kejadianluar biasa yang terjadi di Daerah kabupatenkota disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak
interpelasi dan hak angket.
4. Affirmative Action
Setiap Negara akan berbeda pemakaian istilah affirmative action dalam kebijakan yang mereka bentuk. Pada Negara Eropa, mereka lebih umum
memakai istilah positive action dan beberapa istilah lainnya
29
. Pada mulanya affirmative action ini muncul pada permasalahan
segregrasi rasial bidang pendidikan pada di Amerika Serikat pada tahun 1960-an yang memun
culkan istilah “affirmative duty”
30
. Lalu istilah ini diperkenalkan dalam Executive Order 1961 oleh Presiden Amerika
Serikat
31
. Secara umum affirmative action memiliki pengertian adalah kebijakan
yang bertujuan agar kelompokgolongan tertentu gender ataupun profesi memperoleh peluang yang setara dengan kelompokgolongan lain dalam
bidang yang sama. Affirmative action juga dapat diartikan sebagai kebijakan yang memberi keistimewaan pada kelompok tertentu
32
. Dalam konteks politik di Indonesia, salah satu bentuk tindakan affirmative dilakukan untuk
mendorong agar jumlah perempuan di lembaga legislatif lebih representatif.
5. Hubungan Gender dan Hukum
Istilah gender sering diartikan sebagai jenis kelamin seks. Kedua stilah tersebut gender dan seks memang mengacu pada perbedaan jenis kelamin,
29
Yusrin Nazief,Jurnal Konstitusi Vol.I No.2: Affirmative Action Dalam Pembentukan Lembaga Perwakilan Rakyat LPR di Indonesia,Medan; Lk SPs
Universitas Sumateraa Utara , 2009, hlm. 79
30
Ibid. hlm. 78-79
31
Ibid.hlm. 79
32
http:m.hukumonline.comklinikdetailcl6904affirmative-action , diakses pada tanggal 3 Januari 2015
tetapi istilah seks terkait pada komponen biologis. Artinya, masing-masing jenis kelamin laki-laki dan perempuan secara biologis berbeda dan sebagai
perempuan dan laki-laki mempunyai keterbatasan dan kelebihan tertentu berdasarkan fakta biologis masing-masing.
33
Sebaliknya, gender adalah hasil sosialisasi dan enkulturasi seorang. Dapat diartikan gender adalah hasil konstruksi sosial yang terdiri dari sifat, sikap dan
perilaku seorang yang ia pelajari selama hidupnya. Seperti sifat „feminitas‟
bagi perempuan dan „maskulinitas‟ bagi laki-laki ditentukan oleh lingkungan budaya melalui apa yang diajarkan orangtuanya, guru-guru sekolahnya,guru
agamanya, dan tokoh masyarakat dimana seorang tergabung
34
. Selain itu, gender sebagai alat analisis umumnya dipergunakan oleh
penganut aliran ilmu sosial sebagai masalah yang memusatkan perhatian pada ketidakadilan struktural dan sistem yang disebabkan oleh gender
35
. Perbedaan gender gender differences yang selanjutnya melahirkan peran gender gender
role sesungguhnya tidak menimbulkan masalah. Akan tetapi yang menjadi masalah oleh mereka yang menggunakan analisis gender adalah struktur
ketidak adilan yang ditimbulkan oleh peran gender dan perbedaan gender tersebut
36
. Gender sebagai konsep yang menyoroti persoalan-persoalan kemanusiaan
dan memiliki kaitan dengan masalah keadilan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan, merupakan isu yang masih baru di Indonesia dibandingkan dengan
33
Saparinah Sadli, ”Pemberdayan Perempuan dalam perspektif Hak Asasi Manusia”
dalam T.O.Ihromi, dkk eds Penghapusan diskriminasi terhadapa perempuan, Bandung ; Alumni, 2000, hlm.4
34
Ibid. hlm. 5
35
Mansour Fakih, dkk, Membincang feminisme: diskursus gender perspektif Islam. Surabaya; Risalah Gusti, 1996, hlm. 46
36
Ibid.
negara-negara lain di Barat. Istilah ini baru banyak menjadi bahan pembicaraan pada awal tahun 1980-an bersamaan dengan munculnya lembaga-lembaga
advokasi perempuan. Namun demikian, wacana feminisme muncul dan dikenal di Indonesia kurang lebih sejak akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Zaman kaum perempuan bergerak di Indonesia diawali oleh pemikiran R.A. Kartini sampai terbangunnya organisasi-organisasi perempuan sejak tahun
1912. Sejak saat itu, wacana dan gerakan perempuan mewarnai bangsa Indonesia. Gerakan perempuan yang banyak muncul sepanjang tahun 1950-an
sampai pertengahan 1960-an memunculkan berbagai tuntutan persamaan dalam hukum dan politik antara laki-laki dan perempuan dengan model organisasi
yang berkait atau di bawah partai politik
37
. Dalam hal keikut sertaan perempuan dalam politik inilah, hukum
diperlukan untuk memberi kepastian hukum bagi perempuan. Hukum dipahami sebagai norma, yaitu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang
dalam hubungannya dengan sesamanya ataupun dengan lingkungannya
38
. Karena itu hukum diharapkan untuk membentuk suatu keadilan bagi setiap
orang, termasuk perempuan.
6. Pentingnya keterwakilan perempuan dalam lembaga perwakilan rakyat