Landasan Konstitusional Pemilihan Kepala Daerah
39
wakil kepala daerah. Gubernur, Bupati dan Walikota adalah nama jabatan untuk kepala daerah baik untuk tingkat Provinsi maupun KabupatenKota. Dengan
demikian, pembentuk undang-undang memiliki keleluasaan untuk mengatur jabatan wakil kepala daerah. Artinya, bisa saja gubernur, bupati dan walikota
dipilih dan memegang jabatan tanpa didampingi wakil, atau pengaturan mengenai pemilihan wakil kepala daerah dalam undang-undang dapat saja
dilakukan berbeda dengan mekanisme pemilihan kepala daerah. Hal lain yang juga penting untuk ditegaskan kembali dari ketentuan konstitusi mengenai
pemerintahan daerah bahwa otonomi yang diberikan kepada daerah-daerah, tetap dalam kerangka implementasi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 18 ayat 1 yang berbunyi: “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah
Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai Pemerintahan Daerah, yang diatur dengan Undang-
Undang.” Menunjukkan bahwa hubungan antara pemerintah pusat dan daerah bersifat hirarkhis dan vertikal.
2
Seperti juga disebutkan dalam penjelasan UUD 1945 naskah asli “oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka
Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat “staat” juga”.
3
Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara Nomor 072PUU-II2004 yang merupakan pengujian terhadap UU No. 32 tahun 2004.
2
Lihat Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 setelah Perubahan Keempat, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara, 2002 hlm. 21
3
Penjelasan Pasal 18 angka I UUD 1945 naskah asli
40
Hal di atas perlu ditegaskan untuk mengingatkan bahwa pemerintahan daerah yang terbentuk hasil Pemilu-Kada langsung betapapun mendapat
legitimasi langsung dari rakyat harus tetap menyadari kedudukannya sebagai daerah yang merupakan bawahan pemerintah pusat dan harus menjalankan
kebijakan pemerintah pusat. Agar Pemilu demokratis, regulasi harus mampu menjadi alat yang
menjamin terlaksananya asa-asas Pemilu yang demokratis. 1. Langsung, 2. Umum, 3. Bebas, 4. Rahasia, 5 Jujur, dan 6. Adil. Sedangkan secara
substantif, harus dijamin asas sebagai berikut : 1. Partisipatif, dan 2. Kompetitif. Elaborasi berikut mencoba mencermati regulasi Pemilu-Kada
mewujudkan pelaksanaan asas-asas tersebut. Pemilhan Umum Kepala Daerah merupakan implemetasi konstitusi pasal
18 ayat 4 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota
masing-masing sebagai kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara
demokratis”.Pada tingkat regulasi yang lebih rendah, ditungkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 sebagai pengganti Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Ketentuan pertama mengatur mengenai Pemilu-Kada langsung pasal 24
ayat 5 yang berbunyi “Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3 dipilih secara langsung oleh rakyat di
daerah yang bersangkutan ”. Kemudian masih ada cukup banyak pasal dalam
Undang-Undang ini yang secara khusus mengatur tentang Pemilu-Kada
41
langsung, mulai pasal 56 sd pasal 119. Undang-Undang 322004 64 pasal yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah.
Namun beberapa pasal dalam undang-undang tersebut bertentangan dengan peraturan yang lain maupun bertentangan dengan prinsip demokrasi.
Kontroversi itu meliputi pasal-pasal yang dinilai tidak demokratis karena menghalangi akses partaipartai kecil untuk berpartisipasi dalam Pemilu-Kada.
Akibatnya, muncul aspirasi dari perbagai pihak, misalnya 21 KPUD, organisasi masyarakat sipil, dan partai politik untuk mengajukan judicial review Undang-
Undang tersebut kepada Mahkamah Konstitusi. karena dianggap kontradiktif dengan regulasi lain. judicial review terhadap 5 pasal Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 adalah25; 1.
Pasal 57 ayat 1 berbunyi : “Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan KPUD bertanggung jawab kepada DPRD.”
Keputusan MK KPUD tidak bertanggungjawab kepada DPRD, sebab DPRD terdiri atas unsur-unsur parpol sebagai pelaku kompetisi sehingga dapat
mempengaruhi independensi KPUD sebagai lembaga yang mandiri. 2.
Pasal 66 ayat 3 huruf berbunyi : “tugas dan wewenang DPRD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah meminta
pertanggung jawaban pelaksanaan tugas KPUD”. putusan MK menetapkan bahwa
KPUD tidak
bertanggungjawab kepada
DPRD tetapi
bertanggungjawab kepada publik. Kepada DPRD, KPUD hanya berkewajiban untuk memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya.
42
3. Pasal 67 ayat 1 Huruf e tentang kewajiban KPUD menyatakan bahwa
KPUD mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran kepada DPRD”.
putusan MK adalah KPUD tidak mempertanggungjawabkan penggunaan dana Pemilu-Kada kepada DPRD, karena dana bukan berasal dari APBD
tetapi APBN. 4.
Pasal 82 ayat 2 berbunyi “pasangan calon danatau tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh DPRD”. Ketentuan ini
mengakibatkan DPRD tidak dapat menjatuhkan sanksi pembatalan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah
5. 59 ayat 1 yang berbunyi : “ partai politik atau gabungan partai politik
dalam ketentuan ini adalah partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD”. Serta ayat 2 yang berbunyi “Partai politik atau
gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan suara
sekurang-kurangnya 15 lima belas persen dari jumlah kursi Untuk informasi lengkap mengenai putusan Mahkaman Konstitusi ini baca Putusan
Perkara Nomor: 072- 073 PUU-II2004 58 DPRD atau 15 lima belas persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum anggota
DPRD di daerah yang bersangkutan. MK menyetujui permohonan judicial review terhadap pasal tersebut. Konsekuensinya, partai politik atau
43
gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD namun memiliki dukungan suara 15 persen dari akumulasi suara sah dalam Pemilu DPRD,
boleh mengajukan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Mahkamah Konsitusi juga mengabulkan calon-calon dari jalur independen
memiliki kesempatan untuk bersaing dengan calon yang berasal dari partai politik.