66
Tangerang Selatan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 yang telah diatur dalam Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 1
Tahun 2009
10
dan diubah oleh Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 7 Tahun 2009 terdiri dari 3 Asisten, Sekretariat DPRD, 11 Dinas Daerah, 8
Lembaga Teknis Daerah dan 5 staf ahli yaitu : a.
Sekretariat Daerah 1
Asisten Tata Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, membawahkan : a
Bagian Pemerintahan b
Bagian Kesejahteraan Sosial c
Bagian Pertanahan 2
Sistem Bidang Ekonomi dan Pembangunan a
Bagian Perekonomian b
Bagian Pembangunan c
Bagian Pengelola Teknologi Informasi 3
Asisten Administrasi Umum a
Bagian Hukum dan Organisasi b
Bagian Umum dan Perlengkapan c
Bagian Humas dan Protokol b.
Staf Ahli 1
Staf Ahli Hukum dan Politik; 2
Staf Ahli Pemerintahan;
10
Ibid
67
3 Staf Ahli Pembangunan;
4 Staf Ahli Kemasyarakatan dan Sumberdaya Manusia;
5 Staf Ahli Ekonomi dan Keuangan.
c. Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD
1 Bagian Risalah dan Persidangan
2 Bagian Umum dan Keuangan
d. Dinas
1 Dinas Pendidikan
2 Dinas Pekerjaan Umum
3 Dinas Pertanian dan Perikanan.
4 Dinas Kesehatan.
5 Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman.
6 Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
7 Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika.
8 Dinas Kependudukan, Pencatatan Sipil, Sosial, Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi 9
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. 10
Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata. 11
Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah e.
Badan 1
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BAPPEDA. 2
Badan Lingkungan Hidup
68
3 Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat
4 Badan Kepegawaian Daerah.
5 Badan Pelayanan Perijinan Terpadu.
6 Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan dan
Keluarga Berencana. f.
Inspektorat Kota. g.
Kantor Satuan Polisi Pamong Praja h.
Kecamatan. i.
Kelurahan.
69
BAB IV TINJAUAN PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH
KECAMATAN SERPONG
A. Permasalahan dalam Proses Pemilihan
Pemilihan Umum Kepala Daerah diselenggarakan berdasarkan Undang- Undang No. 32Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Energi politik di
berbagai daerah tersedot dengan semakin banyaknya daerah yang melaksanakan Pilkada langsung sebagai pengalaman pertama suksesi kekuasaaan kepala daerah
melalui Pemilu langsung.
1
Sebuah harapan besar mengawali bergulirnya proses ini, salah satunya seperti deskripsi singkat tentang pelaksanaan Pilkada langsung
di Kecamatan Serpong. Optimisme bagi terciptanya sebuah system pemilihan kepala daerah yang lebih demokratis merebak pada awal pelaksanaanPilkada.
Namun dalam perkembangannya optimisme keberhasilan Pilkada langsung sebagai sebuah proses elektoral yang berkualitas dan efisien, serta
keberhasilan Pilkada langsung dalam mewujudkan pemerintahan yang efektif menghadapi beberapa persoalan yang patut mendapatkan perhatian khusus.
Beberapa persoalan yang mencolok pelaksanaan Pilkada langsung di antaranya adalah fenomena politik uang yang memiliki paling tidak tigamacam modus
operandi, yaitu berbentuk vote buying pembelian suara, candidacy buying pembelian kandidat, dan bisa juga berbentuk seat buying pembelian kursi.
Selain politik uang, permasalahan yang kerap terjadi adalah perpecahan internal
1
Undang-Undang Republik Indonesia No. 32Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
70
partai yang pada tingkat permukaan biasanya berwujud fenomena pencalonan ganda, penolakan masyarakat terhadap hasil penghitungan suara baik karena
alasan teknis seperti kecurigaan masyarakat terhadap proses penghitungan suara hingga penolakan yang berlatar belakang isu SARA misalnya seperti yang terjadi
dalam Pilkada langsung yang dilaksanakan di Tangerang Selatan, Airin menggunakan jalur PNS Tangerang Selatan, sedangkan Arsid menggunakan
PNS Kabupaten Tangerang yang merupakan induk kota Tangerang Selatan. Dan keduanya, telah kita ketahui bersama kedekatan Airin dengan Gubernur Banten
dan Arsid dengan Bupati Tangerang. Implementasi Pilkada langsung juga diwarnai denganbeberapa kasus
pembakaran atau pengrusakan gedung KPUD hingga kekerasan yangbersifat horisontal di antara kubu pendukung. Berikut ini ini overview mengenai berbagai
persoalan fenomenal yang kerap muncul dalam pelaksanaan Pilkada langsung di berbagai daerah di Indonesia. Sejak awal proses elektoral Pilkada langsung
memang telah memiliki beberapa bibit permasalahan. Permasalahan pada tataran regulatif hingga ketidaksiapan KPUD dalam menyelenggarakan Pilkada langsung
menimbulkan beberapa persoalan dalam tahapan-tahapan proses Pemilu. Di antara persoalan-persoalantersebut terdapat beberapa hal yang
mempengaruhi legitimasi hasil Pilkada, misalnya terkait dengan partisipasi masyarakat. Secara prosedural, proses pendaftaran pemilih merupakan fase yang
sangat penting menjamin perwujudan hak rakyat berpartisipasi dalam Pemilihan Kepala Daerah.
71
Diperlukan sebuah mekanisme pendataan pemilih yang dapat memastikan bahwa semua rakyat yang memiliki hak pilih dapat mengikuti pesta demokrasi
ini. Namun dalam pelaksanaannya, proses awal yang menjadi titik tolak mekanisme penyaluran aspirasi rakyat ini di beberapa daerah tidak dapat
dilaksanakan secara maksimal. Selain persoalan pendataan pemilih yang kurang lengkap sehingga mengancam banyak rakyat daerah akan kehilangan hak
pilihnya, juga muncul kasus pendataan ganda yang menyebabkan seorang pemilih di data lebih dari satu kali. Contoh kasus seperti ini terjadi di beberapa
daerah misalnya kasus yang terjadi di Kota BSD, Dalam sketsa demokrasi formal-prosedural semacam ini, rakyat tidak lebih dari hanya pengumpul suara,
yang berbondong-bondong ke TPS untuk memberikan suara dan pilihannya. Jarang kita menyaksikan bahwa setelah terpilihnya Bupatiwalikota, proses
pembuatan keputusan-keputusan penting yang berkaitan dengan nasib rakyat, senantiasa melibatkan kelompok-kelompok yang terkena dampak kebijakan.
Pemilukada langsung juga belum cukup signifikan membawa perubahan- perubahan penting dalam kinerja dari birokrasi pemerintah.
LSI Lembaga Survey Indonesia juga mencatat bahwa dalam Pilkada Kota Tangsel tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada Tangsel untuk golput
mencapai 44 persen dan ini adalah angka yang sangat miris karena Kota Tangsel adalah kota baru yang sarat dengan pemilih rasional dan modern serta relijius.
Masyarakat kita sudah bosan dan jenuh malah cenderung terbiasa dengan pemilihan semacam ini, baik dalam ajang pemilihan serupa lima tahun yang lalu