Latar Belakang Pemikiran OJK

pemerintah yang saat ini sudah dilebur ke bank mandiri.jumlahnya sekitar Rp 20 triliun. Ditambah dana penjaminan Rp 53,8 triliun, total dana talangan yang dikucurkan BI mencapai Rp 218,3 triliun. 6 Perlu kiranya dibentuk OJK di Indonesia berawal dari amanat Undang- undang tentang Bank Indonesia BI No.3 tahun 2004 yang menyatakan bahwa: 1 tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. 2 pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana yang dimaksud ayat 1, akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Banyak pakar ekonomi yang menyatakan telah gagalnya BI dalam menjalankan tugasnya sebagai pemilik otoritas pengawas perbankan di Indonesia terlihat dari banyaknya kasus perbankan yang mulai muncul pasca krisis ekonomi global tahun 2010 yang disebabkan oleh kegagalan pembayaran kredit perumahan subrime morgage default di Amerika Serikat meskipun dampaknya tidak secara langsung dirasakan oleh Indonesia. Sebut saja di antaranya kasus Bank Century yang kesulitan likuiditas, gagal kliring karena gagal menyediakan dana refund bagi nasabah, yang pada akhirnya Bank Century diambil alih oleh pemerintah melalui bantuan yang diberikan LPS Lembaga Penjamin Simpanan dengan memberikan suntikan 6 Dewi Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, h. 119 dana agar Bank Century dapat melakukan likuiditas. Adapula kasus Citybank yang melibatkan pegawai bank tersebut yang melakukan pembobolan dana nasabah sejumlah Rp.17 Milyar, yang hingga Mei 2011 masih dilakukan penyelidikan lebih dalam mengenai kasus tersebut. Tidak hanya itu kasus lain yang terjadi di Bank Mega yakni bobolnya dana milik PT. Elnusa Tbk. sejumlah Rp.111 milyar, yang sahamnya terdaftar pada Bursa Efek. Kasus-kasus yang kerap terjadi pada dunia perbankan menciptakan image dan kepercayaan perbankan dimata masyarakat berkurang, hal ini membuat peran pengawasan BI terhadap perbankan dipertanyakan. Juga yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk segera merancang RUU Rancangan Undang-Undang OJK, agar lembaga keuangan tidak hanya indutri perbankan saja akan tetapi industri keuangan lainya seperti pasar modal maupun industri keuangan nonbank dalam melaksanakan kegiatannya dapat diawasi oleh lembaga independen tanpa campur tangan pihak lain agar kerjanya dapat berjalan lebih objektif dalam bertindak. Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan dibidang teknologi informasi dan inovasi financial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis dan saling terkait antar masing- masing subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Disamping itu, adanya lembaga keuangan yang yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan konglomerasi telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga-lembaga keuangan didalam sistem keuangan. 7 Dalam naskah akademik pembentukan otoritas jasa keuangan tidak hanya landasan yuridis yaitu amanat UU nomor 3 tahun 2004 pasal 34 tentang Bank Indonesia yang pada hakikatnya pasal 34 dimaksud untuk memberikan otoritas pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan dimaksud terhadap industri perbankan, pasar modal sekuritas dan industri keuangan nonbank asuransi, dana pensiun, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan serta lembaga lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Adapun landasan filosofis dari pembentukan OJK adalah agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, trnsparan, dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Sedangkan landasan sosiologis dari pembentukan OJK adalah perlu adanya prinsip kesetaraan level playing field, pengaturan dan pengawasan yang didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan transparasi harus ditetapkan sedemikian rupa untuk menciptakan suatu aktifitas dan transaksi ekonomi yang teratur, efisien dan produktif, dan menjamin adanya perlindungan nasabah dan masyarakat. 8 7 Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan OJK, Jakarta: 2010, h. 2 8 Ibid., h. 4 Tidak hanya itu, ada berbagai pertimbangan yang menjadi alasan pemerintah untuk membentuk OJK yaitu adanya berbagai alasan perubahan yang terjadi dalam industri jasa keuangan, terutama menyangkut empat faktor : 9 1. Produk jasa keuangan semakin bervariasi dan kompleks; 2. Karena berbagai alasan bisnis, lembaga-lembaga keuangan cenderung untuk, menjadi bagian dari konglomerasi; 3. Globalisasi perdagangan jasa meningkatkan arus transaksi ke luar dari atau masuk ke Indonesia; 4. Perkembangan inovasi teknologi bisnis yang sangat cepat; kompleksitas produk yang diperdagangkan makin tinggi. Inovasi tersebut membutuhkan langkah antisipasi perlindungan kepada konsumen. OJK akan menjadi sebuah lembaga yang independen tampa campur tangan pemerintah dalam melakukan tugasnya sesuai dengan amanat UU tentang BI No. 3 tahun 2004. Sesuai dengan namanya Otorotas Jasa Keuangan maka, OJK akan menanungi seluruh lembaga keuangan tidak terkecuali lembaga keuangan berbasis syariah seperti pasar modal syariah misalnya. Dengan begitu dapat dikatakan kewenangan OJK sangatlah luas karena mengawasi seluruh lembaga keuangan yang ada di Indonesia. Selain itu OJK tidak hanya melakukan 9 Dewi Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah Di Indonesia, Opcit., h. 121 pengawasan dan pengaturan saja, akan tetapi juga pemeriksaan dan penyidikan akan menjadi kewenangannya.

B. Sejarah Pembentukan RUU OJK

Sudah semestinya RUU OJK disahkan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2010 menurut UU No.3 tahun 2004. Menilik kebelakang, UU tentang BI yang memerintahkan untuk dibentuknya lembaga independen yang fungsinya mengawasi lembaga keuangan yang ada di Indonesia dimulai dari UU No.23 pasal 34 tahun 1999 yang mengamanatkan bahwa paling lambat tanggal 31 Desember 2002, namun hingga akhirnya UU tersebut diamandemen menjadi undang-undang yang berlaku sekarang, yaitu UU No.3 tahun 2004 tentang BI. RUU OJK dirancang oleh pemerintah melalui kementerian keuangan termasuk didalamnya Bapepam-Lk sebagai pemilik Otoritas Pengawas Pasar Modal dan juga dari pihak Bank Indonesia sebagai pemilik Otoritas Pengawasan Perbankan, tim penyusun RUU OJK ini diketui oleh Fuad Rachmany, yang pada saat itu 2010 masih menjabat sebagai ketua Bapepam-Lk. Setelah RUU OJK disepakati isinya oleh departemen terkait, lalu RUU OJK diserahkan kepada kementerian hukum dan HAM untuk diperiksa kembali, lalu kemudian diberikan kepada presiden untuk selanjutnya diserahkan kepada DPR untuk disahkan menjadi UU. RUU OJK pun diterima oleh DPR untuk dilanjutkan pembahasannya yang tadinya menjadi kewenangan komisi XI DPR sekarang menjadi kewenangan pansus RUU OJK yang dibentuk pada tanggal 20 Juli 2010 oleh DPR. Pansus RUU OJK ini terdiri dari 30 anggota yang diketuai oleh Nusro Wahid, yang pada awalnya dijadwalkan RUU OJK dapat disahkan menjadi UU pada sidang paripurna tanggal 17 Desember 2011 akan tetapi ternyata pembahasan mengenai RUU OJK belum selesai. Pada akhirnya di sidang paripurna DPR tanggal 27 Oktober 2011 dengan beberapa kesepakatan yang terjadi antara DPR dan pemerintah yang pertama yaitu; 1 fungsi penyelidikan dan penyidikan pada OJK disepakati; 2 masa transisi bagi BI yaitu 3 tahun sejak OJK diundangkan atau akhir 2014, untuk Bapepam-LK harus sudah melebur pada akhir 2012; 3 Dewan Komisioner harus sudah dipilih pada Juni 2012 yang mana panitia penyeleksi calon DK dipimpin oleh Menteri keuangan.

C. Pemikiran Yang Berhubungan Tentang RUU OJK

Dibeberapa negara sudah menggunakan OJK sebagai pemilik otoritas lembaga keuangan sebut saja Swedia. Swedia dengan bank sentralnya Riskbank merupakan salah satu negara yang sudah puluhan tahun memiliki lembaga pengawasan bank secara terpisah. Pascakrisis 1990-an, negara ini memutuskan untuk melakukan pengawasan secara intensif terhadap perkembangan bank-bank yang suatu saat bisa menimbulkan dampak sistemik dalam arti menyebabkan guncangnya stabilitas keuangan sebuah negara. Atas dasar argumen itu, Riskbank pun lalu membentuk Financial Stability Wing FSW. FSW memiliki dua tugas pokok yaitu menyangkut pengawasan prasarana keuangan seperti sistem pembayaran dan melakukan pengawasan bank-bank yang masuk kategori sistemik. 10 Sebut juga Perancis, pengawasan lembaga keuangan di Perancis dilakukan The Banking Commission. Ini merupakan badan yang bersifat kolegial yang terdiri atas tujuh anggota dan diketuai the governor of the banque de france The France Central Bank. Badan ini memiliki kewenangan yang cukup besar untuk melakukan pengaturan, pengawasan dan investigasi serta tindakan sanksihukum untuk meyakinkan lembaga keuangan memenuhi segala ketentuan hukum perundang-undangan danatau peraturan yang berlaku. 11 Pada negara yang melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan semacam OJK tentunya memiliki model-model yang berbeda dari tiap negara, hal inilah yang menjadi pertimbangan dalam menentukan model OJK di Indonesia. Tentunya ada yang sukses menggunakan model yang dianut maupun mengalami kegagalan, dan Indonesia sudah sepatutnya mengambil pelajaran dari negara lain dalam menentukan kebijakannnya sendiri. 10 Paul Sutaryono, “Pengawasan Bank Tetap di BI atau OJK?”, Bank Dan Management, no.112 Maret-April 2010: hal. 6 11 Ibid., h. 6