan pendapat Ester 2000. Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Lamanya waktu yang dibutuhkan dalam pengobatan TB Paru seharusnya jangan ditambah lagi dengan sikap petugas yang tidak menyenangkan. Ketidakteraturan berobat bukan semata-mata kesalahan pasien, tapi juga gambaran kesalahan petugas kesehatan yang gagal menyakinkan pasien untuk berobat sampai tuntas Aditama, 2002. Berdasarkan kenyataan di lapangan, setiap pasien tersangka TB Paru yang datang ke Puskesmas awalnya akan diberi wadah untuk menampung dahaknya dan disuruh kembali lagi keesokan hari dengan membawa wadah tersebut. Selanjutnya dahak tadi diperiksa sedangkan pasien menunggu sampai hasil dari laboratorium keluar. Apabila pasien positif menderita TB Paru maka pasien tersebut akan diberi obat dan diingatkan untuk kembali lagi seminggu kemudian untuk mengambil obat selanjutnya dengan membawa kemasan obat yang telah diminum sebagai bukti kalau obat tersebut benar-benar diminum. Petugas kesehatan tidak memberikan informasi tentang kemungkinan efek samping yang mungkin timbul selama minum obat TB, tentang manfaat minum obat 71 Imelda Zuliana : Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan Dan Faktor Peran Pengawas Menelan Obat Terhadap Tingkat Kepatuhan Penderita Tb Paru Dalam Pengobatan Di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan Tahun 2009, 2010. teratur, mengenai penyakit TB Paru bahkan tentang Pengawas Menelan Obat PMO. Petugas kesehatan hanya menanyakan nama orang terdekat pasien yang dapat mengambil obat jika pasien tersebut berhalangan datang ke Puskesmas pada jadwal yang telah ditentukan. Jadi sesungguhnya penderita TB Paru tidak memiliki PMO seperti yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pada kunjungan selanjutnya satu minggu berikutnya pasien hanya menunjukkan kemasan obat yang telah diminum kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan obat berikutnya. Pasien juga harus bersikap aktif menyampaikan keluhan-keluhannya karena petugas kesehatan jarang menanyakan hal tersebut. Jika tidak ada keluhan, maka setelah mendapatkan obat dan petugas telah mengisi formulir pencatatan pengobatannya, pasien diperbolehkan pulang. Sedangkan jika pasien mengalami keluhan maka akan diminta untuk menemui dokter Puskesmas.

5.8. Pengaruh Peran PMO Terhadap Tingkat Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru.