Kesimpulan PERAN LEGISLATOR PEREMPUAN DI DEWAN PERWAKILAN

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian pembahasan dalam bab-bab sebelumnya, Penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan keterwakilan perempuan pada lembaga legislatif di Indonesia dibagi menjadi dua,yaitu berdasarkan peraturan internasional dan berdasarkan peraturan nasional. Berdasarkan peraturan Internasional, yang menjadi landasan hukum keterwakilan perempuan adalah g Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia DUHAM h Rekomendasi Umum Komite Convention on Elimination off All Forms Discrimination Againts Woman CEDAW Nomor 23 tentang Kehidupan Politik dan Publik, i Tindakan Khusus Sementara Pasal 4 ayat 1 CEDAW, sesi ke-30 Tahun 2004 j Concluding Comment Komite CEDAW 2007, atas Laporan Keempat dan Kelima Indonesia yang disampaikan dalam Sesi ke Tiga puluh Sembilan Sidang Umum CEDAW, tepatnya dalam sidangnya yang ke 799 dan ke 800 pada tanggal 27 Juli 2007 di New York, Amerika Serikat k Beijing Platform for Action BPfA dalam Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tetnang Perempuan Ke-IV di Beijing Tahun 1995 l Millenium Development Goals – MDGs Tahun 2000 Selanjutnya, peraturan Nasional yang menjadi dasar hukum keterwakilan perempuan adalah: d. Pancasila e. Undang Undang Dasar 1945 Serta, beberapa peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah mengenai keterwakilan perempuan di lembaga perwakilan rakyat. a. Undang-Undang Nomor 68 Tahun 1958 tentang Persetujuan Konvensi Hak-Hak Politik Kaum Wanita. b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita c. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovensi Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik e. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional Selain peraturan tersebut, perbandingan kedudukan legislator perempuan pada Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KabupatenKota juga memberikan kepastian kedudukan perempuan di lembaga legislatif. Khusus pada Undang Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pada Undang Undang Nomor 27 tahun 2009 tersebut, beberapa pasal memberikan jaminan keterwakilan perempuan untuk dapat duduk sebagai alat kelengkapan di lembaga legislatif. Hal ini tertulis dengan klausul „memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap- tiap fraksi‟. Hal ini juga di kuatkan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24PUU-VI2008, yang memberikan kebijakan khusus kepada Perempuan untuk diberi kesempatan menduduki posisi penting pada Lembaga Perwakilan Rakyat. 2. Peran Legislator Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Binjai dalam melaksanakan fungsi legislasi dan anggaran dimana para anggota legislator perempuan di DPRD Kota Binjai sebanyak tiga orang bertugas di Komisi B yang membawahi Perekonomian dan Kesejahteraan rakyat. Dari hasil kerja yang telah di laksanakan, Legislator perempuan ini memberikan perhatian khusus pada anggaran untuk kesehatan serta pengalokasian dana untuk pembangunan infrastuktur. Dalam pelaksanaan fungsi legislasi,peran legislator perempuan di DPRD Kota Binjai memberikan masukan untuk membuat suatu peraturan daerah. Legislator perempuan memberikan ide untuk dimasukkan dalam peraturan daerah tentang BULD Badan Usaha Layanan Daerah pada Rumah Sakit umum di Kota Binjai, untuk menjalankan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 3. Yang menjadi hambatan bagi legislator permpuan di DPRD Kota Binjai dalam melaksanakan Fungsi Legislasi dan Fungsi Anggaran pada dasarnya sama seperti anggota legislatif laki-laki. Dalam fungsi legislasi, Legislator perempuan di DPRD Kota Binjai tidak terlalu mengalami hambatan yang berarti dalam membentuk suatu peraturan daerah. Tantangan yang mereka terima adalah berupa mencari solusi dari pendapat yang berbeda antar anggota legislatif. Sedangkan dalam menjalankan fungsi anggaran, anggota legislatif mengalami hambatan dari eksekutif. Tantangan yang dihadapi juga berupa menyesuaikan anggaran belanja yang di sampaikan eksekutif lalu memeriksanya agar pengalokasian dana tepat sasaran dan mensejahterkan masyarakat.

B. Saran