Tujuan Ekonomi Syariah KONSEP EKONOMI SYARIAH

50 g. Qard Al Hasan pinjaman kebajikan 23 Qard adalah akad yang dikhususkan pada pinjaman dari harta yang terukur dan dapat ditagih kembali serta merupakan akad saling membantu dan bukan merupakan transaksi bisnis secara komersial.

D. Tujuan Ekonomi Syariah

Segala Aturan yang Allah Swt turunkan dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat. Seorang fuqaha asal Mesir yakni Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada 3 sasaran hukum Islam yang menunjukkan Syariat Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia. Sasaran itu antara lain : 1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya. 2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum, muamalah. 3. Tercapainya maslahah merupakan puncaknya. Dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi, dunia Islam mempunyai sistem perekonomian yang berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip syariah yang bersumber dari Al Quran dan Hadits serta dilengkapi dengan Al Ijma 23 Rahmat Syafi‟i, Fiqh Muamalah, Bandung : Pustaka Setia, 2004, h. 151. 51 dan Al Qiyas. Sistem perekonomian Islam, saat ini lebih dikenal dengan istilah Sistem Ekonomi Syariah. Berdasarkan beberapa literatur dapat disimpulkan, 24 bahwa Sistem Ekonomi Syariah mempunyai beberapa tujuan. Manusia diberi kebebasan untuk mengelola sumber daya ekonomi dan melakukan transaksi perekonomian sesama mereka muamalah. Mengenai muamalah kegiatan ekonomi tersebut terdapat kaidah fiqh yang menyatakan bahwa “Hukum ashal awalasli dari muamalah adalah boleh mubah sampai ada dalil yang menyatakan sebaliknya. Tujuan kegiatan ekonomi tersebut dapat dirumuskan menjadi 4 macam : 1. Kegiatan ekonomi atau muamalah bertujuan untuk memperoleh kesejahteraan ekonomi dalam batas-batas norma-norma moral Islami. 25 Agama Islam membolehkan manusia untuk menikmati rezeki dari Allah namun tidak boleh berlebihan dalam pola konsumsi sebagaimana tersirat dalam surat Al-Maidah ayat 87-88:                                  Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas ” dan makanlah makanan yang halal lagi baik 24 Rahmat Syafi‟i, Fiqh Muamalah, h. 151. 25 Rahmat Syafi‟i, Fiqh Muamalah, h. 11. 52 dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada- Nya”.QS.5 Al-Maidah: 87- 88 Di samping itu Allah SWT mendorong umat-Nya untuk bekerja keras mencari rezeki setelah setelah melakukan shalat Jum‟at. Setiap usaha yang dilakukan oleh manusia seperti bertani, berdagang, dan usaha-usaha halal lainnya dianggap sebagai ibadah. Hal ini menujukkan bahwa usaha untuk memperoleh pertumbuhan ekonomi yang lebih baik harus menjadi salah tujuan masyarakat Muslim. 26 2. Tatanan ekonomi yang diusahakan bertujuan untuk membina persaudaraan dan menegakkan keadilan universal. Islam menginginkan terbinanya tatanan sosial di mana semua individu mempunyai rasa persaudaraan dan keterikatan layaknya suatu keluarga yang berasal dari orangtua yang sama, dijelaskan dalam surat Al- Hujuraat ayat 13:                        Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal ”.QS.49 Al- Hujarat:13 26 Az-Zain, S. A, Syariat Islam : Dalam Perbincangan Ekonomi, Politik dan Sosial Sebagai Studi Perbandingan Terjemahan, Bandung : Husaini, 1981, h. tt. 53 Dengan demikian, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia jangan sampai menimbulkan rasa permusuhan, peperangan, dan ketidakadilan ekonomi sebagaimana yang masih banyak dijumpai pada saat ini. Dengan adanya rasa persaudaraan sesama umat manusia, tidak akan timbul perebutan sumber-sumber ekonomi dan yang timbul adalah bertolong-tolongan untuk kesejahteraan bersama. 27 Distribusi pendapatan yang seimbang. Islam mempunyai komitmen yang tinggi terhadap persaudaraan manusia dan keadilan. Oleh karena itu, ketidakadilan ekonomi tidak dibenarkan dalam Islam. Ketidakmerataan ekonomi tersebut hanya akan meruntuhkan rasa persaudaraan antar sesama manusia yang ingin dibina oleh Islam. Menurut ajaran Islam, semua sumber daya yang tersedia merupakan „karunia Allah SWT yang diberikan kepada semua manusia, sehingga tidak ada alasan kalau sumberdaya ekonomi itu hanya terkonsentrasi pada beberapa kelompok manusia. 28 Pemerataan tersebut dapat dilakukan melalui zakat, infak, shadaqah, wakaf, dan transaksi-transaksi halal lainnya yang dikelola dengan baik sesuai dengan spirit yang dikandungnya. Sebagaimana dijelaskan dalam surat An-Nahl ayat 71 :                          Artinya: “Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan rezkinya itu tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, 27 Rahmat Syafi‟i, Fiqh Muamalah, h. 151. 28 Rahma t Syafi‟i, Fiqh Muamalah, h. 58. 54 agar mereka sama merasakan rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah”.QS.16 An-Nahl: 71 Tatanan ekonomi dalam Islam bertujuan untuk mewujudkan kebebasan manusia dalam konteks kesejahteraan sosial. Salah satu misi yang diemban oleh Muhammad saw adalah untuk melepaskan manusia dari beban-beban dan belenggu yang ada pada mereka. Kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial haruslah dalam batas-batas yang ditentukan oleh Islam. Artinya kebebasan itu jangan sampai berkonflik dengan kepentingan sosial yang lebih besar dan hak-hak orang lain. 29 Sebagaimana firman Allah dalam surat Ar- Ra‟du ayat 36 sebagai berikut :                              Artinya: “Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu, dan di antara golongan-golongan Yahudi dan Nasrani yang bersekutu, ada yang mengingkari sebahagiannya. Katakanlah Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Dia. hanya kepada-Nya aku seru manusia dan hanya kepada-Nya aku kembali.QS.13 Ar- Ra’du: 36

E. Sistem Ekonomi Syariah

Dokumen yang terkait

Peran Hakim Mediator Dalam Menyelesaikan Perkara Perdata Menurut Perma Nomor 1 Tahun 2008

0 69 114

Penyelesaian Sengketa Pada Perbankan Syariah Pasca Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama

3 73 116

Pengangkatan Anak Bagi Warga Muslim Di Pengadilan Negeri Pasca Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

0 8 103

Peran Hakim Mediasi Dalam Perkara Perceraian (Studi di Pengadilan Agama Jakarta Pusat Tahun 2012-2014)

1 51 0

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH DI PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA (STUDI PELAKSANAAN UNDANG – UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGADILAN AGAMA OLEH PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA)

0 24 125

LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN SESUDAH UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 jo UNDANG UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006

0 4 65

DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG UUPA TERHADAP KEWENANGAN PENYELESAIAN DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG UUPA TERHADAP KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH.

0 1 14

PENDAHULUAN DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG UUPA TERHADAP KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH.

0 2 16

PERANAN BADAN ARBITRASE NASIONAL (BASYARNAS) SETELAH KELUARNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH.

0 0 8

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA EKONOMI SYARI’AH (BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006) - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) LISTYO BUDI SANTOSO

0 0 160