Diskusi Sumber stres dan strtegi coping pada pelajar atlet bulutangkis

strategi coping emotional focused coping. Hal ini Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamilton dan Fagot dalam Lestarianita dan Fakhrurrozi, 2007 yang mengungkap bahwa perempuan lebih sering menggunakan strategi coping aspek emotional focused coping, sedangkan laki-laki lebih sering menggunakan aspek problem solving focused coping. Variabel jenis kelamin dalam penelitian ini memiliki kontribusi hubungan dengan strategi coping sebesar 1,2. Sedangkan hasil koefisien regresi menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin secara negatif berhubungan dengan strategi coping. Dapat diartikan bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan dengan strategi coping, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Darusman 2010 bahwa variabel jenis kelamin tidak memiliki hubungan dengan strategi coping. Untuk variabel usia didapatkan hasil yang tidak signifikan dalam hubungan dengan strategi coping. Sampel dalam penelitian ini berada pada kisaran usia 13- 18 tahun, sekitar 34,8 responden berusia 15 tahun dan persentase terkecil adalah 6,5 untuk usia 13 tahun. Hasil tidak signifikan yang berarti tidak memiliki hubungan antara strategi coping dengan usia. Dengan kata lain, pelajar atlet bulutangkis dengan usia yang lebih matang secara signifikan memiliki strategi coping yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelajar atlet bulutangkis yang usianya lebih muda. Hal ini tidak sejalan dengan teori oleh Goliszek 2005 yang mengemukakan bahwa persepsi stres dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain usia, kecerdasan, kemampuan fisik, tingkat pendidikan, agama dan lain sebagainya. Tingkat pendidikan juga merupakan hal terpenting dalam menghadapi sumber stres khususnya yang dialami oleh pelajar atlet bulutangkis, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin banyak pengalaman hidup yang dilaluinya sehingga akan lebih siap menghadapi masalah yang terjadi. Menurut Pramadi dan Lasmono dalam Eka Sari, 2010 bahwa seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi memiliki pola pikir yang berani dalam mengambil sikap untuk mengatasi masalah dan tidak menunda-nunda. Akan tetapi hasil penelitian ini tidak menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan strategi coping. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara antara tingkat pendidikan dengan strategi coping, hal ini bertentangan dengan teori yang dikemukakan oleh Goliszek 2005 yang mengatakan bahwa persepsi stres dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain usia, kecerdasan, kemampuan fisik, tingkat pendidikan, agama dan lain sebagainya. Selain itu juga tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Darusman 2010 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan strategi coping. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Dengan kuesioner responden diminta untuk menanggapi setiap butir pernyataan yang paling sesuai dengan dirinya. Instrumen dengan metode angket dapat memberikan kesempatan untuk responden untuk memilih jawaban yang tidak sesuai dengan keadaan dirinya yang sebenarnya. Responden biasanya cenderung menjawab pernyataan-pernyataan normatif yang tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Selain itu, penelitian ini adanya faking good yaitu responden atau atlet lebih cenderung memilih pendapat yang baik, sehingga data yang dihasilkan memiliki kecenderungan bahwa data penelitian baik yang bukan berarti bahwa keadaan dilapangan itu juga baik. Dalam melakukan penelitian ini peneliti menyadari bahwa masih ada kekurangan dan keterbatasan, selain referensi yang masih kurang dalam penulisan ini juga masih banyaknya kuesioner dalam penelitian ini yang masih terlalu umum, penulis berharap apabila ada penelitian yang mengambil variabel yang sama dengan penelitian ini dapat mengambil item-item atau pernyataan yang lebih spesifik lagi sesuai dengan tujuan penelitian.

5.3. Saran

Berdasarkan penelitian dan dari hasil penelitian, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut : 5.3.1. Saran Metodologis Peneliti juga merasa masih banyak kekurangan dan kelemahan penelitian ini, namun kiranya ada manfaat-manfaat baik metodologis maupun praktis yang dapat diambil dari skripsi ini. Oleh karena itu peneliti menyarankan bagi yang tertarik terhadap permasalahan sumber stres dan strategi coping pada pelajar atlet khususnya cabang bulutangkis untuk mengadakan penelitian seperti dibawah ini : 1. Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam penggambaran sumber stres dan strategi coping yang digunakan pelajar atlet bulutangkis dengan mempertimbangkan faktor jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan massa tinggal di PPLP Ragunan, maka untuk penelitian selanjutnya dianjurkan untuk melakukan penelitian strategi coping atlet bulutangkis dari satu golongan tingkat pendidikan. Misalnya tingkat pendidikan SMP atau SMA saja, karena menurut peneliti bahwa terdapat perbedaan cara berpikir perkembangan kognitif dalam mengatasi masalah. 2. Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam pengambilan sampel bulutangkis yang hanya berada di SMP-SMA Ragunan Jakarta, diharapkan bagi penelitian selanjutnya untuk meneliti di sekolah bulutangkis yang lain misalnya PB Djarum di Kudus, karena hasilnya pun akan berbeda sumber stres dan strategi coping yang berada di SMP-SMA Ragunan Jakarta. 3. Variasi variabel dari ke-8 IV yang ada menyumbang 57 sisanya sebanyak 43, kemungkinan memiliki hubungan dengan variabel lain. Oleh sebab itu disarankan untuk penelitian selanjutnya agar meneliti atau menganalisa hubungan variabel-variabel lain yang memiliki hubungan dengan sumber stres, khususnya yang ada di dalam teori yang telah dipaparkan pada bab 2 namun tidak digunakan dalam penelitian ini seperti faktor kepribadian, status ekonomi sosial, dan kematangan emosional. 5.3.2. Saran Praktis Mengingat pentingnya memahami sumber stres dan strategi coping pada pelajar atlet bulutangkis maka peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Bagi pelajar atlet yang berada di SMP-SMA Ragunan khususnya atlet bulutangkis perlu didampingi oleh konselor guna membantu dan memfasilitasi atlet dalam menyelesaikan kesulitan atau masalah yang terjadi. 2. Bagi konselor atau guru bimbingan konseling BK agar aktif memberikan waktu konseling tidak hanya pada jam sekolah, hal ini bertujuan agar kondisi mental pelajar atlet dapat berkonsentrasi dalam mencapai prestasi bidang olahraga dan akademik. 3. Bagi pihak sekolah terutama kepala sekolah agar menambah guru bimbingan konseling BK yang saat ini jumlahnya belum memadai. Hal ini akan berdampak terhadap tidak maksimalnya peran konselor atau guru BK. DAFTAR PUSTAKA Adisasmito, L.S. 2007. Mental juara modal atlet berprestasi. Jakarta: Raja Grafindo Perasada. Arikunto, S. 2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, S. 2007. Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta:Pustaka Belajar. Brat, S. 1994. Psikologi kesehatan. Jakarta: PT. Grasindo. Carver, C.S.,Weintroub, J.K., and Scheiner, M.F.. 1989. Assessing coping strategies: a theoritically based approach. Journal of Personality and Social Psychology. Volume 56 No.2, hal 267-283. Chaplin, J.P.2002. Kamus lengkap psikologi. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada. Darusman. 2010. Strategi coping. Diakses tanggal 25 Februari 2011 dari http:publikasi.umy.ac.idindex.phppsikarticleview2511. Depdikbud. 1990. Kamus besar bahasa indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Dodds, A. 1993. Rehabilitating blind and visually impaired people: a psychological approach. London: Chapman Hall. Eka S.G.P.. 2010. Strategi coping. Diakses tanggal 25 Februari 2011 dari http:digilib.uns.ac.iduploaddokumen168730609201001441.pdf. Fausiah, F dan Widuri, J. 2006. Psikologi abnormal:klinis dewasa. Jakarta: UI Press. Goliszek, A. 2005. 60 Second manajemen stress; cara tercepat untuk rileks dan menghilangkan rasa cemas. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia. Gunarsa, S.D. dkk. 1989. Psikologi olahraga. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. . 1996. Psikologi olahraga teori dan praktik. Jakarta: P.T. BPK Gunung Mulia. . 2004. Psikologi olahraga prestasi. Jakarta: P.T. BPK