21
Dalam UU No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman pengertian hakim pun disinggung dalam pasal 31, bahwa :
“Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam UU”.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan kehakiman adalah proses mengadili suatu perkara individual konkrit antara dua pihak dengan maksud untuk diberi suatu
keputusan tentang bagaimana ketentuan hukum positif dalam rumusannya yang konkrit dan harus menguasai sengketa yang dihadapi.
6
Menurut Denny Indrayana, direktur Eksekutif Indonesia Court Training, hakim adalah pejabat, baik itu hakim di
semua tingkat peradilan yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu sebuah kekuasaan yang ditujukan untuk menyelenggarakan proses peradilan yang
penyelenggaraan kekuasaannya dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya.
7
Hakim merupakan perangkat hukum yang melalui kekuasaannya dapat menangani perkara-perkara yang menjadi wewenang
dari lembaga peradilan yang ada di Indonesia.
B. Syarat-Syarat Menjadi Hakim
Dalam masyarakat tentu perlu adanya aturan-aturan yang bisa membuat masyarakat terutama hak-haknya tidak terlangkahi oleh orang lain apalagi mengambil
hak mereka. Dalam menjamin akan dilaksanakannya aturan-aturan tersebut ialah tentu dengan memberikan sanksi. Akan tetapi dalam pemberian sanksi ini haruslah
juga mempertimbangkan hak-hak terdakwa atau yang bersalah dalam membela
6
Taufiq, “Praktik Penyelenggaraan Kekuasaan kehakiman di Negara Republik Indonesia
sebagai Kekuasaan Negara yang mandiri, “ Suara Uldilag II, no. 5 September 2004: h. 7.
7
Rahman, “Tafsir Hakim dan Ruang Lingkup Pengawasannya, “ Berita diakses 14 September
2007 dari http:hukum online.comdetail.asp?id=14554cl=Berita.
22
dirinya sendiri yang diharapkan tentunya nanti dalam keputusan final tidak ada pihak yang merasa dirugikan, maka untuk menjamin akan tercipta suasana seperti yang
diharapkan diatas perlu adanya seseorang hakim yang benar-benar kredibel dan bisa dipertanggungjawabkan segala keputusannya. Hakim dalam lembaga peradilan harus
memiliki kualifikasi yang baik sehingga dapat menghasilkan putusan yang terbaik untuk para pihak yang sedang bersengketa. Hakim juga harus memiliki kredibilitas
yang tinggi untuk menjaga nama baik dan tugas serta tanggung jawab yang harus diemban oleh seorang hakim.
Maka dalam rangka itu perlu adanya syarat-syarat yang diperlukan bagi seorang hakim berikut tata cara pengangkatan dan tata cara pemecatan yang bisa
dijadikan pedoman dalam menjamin kekredibelan terhadap segala keputusan hakim maupun tindak-tanduknya dalam perjalanannya sebagai hakim.
8
Adapun syarat-syarat seseorang itu bisa diangkat menjadi hakim terjadi perbedaan pendapat diantara
fuqaha ada yang mengatakan 15 syarat, ada yang 7 dan ada yang 3.
9
Jika diteliti syarat-syarat yang dikemukakan oleh fuqaha hukum Islam ini ternyata tidak
mempunyai perbedaan bahkan saling mlengkapi satu sama liannya.
10
Adapun secara global ialah sebagai berikut:
1. Islam
Seorang hakim hendaklah seorang Islam karena kehakiman itu merupakan kuasa sedangkan orang bukan Islam kafir tidak harus sama sekali
8
Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyah Hukum-Hukum Penyelenggaan Negara dalam Syari
’at Islam, Jakarta: Darul Falah, 2006, h.tt.
9
Muhammad Salam Madzkur, Peradilan dalam Islam, Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 2003, h.tt.
10
Abdul Manan, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan : Suatu Kajian Dalam Sistem Peradilan Islam, Jakarta : Kencana, 2007, h. 21.
23
menguasai orang Islam.
11
Allah telah menegaskan dalam surat An-Nisa: 141 sebagai berikut :
.....
Artinya : “Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir
untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. ”QS:4 an-nisa: 141
Menurut Ibnu Rusy,
12
mengatakan bahwa para ulama ahli hukum Islam sepakat bahwa orang kafir tidak boleh diangkat menjadi hakim untuk mengadili
orang Islam. 2.
Laki-Laki Menurut madzhab Imam Abu Hanifah bahwa perempuan boleh diangkat
menjadi hakim selain urusan had dan qishash karena ke dalam dua hal tersebut kesaksian perempuan tidak diterima. Akan tetapi Ibnu Jarir mengatakan At-thabari
mengatakan boleh perempuan itu menjadi hakim tanpa terkecuali.
13
Imam Hambali, Syafi‟i dan Maliki mengatakan bahwa laki-laki merupakan syarat untuk
dapat diangkat sebagai seorang hakim, perempuan itu tidak boleh menjadi hakim. 3.
Baligh dan Berakal Hukum Islam tidak menetapkan dengan pasti berapa umur minimal
seorang dapat diangkat sebagai hakim, tetapi Islam hanya menentukan baligh
11
Moh. Ilham Bin Haji Jaafar, Sistem Kehakiman Islam, Kuala Lumpur: Pustaka Haji Abdul Majid, 2000, h. 25.
12
Muhammad Bin Ahmad Ibnu Rusy al-Qurthubi, Bidayatul Mujtahid, Kairo: Mesir, Mathba‟ah Musthafa al-Babi al-Halabi, tt., j. 2, h. 46.
13
Firman, “Syarat-Syarat Menjadi Hakim”, Artikel ini diakses 18 November 2010, dari
http:anggijuve.blogspot.com200903syarat-syarat-menjadi-hakim.html .
24
sebagai syarat minimum untuk diangkat menjadi hakim. Orang yang diangkat menjadi hakim hendaklah orang yang berakal, dan tidak dibenarkan mengangkat
orang gila meskipun kadang-kadang sembuh. 4.
Adil Adil memilki pengertian yaitu benar dalam perkataan, dapat dipercaya,
menjaga kehormatan diri dari segala yang dilarang, jujur dalam keadaan tidak suka atau suka, maka tidak boleh mengangkat hakim yang fasik. Karena orang fasik itu
tidak amanah sehingga apabila ia dihadapkan pada suatu perkara maka ia tidak dapat dipercaya. Hal ini sebagaimana firman Allah :
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik
membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.QS:49 Al-Hujuraat: 06
5. Berpengetahuan Luas
Para ahli hukum dikalangan mazhab Hambali, Syafi‟i, dan sebagian dari mazhab
Hanafi mensyaratkan
dalam pengangkatan
hakim hendaknya
berpengetahuan luas dalam bidang hukum Islam dan kepandaiannya itu harus bertaraf mujtahid.
14
14
Abdul Manan, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan, Jakarta: Kencana, 2007, h. 29.
25
6. Sehat pendengaran, penglihatan dan ucapan Sempurna panca indra
Telah terjadi perbedaan pendapat diantar fuqaha tentang kebolehan mengangkat orang yang buta huruf menjadi hakim. Sebagian fuqaha
membolehkannya dengan mengqiyaskan pada keadaan pada zaman Rasulullah SAW yang tidak bisa membaca akan tetapi ia mau menjadi hakim diantara
manusia. Sebagian fuqaha yang lain berpendapat sebaliknya dengan alasan bahwa orang yang buta huruf selain Rasulullah itu lemah.
15
Imam Al-Mawardi mengemukakan bahwa seorang hakim hendaknya bisa melihat dan mendengar
sehingga ia dapat menetapkan hak-hak manusia dengan baik, ia juga dapat membedakan pihak yang benar dan pihak yang salah. Hal ini sesuai dengan hadis
sebagai berikut :
َ َق ع ها يضر ََدْيَرب ْ َع :
َ ََسَ ِ ْيََع ها ََص ِ َ َا سَر َ َق :
َث ََث َضقَْا :
ِر َ َا يِف ِ َْثِا ,
ِ ََجَْا يِف دِحاَ َ .
ََّحَْا َفَرَع جَر ,
ِ ِب َضَقَف ,
ِ ََجَْا يِف َ َف .
ََّحَْا َفَرَع جَرَ ,
ِ ِب ِضْقَي ْ ََف ,
ِ ْ حَْا يِف َر َجَ ,
ِر َ َا يِف َ َف .
ْ َ جَرَ ََّحَْا ِفِرْعَي
, ْ َج ََع ِس َ ِ َضَقَف
, ِر َ َا يِف َ َف
با ج با ا ر ا
16
Artinya : “Dan dari Buraidah
R.A. berkata bahwa Nabi s.a.w telah bersabda, “Hakim-hakim itu ada tiga golongan, yang dua orang di dalam neraka
dan yang seorang di dalam syurga. Adapun hakim yang di dalam syurga, adalah orang yang mengetahui kebenaran dan memutuskan
perkara dengan kebenaran. Hakim yang mengetahui kebenaran tetapi berlaku curang dalam putusannya, maka dia didalam neraka. Dan
15
Mahmud Al-Syarbini, Qadha Islamiyah : Al-Qadha fi Al-Islam, Beirut : Muthabi‟ Al-
Hai‟ah Al-Mishriyah al-„Ammah Li al-Kitab, 1987, h. 24.
16
Imam Abi al-Fadhil Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, Surabaya: Darul Ilmi, 1352, hlm. 287, hadis nomor 1410. Kitab al-Qadla. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu
Daud dan Ibnu Majah.
26
hakim yang memutuskan perkara karena kebodohannya juga didalam neraka. HR. Abu Daud dan Ibnu Majah”.
7. Merdeka Bukan budak
Para pakar hukum Islam dalam berbagai mazhab sepakat bahwa pengangkatan hakim tidak diperbolehkan dari kalangan budak secara mutlak. Hal
ini di sebabkan karena seorang hamba, dianggap tidak mampu untuk memiliki kemampuan dirinya sendiri. Juga karena statusnya sebagai budak, maka ia tidak
dapat memberikan kesaksian dalam berbagai kasus, oleh karenanya ia tidak dapat dijadikan sebagai hakim. Jika ia sudah merdeka, maka ia boleh saja diangkat
sebagai hakim, meskipun ia tetap menanggung wala’ keterkaitan dengan bekas
tuannya.
17
Pendapat ini adalah pendapat dikalangan mazhab syafi‟i dan maliki yang tidak memperbolehkan seorang budak menjadi hakim.
C. Kode Etik Hakim