Tujuan dan Manfaat Penulisan Keaslian Penulisan Sistematika Penulisan

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 2. Bagaimana pengelolaan tanah wakaf di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu ? 3. Kendala – kendala apakah yang dihadapi dalam perwakafan tanah di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu serta bagaimana solusinya?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini ada 2 tujuan yang hendak dicapai yaitu meliputi tujuan umum dan tujuan khusus yang diuraikan sebagai berikut : 1. Tujuan Umum a Untuk memenuhi dan melengkapi tugas serta syarat-syarat yang diperlukan untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. b Untuk mengembangkan pengetahuan yang didapat di bangku kuliah dengan praktek yang ada sehingga dapat memperluas wawasan. c Untuk memberikan kontribusi atau sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu hukum khususnya mengenai perwakafan tanah yang bermanfaat bagi almamater dan masyarakat pada umumnya. 2. Tujuan Khusus a Untuk mengetahui pelaksanaan perwakafan tanah di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu ditinjau menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004. b Untuk mengetahui pengelolaan tanah wakaf di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 c Untuk mengetahui kendala serta solusi perwakafan tanah di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu.

D. Keaslian Penulisan

Sepanjang pengetahuan penulis, di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara belum ada yang mengangkat Skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu”. Skripsi ini didasarkan pada referensi dari buku-buku serta fakta yang diperoleh dari data berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh penulis. Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa skripsi yang penulis kerjakan ini adalah asli.

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Wakaf

Wakaf menurut bahasa Arab berarti “al-habsu”, yang berasal dari kata kerja habasa–yahbisu-habsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan. Kemudian kata ini berkembang menjadi “habbasa” dan berarti mewakafkan harta karena Allah”. 7 7 . Adijani Al-Alabij., Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal.25. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 Kata wakaf sendiri berasal dari kata kerja “waqafa” yang berarti berhenti atau berdiri”. 8

a. Abu Hanifah

Sedangkan wakaf menurut istilah syara’ adalah menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya dan digunakan untuk kebaikan. Pengertian wakaf menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 adalah : Perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan danatau menyerahkan sebagian harta miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah danatau kesejahteraan umum menurut syariah. Disamping itu ada beberapa pendapat ulama dan para cendekiawan mengenai defenisi wakaf sebagai berikut : Wakaf adalah menahan sesuatu benda yang menurut hukum tetap milik si Wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan.

b. Mazhab Maliki

Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan, namun wakaf tersebut mencegah melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan Wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.

c. Mazhab Hambali

8 . Ibid. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 Wakaf adalah menahan kebebasan pemilik harta dalam membelanjakan hartanya yang bermanfaat dengan tetap utuhnya dan memuaskan semua hak penguasaan terhadap harta itu sedangkan manfaatnya dipergunakan pada kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

d. Syaikh Syihabudin al Qalyubi

Wakaf adalah menahan harta untuk dimanfaatkan, dalam hal yang dibolehkan dengan menjaga keutuhan barang tersebut. Kalimat “dimanfaatkan dalam hal yang dibolehkan” maksudnya berfungsi membatalkan wakaf jika diberikan kepada jalur yang tidak mubah, seperti memberikan wakaf kepada orang yang sering memerangi umat Islam.

e. Imam Suhadi

Wakaf adalah pemisahan suatu harta benda seseorang yag disahkan dan benda itu ditarik dari benda milik perseorangan dialihkan penggunaannya kepada jalan kebaikan yang diridhoi Allah SWT, sehingga benda-benda tersebut tidak boleh dihutangkan, dikurangi atau dilenyapkan. 9

f. Naziroeddin Rachmat

Yang dimaksud dengan harta wakaf ialah suatu barang yang sementara asalnya zatnya tetap, selalu berbuah, yang dapat dipetik hasilnya dan yang empunya sendiri sudah menyerahkan kekuasaannya terhadap barang itu dengan syarat dan ketentuan bahwa hasilnya akan dipergunakan untuk keperluan amal kebajikan yang diperintahkan syariat. 10 9 . Abdul Ghofur Anshori., Op. cit., hal. 13. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

g. Kompilasi Hukum Islam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Pasal

215 ayat 1 Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya atau melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan lainnya sesuai ajaran agama Islam.

2. Sejarah Perkembangan Wakaf

Mengenai sejarah munculnya istilah wakaf, memang sulit menetapkan kapan persisnya muncul istilah tersebut. Karena dalam buku-buku fikih tidak ditemui sumber yang menyebutkannya secara tegas. Tetapi secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa sebelum Islam lahir, belum dikenal istilah wakaf.

a. Sebelum Islam

Sebelum datangnya Islam, sebenarnya telah ada institusi yang mirip dengan institusi perwakafan, walaupun tidak memakai istilah wakaf. Rumah- rumah peribadatan yang sudah berdiri sejak zaman dahulu tersebtu, pasti harus didirikan di atas sebuah lahan dan bersifat permanen. Oleh karena itulah, mereka yang memiliki kepedulian serta perhatian terhadap kelangsungan agamanya, akan dengan sukarela. menyumbangkan tanah dan hartanya untuk membangun rumah ibadah tersebut.Apa yang mereka lakukan ini secara subtansial adalah sama dengan Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 wakaf dalam Islam. Beberapa contoh wakaf sebelum datangnya Islam adalah pembangunan Ka’bah oleh Nabi Ibrahim dan pemberian harta benda oleh Raja Ramses II di Mesir untuk pembangunan Kuil Abidus. Perbedaan antara praktek wakaf yang terjadi sebelum datangnya Islam dan setelah datangnya Islam tersebut terletak pada tujuan wakaf. Dalam Islam, tujuan wakaf adalah untuk mencari ridho Allah SWT dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, sedangkan wakaf sebelum Islam seringkali digunakan sebagai sarana untuk mencari prestise kebanggaan.

b. Setelah Datangnya Islam

Pada masa Daulah Umayah, seorang hakim dari Mesir yang bernama Taubah bin Namr bin Haumal Al-Hadrami, menjadi orang yang pertama kali mencatat harta wakaf dalam catatan khusus. Ketika wafat,Taubah meninggalkan arsip-arsip tentang sistem penataan wakaf, bahkan pada masa itu telah dibuat pula pembukuan wakaf di Basrah. Sejak saat itu wakaf berada di bawah pengawasaan hakim. Hakim bertugas menjaga dan mengawasi harta wakaf dan menyalurkan keuntungan kepada pihak yang berhak menerima. Jika Wakif telah menunjuk pihak tertentu untuk mengawasi harta wakaf, maka hakim cukup mengawasi pihak yang telah ditunjuk oleh Wakif tersebut. Pada masa Daulah Usmaniyah menguasai daratan Arab, jangkauan wakaf telah meluas dan mendapat sambutan dari para penguasa dan pemimpin lainnya. 10 . Abdurrahman., Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hal. 6. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 Sehingga mereka mendirikan lembaga khusus untuk mengawasi wakaf dan menyusun Undang-Undang dan peraturan khusus tentang pengaturan pengelolaan wakaf, pemaparan bentuk wakaf, dan teknis pendistribusiannya. Selain itu, pada masa Daulah Islamiyah juga telah dibuat peraturan yang memuat tentang pembagian macam-macam tanah, peraturan transaksi barang dan keuntungan wakaf.

c. Perwakafan di Indonesia

Institusi perwakafan di Indonesia yang berasal dari hukum Islam telah dikenal bersamaan dengan kehadiran agama Islam di Indonesia, yakni sejak abad pertama Hijriyah atau abad ketujuh Masehi. Sesuai penelitian Koesoema Atmadja, pada tahun 1922 telah terdapat wakaf di seluruh wilayah Nusantara. Adapun nama dan jenis benda yang diwakafkan berbeda-beda, misalnya di Aceh disebut Wakeuh, di Gayo disebut Wokos, dan di Payakumbuh disebut ibah. 11 Menurut Koesoema Atmadja, selain perwakafan yang berasal dari hukum Islam, di Indonesia juga terdapat perwakafan yang berasal dari hukum adat, seperti huma serang di Banten yang digunakan untuk kepentingan bersama, di pulau Bali ada semacam lembaga wakaf dimana terdapat tanah dan barang- barang lain, seperti benda-benda perhiasan untuk pesta, yang menjadi miik candi atau dewa-dewa yang tinggal di sana, dan di Lombok terdapat tanah yang dinamakan “Tanah Pareman”, adalah tanah negara yang dibebaskan dari pajak 11 . Abdul Ghofur Anshori., Op.cit., hal. 18. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 landrente yang diserahkan kepada desa-desa subak, juga kepada candi, untuk kepentingan bersama. 12

1. Wakaf di Zaman Kesultanan

Perkembangan wakaf di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa periode, yaitu: Banyak bukti ditemukan bahwa pada masa kesultanan telah dilakukan ibadah wakaf. Hal ini dapat dilihat pada peninggalan sejarah, baik berupa tanah dan bangunan Masjid, bangunan madrasah, dan komplek makam. Bukti sejarah itu antara lain tanah-tanah yang diantaranya berdiri Masjid seperti : 13 d Masjid Al Falah di Jambi berasal dari tanah Sultan Thaha Saifuddin e Madjid Kauman di Cirebon wakaf dari Sunan Gunung Jati f Masjid Agung di Demak wakaf dari Raden Patah g Masjid Menara di Kudus wakaf dari Sunan Muria h Masjid Jamik Pangkalan wakaf dari Sultan Abdul Qadirum i Masjid Besar Semarang wakaf dari Pangeran Pandanaran j Masjid Ampel di Surabaya wakaf dari Sunan Ampel k Masjid Agung Kauman di Yogyakarta wakaf dari Sultan Agung l Masjid Agung Kauman di Solo wakaf dari Susuhan Paku Buwono X. 12 . Abdurahman., Op. cit., hal. 14. 13 . A.P.Parlindungan., Kesimpulan Hasil Seminar Wakaf Tanah Dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia, Universitas Islam Riau, Pekan Baru, 1991, hal.140. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 Pendirian madrasah, pesantren dan bangunan keagamaan Islam lainnya pada umumnya berdiri atas tanah wakaf yang merupakan wakaf dari para sultanraja atau pemimpin Islam pada saat itu.

2. Wakaf di Zaman Hindia Belanda

Berdasarkan pemahaman bahwa wakaf adalah merupakan ibadah bagi si Wakif kepada Allah, dan amanah bagi Nazhirnya maka pada saat itu tidak dirasa perlu diketahui orang lain termasuk tidak perlu untuk diadministrasikan. Tetapi untuk kepentingan administrasi negara dan juga kepentingan umat Islam sendiri, maka pengadministrasian perwakafan, terutama perwakafan tanah milik diperlukan. Untuk itu Pemerintah Hindia Belanda mengatur dengan berbagai peraturan perundang-undangan sebagai berikut : a. Surat Sekretaris Gubernur tanggal 31 Januari 1905 Bijblad Nomor 6196 yang antara lain mewajibkan kepada para Bupati untuk membuat daftar benda-benda tidak bergerak yang oleh pemiliknya, ditarik dari peredaran umum, baik dengan wakaf atau lainnya. b. Surat Edaran Sekretaris Gubernur tanggal 4 Februari 1931 Bijblad 1931 Nomor 12573 yang isinya antara lain sebagai tindak lanjut Bijlad 1905 Nomor 6196, supaya Bupati meminta Ketua Pengadilan Agama agar mendaftarkan tanah wakaf dan daftar tersebut disampaikan kepada Asisten Wedana, guna pertimbangan bagi Kantor Landrente Kantor Pajak Bumi, sekarang PBB. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 c. Surat Sekretaris Gubernur tanggal 24 Desember 1934 Bijblad 1934 Nomor 13390, yang antara lain isinya memberikan wewenang kepada Bupati untuk memimpin serta menyelesaikan perkara jika terjadi sengketa mengenai tanah wakaf atas permintaan pihak-pihak yang terkait. d. Surat Edaran Sekretaris Gubernur tanggal 27 Mei 1935 Bijblad 1935 Nomor 13480, sebagai penegasan dari Bijblad 1905 Nomor 6196, khususnya mengenai tata cara perwakafan yaitu perwakafan perlu diketahui oleh Bupati untuk dapat diregistrasi dan meneliti apakah ada ketentuan peraturan yang dilanggar.

3. Wakaf di Zaman Kemerdekaan Hingga Sekarang

a Berdasarkan ketentuan pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945, bahwa peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh Pemerintah Hindia Belanda tetap diberlakukan selama belum dicabut atau diganti dengan peraturan lain termasuk peraturan tentang perwakafan tersebut. b Departemen Agama mengeluarkan petunjuk-petujuk mengenai wakaf tanggal 11 Desember 1953 dan Surat Edaran Departemen Agama Nomor 5D1956 tanggal 8 Oktober 1956 tentang Prosedur Perwakafan Tanah. c Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agraria dan Menteri Agama tanggal 15 Maret 1959 Nomor 192237-7-SK.62KA59 tentang Pengesahan Perwakafan Tanah Milik dialihkan kepada Kepala Pengawasan Agraria Karisidenan yang pelaksanaannya diatur dengan Surat Pusat Jawatan Agama tanggal 13 Desember 1960 Nomor Pda. 23134-II. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 d UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Bagian XI : Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial, pasal 49 ayat 3 menyatakan : Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pada tanggal 17 Mei 1977 ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik sebagai pelaksanaan dari ketentuan pasal 49 ayat 3 UUPA tersebut. Sejak berlakunya PP Nomor 28 Tahun 1977 telah dikeluarkan berbagai peratutan pelaksanaan dan petunjuk operasional dalam rangka menertibkan tanah wakaf. Dalam kenyataan sebagian tanah wakaf tidak mempunyai dokumen yang otentik, sehingga pelaksanaan PP Nomor 28 Tahun 1977 mengalami hambatan. Dari berbagai usaha berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan, ternyata belum memperoleh hasil sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu pada tanggal 27 Oktober 2004 dikeluarkanlah Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006.

4. Dasar Hukum Wakaf

Sebagai dasar hukum perwakafan adalah Al-Quran, Hadist Sunnah, dan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia.

a. Wakaf dalam Al-Quran

Dalam Al-Quran tidak ditemukan secara ekplisit dan tegas mengenai wakaf. Al-Quran hanya menyebut dalam artian umum, bukan khusus menggunakan kata-kata wakaf. Ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan wakaf antara lain: Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 1. Surat Al-Hajj ayat 7 Yang terjemahannya : Wahai orang-orang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuat kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. 2. Surat Ali Imran ayat 92 Yang terjemahannya : Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan yang sempurna sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui. 3. Surat Al-Baqarah ayat 267 Yang terjemahannya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu kepada jalan Allah.

b. Wakaf dalam Hadist

1. Hadist riwayat Bukhari Muslim dari Ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa tanah yang diperolehnya dari Khaibar, sebaiknya tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah hasilnya dengan syarat pokok tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, tidak boleh diwariskan. 2. Dari Anas r.a. berkata di waktu Rasulullah sampai di Madinah dan ketika itu Rasullullah menyuruh membangun Masjid lalu Rasulullah bersabda : Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 Hai Bani Najjar berikanlah kebunmu ini untukku untuk pembangunan Masjid ini. Mereka menjawab : Demi Allah tidak akan kami tuntut harganya, kecuali kepada Allah SWT pahala”. Maka Rasulullah mengambil tanah tersebut kebun dan lalu membangun Masjid. 3. Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda : Apabila mati seseorang manusia anak adam, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakan baginya.

c. Wakaf dalam Hukum Nasional

Di Indonesia sampai sekarang terdapat berbagai perangkat peraturan yang masih berlaku yang mengatur masalah perwakafan tanah milik. Adijani Al-Alabij mengelompokkan pada 14 peraturan seperti yang termuat dalam Buku Himpunan Perundang-undangan Perwakafan Tanah diterbitkan Departemen Agama sebagai berikut 14 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tanggal 24 September 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, pasal 49 ayat 3 memberi isyarat bahwa perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. : 2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tanggal 23 Maret 1961 tentang Pendaftaran Tanah jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Karena peraturan ini berlaku umum, maka terkena juga di dalamnya mengenai pendaftaran tanah wakaf. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tanggal 19 Juni 1963 tentang Penunjukkan Badan-Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah. Dikeluarkannya PP No. 38 Tahun 1963 ini adalah sebagai satu realisasi dari apa yang dimaksud oleh pasal 21 ayat 2 UUPA yang berbunyi : “oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya”. Pasal 1 PP Nomor 38 Tahun 1963 selain menyebutkan bank-bank Negara dan perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian sebagai badan-badan yang dapat memiliki hak atas tanah, juga menyebutkan badan- badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri PertanianAgraria, setelah mendengar Menteri Agama, dan badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri PertanianAgraria, setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tanggal 17 Mei tentang Perwakafan Tanah Milik. 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977 tanggal 26 November 1977 tentang Tata Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik. 6. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tanggal 10 Januari 1978 tentang Perwakafan Tanah Milik. 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 1978 tanggal 3 Agustus 1978 tentang Penambahan Ketentuan mengenai Biaya Pendaftaran Tanah 14 . Adijani, Al-Alabij., Op. cit., hal. 29. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 untuk Badan-Badan Hukum tertentu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1978. 8. Instruksi Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1978 tanggal 23 Januari 1978 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. 9. Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No. KepD7578 tanggal 18 April 1978 tentang Formulir dan Pedoman Pelaksanaan Peraturan-Peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik. 10. Keputusan Menteri Agama Nomor 23 Tahun 1978 tanggal 9 Agustus 1978 tentang Pendelegasian Wewenang Kepala-Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama ProvinsiSetingkat di seluruh Indonesia untuk mengangkatmemberhentikan setiap Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf PPAIW. 11. Instruksi Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1979 tanggal 19 Juni 1979 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 1978. 12. Surat Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No. D.II5Ed141980 tanggal 15 Juni 1980 tentang Pemakaian Bea Materai dengan Lampiran Surat Dirjen Pajak Nomor 5-629PJ.3311980 tanggal 29 Mei 1980 yang menentukan jenis formulir wakaf mana yang bebas materai, dan jenis formulir mana yang dikenakan bea materai, dan berapa besar bea materainya. 13. Surat Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No. D-II5Ed071981 tanggal 17 Februari 1981 kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia, Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 tentang pendaftaran perwakafan tanah milik dan permohonan keringanan atau pembebasan dari semua pembebanan biaya. 14. Surat Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D-II 5EdII1981 tanggal 16 April 1981 tentang Petunjuk Pemberian Nomor pada Formulir Perwakafan Tanah Milik. Selain yang tersebut diatas ada 3 ketentuan lagi yang mengatur mengenai perwakafan di Indonesia yaitu Kompilasi Hukum Islam KHI yang merupakan ijtihad para ulama, Instruksi Menteri Agama RI Nomor 15 Tahun 1989, dan Instruksi Bersama Menteri Agama dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1990 mengenai Target Pensertifikatan Tanah Wakaf pada Pelita V. 15 Bila ditinjau dari segi peruntukan ditujukan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf dapat dibagi menjadi dua macam yaitu Pada tahun 2004 Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang khusus yang berkaitan dengan perwakafan di Indonesia, yaitu Undang - Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang dilanjutkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.

4. Macam-Macam Wakaf

16 a. Wakaf Khairi : Yang dimaksud dengan wakaf khairi adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan keagamaan atau kemasyarakatan kepentingan umum. Seperti 15 . Abdul Halim., Hukum Perwakafan di Indonesia, Ciputat Press, Ciputat, 2005, hal 87. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan, dan lain sebagainya. b. Wakaf Ahli Yang dimaksud dengan wakaf ahli adalah wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seorang atau lebih, keluarga si Wakif atau bukan. Dalam tinjauan penggunaannya wakaf khairi jauh lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang ingin mengambil manfaat. Dan jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan perwakafan itu sendiri secara umum. Secara substansinya, wakaf inilah memanfaatkan harta di jalan Allah SWT. Dan tentunya benda wakaf tersebut benar-benar terasa manfaatnya untuk kepentingan kemanusiaan umum, tidak hanya untuk kelurga atau kerabat yang terbatas. Menghadapi kenyataan semacam itu, di beberapa negara yang bidang perwakafannya telah memiliki sejarah panjang lembaga wakaf ahli itu diadakan peninjauan kembali yang hasilnya dipertimbangkan lebih baik lembaga wakaf ahli ini dihapuskan.

5. Pihak-Pihak yang Terkait a.

Wakif Orang yang mewakafkan hartanya dalam istilah Islam disebut Wakif. Sedangkan pengertian Wakif menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 1 angka 2 adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. 16 . Direktorat Pemberdayaan Wakaf., Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam., Departemen Agama RI., Fiqih Wakaf, Jakarta, 2006 hal. 14. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 Untuk mewakafkan tanah yang dimiliki tidak semua orang dapat melakukannya atau dapat dianggap sah wakaf yang telah diberikan itu karena untuk menjadi seorang Wakif harus memenuhi syarat-syarat berikut 17 1. Wakif harus orang yang merdeka, karena wakaf yang dilakukan seorang budak hamba sahaya tidak sah. Budak dianggap tidak memiliki hak milik, dirinya dan apa yang dimilikinya adalah kepunyaan tuannya. : 2. Wakif harus berakal sehat, karena tidak sah wakaf yang diberikan oleh orang gila, lemah mental idiot, berubah akal karena faktor usia, sakit atau kecekalaan. Hukumnya tidak sah karena akalnya tidak sempurna dan tidak cakap untuk menggugurkan hak miliknya. 3. Wakaf harus sudah dewasa, karena cukup umur atau baligh dipandang sebagai indikasi sempurnanya akal seseorang. Oleh sebab itu, tidak sah wakaf yang diberikan oleh anak yang belum dewasa. 4. Tidak berada dibawah pengampuan boroslalai karena orang yang berada di bawah pengampuan dipandang tidak cakap untuk melakukan kebaikan sehingga wakaf yang dilakukan hukumnya tidak sah. Dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa Wakif meliputi : 1. Perseorangan 2. Organisasi 3. Badan hukum 17 . Ibid, hal. 22 . Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 8 ayat 1, syarat seorang Wakif perseorangan adalah: 1. Dewasa 2. Berakal Sehat 3. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum 4. Pemilik sah harta benda wakaf Wakif badan hukumorganisasi hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf miliknya sesuai dengan Anggaran Dasar badan hukumorganisasi tersebut.

b. Nazhir

Nazhir adalah orang yang memegang amanat untuk memelihara dan menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan perwakafan tersebut. Pengertian Nazhir dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 1 angka d adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Sebagaimana Wakif, untuk menjadi seorang Nazhir juga mempunyai syarat-syarat yaitu : 1. Warga Negara Republik Indonesia 2. Beragama Islam 3. Sudah dewasa 4. Amanah 5. Mampu secara jasmani dan rohani 6. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 Sedangkan untuk Nazhir yang berbentuk badan hukum syaratnya yaitu : 1. Pengurus badan hukum yang bersangkutan harus memenuhi syarat Nazhir perseorangan. 2. Badan hukum Indonesia yang dibentuk harus memenuhi peraturan perundang- undangan yang berlaku 3. Badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, danatau keagamaan Islam. Semua persyaratan yang disebutkan di atas tercakup dalam pasal 10 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004. Adanya persyaratan diatas dimaksudkan agar pengurus baik yang terdiri dari perorangan maupun badan hukum dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Nazhir mempunyai tugas sebagaimana ditentukan dalam pasal 11 Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 yaitu : 1. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf 2. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya 3. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf 4. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia Tugas-tugas yang dibebankan kepada Nazhir itu termasuk cukup berat sehingga selain kewajiban Nazhir juga berhak memperoleh imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda Wakaf yang besarnya tidak melebihi 10 sepuluh persen. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, Nazhir memperoleh pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.

c. PPAIW Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf

Dalam pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, yang selanjutnya disingkat PPAIW adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat Akta Ikrar Wakaf. Sebagaimana diketahui bahwa mewakafkan tanah milik merupakan suatu perbuatan hukum yang harus dilakukan melalui sebuah ikrar atau pernyataan. Untuk itu diperlukan seorang pejabat khusus yang secara resmi ditunjuk yang dapat bertindak sebagai PPAIW ialah Kepala KUA Kantor Urusan Agama kecamatan, kecuali tidak ada maka Kepala Kanwil Departemen Agama menunjuk Kepala KUA kecamatan lain yang terdekat. Pengangkatan dan pemberhentan PPAIW oleh Menteri Agama. Tugas kewajiban PPAIW antara lain : 1. Meneliti kehendak Wakif 2. Meneliti dan mengesahkan Nazhir atau anggota Nazhir 3. Meneliti saksi ikrar wakaf 4. Menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf 5. Membuat Akta Ikrar Wakaf Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 6. Menyampaikan akta tersebut dan salinannya sebagai bagian dari permohonan pendaftaran tanah 7. Menyelenggarakan daftar akta ikrar dan wakaf 8. Menyimpan dan memelihara akta dan daftarnya., dan 9. Mengurus pendaftaran perwakafan yang disampaikan kepada Kantor Pertanahan setempat.

d. Badan Wakaf Indonesia

Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan di Indonesia dibentuk Badan Wakaf Nasional. Menurut pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2007 adalah lembaga independen utuk mengembangkan perwakafan di Indonesia. Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di Jakarta dan dapat membentuk perwakilan di provinsi dan kabupatenkota sesuai kebutuhan. Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang : 1. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. 2. Melakukan pengelolaan dan pengemangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional 3. Memberikan persetujuan danatau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf 4. Memberhentikan dan mengganti Nazhir 5. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf 6. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 Anggota Badan Wakaf Indonesia berjumlah sekurang-kurangnya 20 dua puluh orang dan sebanyak-banyaknya 30 tiga puluh orang dengan persyaratan: 1. WNI 2. Beragama Islam 3. Dewasa 4. Amanah 5. Mampu secara jasmani dan rohani 6. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum 7. Memiliki pengetahuan, kemampuan, danatau pengalaman di bidang perwakafan danatau ekonomi, khususnya ekonomi syariah. 8. Mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan perwakafan nasional, serta persyaratan lain yang ditetapkan Badan Wakaf Indonesia.

6. Unsur-Unsur dan Syarat-Syarat Wakaf

Unsur-unsur wakaf menurut sebagian besar ulama adalah 18 a. Ada orang yang berwakaf Wakif : b. Ada harta yang diwakafkan mauquf c. Ada tempat kemana diwakafkan harta itutujuan wakaf mauquf ‘alaih d. Ada akadpernyataan wakaf sighat 18 . Abdul Ghofur Anshori., Op.cit., hal. 25. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 Sedangkan menurut pasal 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, unsur-unsur wakaf antara lain : a. Wakif

b. Nazhir

c. Harta benda wakaf d. Ikrar wakaf e. Peruntukan harta benda wakaf f. Jangka waktu wakaf Mengenai objek wakaf, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 hanya mengatur wakaf tanah milik dan dalam jangka waktu untuk selamanya. Sedangkan dalam Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2004 objek wakaf lebih luas yaitu harta benda yang memiliki daya tahan lama dan atau manfaat syariah yang diwakafkan oleh Wakif dan dapat untuk jangka waktu selama – lamnya atau sementara. Menurut pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 harta benda wakaf terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Yang dimaksud dengan benda tidak bergerak meliputi : a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar, dapat juga diikuti dengan bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atasnya dan tanaman serta benda lain yang berkaitan dengan tanah. b. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 c. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tanah yang diwakafkan adalah tanah milik yang meliputi pengertian tanah milik yang telah terdaftar dan tanah yang belum terdaftar. 19 1. Hak milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar. Sedangkan hak atas tanah yang dapat diwakafkan terdiri dari : 2. Hak atas tanah bersama dari satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan 3. Hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai yang berada di atas tanah negara. 4. Hak guna bangunan atau hak pakai yang berada di atas tanah hak pengelolaan atau hak milik pribadi yang harus mendapat izin tertulis dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik.Apabila wakaf di atas dimaksudkan sebagai wakaf untuk selamanya maka diperlukan pelepasan hak dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik. Hak atas tanah yang diwakafkan wajib dimiliki atau dikuasai oleh Wakif secara sah serta bebas dari segala sitaan, perkara sengketa, dan tidak dijaminkan. Menurut prinsip Hukum Agraria Nasional, hanya hak milik yang mempunyai sifat penuh dan bulat bukan mutlak. Sedangkan hak-hak lainnya atas tanah seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai hanya 19 . Tampil Anshari Siregar., Pendalaman Lanjutan Undang-Undang Pokok Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hal. 39. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 mempunyai sifat yang terbatas. Karena pemegang hak tersebut terikat dengan jangka waktu dan syarat-syarat tertentu. Bertitik tolak dari prinsip tersebut di atas, karena perwakafan ini bersifat kekal dan abadi utuk selama-lamanya, maka oleh karena itu hak atas tanah yang bersifat terbatas dalam tenggang dan jangka waktu tertentu dan terikat dengan syarat tertentu seperti dalam tanah yang berstatus sebagai Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai tidak dapat diwakafkan. Dengan kata lain tanah yang dapat diwakafkan hanyalah tanah yang berstatus Hak Milik. Apabila pemegang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan maupun Hak Pakai ingin mewakafkan tanah yang dalam penguasaannya, maka terlebih dahulu ia harus mengajukan permohonan perubahan konversi menjadi hak milik bisa berupa penegasan hak atau pemberian hak baru atas tanah barulah tanah tersebut bisa diwakafkan. 20 1. Uang Wakaf untuk benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi : 2. Logam mulia 3. Surat berharga 4. Kendaraan 5. Hak atas kekayaan intelektual 6. Hak Sewa 20 . A.P. Parlindungan., Op. cit, hal. 28. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 7. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun untuk sahnya suatu wakaf diperlukan syarat-syarat sebagai berikut : 1. Wakaf harus dilakukan secara tunai, tanpa digantungkan kepada akan terjadinya suatu peristiwa dimasa yang akan datang, sebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak milik seketika setelah Wakif menyatakan berwakaf. 2. Tujuan wakaf harus jelas, maksudnya hendaklah wakaf itu disebutkan dengan terang kepada siapa diwakafkan, apabila seseorang mewakafkan harta miliknya tanpa menyebutkan tujuan sama sekali, maka wakaf dipandang tidak sah. 3. Wakaf merupakan hal yang harus dilaksanakan tanpa syarat boleh khiyar. Artinya tidak boleh membatalkan wakaf yang telah dinyatakan sebab pernyataan wakaf berlaku tunai dan untuk selamanya.

7. Pengaturan Wakaf Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 41

Tahun 2004 tentang Wakaf Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 merupakan Undang-Undang pertama yang secara khusus mengatur wakaf. Dengan berlakunya Undang- Undang ini, semua peraturan mengenai perwakafan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan danatau belum diganti yang baru berdasarkan Undang- Undang ini. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 memuat substansi hukum tentang perwakafan yang terdiri dari 11 bab dan 71 pasal sebagai berikut : Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 1. Bab I berisi ketentuan umum yang terdiri dari 1 pasal yaitu pasal 1 2. Bab II berisi dasar-dasar wakaf yang teridri dari 30 pasal yaitu pasal 2 sampai pasal 31. 3. Bab III berisi pendaftaran dan pengumuman harta wakaf, terdiri dari 8 pasal yaitu pasal 32 sampai pasal 39 4. Bab IV berisi perubahan status harta benda wakaf, yang terdiri dari 2 pasal yaitu pasal 40 dan pasal 41 5. Bab V berisi pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, terdiri dari 5 pasal yaitu pasal 42 sampai pasal 46. 6. Bab VI berisi Badan Wakaf Indonesia, yang terdiri dari 15 pasal yaitu 47 sampai pasal 61. 7. Bab VII berisi penyelesaian sengketa, terdiri dari 1 pasal yaitu pasal 62 8. Bab VIII, berisi pembinaan dan pengawasan, terdiri dari 4 pasal yaitu pasal 63 sampai pasal 66. 9. Bab IX berisi ketentuan dan sanksi administratif, terdiri dari 2 pasal yaitu pasal 67 dan pasal 68 10. Bab X berisi ketentuan peralihan terdiri dari 2 pasal yaitu pasal 69 dan pasal 30 11. Bab XI berisi ketentuan penutup, terdiri dari 1 pasal yaitu pasal 71 Secara umum banyak hal dan berbeda yang terdapat dalam Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 ini bila dibandingkan dengan PP Nomor 28 Tahun 1977 maupun Kompliasi Hukum Islam, walaupun banyak pula kesamaannya. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 Salah satu perbedaannya Undang-Undang 41 Tahun 2004 dengan PP nomor 28 tahun 1977 adalah ruang lingkup subtansi yang diaturnya, Undang- Undang ini mengatur wakaf dalam lingkup yang lebih luas tidak terbatas hanya pada wakaf tanah milik. Selain itu Undang-Undang ini juga memperbolehkan wakaf sementara asalkan sesuai dengan kepentingannya. Sedangkan hal baru yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ini adalah menyangkut dibentuknya badan baru yaitu Badan Wakaf Indonesia BWI. Hal lain yang selama ini telah diatur oleh PP Nomor 28 Tahun 19778 maupun Kompilasi Hukum Islam yang semakin dilengkapi dalam Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 adalah mengenai Nazhir dan imbalan-imbalan Nazhir. Sementara itu, pengaturan mengenai dasar-dasar wakaf, tujuan dan fungsi wakaf, Wakif, harta benda wakaf, ikrar wakaf, peruntukan harta benda wakaf, wakaf dengan wasiat, pendaftaran dan pengumuman harta benda wakaf, perubahan status harta benda wakaf serta sanksi, secara substansial relatif sama, hanya ada beberapa penyesuaian karena terbentuknya BWI. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 berlaku sejak tanggal dikeluarkannya namun agar Undang-Undang ini bisa berjalan efektif, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 sebagai aturan pelaksanaanya. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

F. Metode Penelitian

Suatu metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasara dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. 21 Inti daripada metodologi dalam setiap penelitian hukum adalah menguraikan tentang tata cara bagaimana suatu penelitian hukum itu harus dilakukan. Dengan demikian maka setiap cabang ilmu pengetahuan biasanya mengembangkan metodologinya masing-masing yang disesuaikan dengan objek pengamatan masing-masing ilmu pengetahuan tersebut. 22

1. Pendekatan Masalah

Kebenaran suatu penulisan ilmiah harus memenuhi standar ilmiah, yaitu metode tertentu dalam upaya menemukan kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu diperlukan adanya data-data yang kemudian dianalisis dengan metode tertentu. Metode dalam penulisan Skripsi ini meliputi : Untuk mendapatkan pembahasan yang baik dan terarah maka dalam penulisan skripsi ini pendekatan masalah yang digunakan adalah Pendekatan Yuridis Normatif yaitu dengan jalan penelaahan yang melalui peraturan perundang-undangan saat ini sebagai dasar pemecahan masalah. Dengan kata lain mengkaji dan menelaah masalah yang timbul berdasarkan hukum yang berlaku. 21 . Soerjono Soekanto., Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, IND-HIL-Co, Jakarta, 1990, hal. 06. 22 . Bambang Waluyo., Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal. 17. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 Hal ini dilakukan karena permasalahan yang dibahas berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lain serta kaitannya dengan penerapannya di lapangan, sehingga bahan tersebut digunakan untuk membahas dan memecahkan permasalahan yang ada. Selain itu didukung oleh data empiris dengan jalan pengamatan dan penelitian di lapangan guna mendapatkan data dari pihak terkait.

2. Bahan Hukum

Bahan hukum yang dipergunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat terdiri dari norma postif dan kaedah-kaedah hukum yang masih berlaku. Dalam hal ini yang dipakai adalah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.

b. Bahan Hukum Sekunder

Penjelasan dari bahan hukum primer untuk menganalis dan memahami bahan hukum primer seperti pendapat para ahli dan hasil dari suatu penelitian.

3. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

a. Studi Kepustakaan

Metode pengumpulan data yang diperoleh dengan cara membaca bahan- bahan kepustakaan atau buku-buku yang berkaitan dengan topik masalah yang sedang diteliti. Dalam hal ini bahan-bahan hukum yang berkaitan Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 dengan masalah perwakafan tanah yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dan peraturan pelaksanaan lainnya yang berlaku.

b. Studi Lapangan

Metode pengumpulan bahan hukum dengan cara studi lapangan dimaksudkan agar memperoleh data yang dilakukan dengan cara wawancara atau interview dengan pihak yang mengelola tanah wakaf beserta pejabat yang berkompeten dalam menangani perwakafan tanah antara lain: Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan Rantau Utara, Kepala Seksi Pendaftaran Tanah di Kantor Pertanahan kabupaten Labuhan Batu, dan Nazhir atau pengelola wakaf.

4. Analisis Bahan Hukum

Metode analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan deskriptif kualitatif yaitu suatu metode untuk memperoleh gambaran singkat suatu permasalahan yang tidak didasarkan atas bilangan statistik melainkan didasarkan analisis yang diuji dengan norma-norma dan kaidah-kaidah hukum berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. Kemudian hasil analisis data ini ditarik atau diambil kesimpulan dengan metode deduktif yaitu sebagai suatu pembahasan yang dimulai dari permasalahan yang bersifat umum menuju permasalahan yang bersifat khusus.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan Skripsi ini terdiri dari 5 bab yang dibagi dalam sub-bab sebagai berikut : Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 BAB I : PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II : PELAKSANAAN PERWAKAFAN TANAH DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF Bab ini terdiri dari Gambaran Umum Daerah Penelitian yang mencakup Kondisi Fisik dan Geografis, Jumlah Penduduk serta Mata Pencaharian, Tata Cara Perwakafan Tanah, dan Pendaftaran Tanah Wakaf di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu. BAB III : PENGELOLAAN PERWAKAFAN TANAH Dalam bab ini akan diuraikan tentang Peruntukan Tanah Wakaf, Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf, dan Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu. BAB IV : KENDALA DALAM PERWAKAFAN TANAH SERTA SOLUSINYA Bab ini berisi tentang kendala-kendala yang dihadapi dalam perwakafan tanah di kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu beserta solusinya. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran yang dikemukakan penulis.

BAB II PELAKSANAAN PERWAKAFAN TANAH DITINJAU MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

1. Keadaan Fisik dan Letak Geografis

Kecamatan Rantau Utara merupakan salah satu dari 22 kecamatan di Kabupaten Labuhan Batu. Kecamatan Rantau Utara memiliki luas 8.044,64 Ha yang terdiri dari 10 kelurahan. Tabel. 1 Jumlah Kelurahan di Kecamatan Rantau Utara