Sistem Ekonomi Syariah KONSEP EKONOMI SYARIAH

54 agar mereka sama merasakan rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah”.QS.16 An-Nahl: 71 Tatanan ekonomi dalam Islam bertujuan untuk mewujudkan kebebasan manusia dalam konteks kesejahteraan sosial. Salah satu misi yang diemban oleh Muhammad saw adalah untuk melepaskan manusia dari beban-beban dan belenggu yang ada pada mereka. Kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial haruslah dalam batas-batas yang ditentukan oleh Islam. Artinya kebebasan itu jangan sampai berkonflik dengan kepentingan sosial yang lebih besar dan hak-hak orang lain. 29 Sebagaimana firman Allah dalam surat Ar- Ra‟du ayat 36 sebagai berikut :                              Artinya: “Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu, dan di antara golongan-golongan Yahudi dan Nasrani yang bersekutu, ada yang mengingkari sebahagiannya. Katakanlah Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Dia. hanya kepada-Nya aku seru manusia dan hanya kepada-Nya aku kembali.QS.13 Ar- Ra’du: 36

E. Sistem Ekonomi Syariah

Sistem ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai islam. Ekonomi syariah atau sistim ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, 29 Rahmat Syafi‟i, Fiqh Muamalah, h. 151. 55 maupun negara kesejahteraan Welfare State. Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah. 30 Munculnya realitas sistem ekonomi syariah di masyarakat berangkat dari adanya pemahaman tentang Islam yang merupakan konsep atau sistem hidup secara intergratif dan komprehensif. Islam dalam aktivitas ekonomi memberikan sebuah perangkat sistem berupa tuntunan pribadi, interaksi dan sistem, prinsip-prinsip aplikasi, dan ruang untuk membangung perekonomian dengan segala instrumen kebijakan, institusi dan aspek hukum pengembangan, pengendalian serta pengawasan. Tentunya agar perangkat tersebut menghasilkan kualitas, intensitas dan kemanfaatan sistem, semua tergantung pada manusia yang mengembangkan, mengendalikan, dan mengawasi fungsi sistem perekonomian tersebut. 31 Dengan penjelasan demikian, tentu Islam pantas menjadi legulasi yang mengintegrasikan aspek kehidupan peradapan manusia sampai penghujung akhir. Manusia dalam berekonomi, terutama dalam interaksi antara satu ekonom dengan ekonom yang lain membuahkan sebuh sistem. Perlu kita ketahui definisi sistem adalah seperangkat atau pengaturan unsur yang saling berhubungan sehingga 30 Heti Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam : Suatu Pengantar, h. 56. 31 Ali Sakti, Ekonomi Islam: Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern , h. 50-51. 56 membentuk satu kesatuan. 32 Dalam sistem perekonomian, terdapat pemetaan atau ragam sistem ekonomi dunia. Sistem itu terdiri dari sistem Kapitalis, Sosialis dan Islam atau Syariah. Berhubungan dengan tulisan kali ini fokus pembahasan lebih pada ekonomi Syariah maka sistem kapitalis dan sosialis sering disebut ekonomi konvesional tidak disinggung. Secara pengertiannya, sistem ekonomi Syariah adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam pratek penerapan ilmu ekonomi sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun pemerintah dalam rangka mengorganisasi faktor produksi, distribusi, dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan perundang-undangan Islam. 33 Hasanuz Zaman mentakrifkan bahwa penggunaan peraturan syariat yang melindungi dari ketidakadilan dalam perolehan dan penggunaan sumber asli bagi tujuan memenuhi kepuasan manusia dan bagi membolehkan mereka melaksanakan tanggung jawab terhadap Allah SWT dan masyarakat seluruhnya. 34 Manusia dalam ekonomi selalu tersistem karena bila tidak bisa-bisa akan terperangkap pada kemudharatan serta pelunturan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu Islam mempunyai sistem ekonomi, dimana sistemnya memiliki kekhasan tersendiri dan bukan dari jiplakan 32 Peter Salim dan Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English Press, 2002, h. 1442. 33 Suharwadi, K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, h. 14. 34 Surtahman Kastin, dan Sanep Ahmad, Ekonomi Islam: Dasar dan Amalan, Selangor: Dawama sdn. Bhd., 2005, h. 26. 57 sistem ekonomi kapitalis dan sosialis. Secara garis besar Suroso Imam Zadjuli membedakan sistem ekonomi islam dengan sistem ekonomi lainya, yaitu: 35 1. Asumsi dasarnorma pokok ataupun aturan main dalam proses maupun interaksi kegiatan ekonomi diberlakukan. Asumsi dasar yang dimaksud adalah syari‟at Islam yang perlu dilakukan oleh individu, keluarga, kelompok masyarakat, pemerintah secara totalitas.                  Artinya: “Hai orang yang beriman. Maksuklah ke dalam Islam secara keseluruhan totalitas dan janganlah kamu ikuti jejak langkah setan, sungguhnya ia bagimu musuh yang nyata.”QS:2 al-Baqarah: 28. 2. Memiliki karakteristik berupa penerapan asas efisiensi dan kemanfaatan dengan tetap menjaga kebutuhan jasmani,rohani, dan kelestarian lingkungan alam. 36                 Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia supaya mereka kembali kejalan yang brnar.”QS:30 ar-Rum: 41. 3. Sistem ekonomi Syariah bermotif mencari keuntungan kehidupan dunia dan akhirat. 35 Surtahman Kastin, dan Sanep Ahmad, Ekonomi Islam: Dasar dan Amalan, h. 15-17. 36 Rahmat Syafi‟i, Fiqh Muamalah, h. 151. 58                                Artinya: “Carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu negri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi danberbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu. Janganlah mencari kesempatan untuk melakukan kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah tidak suka orang yang melakukan kerusakan.”QS:28al-Qasas:77. Menurut Achjar Iljas, pelaksanaan sistem ekonomi syariah diperlukan pilar- pilar yaitu: 37 Pertama, Pembedaan secara tegas antara kegiatan dan barang-barang yang halal dengan yang haram. Kedua, pendistribusian kekayaan dan pendapatan yang lebih merata, terutama dalam jalan menunaikan zakat, infak, sedekah, serta hukum warisan secara benar dan konsisten. Ketiga, penyediaan kebutuhan hidup pokok untuk setiap anggota masyarakat, dengan harga terjankau atau gratis bagi masyarakat yang tidak mampu. Keempat, pelarangan dan pencegahan penumpukan kekayaan pada segelintir masyarakat. Kelima, penghapusan sistem bunga dalam perekonomian, mengingat terdapatnya persamaan-persamaan mendasar antara sistem bunga dan riba, sedangkan riba sudah jelas haram hukumnya. Sedangkan menurut pemikiran ekonomi Islam MA Manna dan Monzer Kahf, sistem ekonomi syariah memiliki beberapa karakteristik berbeda dengan yang 37 Achjar Iljas, “Penguatan Ekonomi Muhammadiyah Melalui Kelembagaan Sistem Pe rbankan Syariah,” dalam Mukhaer Pakkanna dan Nur Achmad ed., Muhammadiyah Manajement Perubahan: Tafsir Baru Gerakan Sosial Ekonomi –Politik, Jakarta: Kompas, 2005, h. 148-149. 59 lain, yaitu diantaranya: pertama, mengakui kepemilikan individu dan kolektif dalam konteks kemaslahatan. Kedua, adanya peran pemerintah yang fungsinya sebagai regulator dan supervisi. Ketiga, berfungsinya institusi zakat sebagai salah satu sarana distribusi. Keempat, mengakui mekanisme pasar. Kelima, tidak adanya transaksi berbunga dan sistem bagi hasil seperti dalam mudharabah dan musyarakah. Konsep ini kebanyakan diterapkan dalam lembaga-lembaga keuangan syariah, seperti Bank Muamalat, Takafful dan Pegadaian syariah. Menurut Mervyn, lembaga keuangan syariah menciptakan sosio-ekonomi Islam yang halal. Dengan target utamanya adalah kesejahteraan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, peningkatan pertumbuhan dan keadilan ekonomi, distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar, stabilitas nilai uang, dan mobilisasi dan investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi yang mampu memberikan keuntungan bagi semua pihak yang terlibat. 38 Kegiatan ekonomi menurut Paul R. Gregory dan Robert C. Stuart pengertianya menjadi satu kesatuan mekanisme dan lembaga pengambilan keputusan yang mengimplementasikan keputusan terhadap produksi, pendapatan dan konsumsi di dalam suatu daerah. 39 Bila kita perhatikan karakteristik sistem ekonomi syariah diatas, ternyata juga punya kelebihan yang dipunyai, dibandingkan dengan sistem ekonomi 38 Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algaoud, Perbankan syariah: Prinsip, Praktik, dan Prospek Terj., Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007, h. 122. 39 Heti Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam : Suatu Pengantar, yogyakarta: Ekosonia, 2004, h. 79. 60 konvensional. Kelebihan itu diantaranya: 40 pertama, tidak human-made, tetapi god- made atau setidaknya merupakan wellguided oleh Yang Maha Tahu dan Maha Pencipta. Pastinya dengan konsep demikian, keterjaminan akan kelengkapan, kesempurnaan dan keefektifan dalam memecahkan masalah perekonomian bisa menjadikan solusi. Kedua, secara konseptual memiliki kekuatan karena disusun atau dituntun langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa. Ketiga, berorientasi sesuai fitrah manusia. Artinya meunjukan suatu sikap yang menghendaki rasa keadilan dan keharmonisan dalam pencapaian tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Akan tetapi dibalik kelebihan sistem ekonomi syariah tersebut, ternyata sistem ekonomi syariah di Indonesia selama ini masih belum dipahami, sehingga masih dihadapkan pada beberapa tantangan, antara lain: 41 Pertama, adanya sikap baru menyadari dalam mengembangkan ekonomi syariah disekitar tahun 1950-an hingga sekarang. Sebelum ketika peradapan Muslim mengalami kemunduran, ekonomi syariah pun ikut memudar. Kedua, masih banyak yang mempertanyakan bangun dan epistimologinya. Sehingga konsekuensi dari kehilangan ilmu ini dari wacana dunia. Ketiga, masih banyak yang meragukan bukti empiris, realisasi dari sistem ekonomi syariah. Padahal Rasulullah SAW bisa dijadikan representasi ideal, tetapi memang sebagian masyarakat tidak memahami ini karena setting waktu dan 40 M. Akhyar Adnan, Akuntansi Syariah: Arah, Prospek dan Tantangannya, Yogyakarta: UII, 2005, h. 14. 41 M. Akhyar Adnan, Akuntansi Syariah: Arah, Prospek dan Tantangannya , h. 14. 61 situasi serta kompleksitas persoalan yang telah jauh berbeda di jaman Rasululllah. Kempat, pemahaman yang rendah dari masyarakat luas terhadap ekonomi syariah. Untuk itulah agar hal demikian tak berlarut-larut, maka diperlukan strategi matang untuk mengatasi persoalan tersebut. Strategi ini diperlukan beberapa langkah konkrit dalam membangun sistem ekonomi syariah, yaitu: Pertama, meningkatkan sosialisasi mengenai konsep ekonomi syariah secara komprehensif. Kedua, mengembangkan dan menyempurnakan institusi-institusi ekonomi syariah yang sudah ada. Ketiga, peningkatan kualitas sumber daya manusia yang memiliki kualifikasi dan wawasan ekonomi syariah yang memadai. Keempat, upaya keras dalam memperbaiki berbagai legulasi yang ada. Perkembangan ekonomi syari‟ah dalam praktiknya selalu didahului oleh adanya perjanjian-perjanjian yang akan mengikat pihak-pihak yang akan melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi. Perjanjian-perjanjian yang dibuat tidak selamanya dapat dipenuhi kerana banyak factor yang dapat mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut tentulah tiada dengan niat untuk disengaja, namun dari segi perundangan semua itu mestilah ada pertanggungjawapannya. Pertangung jawaban tersebut ada yang dengan serta merta boleh diselesaikan, tetapi diantaranya mestilah melalui adanya campur tangan pihak ketiga. Dari sisi perundangan di Indonesia, penyelesaian perselisihan boleh di peradilan mahkamah dan melalui institusi timbang tara arbitration. 42 42 M. Akhyar Adnan, Akuntansi Syariah: Arah, Prospek dan Tantangannya , h. 14 62

BAB IV PERAN HAKIM DAN KOMPETENSI ABSOLUT PERADILAN AGAMA

Dokumen yang terkait

Peran Hakim Mediator Dalam Menyelesaikan Perkara Perdata Menurut Perma Nomor 1 Tahun 2008

0 69 114

Penyelesaian Sengketa Pada Perbankan Syariah Pasca Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama

3 73 116

Pengangkatan Anak Bagi Warga Muslim Di Pengadilan Negeri Pasca Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

0 8 103

Peran Hakim Mediasi Dalam Perkara Perceraian (Studi di Pengadilan Agama Jakarta Pusat Tahun 2012-2014)

1 51 0

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH DI PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA (STUDI PELAKSANAAN UNDANG – UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGADILAN AGAMA OLEH PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA)

0 24 125

LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN SESUDAH UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 jo UNDANG UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006

0 4 65

DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG UUPA TERHADAP KEWENANGAN PENYELESAIAN DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG UUPA TERHADAP KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH.

0 1 14

PENDAHULUAN DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG UUPA TERHADAP KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH.

0 2 16

PERANAN BADAN ARBITRASE NASIONAL (BASYARNAS) SETELAH KELUARNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH.

0 0 8

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA EKONOMI SYARI’AH (BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006) - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) LISTYO BUDI SANTOSO

0 0 160