Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008.
USU Repository © 2009
7. Benda tidak  bergerak  lain sesuai dengan ketentuan syariah  dan  peraturan
perundang-undangan  yang berlaku. Adapun untuk sahnya  suatu wakaf  diperlukan syarat-syarat sebagai
berikut : 1.
Wakaf  harus dilakukan secara tunai, tanpa digantungkan  kepada akan terjadinya  suatu peristiwa  dimasa yang akan datang, sebab pernyataan wakaf
berakibat lepasnya hak milik seketika setelah Wakif menyatakan  berwakaf. 2.
Tujuan wakaf  harus jelas, maksudnya hendaklah wakaf itu disebutkan dengan terang kepada siapa diwakafkan, apabila seseorang mewakafkan harta
miliknya tanpa menyebutkan tujuan sama sekali, maka wakaf dipandang tidak sah.
3. Wakaf  merupakan hal yang harus dilaksanakan tanpa syarat boleh khiyar.
Artinya tidak boleh membatalkan wakaf  yang telah dinyatakan sebab pernyataan wakaf  berlaku tunai dan untuk selamanya.
7.   Pengaturan  Wakaf  Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang  Wakaf
Undang-Undang  Nomor 41 Tahun 2004 merupakan Undang-Undang pertama yang secara khusus  mengatur  wakaf. Dengan berlakunya Undang-
Undang ini, semua peraturan  mengenai perwakafan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan  danatau belum diganti yang baru berdasarkan Undang-
Undang  ini. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 memuat substansi hukum tentang
perwakafan  yang terdiri dari 11 bab dan 71 pasal sebagai berikut :
Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008.
USU Repository © 2009
1. Bab I berisi ketentuan umum yang terdiri dari 1 pasal yaitu pasal  1
2. Bab II berisi dasar-dasar wakaf yang teridri dari 30 pasal  yaitu pasal 2 sampai
pasal 31. 3.
Bab III berisi pendaftaran  dan pengumuman  harta wakaf, terdiri dari  8 pasal yaitu pasal 32 sampai pasal 39
4. Bab IV berisi  perubahan  status  harta benda wakaf, yang  terdiri dari  2 pasal
yaitu pasal 40 dan pasal  41 5.
Bab V berisi pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, terdiri dari  5 pasal yaitu pasal 42 sampai pasal  46.
6. Bab VI berisi Badan  Wakaf  Indonesia, yang terdiri dari 15 pasal yaitu 47
sampai pasal  61. 7.
Bab  VII berisi penyelesaian sengketa, terdiri dari  1 pasal yaitu pasal 62 8.
Bab VIII, berisi pembinaan dan pengawasan, terdiri dari 4 pasal yaitu pasal 63 sampai pasal 66.
9. Bab  IX berisi ketentuan dan sanksi administratif, terdiri dari  2 pasal yaitu
pasal  67 dan pasal  68 10.
Bab X berisi ketentuan  peralihan  terdiri dari 2 pasal yaitu pasal 69 dan pasal 30
11. Bab XI berisi ketentuan penutup, terdiri dari  1 pasal  yaitu pasal 71
Secara umum banyak hal  dan berbeda  yang terdapat  dalam Undang- Undang  Nomor 41  Tahun 2004  ini bila dibandingkan dengan PP Nomor  28
Tahun 1977 maupun Kompliasi Hukum Islam, walaupun banyak pula kesamaannya.
Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008.
USU Repository © 2009
Salah satu perbedaannya  Undang-Undang 41 Tahun 2004 dengan PP nomor 28 tahun  1977 adalah ruang lingkup subtansi yang diaturnya, Undang-
Undang  ini mengatur  wakaf  dalam lingkup  yang lebih luas  tidak terbatas hanya  pada wakaf  tanah milik. Selain itu Undang-Undang  ini juga
memperbolehkan  wakaf sementara  asalkan sesuai dengan kepentingannya. Sedangkan hal baru yang terdapat  dalam Undang-Undang  Nomor 41
Tahun 2004 ini adalah menyangkut  dibentuknya badan baru yaitu Badan  Wakaf Indonesia BWI.
Hal lain yang selama ini telah diatur  oleh PP Nomor 28 Tahun 19778 maupun Kompilasi  Hukum  Islam  yang  semakin dilengkapi dalam Undang-
Undang  Nomor 41 Tahun 2004 adalah mengenai Nazhir  dan imbalan-imbalan Nazhir.
Sementara itu, pengaturan  mengenai dasar-dasar wakaf, tujuan dan fungsi wakaf, Wakif,  harta benda  wakaf, ikrar wakaf,  peruntukan  harta benda  wakaf,
wakaf  dengan  wasiat,  pendaftaran dan pengumuman harta  benda wakaf, perubahan status harta  benda wakaf  serta sanksi, secara substansial relatif sama,
hanya ada beberapa  penyesuaian karena terbentuknya BWI. Undang-Undang  Nomor 41 Tahun 2004 berlaku sejak tanggal
dikeluarkannya namun agar Undang-Undang  ini bisa berjalan efektif, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 sebagai aturan
pelaksanaanya.
Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008.
USU Repository © 2009
F. Metode Penelitian
Suatu metode merupakan cara kerja  atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasara  dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
21
Inti daripada metodologi dalam setiap penelitian hukum adalah menguraikan  tentang  tata cara  bagaimana suatu penelitian hukum itu harus
dilakukan. Dengan
demikian maka setiap cabang ilmu pengetahuan  biasanya  mengembangkan metodologinya  masing-masing yang disesuaikan dengan objek pengamatan
masing-masing   ilmu pengetahuan tersebut.
22
1. Pendekatan Masalah
Kebenaran suatu penulisan  ilmiah harus  memenuhi standar ilmiah, yaitu metode tertentu dalam upaya menemukan kebenaran yang dapat
dipertanggungjawabkan. Untuk itu diperlukan adanya data-data  yang kemudian dianalisis dengan metode  tertentu. Metode dalam penulisan Skripsi ini meliputi :
Untuk mendapatkan pembahasan yang baik dan terarah maka dalam penulisan skripsi ini pendekatan masalah yang  digunakan adalah Pendekatan
Yuridis Normatif yaitu dengan jalan penelaahan yang melalui  peraturan perundang-undangan saat ini sebagai dasar pemecahan  masalah. Dengan kata lain
mengkaji dan menelaah masalah yang timbul berdasarkan  hukum yang berlaku.
21
. Soerjono Soekanto., Ringkasan Metodologi  Penelitian Hukum Empiris,
IND-HIL-Co, Jakarta, 1990, hal. 06.
22
. Bambang Waluyo., Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996,
hal. 17.