Makna Kampanye Negatif dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah di

23 karena hal tersebut adalah bentuk kampanye money politics atau kampanye menggunakan kekuasaan uang. Sehingga berdasarkan pada definisi Pasal 1 angka 26 dan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dimaksud black campaign adalah suatu model atau perilaku atau cara berkampanye yang dilakukan dengan menghina, memfitnah, mengadu domba, menghasut atau menyebarkan berita bohong yang dilakukan oleh seorang calon atau sekelompok orang atau partai politik atau pendukung seorang calon terhadap lawan atau calon lainnya. Kampanye terbuka untuk pemilu presiden baru dimulai 12 Juni 2009. Namun, perang kata-kata dan wacana di antara para kandidat dengan tim kampanyenya sudah dimulai berminggu- minggu lalu. Kampanye damai, etis, santun, dan tidak saling menyerang cuma ilusi? Nyatanya, ajakan untuk beretika dalam berpolitik selalu saja dibarengi dengan serangan-serangan terhadap para pesaing. Bahkan, ajakan tersebut merupakan bentuk serangan juga karena ada pesan implisit di baliknya yang ingin menunjukkan bahwa lawan politik tidak mengenal etika dan kesantunan dalam berpolitik. Ajakan ini sudah menjadi semacam mekanisme defensif dari para kandidat yang ”diserang”. Di satu sisi, memang rakyat menginginkan kampanye damai dan bebas dari kekerasan. Di sisi lain, rakyat juga membutuhkan dan menginginkan kampanye yang mendidik sehingga mereka dapat menentukan pilihannya secara 24 bijak pada hari pencontrengan. Kampanye yang sekadar damai adalah kampanye yang jauh dari memuaskan. Kampanye perlu disertai dengan keterbukaan dan kejujuran sehingga kampanye dapat menjadi bentuk pendidikan politik untuk rakyat. 13 Kritik terbuka terhadap pesaing sering kali divonis sebagai bentuk kampanye negatif dan kampanye negatif sering kali diidentikkan dengan sesuatu yang buruk. Sulit dilupakan ketika salah seorang calon presiden setelah ”diserang” oleh pesaingnya mengatakan bahwa tidaklah elok menjelek-jelekkan, tidaklah baik dan santun di mata rakyat. Tunggu dulu. Justru kampanye yang melulu serba positif dapat menyebabkan pembodohan publik karena memberikan gambaran realitas yang tidak lengkap. Kenyataannya, kampanye negatif tidaklah selalu buruk. Bahkan kampanye negatif justru bisa dilihat sebagai bentuk pendidikan politik. Sangat salah kaprah jika kita menolak habis kampanye negatif, padahal lewat kampanye negatif rakyat bisa mengenal lebih jauh para kandidat yang berkompetisi. Kita semua ingin rakyat menentukan pilihannya pada hari pemilu bukan berdasarkan janji dan klaim sepihak. Tapi kita ingin rakyat memilih pemimpinnya untuk lima tahun mendatang dengan pengetahuan dan informasi yang selengkap- lengkapnya. Sayangnya, memang dalam demokrasi, meski ada kebebasan media yang relatif cukup baik, informasi masih relatif mahal dan tidak mudah diakses 13 Harian Kompas, Selasa 16 Juni 2009 , Sunny Tanuwidjaja, Peneliti Departemen Politik dan Hubungan Internasional CSIS; Kandidat Doktor Ilmu Politik di Northern Illinois University. 25 oleh kebanyakan rakyat jelata. Informasi yang tersedia, apalagi dalam musim kampanye, kebanyakan datang dari para elite politik yang bertarung. Jika kampanye serba normatif dan serba positif, akan sangat sulit bagi rakyat untuk mengenal para kandidatnya secara lengkap, mengingat informasi yang tersedia hanya yang baik-baik. Kampanye negatif memberikan kesempatan bagi rakyat untuk memperoleh informasi tentang para kandidat yang lebih lengkap. Paling tidak, ada penyeimbang terhadap wacana maupun informasi sepihak yang serba baik dan positif seorang calon. Inilah indahnya demokrasi. Dalam demokrasi ada persaingan antarelite dan dalam persaingan antarelite inilah rakyat dapat meraup keuntungan yang optimal. Ketika ada kampanye negatif yang dilakukan para elite terhadap pesaingnya, rakyat sebagai pemilih dapat melihat sisi negatif para kandidat. Dengan kata lain, adanya kampanye negatif merupakan kesempatan bagi rakyat sebagai pemilih untuk bukan hanya tahu keunggulan dan keberhasilan para kandidat, tetapi juga kelemahan dan kegagalan mereka. Tulisan ini tidak bermaksud mengajak para calon kandidat untuk memfitnah. Fitnah penuh dengan ketidakjujuran. Justru tulisan ini mengajak para kandidat untuk berkampanye secara jujur dan terbuka agar kampanye tidak hanya menjadi kesempatan tebar pesona, tapi juga kesempatan untuk mendidik rakyat. Sepertinya perlu ada redefinisi kampanye negatif. Kampanye negatif janganlah diartikan sempit sebagai black campaign atau fitnah, melainkan 26 kampanye yang semata menunjukkan kelemahan lawan politik. Tentu ini sah-sah saja dalam berdemokrasi dan berkompetisi. Para kandidat dan tim kampanyenya hendaknya memaknai etika dan kesantunan politik secara lebih substansial dan mendalam, bukan sekadar wacana indah yang semu. Memang ada yang aneh dengan standar kesantunan dan etika kita. Sebenarnya kesantunan dan etika yang sejati adalah kejujuran dan keterbukaan, terhadap lawan maupun terhadap rakyat. Kesantunan dan etika politik yang sejati adalah ketika para elite politik yang bersaing dapat berjabat tangan serta bekerja sama membangun bangsa setelah bersaing dalam pemilu dan saling mengkritik secara jujur dan terbuka.

C. Dinamika Transformasi Politik di Indonesia

Perilaku elit yang berorientasi kepada kekuasaan subyektif mengakibatkan setelah lebih satu dasa warsa transformasi politik, masyarakat belum banyak mencapai kemajuan. Pada hal bangsa Indonesia memiliki semua persyaratan untuk berhasil. 14 Selama lebih dari satu dekade bangsa Indonesia telah mengalami suatu proses perubahan politik yang sangatsubtansial. Suatu perubahan politik dari sistem otoritarian ke demokrasi yang kalau dilihat dari tingkat akselerasi perubahan dapat dikategorikan sebagai sebuah revolusi demokrasi. Sebuah peristiwa yang bisa disebut contradictio in terminis, karena demokrasi tidak dapat dilakukan secara revolusioner. Sementara itu bangsa 14 The country has all the ingredients for success: a stable democracy, a wealth of natural resources and a large consumer market. But Indonesia is not keeping pace with Asia’s booming economies”. Majalah ”Time” edisi 12 September, 2008. 27 Indonesia dalam waktu yang sangat singkat telah terjadi perubahan yang luar biasa, mulai dari perubahan UUD 1945, pemilihan presiden secara langsung, dibentuknya parlemen bikameral, pembentukan Mahkamah Konstitusi, pemilihan kepala daerah langsung, dan lain sebagainya. Karakter revolusioner itulah yang menyebabkan bangsa Indonesia tidak dapat menyusun konstitusi yang sempurna serta membangun lembaga dan kultur politik yang dapat segera menopang struktur kekuasaan demokrasi yang masih sangat muda. Oleh karena itu wajah perpolitikan di Indonesia selama lebih satu dasa warsa sepuluh tahun sarat dengan pertarungan politik dari para elit yang ingin berkuasa, mempertahankanm kekuasan atau mereka yang ingin lebih berkuasa. Kiblat politik yang sangat didorong oleh godaan nafsu berkuasa telah menyingkirkan arti politik sebagai perjuangan bersama mewujudkan cita-cita luhur bangsa. Manuver politik didominasi oleh nafsu berkuasa sehingga jagad politik Indonesia sarat dengan intrik dan kompromi politik yang pragmatis dan oportunistik, politik uang, tebar pesona dan janji-jani sebagai alat merayu dukungan, perselingkuhan politik dan segala bentuk serta manifestasi keserakahan mengejar kenikmatan kekuasan. Bila disalahgunakan hal itu dapat menimbulkan konflik kekerasan, ataupun perang saudara yang sangat kejam. 15 Selain beberapa faktor obyektif diatas, aspek utama yang menyebabkan transisi politik seakan –akan berjalan tanpa arah disebabkan pula oleh karena para elit politik tidak memahami konsep-konsep dasar politik dan tata negara untuk 15 Gunter Schweiger dan Michaela Adami, “The Nonverbal Image of Politicians and Political Parties ”, dalam Bruce I Newman eds, Handbook of Political Markerting, 356 28 menyusun tatatan kehidupan demokrasi kedepan. Sebagian besar elit lebih mengedepankan daftar keinginan subyektif yang dikemas secara retorik sekedar mendapatkan dukungan atau popularitas masyarakat. Kedangkalan memahami konsep adalah salah satu contoh yang dapat dilihat dalam merumuskan Indonesia sebagai negara kesatuan dan hubungan dengan desetralisasi atau otonomi daerah. Kalau semangat dan komitmen terhadap bentuk negara kesatuan akan dipertahankan, maka prinsipprinsip tersebut secara konsisten harus dijadikan pegangan dalam melakukan kebijakan desentralisasi. Salah satu prinsip yang penting adalah besaran urusan dan kewenangan yang didelegasikan ke daerah berasal dari pemerintah pusat. 16 Konsekwensinya, bila daerah tidak dapat mengemban kewenangan yang diberikan maka tidak dapat dilaksanakan secara bertanggungjawab atau terjadi krisis pemerintahan daerah, pemerintahan pusat harus mempunyai instrumen dan mekanisme menyelesaikan kemelut tersebut. Pemicu krisis di daerah yang paling potensial adalah tiadanya jaminan hubungan kekuasaan yang simetris di tataran politik lokal. Lebih-lebih kalau calon independen untuk pemilihan kepada daerah telah menjadi keputusan politik. Asimetris hubungan kekuasaan antara kepala daerah dan parlemen lokal menjadi potensi konflik didaerah yang berlarut-larut. Dalam hal intervensi pemerintah pusat terhadap krisis pemerintahan daerah, harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip demokratis, seperti aturan yang jelas, supervisi, evaluasi yang obyektif serta bimbingan yang cukup. Tetapi 16 Martin Aleida, Dari Pemungutan Suara ke Pertumpahan Darah, Yogyakarta :Gramedia, 2003, hal .297