Perspektif Bapepam-LK terhadap RUU OJK dalam bidang pengawasan pasar modal syariah

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

DIAN PUTRI WARYATI NIM: 107046101866

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi persyaratan Memperoleh celar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

DIAN PUTRI WARYATI NIMI 107046101866

Dibawah Bimbingan Pembimbing

Prof. Dr. E. Muha

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UMVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAII M.M

JAKARTA 1432 Ht20l1M


(3)

dalam Sidang Munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum Univenitas Islam Negeri (UIN) Syaril Hidayatullah Jakata pada 3 November 201l. Skipsi illi telah diteflma sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi !slam).

Jakarta, 3 November 2011 Mengesahkan,

PANITIA UJIAN l. Ketua

2. Sekretaris

3. Pembimbing

4. Penguji I

Dr. Euis Amalia. M.Ae

NrP. 19710 7011 9980 32003

Mu'min Roul MA

NIP. 19700 4161 9970 31004

mad Amin NIP. 19550 5051 9820 31012

A. Chairul Hadi. MA NIP. 150 4 184

Drs. Burhanuddin Yusuf. MM NIP. 19540 6181 9810 31005

,4t-'-'fkW"'

yariah dan Hukum

50 5051 9820 31012


(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, September 2011


(5)

i

Puja dan puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT dengan segala kenikmatan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan berbagai kemudahan.

Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang selalu memberi syafa’at kepada umatnya dari setiap lafadz shalawat yang terucap.

Penulis sadar bahwa dalam mengerjakan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak, dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum sekaligus merupakan dosen pembimbing skripsi, Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, yang telah memberikan bimbingan, pelajaran, semangat dan nasehat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

2. Ketua Program Studi Muamalat Ibu Euis Amalia dan Sekretaris Jurusan Studi Muamalat Bapak Mu’min Rouf, atas segala waktu, bantuan, bimbingan dan semangat kepada penulis.

3. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa perkuliahan.


(6)

ii

5. Kepada orang tua, Bapa Wardih dan Mama Nuryati, juga Dede Rama yang telah memberikan perhatian dan kasih sayang yang tak terhingga dalam mendidik dan mendampingi penulis dalam keadaan apapun.

6. Bapak Luthfy Zain Fuady dan Muhammad Thouriq yang telah meluangkan waktunya sebagai narasumber penulis. Mba Risaa dan Pak Yudi (Humas Bapepam-Lk) yang telah banyak membantu penulis.

7. Shafitranata, Soraya, Tari, Ratna, Annafi, Maya, Yuke, Azizah, yang telah memberikan dukungan moril dan kehadirannya saat bahagia maupun sedih, semoga selalu dapat bersama. Dan juga keluarga besar PS 2007 khususnya PS C’07, yang telah memberikan warna dalam hidup penulis, semoga kesuksesan berpihak pada kita, Aamiin.

8. Dan untuk semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, maaf tidak bisa disebut semuanya, tapi penulis tidak akan melupakan jasa kalian, semoga Allah membalasnya, Aamiin Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya untuk mahasiswa/i Fakultas Syariah dan Hukum.

Jakarta November 2011


(7)

iii

DAFTAR ISI………. iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Identifikasi Masalah. ……… 3

C. Batasan dan Rumusan Masalah..………. . 4

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 5

E. Review Studi Terdahulu……… 6

F. Metode Penelitian……….. 8

G. Sistematika Penulisan………. 10

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG RUU OJK A. Latar Belakang Pemikiran………. … 12

B. Sejarah Pembentukan RUU OJK……… 18

C. Pemikiran Yang Berhubungan Dengan RUU OJK………… … 19

D. RUU OJK Terkait Pengawasan Pasar Modal Syariah………. 28

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG BAPEPAM-LK A. Sejarah Berdirinya Bapepam-Lk……… … 32

B. Dasar Hukum Pembentukan Bapepam-Lk………... … 34

C. Fungsi dan Tugas Bapepam-Lk………... … 35

D. Peraturan Bapepam-Lk dan DSN-MUI Terkait Pasar Modal Syariah……… 46


(8)

iv

OJK……… 48

B. Pendapat Bapepam-Lk Terhadap Kewenangan OJK Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Pasar Modal Syariah Dalam RUU OJK……….. 52

C. Kelangsungan Bapepam-Lk Jika Pengawasan Pasar Modal Syariah Menjadi Kewenangan OJK……….. 55

D. Nilai-nilai syariah dalam RUU OJK………. 60

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………... 67

B. Saran……….. 68

DAFTAR PUSTAKA ……….. 70


(9)

1

Meningkatnya jumlah lembaga keuangan di Indonesia di antaranya dalam bidang perbankan, pasar modal, maupun industri jasa keuangan non bank baik konvensional maupun syariah membuat masyarakat semakin cerdas dalam menggunakan jasa maupun produk lembaga keuangan dalam melancarkan transaksi keuangannya. Dalam setiap bidang lembaga keuangan tentu memerlukan badan pengawas untuk mendukung maupun mengatur operasional lembaga keuangan tersebut, agar tujuan dari dibentuknya lembaga tersebut dapat tercapai.

Akan tetapi beberapa tahun belakangan Indonesia mengalami krisis keuangan, sebut saja masalah subrime mortage di AS yang mengakibatkan krisis keuangan di berbagai negara yang secara umum menginvestasikan modalnya di AS, namun tidak berdampak besar bagi Indonesia. Tidak hanya itu permasalahan yang terjadi di Bank Century yang merugikan nasabahnya dan berdampak pada tingkat kepercayaan nasabah pada dunia perbankan. Untuk kasus yang sedang marak menjadi perbincangan masyarakat pada awal 2011 adalah penjebolan dana nasabah Citibank yang dilakukan oleh pegawai bank tersebut. Hal tersebut menimbulkan kesan lemahnya pengawasan BI terhadap perbankan.

Semakin gencarnya pertumbuhan lembaga keuangan berdasarkan prinsip syariah juga berdampak pada timbulnya pasar modal berdasarkan prinsip syariah,


(10)

tentu untuk pengawasannya sendiri dilakukan oleh Bapepam-Lk dan Dewan Syariah nasional (DSN). Makin bertambahnya instrumen-instrumen di pasar modal syariah maupun jumlah emiten saham syariah, membuat DSN dan Bapepam-Lk mengharuskan untuk membuat peraturan-peraturan yang dapat merangsang perkembangan pasar modal syariah dan tentunya agar berjalan sesuai dengan prinsip syariah.

Hal tersebut diatas membuat pemerintah berpikir keras untuk mencari cara bagaimana mengurangi risiko yang ada pada lembaga keuangan agar dampaknya tidak meluas ke perekonomian Indonesian secara umum. Diantara langkah pemerintah untuk menangani krisis yang terjadi yaitu dengan membentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang merupakan amanat dari UU No. 3 tahun 2004 tentang BI yang pada akhir tahun 2010 OJK harus terbentuk. Pada pertengahan tahun 2010 pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengajukan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) OJK kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dipertimbangkan isinya kemudian disahkan menjadi undang-undang (UU) OJK.

Menurut RUU OJK yang terdapat pada website resmi Bapepam-Lk, tugas dari OJK adalah melakukan pengaturan serta pengawasan lembaga keuangan diantaranya perbankan, pasar modal, dan industri keuangan nonbank. Pembentukan OJK ini didasari pada pentingnya melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan secara menyeluruh dalam satu atap pengawasan. Ditengah perbincangan hangat soal pembentukan OJK banyak pihak yang pro maupun


(11)

kontra dilihat dari segi butuh atau tidaknya OJK ini dikarenakan sudah ada lembaga yang terbentuk dalam melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan. Sebut saja BI yang salah satu tugasnya adalah melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap perbankan, juga ada Bapepam–Lk yang tugasnya adalah melakukan pengaturan dan pengawasan dibidang pasar modal dan lembaga keuangan.

Dalam skripsi ini, penulis mengangkat judul “Perspektif Bapepam-Lk Terhadap RUU OJK Dalam Bidang Pengawasan Pasar Modal Syariah”.

Disini penulis akan menjelaskan tentang tugas OJK dalam melakukan pengawasan pasar modal syariah dilihat dari RUU OJK yang hingga saat ini belum disahkan oleh DPR, bagaimana pendapat Bapepam-Lk tentang pembentukan lembaga OJK tersebut, kewenangan OJK dalam melakukan pengawasan pasar modal syariah dilihat dari sudut pandang Bapepam-Lk, dan bagaimana kelangsungan Bapepam-Lk sebagai lembaga yang melakukan pengaturan serta pengawasan terhadap pasar modal jika OJK benar terbentuk serta menguraikan nilai-nilai syariah yang terdapat dalam RUU OJK.

B. Identifikasi Masalah

Luasnya perbincangan mengenai pembentukan OJK membuat penulis perlu kiranya mengidentifikasi masalah terkait pembentukan OJK serta kewenangannya dalam pengawasan pasar modal syariah yang tertuang dalam RUU OJK. Berikut identifikasi masalahnya:


(12)

1. Apa yang dimaksud dengan OJK?

2. Apa yang menjadi latar belakang pembentukan OJK?

3. Apa yang membuat kewenangan OJK sangat luas untuk menjadi lembaga independen dalam pengawasan lembaga keuangan?

4. Bagaimana pendapat Bapepam-Lk terhadap pembentukan OJK? 5. Bagaimana kedudukan Bapepam-Lk dalam hal pengawasan lembaga

keuangan yang menjadi tanggung jawabnya (pasar modal syariah) jika OJK benar terbentuk?

C. Batasan dan Rumusan masalah

Dalam penelitian ini penulis akan mengemukakan seputar permasalahan pembentukan OJK dan pendapat dari Bapepam-Lk sebagai lembaga yang mengawasi Pasar Modal Syariah mengenai wewenang OJK dalam melakukan pengaturan dan pengawasan Pasar Modal Syariah yang tertulis dalam RUU OJK.

Untuk mempermudah pembahasan maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:

1. Perspektif Bapepam-Lk tentang pembentukan OJK dan isi dari RUU OJK?

2. Perspektif Bapepam-Lk Terhadap Kewenangan OJK Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Pasar Modal Syariah Dalam RUU OJK?

3. Bagaimana perspektif Bapepam-Lk jika pengawasan pasar modal syariah menjadi kewenangan OJK?


(13)

4. Apa saja nilai-nilai syariah dalam RUU OJK? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan tanggapan Bapepam-Lk mengenai pembentukan OJK dan RUU OJK.

2. Mendeskripsikan tanggapan Bapepam-Lk terkait kewenangan OJK dalam melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap pasar modal syariah.

3. Mendeskripsikan kelangsungan lembaga Bapepam-Lk jika pengawasan pasar modal syariah benar menjadi kewenangan OJK.

4. Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai syariah yang terdapat dalam RUU OJK.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman terkait kewenangan OJK dalam melakukan pengawasan pasar modal syariah yang tertuang dalam RUU OJK.

2. Bagi fakultas syariah dan hukum, diharapkan dapat menambah koleksi penelitian yang dapat dijadikan referensi dalam kegiatan belajar mengajar.

3. Bagi mahasiswa secara umum, diharapkan dapat memberi dan membuka wawasan tentang OJK?


(14)

E. Riview Studi Terdahulu

No. Identitas Peneliti Isi Perbedaan 1.

2.

Penulis: Afika Yumya Syahmi Judul:“Pengaruh Pembentuka Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kewenangan Bank Indonesia Dibidang Pengawasan Perbankan”. Skripsi S1, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008.

Penulis: Izzudin Judul:

“Menimbang Pengawasan Bank

Tujuan: secara umum penelitian tersebut untuk mengetahui dampak dari pembentukan OJK terhadap kewenangan dan fungsi BI.

Metode Penelitian: kualitatif, menghasilka data eksploratis analisis.

Hasil: pengawasan perbankan akan menjadi wewenang OJK, namun peran BI tidak dapat dikesampingkan, OJK tetap harrus berkoordinasi dengan BI menyangkut informasi dan data perbankan. Setelah OJK

terbentuk pengawasan BI

terfokus pada kebijakan moneter yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai uang.

Tujuan: mencari tau

sejauhmana pengawasan bank oleh OJK.

Periode penelitian: 2010

Pada penelitian tersebut terfokus pada kewenangan BI pasca terbentuknya OJK. Untuk penlitian yang akan dilakukan penulis terfokus pada perspektif bapepam terhadap RUU OJK terkait pengawasan pasar modal syariah. metode penelitian yang akan digunakan adalah kualitatif deskriptif

analisis, yaitu menjelaskan secara jelas bagaimana perspektif bapepam terhada RUU OJK dengan sebelumnya melihat fenomena politik yang terjadi terkait

pembentukan OJK dengan segala kewenangannya.

Dalam penelitian tersebut, penulis lebih fokus kepada pengawasan bank yang akan dilakukan oleh OJK.


(15)

3.

oleh OJK”, Bank

dan Managemen, maret-april 2010.

Penulis: Malik Cahyadin Judul:“urgensi pembentukan OJK: menuju system pengawasan yang lebih proaktif terhadap lembaga keuangan”.

Pangsa, edisi 8, September 2002.

Hasil: kebijakan moneter dan keuangan yang ditangani oleh dua institusi yang berbeda tidak akan berjalan sesuai harapan apabila tidak ada koordinasi dan komunikasi yang baik. Akan disayangkan jika OJK nanti tidak berjalan efektif, mengingat OJK memiliki peran, tugas, dan kewenangan yang sangat luas. Penulis menyarankan, agar perlu kiranya ruang lingkup

penanganan OJK dibatasi hanya sektor perbankan saja, sehingga lebih fokus.

Hasil: dalam rangka melakukan perbaikan dalam pengawasan dibidang lembaga keuangan, ada hal-hal yang yang perlu

diperhatikan, diantaranya perlu mengkaji secara mendalam akan pembentukan OJK untuk jangka panjang, perlu mempersiapkan sistem, sumber daya dan undang-undang yang menjadi fondasi terbentuknya pengawas lembaga keuangan. Meskipun

Sedangkan penelitian yang akan dilakukanlebih fokus kepada pengawasan pasar modal oleh OJK menurut RUU OJK dilihat dari kacamata Bapepam-Lk.

Pada artikel tersebut lembaga yang dimaksud belum disebutkan secara spesifik, utnuk penelitian selanjutnya

mengkhususkan pada lembaga Bapepam-Lk selaku pengawas pasar modal saat ini. Dan juga akan membahas

bagaimana pandangan bapepam terhadap RUU


(16)

lembaga keuangan bersifat independen perlu adanya koordinasi dengan otoritas moneter dalam melakukan pengawasan.

OJK yang member kewenangan terjadap lembaga yang akan dibentuk yaitu OJK dalam hal pengawasan pasar modal syariah yang belum sempat disinggung pada artikel tersebut.

F. Metodelogi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) yakni dengan melakukan wawancara langsung ke lembaga terkait yaitu Bapepam-Lk. Data dari hasil wawancara tersebut dijabarkan dalam bentuk uraian, secara kualitatif dan alamiah mengenai pandangan Bapepam-Lk terhadap RUU OJK terkait pengawasan pasar modal syariah disertakan dengan kutipan langsung wawancara.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan penulis adalah melakukan wawancara kepada Bapepam-Lk terkait masalah yang diangkat dan juga


(17)

melalui literatur berupa bahan-bahan pustaka (buku, majalah, artikel, dan lainya).

3. Jenis dan Sumber data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Sumber data nya berasal dari data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu maupun perseorangan seperti hasil wawancara maupun kuesioner.1 Data primer dalam penelitian ini berasal dari hasil wawancara kepada Bapepam-Lk terkait RUU OJK dalam bidang pengawasan Pasar Modal Syariah. Adapun sumber data sekundernya adalah RUU OJK yang di ajukan pemerintah melalui kementrian keuangan kepada DPR yang diserahkan kepada DPR pada bulan Juni 2010.

4. Metode pengolahan data

Pengolahan data menggunakan metode deskriptif, yaitu melihat fenomena yang terjadi terkait pembentukan OJK dengan segala kewenangannya yang tertulis dalam RUU OJK yang mengundang pro dan kontra, dan pengolahan data yang dilakukan dengan cara menganalisis serta menjelaskan secara jelas data-data yang didapat secara apa adanya yang bertujuan untuk menjawab persoalan yang diangkat dalam penelitian.

1

Umar Husein, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. Keenam, h. 42


(18)

5. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan proposal skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007”.

G. Sistematika Penulisan

Untuk pembahasan yang lebih terarah dan mempermudah penulisan pemahaman isi, maka penulis menuangkan kedalam lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, riview studi terdahulu, metode penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II Berisikan tentang latar belakang pemikiran pembentukan OJK, sejarah pembentukan OJK, pemikiran yang berhubungan dengan RUU OJK, dan isi RUU OJK yang terkait dengan pengawasan Pasar Modal Syariah.

Bab III Pada bab ini membahas gambaran umum tentang Bapepam-Lk dan OJK, meliputi sejarah berdirinya, fungsi dan tujuan, landasan hukum Bapepam-Lk, peraturan Bapepam-Lk dan DSN-MUI terkait Pasar Modal Syariah.

Bab IV Berisikan pembahasan tentang tanggapan Bapepam-Lk terkait pembentukan OJK dan RUU OJK, pendapat Bapepam-Lk tentang


(19)

kewenangan pengawasan Pasar Modal Syariah jika OJK terbentuk, kelangsungan lembaga Bapepam-Lk jika OJK terbentuk dan nilai-nilai syariah yang terdapat dalam RUU OJK.


(20)

12 A. Latar Belakang Pemikiran OJK

Secara historis, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada bank sentral. RUU ini disamping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.1

Meski kelahiran OJK ini tengah digodok, tapi sampai kini2 masih banyak yang mempertanyakan gagasan pokok pendirian OJK. Sampai saat ini tidak ada satu latar belakangpun yang dapat meyakinkan, terutama para pelaku pasar keuangan baik diperbankan, asuransi maupun pasar modal, bahwa OJK ini perlu

1

Diakses pada tanggan 28 Juni 2011 dari http://www.ojk-indonesia.info/tentang_ojk

2


(21)

ada dan dibuat sekarang3. Sejauh ini alasan yang sering dilontarkan terhadap pembentukan OJK ini agar Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral dengan pengelolaan moneter negara tidak perlu dipusingkan lagi dengan masalah pengawasan perbankan yang terlalu bersifat teknis.4

Alasan lain menyebut bahwa OJK perlu dibuat karena undang-undang perbankan secara implisit telah mengarahkan seluruh jasa keuangan berada dibawah satu pengawasan. Tapi alasan ini terlampau berpihak, karena semua undang-undang jasa kauangan yang ada saat ini –UU No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal misalnya- mempunyai kedudukan yang setara. Koordinasi dan pengelolaan industri jasa keuangan secara lebih terpadu juga terlalu mengada-ada untuk dijadikan latar belakang karena itu dianggap hanyalah masalah managerial yang tidak konseptual.5

Pada tahun1997, Indonesia dihantam krisis moneter yang membuat bank Indonesia (BI) oleng dan nyaris bangkrut. Akibat intervensi yang berlebihan yang dilakukan pemerintah, BI dipaksa untuk memberikan dana talangan kepada bank umum nasional yang terkena rush. Dana talangan itu kemudian dikenal dengan liquidity support atau bantuan likuiditas bank Indonesia (BLBI). Selain ke bank umum swasta, BLBI juga diberikan ke Bank exim, bank milik

3

Tahun 2002

4

Tito Sulistio, Mencari Ekonomi Pro Pasar: Catatan Tentang Pasar Modal, Privatisasi Dan Konglomerasi Lokal, (Jakarta: The Investor, 2004), h. 252

5


(22)

pemerintah yang saat ini sudah dilebur ke bank mandiri.jumlahnya sekitar Rp 20 triliun. Ditambah dana penjaminan Rp 53,8 triliun, total dana talangan yang dikucurkan BI mencapai Rp 218,3 triliun.6

Perlu kiranya dibentuk OJK di Indonesia berawal dari amanat Undang-undang tentang Bank Indonesia (BI) No.3 tahun 2004 yang menyatakan bahwa: (1) tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. (2) pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana yang dimaksud ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010.

Banyak pakar ekonomi yang menyatakan telah gagalnya BI dalam menjalankan tugasnya sebagai pemilik otoritas pengawas perbankan di Indonesia terlihat dari banyaknya kasus perbankan yang mulai muncul pasca krisis ekonomi global tahun 2010 yang disebabkan oleh kegagalan pembayaran kredit perumahan (subrime morgage default) di Amerika Serikat meskipun dampaknya tidak secara langsung dirasakan oleh Indonesia.

Sebut saja di antaranya kasus Bank Century yang kesulitan likuiditas, gagal kliring karena gagal menyediakan dana (refund) bagi nasabah, yang pada akhirnya Bank Century diambil alih oleh pemerintah melalui bantuan yang diberikan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dengan memberikan suntikan

6

Dewi Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 119


(23)

dana agar Bank Century dapat melakukan likuiditas. Adapula kasus Citybank yang melibatkan pegawai bank tersebut yang melakukan pembobolan dana nasabah sejumlah Rp.17 Milyar, yang hingga Mei 2011 masih dilakukan penyelidikan lebih dalam mengenai kasus tersebut. Tidak hanya itu kasus lain yang terjadi di Bank Mega yakni bobolnya dana milik PT. Elnusa Tbk. sejumlah Rp.111 milyar, yang sahamnya terdaftar pada Bursa Efek.

Kasus-kasus yang kerap terjadi pada dunia perbankan menciptakan

image dan kepercayaan perbankan dimata masyarakat berkurang, hal ini

membuat peran pengawasan BI terhadap perbankan dipertanyakan. Juga yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk segera merancang RUU (Rancangan Undang-Undang) OJK, agar lembaga keuangan tidak hanya indutri perbankan saja akan tetapi industri keuangan lainya seperti pasar modal maupun industri keuangan nonbank dalam melaksanakan kegiatannya dapat diawasi oleh lembaga independen tanpa campur tangan pihak lain agar kerjanya dapat berjalan lebih objektif dalam bertindak.

Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan dibidang teknologi informasi dan inovasi financial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis dan saling terkait antar masing-masing subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Disamping itu, adanya lembaga keuangan yang yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah


(24)

kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga-lembaga keuangan didalam sistem keuangan.7

Dalam naskah akademik pembentukan otoritas jasa keuangan tidak hanya landasan yuridis yaitu amanat UU nomor 3 tahun 2004 pasal 34 tentang Bank Indonesia yang pada hakikatnya pasal 34 dimaksud untuk memberikan otoritas pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan dimaksud terhadap industri perbankan, pasar modal (sekuritas) dan industri keuangan nonbank (asuransi, dana pensiun, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan serta lembaga lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Adapun landasan filosofis dari pembentukan OJK adalah agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, trnsparan, dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Sedangkan landasan sosiologis dari pembentukan OJK adalah perlu adanya prinsip kesetaraan (level playing field), pengaturan dan pengawasan yang didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan transparasi harus ditetapkan sedemikian rupa untuk menciptakan suatu aktifitas dan transaksi ekonomi yang teratur, efisien dan produktif, dan menjamin adanya perlindungan nasabah dan masyarakat.8

7

Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), (Jakarta: 2010), h. 2

8


(25)

Tidak hanya itu, ada berbagai pertimbangan yang menjadi alasan pemerintah untuk membentuk OJK yaitu adanya berbagai alasan perubahan yang terjadi dalam industri jasa keuangan, terutama menyangkut empat faktor :9

1. Produk jasa keuangan semakin bervariasi dan kompleks;

2. Karena berbagai alasan bisnis, lembaga-lembaga keuangan cenderung untuk, menjadi bagian dari konglomerasi;

3. Globalisasi perdagangan jasa meningkatkan arus transaksi ke luar dari atau masuk ke Indonesia;

4. Perkembangan inovasi teknologi bisnis yang sangat cepat; kompleksitas produk yang diperdagangkan makin tinggi. Inovasi tersebut membutuhkan langkah antisipasi perlindungan kepada konsumen.

OJK akan menjadi sebuah lembaga yang independen tampa campur tangan pemerintah dalam melakukan tugasnya sesuai dengan amanat UU tentang BI No. 3 tahun 2004. Sesuai dengan namanya Otorotas Jasa Keuangan maka, OJK akan menanungi seluruh lembaga keuangan tidak terkecuali lembaga keuangan berbasis syariah seperti pasar modal syariah misalnya. Dengan begitu dapat dikatakan kewenangan OJK sangatlah luas karena mengawasi seluruh lembaga keuangan yang ada di Indonesia. Selain itu OJK tidak hanya melakukan

9

Dewi Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah Di Indonesia, Opcit., h. 121


(26)

pengawasan dan pengaturan saja, akan tetapi juga pemeriksaan dan penyidikan akan menjadi kewenangannya.

B. Sejarah Pembentukan RUU OJK

Sudah semestinya RUU OJK disahkan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2010 menurut UU No.3 tahun 2004. Menilik kebelakang, UU tentang BI yang memerintahkan untuk dibentuknya lembaga independen yang fungsinya mengawasi lembaga keuangan yang ada di Indonesia dimulai dari UU No.23 pasal 34 tahun 1999 yang mengamanatkan bahwa paling lambat tanggal 31 Desember 2002, namun hingga akhirnya UU tersebut diamandemen menjadi undang-undang yang berlaku sekarang, yaitu UU No.3 tahun 2004 tentang BI.

RUU OJK dirancang oleh pemerintah melalui kementerian keuangan termasuk didalamnya Bapepam-Lk sebagai pemilik Otoritas Pengawas Pasar Modal dan juga dari pihak Bank Indonesia sebagai pemilik Otoritas Pengawasan Perbankan, tim penyusun RUU OJK ini diketui oleh Fuad Rachmany, yang pada saat itu (2010) masih menjabat sebagai ketua Bapepam-Lk. Setelah RUU OJK disepakati isinya oleh departemen terkait, lalu RUU OJK diserahkan kepada kementerian hukum dan HAM untuk diperiksa kembali, lalu kemudian diberikan kepada presiden untuk selanjutnya diserahkan kepada DPR untuk disahkan menjadi UU.

RUU OJK pun diterima oleh DPR untuk dilanjutkan pembahasannya yang tadinya menjadi kewenangan komisi XI DPR sekarang menjadi


(27)

kewenangan pansus RUU OJK yang dibentuk pada tanggal 20 Juli 2010 oleh DPR. Pansus RUU OJK ini terdiri dari 30 anggota yang diketuai oleh Nusro Wahid, yang pada awalnya dijadwalkan RUU OJK dapat disahkan menjadi UU pada sidang paripurna tanggal 17 Desember 2011 akan tetapi ternyata pembahasan mengenai RUU OJK belum selesai.

Pada akhirnya di sidang paripurna DPR tanggal 27 Oktober 2011 dengan beberapa kesepakatan yang terjadi antara DPR dan pemerintah yang pertama yaitu; 1) fungsi penyelidikan dan penyidikan pada OJK disepakati; 2) masa transisi bagi BI yaitu 3 tahun sejak OJK diundangkan atau akhir 2014, untuk Bapepam-LK harus sudah melebur pada akhir 2012; 3) Dewan Komisioner harus sudah dipilih pada Juni 2012 yang mana panitia penyeleksi calon DK dipimpin oleh Menteri keuangan.

C. Pemikiran Yang Berhubungan Tentang RUU OJK

Dibeberapa negara sudah menggunakan OJK sebagai pemilik otoritas lembaga keuangan sebut saja Swedia. Swedia dengan bank sentralnya Riskbank

merupakan salah satu negara yang sudah puluhan tahun memiliki lembaga pengawasan bank secara terpisah. Pascakrisis 1990-an, negara ini memutuskan untuk melakukan pengawasan secara intensif terhadap perkembangan bank-bank yang suatu saat bisa menimbulkan dampak sistemik dalam arti menyebabkan guncangnya stabilitas keuangan sebuah negara. Atas dasar argumen itu, Riskbank pun lalu membentuk Financial Stability Wing (FSW). FSW memiliki


(28)

dua tugas pokok yaitu menyangkut pengawasan prasarana keuangan seperti sistem pembayaran dan melakukan pengawasan bank-bank yang masuk kategori sistemik.10

Sebut juga Perancis, pengawasan lembaga keuangan di Perancis dilakukan The Banking Commission. Ini merupakan badan yang bersifat kolegial yang terdiri atas tujuh anggota dan diketuai the governor of the banque de france

(The France Central Bank). Badan ini memiliki kewenangan yang cukup besar untuk melakukan pengaturan, pengawasan dan investigasi serta tindakan sanksi/hukum untuk meyakinkan lembaga keuangan memenuhi segala ketentuan hukum perundang-undangan dan/atau peraturan yang berlaku.11

Pada negara yang melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan semacam OJK tentunya memiliki model-model yang berbeda dari tiap negara, hal inilah yang menjadi pertimbangan dalam menentukan model OJK di Indonesia. Tentunya ada yang sukses menggunakan model yang dianut maupun mengalami kegagalan, dan Indonesia sudah sepatutnya mengambil pelajaran dari negara lain dalam menentukan kebijakannnya sendiri.

10

Paul Sutaryono, “Pengawasan Bank Tetap di BI atau OJK?”, Bank Dan Management, no.112 (Maret-April 2010): hal. 6

11


(29)

Model pengawasan industri jasa keuangan di berbagai negara didunia sangat beragam yang dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelompok besar, yaitu:12

1. Multi Supervisory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor

jasa keuangan oleh lebih dari dua otoritas. Masing-masing industri jasa keuangan seperti perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga jasa keuangan lainnya diatur dan diawasi oleh masing-masing regulator yang berbeda. Model ini diterapkan oleh beberapa Negara seperti Amerika Serikat dan Republik Rakyat China.

2. Twin Peak Supervisory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan

sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh dua otoritas utama yang bagiannya didasarkan pada aspek prudential dan aspek market

conduct. Dalam model ini lembaga keuangan prudensial seperti

seperti bank dan perusahaan asuransi berada dalam satu juridiksi pengaturan dan pengawasan tersendiri, sedangkan perusahaan efek dan lembaga keuangan lainnya serta seluruh produk-produk jasa keuangan berada dalam satu juridiksi pengaturan dan pengawasan tersendiri pula. Model ini diterapkan oleh Negara-negara seperti Australia dan Canada.

12

Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Opcit., h. 10


(30)

3. Unified supervisory model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan oleh otoritas yang terintegrasi dibawah satu lembaga atau badan yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap seluruh sektor jasa keuangan mencakup perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga keuangan lainnya. Model ini mulai cenderung diterapkan dibeberapa negara sejak tahun 1997. Yang pertama kali menerapkan model ini adalah Norwegia ditahun 1986. Sampai saat ini sudah lebih dari 30 negara menerapkan model ini. Model ini diterapkan oleh negara-negara yang sektor keuangannya cukup besar dan maju seperti antara lain Inggris, Jepang, Korea Selatan, dan Jerman.

Dari ketiga model diatas sepertinya Indonesia akan mengadopsi model yang ketiga yaitu unified supervisory model, dimana hanya ada satu otoritas yang melakukan fingsi pengaturan dan pengawasan dari seluruh lembaga keuangan meliputi perbakan, asuransi, pasar modal, maupun lembaga keuangan lainnya. Fungsi pengaturan dan pengawasan akan berada ditangan OJK yang saat ini rancangan undang-undangnya sedang menjadi pembahasan DPR dan akan segera disahkan menjadi Undang-undang setelah penantian yang cukup lama.

Kajian akademis atas kondisi otoritas pengawas yang ada dinegara-negara lain termasuk perkembangan industri jasa keuangan di Indonesia dan


(31)

negara lain, serta pengaturan dan pengawasannya, telah menjadi dasar bagi penyusunan rancang bangun OJK dalam Rancangan Undang-Undang tentang OJK (RUU-OJK)

Terdapat materi RUU OJK dan beberapa ketentuan perundangan yang terkait apabila OJK selaku otoritas yang melakukan pengaturan dan pengawasan disektor jasa keuangan terbentuk, dijelaskan dengan tabel berikut:13

Keterkaitan RUU OJK Dengan Hukum Positif

No Peraturan Perundangan Terkait dan Substansi

Rumusan Pasal Peraturan Terkait

1

2

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia

Terkait dengan kebijakan moneter, sistem pembayaran dan stabilitas keuangan

Memuat amanat pembentukan OJK

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan

Memuat peran OJK terkait bank bermasalah

Pasal 34

[1] Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.

[2} Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat [1], akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 desember 2010

Pasal 21

Ayat [1]

[1] LPS menerima pemberitahuan dari LPP mengenai bank yang sedang dalam upaya penyehatan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan dibidang perbankan.

13

Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Opcit., H. 14


(32)

3

Pimpinan OJK menjadi salah satu anggota dewan komisioner LPS

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Diubah Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998

Saat OJK terbentuk tugas dan wewenang bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UU tentang perbankan menjadi tugas dan wewenang OJK. Beberapa ketentuan yang terkait adalah:

Peran OJK dalam perizinan dan pencabutan izin usaha bank

Ayat [2]

LPS melakukan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik setelah LPP atau komite koordinasi menyerahkan penyelesaiannya kepada LPS.

Pasal 65

Ayat [1]

[1] Anggota dewan komisioner berjumlah 6 (enam) orang, yang terdiri atas:

a. 1 (satu) orang pejabat setingkat eselon 1 departemen keuangan yang ditunjuk oleh menteri keuangan;

b. 1 (satu) orang unsur pimpinan LPP yang ditunjuk oleh pimpinan LPP;

c. 1 (satu) orang dari unsur pimpinan bank Indonesia yang ditunjuk oleh pimpinan bank Indonesia;

d. 3 (tiga) orang anggota yang berasal dari dalam dan/atau luar LPS.

Pasal 16

[1] Setiap pihak yang melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoles izin usaha sebagai bank umum ata bank perkreditan rakyat dari pimpinan bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undang-undang tersendiri.

Pasal 37 [2] Apabila:

a. Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat [1] belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank;dan/atau b. Menurut penilaian bank Indonesia keadaan


(33)

4

Peran OJK dalam pembinaan dan pengawasan bank

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun

Saat OJK terbentuk, tugas dan wewenang menteri keuangan sebagaimana dimaksud dalam UU tentang dana pensiun menjadi tugas dan wewenang OJK beberapa ketentuan yang terkait adalah:

Peran OJK dalam pembentukan dan pembubaran dana pensiun

Peran OJK dalam pembinaan dan pengawasan dana pensiun

suatu bank dapat membahayakan sistem perbankan, pimpinan bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan memerintahkan direksi bank untuk segera menyelenggarakan rapat umum pemegang saham guna membubarkan badan hokum bank dan membentuk tim likuidasi.

Pasal 29

[1] Pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh bank Indonesia

Pasal 31

Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.

Pasal 6 Ayat [2]

[2] Dalam jangka waktu paling lama 3 [tiga] bulan terhitung sejak diterimanya permohonan pengesahan dana pensiun secara lengkap dan memenuhi ketentuan undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya, maka peraturan dana pensiun tersebut wajib disahkan dengan keputusan menteri dan dicatat dalam buku daftar umum yang disediakan u tuk itu, dan dalam hal permohonan ditolak, [emberitahuan penolakan harus disertai alasan penolakannya. Pasal 34

Ayat [1]

[1] Pembubaran dana pensiun ditetapkan dengan keputusan menteri yang sekaligus menunjuk likuidator, untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh menteri.

Pasal 50

Ayat [1]


(34)

5

6

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian

Saat OJK terbentuk tugas dan wewenang menteri keuangan sebagaimana dimaksud dalam UU tentang usaha perasuransian menjadi tugas dan wewenang OJK. Beberapa ketentuan yang terkait adalah:

Peran OJK dalam pembinaan dan dan pengawasan usaha perasuransian

Peran OJK dalam pemberian izin dan pencabutan izin usaha perasuransian

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal

Saat OJK terbentuk tugas dan wewenang bapepam sebagaimana dimaksud dalam UU pasar modal menjadi tugas dan wewenang OJK. Beberapa ketentuan yang terkait adalah:

Peran OJK dalam pembinaan dan pengawasan pasar modal

Wewenang OJK terkaiy pasar modal

pemberi kerja dan dana pensiun lembaga keuangan dilakukan oleh menteri.

Pasal 10

Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh menteri.

Pasal 9

Ayat [1]

[1] Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib mendapat izin usaha dari menteri, kecualai bagi perusahaan yang menyelenggarakan program asuransi social Pasal 17

Ayat [1]

[1] Dalam hal terdapat pelanggaran tehadap ketentuan dalam undang-undang ini atau peraturan pelaksanaannya, menteri dapat melakukan tindakan berupa pemberian peringatan, pembatasan kegiatan usaha, atau pencabutan izin usaha.

Pasal 3

Ayat [1]

[1] Pembinaan dan pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal dilakukan oleh badan pengawas pasar modal yang selanjutnya disebut bapepam

Pasal 5

Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dan pasal 4, bapepam berwenang untuk :

a. Memberi:

1) Izin kepada bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, reksa


(35)

dana, perusahaan efek, penasehat investasi, dan biro administrasi efek; 2) Izin orang perseorangan bagi wakil

penjamin emisi efek, wakil perantara pedagang efek, dan wakil manager investasi; dan

3) Persetujuan bagi bank kustodian; b. Mewajibkan pendaftaran profesi

penunjang pasar modal dan wali amanat; c. Menetapkan persyaratan dan tata cara

pencalonan dan memberhentian untuk sementara waktu komisaris dan atau direktur serta menunjuk managemen sementara bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, serta lembaga penyimpanan dan penyelesaian sampai dengan dipilihnya komisaris dan atau direktur yang baru;

d. Menetapkan persyaratan dan tata cara pernyataan pendaftaran serta menyatakan, menunda, atau membatalkan efektifnya penyataan pendaftaran;

e. Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap pihak dalam hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya; f. Mewajibkan setiap bank untuk:

1) Menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan di pasar modal; atau

2) Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dari iklan atau promosi yang dimaksud;

g. Melakukan pemeriksaan terhadap: 1) Setiap emiten atau perusahaan public

yang telah atau diwajibkan menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada bapepam; atau 2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki

izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan undang-undang ini; h. Menunjuk pihak lain untuk melakukan

pemeriksaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang bapepam sebagaimana dimaksud dalam huruf g; i. Mengumumkan hasil pemeriksaan;


(36)

j. Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu efek pada bursa efek atau menghentikan transaksi bursa atau efek tertentu untuk jangka waktu tertentu guna melindungi kepentingan pemodal; k. Menghentikan kegiatan perdagangan

bursa efek untuk jangka waktu tertentu dalam hal keadaan darurat;

l. Memeriksa keberatan yang diajukanoleh pihak yang dikenakan sangsi oleh bursa efek, lembaga penyimpanan dan penyelesaian serta memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud;

m. Menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan, dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan pasar modal;

n. Melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan dibidang pasar modal;

o. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atau peraturan pelaksanaannya;

p. Menetapkan instrument lain sebagai efek selain yang telah ditentukan dalam pasal 1 angka 5; dan

q. Melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan undang-undang ini.

D. RUU OJK Terkait Pengawasan Pasar Modal Syariah

Dalam RUU OJK tidak disebutkan secara rinci tentang industri keuangan berdasarkan prinsip syariah termasuk diantaranya pasar modal syariah, hanya disebutkan secara umum yang masih menginduk ke industri keuangan konvensional. Berikut dijabarkan pada tabel terkait isi RUU OJK yang membahas atau menyebutkan tentang pasar modal:


(37)

Pembahasan Pasar Modal Dalam RUU OJK

No Pasal Isi

1

2

3

4

Pasal 4 ayat (1)

Pasal 4 ayat (5)

Pasal 20 ayat (2)

Pasal 21 ayat (1)

Otoritas jasa keuangan melakukan pengaturan da pengawasan secara terpadu, independen, dan akuntabel terhadap:

a. Kegiatan jasa keuangan di bidang perbankan; b. Kegiatan jasa keuangan di bidang pasar

modal; dan

c. Kegiatan jasa keuangan di bidang IKNB

Tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang pasar modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dlaksanakan oleh pengawas pasar modal.

Kepala eksekutif pengawas pasar modal memimpin tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang pasar modal sebagaimana di maksud dalam pasal 4 ayat (5).

Dalam rangka melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, kepala eksekutif dibidang measing-masing mempunyai wewenang:

a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

b. Menetapkan aturan teknis dibidang jasa keuangan;


(38)

5

6

Pasal 47 ayat (1)

Pasal 47 ayat (2)

tindakan lain terhadap pelaku dan / atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dam peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan;

d. Mengeluarkan perintah tyertulis kepada pihak tertentu;

e. Melakukan penunjukan pengelola statuter; f. Menetapkan penggunaaan pengelola statuter; g. Menetapkan sanksi administrative kepada

pihak yang melakukan pelanggaran di bidang jasa keuangan; dan

h. Member dan / atau mencabut: 1. Izin usaha;

2. Izin orang perseorangan;

3. Efektifnya pernyataan pendaftaran; 4. Surat tanda terdaftar;

5. Persetujuan melakukan kegiatan usaha; 6. Pengesahan; dan

7. Persetujuan pembubaran/ penetapan pembubaran.

Tugas wewenang pengaturan dan pengawasan dibidang pasar modal dan IKNB yang dilaksanakan oleh menteri keuangan atau badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan secara bertahap beralih kepada otoritas jasa keuangan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal undang-undang ini diundangkan.

Untuk tahun pertama setelah tugas dan wewenang pengaturan pengawasan sebagaimana dimaksud pada


(39)

7

8

9

Pasal 48 ayat (2)

Pasal 50 ayat (2)

Pasal 52 angka 4

ayat (1) beralih, pembiayaan penyelenggaraan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan dibidang pasar modal.

Terhitung sejak wewenang pengaturan dan pengawasan dibidang pasar modal dan IKNB sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat (1) beralih kepada otoritas jasa keuangan, status kepegawaian pegawai negeri sipil pada badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan, kementerian keuangan dialihkan menjadi pegawai otoritas jasa keuangan.

Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan, Kementerian Keuangan bertugas mempersiapkan perangkat dan infrastruktur yang dibutuhkan bagi pengalihan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan dibidang pasar modal dan IKNB dari Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608). Dan peraturan undang-undang lainnya dibidang jasa keuangan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang ini.


(40)

32 A. Sejarah Umum Berdirinya Bapepam-Lk

Terbentuknya Bapepam berawal dari dibentuknya tim persiapan pasar modal (PM) dan pasar uang (PU) di Bank Indonesia (BI) berdasarkan keputusan direksi BI No. 4/16 tanggal 26 juli 1968. Dari penelitian Tim tersebut didapatkan bahwa PM di Indonesia benihnya sudah ada sejak tahun 1952, akan tetapi karena pengaruh situasi politik yang terjadi dan masih awamnya pengetahuan masyarakat tentang pasar modal, maka pertumbuhan bursa efek di Indonesia mengalami kelesuan.

Tim persiapan PM dan PU dibubarkan setelah melakukan tugasnya dengan dikeluarkannya surat keputusan Kep-Menkeu No. Kep-25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari 1972. Pada tahun 1976 dibentuklah Bapepam (Badan Pelaksana Pasar Modal) yang secara umum bertugas membantu menteri keuangan yang diketuai oleh gubernur Bank Sentral.

Dengan dibentuknya Bapepam selain membantu menteri keuangan juga bertugas membentuk kembali PU dan PM. Bapepam juga memiliki fungsi ganda yaitu sebagai penyelenggara serta pengawas bursa efek. Namun, dengan adanya keppres No. 53/1990 dan SK Menkeu No. 1548/1990 maka dualisme fungsi


(41)

Bapepam di hapus terfokus pada pengawasan pasar modal. Sedangkan pasar uang diserahkan kepada Bank Indonesia.

Sejak tahun 2005 Bapepam disempurnakan menjadi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (disingkat Bapepam-LK) berdasarkan keputusan menteri keuangan RI Nomor KMK 606/KMK.01./2005tanggal 30 Desember 2005. Bapepam-LK merupakan gabungan dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan Departemen Keuangan. Bapepam-LK berada di bawah departemen Keuangan Republik Indonesia yang bertugas membina, mengatur, mengawasi sehari-hari kegiatan pasar modal serta merumuskan kebijakan dan standarisasi teknis dibidang lembaga keuangan.1

Diawali dengan diterbitkannya reksadana syariah oleh PT.Dana Reksa pada pertengahan tahun 1997 merupakan awal dari berkembangnya instrumen investasi syariah di Pasar Modal. Hal tersebut menarik perhatian lembaga-lembaga yang terlibat dalam pasar modal syariah diantaranya Bapepam-Lk dan DSN-MUI untuk membuat nota kesepahaman (MoU) dalam mengembangkan pasar modal berbasis syariah di Indonesia.

Dari sisi kelembagaan Bapepam-LK, perkembangan Pasar Modal Syariah ditandai dengan pembentukan Tim Pengembangan Pasar Modal Syariah pada tahun 2003. Selanjutnya, pada tahun 2004 pengembangan Pasar Modal Syariah

1


(42)

masuk dalam struktur organisasi Bapepam dan LK, dan dilaksanakan oleh unit setingkat eselon IV yang secara khusus mempunyai tugas dan fungsi mengembangkan pasar modal syariah. Sejalan dengan perkembangan industri yang ada, pada tahun 2006 unit eselon IV yang ada sebelumnya ditingkatkan menjadi unit setingkat eselon III.2

B. Dasar Hukum Pembentukan Bapepam-Lk

GBHN 1999–2004 telah merespon dinamika perubahan industri jasa keuangan tersebut, dimana dinyatakan bahwa dalam rangka menciptakan industri pasar modal yang efektif dan efisien, perlu dibentuk suatu lembaga independen yang mengawasi kegiatan di bidang Pasar Modal dan lembaga keuangan. Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 34 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, disebutkan bahwa pengawasan industri jasa keuangan dilakukan oleh lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen selambat-lambatnya dibentuk pada Desember 2010.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor KMK 606/KMK.01./2005 tanggal 30 Desember 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, organisasi unit eselon I Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan unit eselon I Direktorat

2

“Sejarah Pasar Modal Syariah”, diakses pada tanggal 13 juni 2011 dari http://www.bapepam.go.id/syariah/sejarah_pasar_modal_syariah.html


(43)

Jenderal Lembaga Keuangan (DJLK) digabungkan menjadi satu organisasi unit eselon I, yaitu menjadi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan Lembaga Keuangan).3

C. Tugas dan Fungsi Bapepam-Lk

Pasar modal di Indonesia dikelola oleh badan pengawas pasar modal (Bapepam) yang struktur organisasinya berada dibawah Departemen Keuangan. Bapepam ini mempunyai berbagai fungsi dan kewenangan.4

1. Tugas dan fungsi Bapepam

Bapepam memiliki beberapa tugas dan fungsi, antara lain:

a. Melakukan pembinaan, membuat peraturan, dan mengawasi kegiatan pasar modal sehari-hari.

b. Mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar, dan efisien dengan tujuan melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. c. Melaksanakan pembinaan terhadap semua pelaku dan lembaga yang

berkaitan dengan pasar modal.

d. Mempertanggungjawabkan seluruh aktivitasnya ke menteri keuangan berkaitan dengan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan pasar modal.

3

Diakses pada tanggal 16 juni 2011 dari

http://www.bapepam.go.id/bapepamlk/organisasi/index.htm

4

Ade Arhesa an Edia Hendiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta, PT. Indekx Kelompok Gramedia, 2006), h. 217


(44)

Sebagai Badan Pelaksana Pasar Modal (1976) tugas Bapepam menurut Keppres NO. 52/1976 tentang pasar modal yang disempurnakan dengan Keppres No. 58 tahun 1984 adalah:

 Mengadakan penilaian terhadap perusahaan-perusahaan yang akan menjual saham-sahamnya melalui Pasar Modal apakah telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dan sehat serta baik;

 Menyelenggarakan Bursa Pasar Modal yang efektif dan efisien;

 Terus-menurus mengikuti perkembangan perusahaan-perusahaan yang menjual saham-sahamnya melalui pasar modal.

2. Kewenangan Bapepam5

Kewenangan Bapepam antara lain:

a. Memberikan izin usaha, izin perorangan, persetujuan kepada pelaku pasar modal.

b. Menetapkan persyaratan dan dan tata cara menjadi peserta pasar modal serta dapat menyatakan penundaan atau pembatalan terhadap efektifnya pernyataan pendaftaran.

c. Mengadakan pemeriksaan dan dan penyidikan apabila diduga terjadi peristiwa / aktivitas yang merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dan ketentuan pelaksanaan pasar modal.

5


(45)

d. Melakukan pemeriksaan terhadap emiten, perusahaan public, dan piha-pihak yang memiliki izin usaha, izin perorangan atau pendaftaran di pasar modal.

e. Melakukan penunjukan kepada pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang bapepam. f. Membatalkan atau membekukan pencatatan efek tertentu pada bursa

efek atau menghentikan transaksi bursa atau efek tertentu. g. Menetapkan instrument tertentu sebagai efek.

Adapun wewenang Bapepam-Lk secara lengkap tertuang dalam pasal 5 Undang-Undang Pasar Modal sebagai berikut:

a. memberi :

1) Izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, dan Biro Administrasi Efek;

2) Izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Investasi; dan

3) Persetujuan bagi Bank Kustodian;

b. mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali Amanat;

c. menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan untuk sementara waktu komisaris dan atau direktur serta menunjuk


(46)

manajemen sementara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sampai dengan dipilihnya komisaris dan atau direktur yang baru;

d. menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan Pendaftaran serta menyatakan, menunda, atau membatalkan efektifnya Pernyataan Pendaftaran;

e. mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya;

f. mewajibkan setiap pihak untuk :

1) menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal; atau

2) mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dari iklan atau promosi dimaksud;

g. melakukan pemeriksaan terhadap :

1) Setiap Emiten atau Perusahaan Publik yang telah atau diwajibkan menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam; atau

2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan Undang-undang ini;

h. menunjuk Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam huruf g;


(47)

i. mengumumkan hasil pemeriksaan;

j. membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada Bursa Efek atau menghentikan Transaksi Bursa atas Efek tertentu untuk jangka waktu tertentu guna melindungi kepentingan pemodal;

k. menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu tertentu dalam hal keadaan darurat;

l. memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian serta memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud;

m. menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan, dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal;

n. melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar Modal;

o. memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas Undang-undang ini atau peraturan pelaksanaannya;

p. menetapkan instrumen lain sebagai Efek selain yang telah ditentukan dalam Pasal 1 angka 5; dan


(48)

Mengingat pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan dunia usaha dan sebagai wahana investasi bagi para pemodal, serta memiliki peranan strategis untuk menunjang pembangunan nasional, pasar modal perlu mendapat pengawasan agar pasar modal dapat berjalan secara teratur, wajar, efisien, serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat (UUPM pasal 4). Untuk itu, bapepam diberikan kewenangan luar biasa dan kewajiban untuk membina, mengatur, dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan dipasar modal. Pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat preventif dalam bentuk aturan, pedoman, bimbingan, dan arahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan, penyidikan dan pengenaan sanksi.6

Fungsi Bapepam yang demikian itu adalah fungsi-fungsi yang juga dimiliki oleh Otoritas Pasar Modal di negara-negara lain di dunia. Kewenangan yang diberikan oleh UU No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal pasal 3 dan 4 adalah kewenangan yang sesuai standar dan prinsip hukum pasar modal global. Otoritas pasar modal akan mempunyai 3 (tiga) fungsi utama, yaitu melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan. Fungsi-fungsi tersebut diberikan kepada Bapepam untuk memfasilitasi tercapainya tujuan

6

M Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), h.


(49)

yang dicanangkan UU, yaitu menciptaka pasar modal yang teratur wajar dan efisien, serta memberikan perlindungan kepada pemodal dan masyarakat.7

Bapepam-Lk memiliki wewenang untuk membina, mengatur, dan mengawasi kegiatan pasar modal serta merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis dibidang lembaga keuangan. Dalam melaksanakan wewenang tersebut Bapepam-Lk menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:8

1. Penyusunan peraturan di bidang pasar modal; 2. Penegakan peraturan di bidang pasar modal;

3. Pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang memperoleh izin usaha, persetujuan, pendaftaran dari Badan dan pihak lain yang bergerak di pasar modal;

4. Penetapan prinsip-prinsip keterbukaan bagi Emiten dan Perusahaan Publik;

5. Penyelesaian yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Kliring, dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpan dan Penyelesaian;

6. Penetapan ketentuan asuransi di bidang pasar modal;

7. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang lembaga keuangan;

7

Ibid., h. 116

8

Nindyo Pramono, Pengantar Tentang Pasar Modal Di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), h. 52


(50)

8. Pelaksanaan kebijakan dibidang lembaga keuangan, sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

9. Perumusan standar, norma, pedoman kriterian dan prosedur di bidang lembaga keuangan;

10. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang lembaga keuangan; 11. Pelaksanaan tata usaha Badan.

UUPM (Undang-Undang Pasar Modal) tidak membedakan apakah kegiatan pasar modal tersebut dilakukan dengan prinsip-prinsip syariah atau tidak. Dengan demikian, berdasarkan UUPM kegiatan pasar modal di Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan dapat pula dilakukan tidak sesuai prinsip syariah.9

Dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas Pasar Modal, khusus dalam melakukan pembinaan dan pengawasan pasar modal syariah Bapepam-Lk bekerjasama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) dari Majlis Ulama Indonesia (MUI) yang menjadi pusat referensi atas aspek-aspek syariah dalam kegiatan pasar modal syariah. DSN bertugas memberikan fatwa-fatwa sehubungan dengan kegiatan emisi, perdagangan, pengelolaan portofolio efek-efek syariah, dan kegiatan lain yang berhubungan dengan efek-efek syariah. DSN mempunyai kewenangan penuh untuk memberikan keputusan tentang berhak

9

Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasuition, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 55


(51)

tidaknya sebuah efek menyandang label syariah. Kewenangan penuh juga dimiliki DSN dalam pengawasan kegiatan emisi, perdagangan, pengelolaan portofolio efek-efek syariah.10

Secara garis besar fungsi, tugas maupun wewenang Bapepam-Lk adalah menyelenggarakan bursa pasar modal tak terkecuali didalamnya Pasar Modal Syariah yang efektif dan efisien, membuat peraturan ataupun pedoman dalam melakukan kegiatan di Pasar Modal, melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku pasar modal agar senantiasa mengikuti peraturan yang dikeluarkan Bapepam-Lk. Tidak hanya itu Bapepam-Lk pun diharuskan mengikuti perkembangan yang terjadi dalam bursa pasar modal dan ketika terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan pasar modal, Bapepam-Lk berhak untuk mencabut izin dari pihak atau Badan yang melakukan kegiatan di pasar modal.

Dalam perkembangan terkhir Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menetapkan perkembangan Pasar Modal Syariah sebagai salah satu priorotas kerja lima tahun kedepan. Rencana tersebut dituangkan dalam Masterplan Pasar Modal Indonesia 2005-2009. Dengan program ini, pengembangan Pasar Modal Syariah memiliki arah jelas dan makin membaik. Terdapat dua strategi utama yang dicanangkan Bapepam untuk mencapai pengembangan pasar modal syariah. Pertama, mengembangkan kerangka hukum untuk memfasilitasi pengembangan pasar mdal berbasis syariah.

10


(52)

kedua, mendorong pengembangan produk pasar modal berbasis syariah. selanjutnya, dua strategi utama tersebut dijabarkan Bapepam menjadi tujuh implementasi startegi, yakni:11

1. Mengatur penerapan prinsip syariah; 2. Menyusun standar akuntansi;

3. Mengembangkan profesi pelaku pasar; 4. Sosialisasi prinsip syariah;

5. Mengembangkan produk; 6. Menciptakan produk baru;

7. Meningkatkan kerja sama dengan dewan syariah nasional (DSN) MUI.

Bapepam-Lk pun memiliki tugas maupun wewenang semacamnya, termasuk ikut andil dalam mengembangkan produk Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank. Adapun strategi yang akan dilakukan bapepam untuk mengembangkan pasar modal berbasis syariah seperti yang tercantum dalam strategi 3 masterplan Bapepam-Lk tahun 2010-2014 dilakukan dalam beberapa program sebagai berikut:12

11

Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, Cet. III (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 303

12

Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, Master Plan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank 2010-2014, h. 17


(53)

Program 1: Mengembangkan kerangka regulasi yang mendukung pengembangan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank berdasarkan prinsip syariah. Dengan melakukan penambahan dan penyempurnaan regulasi baru yang lebih komprehensip terkait produk pasar modal dan industri keuangan non bank bersdasarkan prinsip syariah melalui fatwa DSN-MUI.

Program 2: Mengembangkan produk pasar modal dan jasa keuangan non bank berdasarkan prinsip syariah. Dengan melakukan langkah penyusunan pedoman baku syariah, dan menciptakan produk-produk baru syariah.

Program 3: Mengupayakan kesetaraan produk keuangan syariah dengan produk konvensional. Bapepam akan pelakukan penyetaraan produk, baik dari proses penerbitan maupun perpajakan antara produk konvensional maupun berbasis syariah.

Program 4: Meningkatkan perkembangan sumber saya manusia di pasar modal dan industri keuangan non bank berdasarkan prinsip syariah. cara yang ditempuh dalam meningkatkan pengembangan sumber daya manusia dengan memfokuskan pada pembekalan teknis industry dan pengetahuan fikih muamalat. Dan juga membuat pedoman standar kualifikasi dan sertifikasi bagi para professional dibidang pasar modal berbasis syariah.


(54)

D. Peraturan Bapepam-Lk dan DSN-MUI Terkait Pasar Modal Syariah

1. Fatwa Dewan Syariah Nasional 13

Operasional pasar modal syariah menurut fatwa dewan syariah nasional (DSN) No. 40/DSN-MUI/X/2003, tentang pasar modal dan pedoman umum penerapan prinsip syariah dibidang pasar modal, sebagai berikut:

Transaksi yang dilarang dalam pasar modal syariah, antara lain:

Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang didalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman. Transaksi yang mengandur unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman, antara lain:

 Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu,

 Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (efek syariah) yang belum dimiliki (short selling);

 Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam bentuk memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang;

 Menimbulkan informasi yang menyesatkan;

13

Muhammad Sholahuddin dan Lukman Hakim, Lembaga Ekonomi dan Keuangan Syariah Kontemporer, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2008), h. 270


(55)

 Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas efek syariah dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian efek syariah tersebut;

 Ikhtikar (penimbunan), yaitu melakukan pembelian atau dan pengumpulan suatu efek syariah, dengan tujuan mempengaruhi pihak lain;

 Dan transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur-unsur diatas. Transaksi dalam pasar modal syariah semestinya mendapatkan Harga Pasar Wajar, yaitu harga pasar dari efek syariah harus mencerminkan nilai valuasi kondisi yang sesungguhnya dari asset yang menjadi dasar penerbitan efek tersebut dan/atau sesuai dengan mekanisme pasar yang teratur, wajar efisien serta tidak direkayasa.

2. Peraturan Bapepam-Lk Terkait Pasar Modal Syariah

Terkait pasar modal berdasarkan prinsip syariah, bepepam mengeluarkan peraturan No.IX.A.13 tentang penerbitan efek syariah, peraturan No.IX.A.14 tentang akad-akad yang digunakan dalam penerbitan efek syariah, peraturan No.II.K.I tentang criteria dan penerbitan daftar efek syariah dan peraturan No.X.K.2 tentang penyampaian laporan keuangan berkala emiten atau perusahaan publik.


(56)

48 Modal Syariah

A. Perspektif Bapepam-Lk Terhadap Pembentukan OJK dan Isi RUU OJK

Otoritas Jasa Keuangan yakni lembaga yang melaksanakan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan secara terpadu, independen, dan akuntabel terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang perbankan, pasar modal dan industri keuangan nonbank. OJK adalah lembaga independen yang tidak berada dibawah otoritas lain didalam sistem pemerintahan negara Republik Indonesia, yang memiliki independensi di dalam melaksanakan fungsinya, bebas dari campur tangan pihak lain. Independensi OJK dapat dilaksanakan dengan penerapan tata kelola yang baik antara lain dalam hal penetapan Dewan Komisioner yang transparan dan prudent, akuntabilitas dan pertanggungjawaban kepada publik, serta mekanisme check & balances dimana dilakukan pemisahan yang jelas antara fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan. Independensi OJK diatur dalam RUU OJK. 1

Berdasarkan ketentuan pasal 34 Undang-undang tentang Bank Indonesia beserta penjelasannya dapat disimpulkan bahwa OJK akan bertugas mengawasi bank, lembaga-lembaga usaha perasuransian, lembaga-lembaga usaha pasar

1


(57)

modal, dana pensiun, lembaga-lembaga usaha pembiayaan, modal ventura, dan lembaga-lembaga lain yang mengelola dana masyarakat. Dengan demikian OJK akan mengambil alih sebagian tugas dan wewenang Bank Indonesia, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, dan institusi-institusi pemerintah lain yang selama ini mengawasi lembaga pengelola dana masyarakat.2

Perumusan RUU OJK pasca amandemen UU No.3 tahun 1999 dimulai sejak tahun 2008, yang tentunya berdasarkan amanat UU No. 3 tahun 2004 tentang BI (Bank Indonesia). Pembentukan OJK ini merupakan fungsi pemerintah, dan perumusan RUU OJK dilakukan oleh pemerintah yang terdiri dari kementerian keuangan yang diwakili oleh Bapepam-Lk selaku pemilik otoritas di bidang pasar modal dan BI selaku pemilik otoritas dibidang perbankan.

Ditengah polemik butuh atau tidaknya, setuju atau tidak OJK dibentuk, Bapepam-Lk sendiri memiliki pendapat, bahwasanya OJK perlu dibentuk dan adapun penjelasan tentang pentingnya OJK dibentuk tertuang dalam naskah akademik pembentukan OJK.

2

Darmin Nasution, “Konsepsi Penyusunan Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dan Persiapan Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan”, diakses pada tanggal 24 Juni 2011 dari www.legalitas.org


(58)

“Faktanya OJK ini memang diperlukan, argumennya ada di naskah akademik RUU OJK, itulah argumennya, argumennya sudah cukup kuat”3

Dalam Naskah Akademik Pembentukan OJK dijelaskan bahwasanya terdapat beberapa landasan penting dalam pembentukan OJK, yaitu: landasan yuridis dimana UU No.3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia, yang mengamanatkan bahwasanya perlu dibentuknya lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang termasuk didalamnya perbankan, pasar modal, modal ventura, dana pensiun, lembaga keuangan nonbank dan lain sebagainya yang termasuk dalam bidang industri jasa keuangan baik konvensional maupun syariah. Landasan filosofis, dari segi filosofis pembentukan OJK dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.4 Adapun dari segi landasan sosiologis, pembentukan OJK didasari semangat reformasi dan gejala transformasi sektor keuangan yang menglobal yang ditandai oleh kemajuan teknologi informasi, inovasi produk-produk finansial yang semakin kompleks dan keterkaitan entitas bisnis antar negara.5

3

Wawancara Pribadi dengan Muhammad Touriq (Kepala Bagian Pengembangan Kebijakan Pasar Modal Syariah Bapepam-Lk). Jakart a, 25 Juli 2011

4

Tim Panitia Ant ar Depart em en Pem bent ukan Rancangan Undang-Undang Tent ang Ot orit as Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembent ukan OJK, 2010, h. 3

5


(59)

Dalam RUU OJK tidak dijelaskan secara spesifik terkait katagori industri keuangannya, termasuk dalam konvensional ataupun syariah, dalam RUU OJK hanya disebutkan secara umumnya saja. Hal tersebut tidak dipermasalahkan oleh Bapepam-Lk yang di wakili oleh kepala bagian pengembangan kebijakan pasar modal syariah Bapepam-Lk, beliau menyatakan bahwa tidak dibedakannya pasar modal syariah maupun konvensional dalam RUU OJK tidak akan menhambat pertumbukan industri syariah karena bagaimnapun OJK kelak akan menjadi payung hukum dari seluruh industri keuangan baik konvensional maupun syariah.

“Menurut saya OJK ini akan menjadi payung hukum sehingga saya tidak perlu merasa khawatir kalau syariah akan tertinggal. Karena nanti setelah OJK nya ada akan ada undang-undang bawahannya, untuk apa khawatir karena industri kita sama ko’, bank ada bank konvensional, asuransi, pasar modal juga ada syariah, hingga ini (OJK) akan menaungi secara hukum. Yang namanya industri keuangan akan masuk disini (OJK) baik konvensional maupun syariah, kenapa kita jadi khawatir, karena kita sudah pasti masuk, seperti kita di Indonesia masa kita takut tidak diakui, kita tidak perlu secara eksklusif menyebutkan itu, gx perlu, karena yang kita susun adalah pengawasan industri keuangan.”6

6

Wawancara Pribadi dengan Muhammad Touriq (Kepala Bagian Pengembangan Kebijakan Pasar Modal Syariah Bapepam-Lk). Jakarta 25 Juli 2011


(60)

B. Perspektif Bapepam-Lk Terhadap Kewenangan OJK Dalam Melakukan

Pengawasan Terhadap Pasar Modal Syariah Dalam RUU OJK

Menurut ketua Bapepam-LK periode 27April 2006-15April 2011 Fuad Rahmany, draft RUU yang akan diserahkan mengacu pada UU Bank Indonesia pasal 34, ditambahkan Fuad, OJK menjadi badan pengawasan perbankan, serta lembaga keuangan nonbank. Saat ini fungsi pengawasan perbankan ada di BI, sementara untuk fungsi pengawasan (supervisi) pasar modal dan lembaga keuangan nonbank ada di Bapepam-LK, yang merupakan perwakilan dari Kementerian Keuangan.7

Ruang lingkup OJK terdiri dari pengaturan, pengawasan dan penegakan hukum. Fungsi pengaturan dilakukan oleh Dewan Komisioner sementara Fungsi Pengawasan dilakukan oleh masing-masing pengawas yang terdiri dari pengawas perbankan, pengawas pasar modal dan pengawas industri keuangan nonbank yang selanjutnya disebut Kepala Eksekutif. Kewenangan penegakan hukum dilakukan oleh OJK terhadap industri jasa keuangan sesuai dengan RUU OJK pasal 41. 8

“(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengawasan industri jasa keuangan di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan, diberi

7

“Bapepam: OJK harus terbentuk tahun ini”, diakses pada tanggal 15 Agustus 2011 dari http://finance.detik.com/read/2010/03/01/200212/1308927/5/bapepam-ojk-harus-terbentuk-tahun-ini

8

Diakses pada tanggal 12 Agustus 2011 dari http://www.ojk-indonesia.info/mainmenu.php?module=faq&id=0&&page=1


(61)

wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana”.9

Menurut RUU OJK, OJK memiliki wewenang diantaranya melakukan pengaturan dan pengawasan kegiatan sehari-hari pasar modal termasuk didalamnya pasar modal berdasarkan prinsip syariah. Pada Bab II pasal 4 angka (2) dinyatakan bahwa tugas pengaturan dalam kegiatan industri keuangan termasuk didalamnya pasar modal, maka pengaturannya berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang OJK yang akan terbentuk nanti. Adapun dalam tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan dibidang pasar modal dilaksanakan oleh Pengawas Pasar Modal. Hal tersebut menandakan bahwasanya pada setiap bidang industri keuangan yang bernaung di bawah payung OJK tidak serta merta diawasi langsung oleh OJK akan tetapi akan ada bidang atau bagian yang mengawasinya yang dipimpin oleh kepala eksekutif yang bertanggung jawab kepada dewan komisioner.

Bapepam-Lk memiliki fungsi utama yaitu melakukan pengawasan terhadap pasar modal baik konvensional maupun syariah. Jika OJK benar terbentuk, menurut Lutfie Zain Fuady selaku kepala bagian hukum pengelolaan investasi syariah Bapepam-Lk pengawasan terhadap pasar modal syariah akan tetap efektif, karena tidak ada fungsi yang hilang dalam tubuh Bapepam-LK

9


(1)

sebagai pemangku yang bertanggung jawab memelihara dan menumbuhkan perekonomian nasional.

Ayat (5)

Penyusunan standar dan kebijakan akuntansi oleh Otoritas Jasa Keuangan dilakukan dengan memperhatikan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Ayat (6)

Cukup jelas. Ayat (7)

Cukup jelas. Ayat (8)

Cukup jelas. Pasal 37

Ayat (1)

Koordinasi ini antara lain diperlukan dalam rangka mendukung tugas Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter yang antara lain mencakup operasi pasar terbuka, giro wajib minimum, sistem pembayaran, dan fasilitas likuiditas, menunjang tugas Kementerian Keuangan di bidang fiskal, dan mendukung tugas Lembaga Penjamin Simpanan di bidang penjaminan simpanan, serta membantu Otoritas Jasa Keuangan dalam pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan, yang dilakukan secara berkala.

Ayat (2)

Pengawasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk mendukung tugas Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan di sektor Perbankan. Ayat (3)

Pengawasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk mendukung tugas Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya.

Ayat (4)


(2)

dengan istilah onsite supervision.

Yang dimaksud dengan “pengawasan tidak langsung” adalah yang dikenal dengan istilah offsite supervision.

Ayat (5)

Pertukaran informasi tersebut dibangun secara terintegrasi sehingga Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan dapat mengakses dan memperoleh informasi untuk mendukung tugas dan wewenang masing-masing.

Ayat (6)

Ketentuan ini dimaksudkan agar Otoritas Jasa Keuangan dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain yang memiliki fungsi penegakan hukum, seperti kejaksaan, kepolisian, lembaga dan/atau komisi yang bertugas di bidang pemberantasan tindak pidana pencucian uang, pemberantasan tindak pidana korupsi, dan lembaga terkait lainnya.

Ayat (7)

Untuk mengefektifkan koordinasi dan kerja sama antara Otoritas Jasa Keuangan dengan pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, Peraturan Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini dapat memuat ketentuan tentang kesepakatan bersama, dan/atau bentuk lain yang setara dengan kesepakatan bersama.

Pasal 38 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Dalam Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan, lembaga pengawas sektor jasa keuangan disebut dengan Lembaga Pengawas Perbankan. Dengan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan maka yang dimaksud dengan Lembaga Pengawas Perbankan adalah Otoritas Jasa Keuangan

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik” adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan Undang-Undang mengenai jaring pengaman


(3)

sistem keuangan. Pasal 39

Cukup jelas. Pasal 40

Ayat (1)

Otoritas Jasa Keuangan dapat berkerjasama dengan:

- organisasi internasional antara lain, International Organization of

Securities Commisions (IOSCO), International Organization of Pension

Supervisors (IOPS), International Association of Insurance Supervisors

(IAIS), organisasi pengawas dan pengatur perbankan internasional

- Lembaga internasional antara lain, Asian Development Bank (ADB),

World Bank, Islamic Development Bank (IDB), dan Financial Action

Task Force on Money Laundering (FATF)

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Cukup jelas. Ayat (4)

Cukup jelas. Ayat (5)

Huruf a

perjanjian kerja sama timbal balik dapat dilakukan melalui perjanjian bilateral maupun multilateral.

Huruf b

Cukup jelas. Ayat (6)

Cukup jelas. Pasal 41


(4)

Pasal 42

Cukup jelas. Pasal 43

Cukup jelas. Pasal 44

Cukup jelas. Pasal 45

Cukup jelas. Pasal 46

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Pembiayaan dari Bank Indonesia masih dibutuhkan untuk menunjang dan menjamin kelangsungan pengawasan di bidang Perbankan pada awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 47 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara masih dibutuhkan untuk menunjang dan menjamin kelangsungan pengawasan di bidang Pasar Modal dan IKNB pada awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 48

Cukup jelas. Pasal 49


(5)

Pasal 50 Ayat (1)

Perangkat dan infrastruktur yang dibutuhkan, antara lain struktur organisasi, infrastruktur, dan prosedur operasional, rencana kerja dan anggaran, pengalihan dan pengadaan personalia dari Bank Indonesia, dan instansi lain apabila diperlukan, kepada Pengawas Perbankan, pengalihan dan pengadaan sistem informasi dan dokumentasi.

Ayat (2)

Perangkat dan infrastruktur yang dibutuhkan, antara lain struktur organisasi, infrastruktur, dan prosedur operasional, rencana kerja dan anggaran, pengalihan dan pengadaan personalia dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, dan instansi lain apabila diperlukan, kepada Pengawas Pasar Modal dan Pengawas Industri Keuangan Non Bank, pengalihan dan pengadaan sistem informasi dan dokumentasi.

Pasal 51 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Cukup jelas. Huruf c

Yang dimaksud dengan “Deputi Gubernur Bank Indonesia” adalah lihat penjelasan Pasal 5 ayat 5 huruf b.

Huruf d


(6)

Huruf e

Cukup jelas. Huruf f

Cukup jelas. Huruf g

Cukup jelas. Ayat (3)

Cukup jelas. Ayat (4)

Cukup jelas. Pasal 52

Cukup jelas. Pasal 53

Cukup jelas.