Definisi Kampanye Negatif Pengaruh kampanye negatif dalam pemilihan umum kepala daerah (PEMILUKADA) Tangerang Selatan (TANGSEL) 2011

17 Kampanye negative dalam hal ini dimaknai sebagai sebuah kampanye politik yang mengekspresikan, memuat atau di dalamnya terdapat negasi, atau penyangkalan terhadap kebenaran fakta. 2 Cleveland Ferguson mendefinisikan kampanye negatif sebagai kampanye politik yang dilakukan oleh masing- masing kandidat dan partai politik untuk mendapatkan keuntuntungan dengan cara memberikan referensi atau mengalamatkan aspek-aspek negatif dari competitor baik kandidat maupun partai. Aspek-aspek negatif tersebut dapat berupa atribut, isu, atau kebijakan- kebijakan yang terkait dengan kepentingan publik. Aspek-aspek negatif tersebut disampaikan dengan cara yang beragam, mulai dengan membuat logika pembeda contrast, hingga menyerang dan merusak karakter, personalitas dan kebijakan- kebijakan publik lawan dengan harapan mendapatkan keuntungan politik lebih. Fenomena di lapangan yang seringkali berkembang, kampanye negatif diwarnai dengan cara-cara dan trik yang kotor. Isu-isu negatif seringkali terus digunakan untuk mengundang daya tarik publikasi media. Bahkan kampanye negatif seringkali dilakukan dengan mengkobinasikan jaringan dan teknik dari kelompok-kelompok lobbying untuk melakukan serangan-serangan politik kepada lawan. 3 2 Lihat The American Heritage Dictionary of the English Language, Fourth Edition, 2000 3 Cleveland Ferguson, The Politics of Ethics and Elections : Can Negative Campaign Advertising Be Regulated in Florida?, diakses dari http:www.law.fsu.edujournalslawreview frames 242fergfram.html. 18 Cleveland Ferguson berpendapat bahwa iklan kampanye negatif negative campaign advertising telah lama berkembang dalam tradisi demokrasi di Amerika sejak masa kemenangan John Adams terhadap Thomas Jefferson dalam Pemilu presiden Amerika tahun 1796. Ada beberapa definisi yang berkembang terkait dengan iklan kampanye negatif. Namun dari beragam definisi yang ada, nampak belum ada kesepakatan yang tetap tentang makna dari iklan kampanye negatif. Yang menjadi kesamaan dari kecenderungan definisi dari iklan kampanye negatif yang muncul adalah kesamaan tujuan yang ingin dicapai, yaitu meningkatkan pengaruh dan tingkat dukungan dalam arena pemilihan. Beberapa definisi tentang iklan kampanye negatif negative campaign advertising misalnya dikemukakan oleh Terry Cooper. Ia mendeinisikan iklan kampanye negatif sebagai serangkaian iklan yang berisi segala sesuatu yang bersifat persuasif untuk menyerang kekuatan lawan dengan menunjukkan berbagai kelemahannya berdasarkan data dan fakta yang ada. 4 Sedangkan Gina M. Garromone mendiinisikan kampanye iklan negatif merupakan iklan politik yang berisi hal-hal yang bersifat menyerang attacks kepada personalitas kandidat lainnya atau partai politik dari kandidat tertentu dengan menggunakan isu tertentu. 5 Bill Huey mendeinisikan iklan kampanye negatif sebagai sebuah iklan politik yang berisi segala sesuatu yang memuat informasi negatif negative 4 Terry Cooper, “Negative Image”, Campaigns Elections, September 1991, hal. 21 5 Gina M. Garromone, “Voter Response to Negative Political Ads”, Journalism Quarterly, 1984, hal. 251- 253. 19 information untuk melemahkan kekuatan kandidat atau partai politik lainnya yang menjadi kompetitor. 6 Pakar lainnya, seperti Adam Goodman mendeisikan iklan kampanye negative sebagai sebuah iklan yang menggunakan metode pesan kampanye yang berisi pembeda contrasting terhadap kandidat dan parpol yang menjadi kompetitor dengan menggunakan pendekatan yang membangkitkan aspek-aspek emosi pemilih. 7 Sedangkan Sharyne Merritt mendefinisikan iklan kampanye negatif adalah iklan politik yang memuat pesan-pesan politik yang dianggap mampu mendegradasi persepsi publik terhadap kandidat dan partai politik yang menjadi lawannya. 8 Di Indonesia, adanya kampanye negatif termasuk iklan kampanye negatif dianggap akan meningkatkan rasionalitas pemilih berhadapan dengan elite politik. Kampanye negatif merupakan sarana efektif untuk menggeser paradigma masyarakat pemilih dalam kehidupan politik, yakni dari tendensi emosional menuju rasionalitas pemilih. Bangkitnya rasionalitas pemilih ditandai dengan semakin kritisnya mereka dalam menentukan siapa kandidat yang layak untuk menjadi pemimpin. Pilihan-pilihan itu terkait dengan penilaian visi dan misi, integritas kandidat, kualitas individu dan programnya, bukan pilihan-pilihan karena satu agama, satu suku, satu keluarga, dan satu kelompok. Melalui 6 Bill Huey, “Where‟s the Beef?”, Campaigns Elections, Juni 1995, hal. 67. 7 Adam Goodman, “Going Negative Producing TV: A Survival Guide”, Campaigns and Elections, Juli 1995, hal. 22. 8 Sharyne Merritt, “Negative Political Advertising: Some Empirical Findings”, Journal of Advertising, No. 27. 20 kesadaran pemilih, sedikit demi sedikit para politikus korup yang selama ini memanfaatkan ikatan emosional masyarakat akan tergusur dari arena politik. 9 Cleveland Ferguson membagi kampanye iklan Negate Negatif Campaign Advertising melalui media massa dalam tiga jenis. Pertama, Fair Negative Campaign Advertising. Kedua, False Negative Campaign Advertising Ketiga, Deceptive Negative Campaign Ddvertising. Pola pemilihan tema dan isi dari iklan kampanye negatif seringkali menggunakan salah satu atau beberapa strategi Pertama, Reinforcement Strategy. Kedua, Rationalization Strategy. Ketiga, Inducement Strategy. Keempat Confrontazion Strategy. 10 Pilihan-pilihan strategi dalam menjalankan kampanye negatif juga terus mengalami modiikasi yang luar biasa karena kreatiitas masing-masing politisi dan konsultan politiknya. Di luar itu semua, teknik, metode dan strateg penggunaan kampanye negatif saat ini terus berkembang dengan pesar di berbagai negara demokrasi. Adakalanya kampanye negatif atau negative political advertising dapa dilakukan dengan cara dan tujuan yang etis dan positif, sesuai dengan derajat rasionalitas dan budaya politik masyarakat. Namun banyak juga yang dilakukan dengan cara-cara dan tujuan yang tidak etis dan negatif. Kampanye Politik, Negative Campaign, dan Black Campaign. Dalam arena Pemilu, baik kandidat maupun partai politik setidaknya dapat melakukan 9 Adnan Topan Husodo, “Politisasi Korupsi dan Pemilihan Kepala Daerah”, Koran Tempo, 23 Februari 2005. 10 Paul R. Baines, “Voter Segmentation and Candidate Positioning”,dalam Bruce I Newman eds, Handbook of Political Markerting,London, Sage Publications, 1999, hal. 407-408 21 tiga cara dalam proses kampanye politik. 11 Pertama, dengan pola Public Relations, yaitu dengan serangkaian teknik dan metode Public Relations melalui daya dukung industri media masa cetak dan elektronik. Kedua, Personal Contact, yaitu melalui sejumlah kontak personal. Hal ini misalnya dapat dilakukan dengan berbagai pertemuan langsung dalam kampanye politik, safari politik dan kegiatan interaksi langsung lainnya dengan pemilih. Ketiga, Advertisements, yaitu dengan menggunakan sejumlah iklan-iklan politik baik iklan politik dalam media massa cetak dan elektronik maupun iklan media ruang.

B. Makna Kampanye Negatif dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah di

Negara Demokrasi Dalam Pasal 84 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 12 Didalam Pasal 84 tersebut terdapat larangan terhadap kampanye pemilu yang tidak boleh dilakukan adalah: 1. Kampanye tidak boleh mempersoalkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. 2. Kampanye tidak boleh dilakukan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 11 Gunter Schweiger dan Michaela Adami, “The Nonverbal Image of Politicians and Political Parties ”, dalam Bruce I Newman eds, Handbook of Political Markerting, London, Sage Publications, hal. 355. 12 Paul R. Baines, “Voter Segmentation and Candidate Positioning”,dalam Bruce I Newman eds, Handbook of Political Markerting, 407-408. 22 3. Kampanye tidak boleh dilakukan dengan cara menghina seseorang, ras, suku, agama, golongan calon atau peserta pemilu yang lain. 4. Menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat. 5. Mengganggu ketertiban umum. 6. Mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, danatau Peserta Pemilu yang lain. 7. Merusak danatau menghilangkan alat peraga Kampanye Peserta Pemilu. 8. Menggunakan fasilitas pemerintah,tempat ibadah, dan tempat pendidikan. 9. Membawa atau menggunakan tanda gambar danatau atribut lain selain dari tanda gambar danatau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan. 10. Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye. Kesepuluh larangan kampanye tersebut itulah yang bisa dikategorikan sebagai kampanye negatif. Larangan kampanye yang pertama dan kedua adalah karena hal tersebut adalah bentuk kampanye yang inskonstitusional atau melanggar UUD 1945. Larangan kampanye yang ketiga dan keempat inilah yang disebut sebagai black campaign. Larangan kampanye yang kelima, keenam dan ketujuh adalah karena hal tersebut adalah bentuk kampanye yang anarkhis dan chaos atau yang rawan menimbulkan huru hara dan kerusuhan. Larangan kampanye yang kedelapan dan kesembilan adalah karena hal tersebut adalah bentuk kampanye terselubung. Larangan kampanye yang kesepuluh, adalah 23 karena hal tersebut adalah bentuk kampanye money politics atau kampanye menggunakan kekuasaan uang. Sehingga berdasarkan pada definisi Pasal 1 angka 26 dan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dimaksud black campaign adalah suatu model atau perilaku atau cara berkampanye yang dilakukan dengan menghina, memfitnah, mengadu domba, menghasut atau menyebarkan berita bohong yang dilakukan oleh seorang calon atau sekelompok orang atau partai politik atau pendukung seorang calon terhadap lawan atau calon lainnya. Kampanye terbuka untuk pemilu presiden baru dimulai 12 Juni 2009. Namun, perang kata-kata dan wacana di antara para kandidat dengan tim kampanyenya sudah dimulai berminggu- minggu lalu. Kampanye damai, etis, santun, dan tidak saling menyerang cuma ilusi? Nyatanya, ajakan untuk beretika dalam berpolitik selalu saja dibarengi dengan serangan-serangan terhadap para pesaing. Bahkan, ajakan tersebut merupakan bentuk serangan juga karena ada pesan implisit di baliknya yang ingin menunjukkan bahwa lawan politik tidak mengenal etika dan kesantunan dalam berpolitik. Ajakan ini sudah menjadi semacam mekanisme defensif dari para kandidat yang ”diserang”. Di satu sisi, memang rakyat menginginkan kampanye damai dan bebas dari kekerasan. Di sisi lain, rakyat juga membutuhkan dan menginginkan kampanye yang mendidik sehingga mereka dapat menentukan pilihannya secara