Wakaf di Zaman Kesultanan Wakaf di Zaman Hindia Belanda

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 landrente yang diserahkan kepada desa-desa subak, juga kepada candi, untuk kepentingan bersama. 12

1. Wakaf di Zaman Kesultanan

Perkembangan wakaf di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa periode, yaitu: Banyak bukti ditemukan bahwa pada masa kesultanan telah dilakukan ibadah wakaf. Hal ini dapat dilihat pada peninggalan sejarah, baik berupa tanah dan bangunan Masjid, bangunan madrasah, dan komplek makam. Bukti sejarah itu antara lain tanah-tanah yang diantaranya berdiri Masjid seperti : 13 d Masjid Al Falah di Jambi berasal dari tanah Sultan Thaha Saifuddin e Madjid Kauman di Cirebon wakaf dari Sunan Gunung Jati f Masjid Agung di Demak wakaf dari Raden Patah g Masjid Menara di Kudus wakaf dari Sunan Muria h Masjid Jamik Pangkalan wakaf dari Sultan Abdul Qadirum i Masjid Besar Semarang wakaf dari Pangeran Pandanaran j Masjid Ampel di Surabaya wakaf dari Sunan Ampel k Masjid Agung Kauman di Yogyakarta wakaf dari Sultan Agung l Masjid Agung Kauman di Solo wakaf dari Susuhan Paku Buwono X. 12 . Abdurahman., Op. cit., hal. 14. 13 . A.P.Parlindungan., Kesimpulan Hasil Seminar Wakaf Tanah Dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia, Universitas Islam Riau, Pekan Baru, 1991, hal.140. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 Pendirian madrasah, pesantren dan bangunan keagamaan Islam lainnya pada umumnya berdiri atas tanah wakaf yang merupakan wakaf dari para sultanraja atau pemimpin Islam pada saat itu.

2. Wakaf di Zaman Hindia Belanda

Berdasarkan pemahaman bahwa wakaf adalah merupakan ibadah bagi si Wakif kepada Allah, dan amanah bagi Nazhirnya maka pada saat itu tidak dirasa perlu diketahui orang lain termasuk tidak perlu untuk diadministrasikan. Tetapi untuk kepentingan administrasi negara dan juga kepentingan umat Islam sendiri, maka pengadministrasian perwakafan, terutama perwakafan tanah milik diperlukan. Untuk itu Pemerintah Hindia Belanda mengatur dengan berbagai peraturan perundang-undangan sebagai berikut : a. Surat Sekretaris Gubernur tanggal 31 Januari 1905 Bijblad Nomor 6196 yang antara lain mewajibkan kepada para Bupati untuk membuat daftar benda-benda tidak bergerak yang oleh pemiliknya, ditarik dari peredaran umum, baik dengan wakaf atau lainnya. b. Surat Edaran Sekretaris Gubernur tanggal 4 Februari 1931 Bijblad 1931 Nomor 12573 yang isinya antara lain sebagai tindak lanjut Bijlad 1905 Nomor 6196, supaya Bupati meminta Ketua Pengadilan Agama agar mendaftarkan tanah wakaf dan daftar tersebut disampaikan kepada Asisten Wedana, guna pertimbangan bagi Kantor Landrente Kantor Pajak Bumi, sekarang PBB. Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009 c. Surat Sekretaris Gubernur tanggal 24 Desember 1934 Bijblad 1934 Nomor 13390, yang antara lain isinya memberikan wewenang kepada Bupati untuk memimpin serta menyelesaikan perkara jika terjadi sengketa mengenai tanah wakaf atas permintaan pihak-pihak yang terkait. d. Surat Edaran Sekretaris Gubernur tanggal 27 Mei 1935 Bijblad 1935 Nomor 13480, sebagai penegasan dari Bijblad 1905 Nomor 6196, khususnya mengenai tata cara perwakafan yaitu perwakafan perlu diketahui oleh Bupati untuk dapat diregistrasi dan meneliti apakah ada ketentuan peraturan yang dilanggar.

3. Wakaf di Zaman Kemerdekaan Hingga Sekarang