Stres Sumber stres dan strtegi coping pada pelajar atlet bulutangkis

positif misalnya merencanakan perkawinan atau negatif misalnya kematian keluarga atau yang dapat didefinisikan sebagai peristiwa yang menekan stressful event atau tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh individu pada terhadapnya. Dari pengertian di atas penulis memberikan gambaran bahwa stres selalu berhubungan dengan keadaaan situasi atau peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan atau menyenangkan, yang dimaknakan memiliki bobot yang sifatnya “menekan”. Hal ini bukan berarti bahwa setiap yang tidak menyenangkan dapat merugikan, karena stres dapat menjadi motivasi bagi manusia untuk berkreasi dan berprestasi yang lebih baik dari sebelumnya. 2.1.2. Jenis-jenis Sumber Stres Stres dipersepsikan secara berbeda oleh masing-masing individu. Apa yang disebut stres bagi seseorang belum tentu merupakan stres bagi orang yang lain. Teori stres secara umum menentukan stresor sebagai sekelompok kejadian- kejadian yang menimbulkan reaksi stres pada individu. Dengan istilah lain yang lebih sederhana, stresor sering disebut sebagai sumber stres. Selain itu mereka menambahkan bahwa stresor merupakan tuntutan-tuntutan terhadap individu yang menimbulkan respon-respon dengan pola-pola tertentu. Sumber penyebab stres stresor menurut Kartono 2000 adalah sesuatu yang menghasilkan tekanan fisik maupun mental. Stresor merupakan faktor penekan yang mempunyai potensi menciptakan stres. Faktor penekan menghasilkan kondisi-kondisi yang menuntut manusia untuk memberikan energi atau perhatian khusus. Turner Helms 1995 mengelompokkan stresor secara umum yang dihadapi manusia menjadi 4 bagian, sebagai berikut: 1. Physical stressor, yaitu situasi yang menyebabkan munculnya tuntutan- tuntutan fisiologis terhadap fisik individu seperti: lapar, haus, gizi yang buruk, cuaca panasdingin, dan sebagainya. 2. Social stressor, yaitu stresor yang timbul dari interaksi individu dengan individu lain, misalnya kebisingan, kepadatan penduduk, kerumunan dan lain sebagainya. 3. Psychological stressor, yaitu stresor yang timbul dari frustasi, konflik dan kecemasan. 4. Endemic stressor, merupakan stresor yang sifatnya tidak dapat dihindari, karena disebabkan oleh faktor di luar kendali individu, misalnya bencana alam. Nevid 2002 mengatakan adanya sumber stres fisik seperti udara dingin, suara keras apabila terjadi secara intens dan dalam jangka waktu yang lama akan dapat mengurangi fungsi kekebalan. Demikian juga dengan berbagai stresor dari psikologis, endemis maupun sosial. Adler dalam Nevid, 2002 mengatakan banyak bukti menunjukkan bahwa stres membuat seseorang rentan terhadap penyakit karena melemahnya sistem tubuh, melemahnya sistem kekebalan tubuh membuat seseorang rentan terhadap penyakit umum seperti demam dan flu dan meningkatkan resiko berkembangnya penyakit kronis. Goliszek 2005 mengatakan bahwa persepsi stres dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain usia, kecerdasan, kemampuan fisik, tingkat pendidikan, agama dan lain sebagainya. Sumber stres dapat berubah-ubah, sejalan dengan perkembangan manusia tetapi kondisi stres juga dapat terjadi disetiap saat sepanjang kehidupan. Sarafino dalam Smet, 1994 membedakan sumber-sumber stres terbagi menjadi tiga bagian yaitu: 1. Sumber-sumber stres di dalam diri seseorang Salah satu sumber stres yang muncul dalam diri individu adalah penyakit, dimana tingkat stres yang muncul pada keadaan rasa sakit dan umur individu. Hal lain yang memicu timbulnya stres adalah konflik. Konflik merupakan sumber stres yang utama. 2. Sumber-sumber stres di dalam keluarga Sumber stres yang muncul dalam keluarga dapat disebabkan dari interaksi diantara anggota keluarga, misalnya perselisihan, penambahan anggota keluarga baru, adakalanya penyakit, cacat atau kematian anggota keluarga. 3. Sumber-sumber stres di dalam komunitas Penyebab stres dari lingkungan atau komunitas sosial antara lain temperatur yang ekstrim, kebisingan, mengikuti ujian, terjebak kemacetan lalu lintas, mengikuti tes medis yang menyakitkan atau berkeluarga. Menurut Mudji Harsono dalam Singgih, 1989 mengatakan bahwa sumber ketegangan stres pada atlet dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: 1. Sumber stres dari dalam 2. Sumber stres dari luar Sumber stres dari dalam maksudnya adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri atlet sendiri, yaitu: a. Atlet sangat tergantung pada kemampuan teknisnya. Bila hanya mengandalkan kemampuan teknis, ia akan mengalami kesulitan sewaktu menghadapi situasi pertandingan yang kurang menguntungkan bagi dirinya. Misalnya, ketika menghadapi lawan yang ulet dan cermat, sehingga lawan itu mampu mangantisipasi setiap serangan yang ia atau tim lakukan. Akibatnya, atlet tersebut akan merasa terpepet dan selanjutnya tidak mampu lagi menguasai situasi yang sedang dihadapinya. b. Atlet merasa bermain baik sekali atau sebaliknya. Bila perasaan ini menghinggapi atlet, maka akan menjadi pertanda mulai timbul adanya sesuatu yang menekan pada dirinya. Perasaan ini memberikan beban mental pada dirinya. Demikianlah pula perasaan sebaliknya, yang seakan-akan atlet tersebut telah memvonis dirinya bahwa ia tidak akan mencapai sukses. c. Adanya pikiran negatif karena dicemooh atau dimarahi. Di cemooh atau dimarahi akan menimbulkan reaksi pada diri atlet. Reaksi tersebut akan tetap bertahan, sehingga menjadi sesuatu yang menekan dan menimbulkan frustasi yang mengganggu penampilannya. d. Adanya pikiran puas-diri. Bila dalam diri atlet ada pikiran atau rasa puas- diri, maka ia telah menanamkan benih-benih ketegangan dalam dirinya sendiri. Atlet akan dituntut oleh diri sendiri untuk mewujudkan sesuatu yang mungkin berada di luar kemampuannya. Bila demikian keadaannya, maka sebenarnya atlet itu telah menerima tekanan yang tidak disadari. Sedangkan sumber-sumber stres dari luar adalah sebagai berikut: a. Rangsangan yang membingungkan. Salah satu bentuk rangsangan yang membingungkan adalah komentar para officials yang merasa kompeten, baik atas koreksi, strategi atau taktik yang harus dilakukan maupun petunjuk yang lain kepada atlet. Menerima beberapa petunjuk dan perintah sekaligus akan membingungkan atlet. b. Pengaruh massa. Massa penonton atau pendukung fanatik, terlebih pada atlet yang masih baru, dapat mempengaruhi kestabilan mental atlet. Penonton yang berada di tribun sangat berarti dalam suasana pertandingan. c. Saingan yang bukan tandingannya. Atlet yang mengetahui bahwa lawan yang akan dihadapi adalah lawan yang lebih unggul dari pada dirinya, maka dalam hati kecil atlet tersebut telah timbul pengakuan akan ketidakmampuannya untuk menang. Situasi tersebut akan menyebabkan berkurangnya kepercayaan pada diri sendiri. d. Ketidakhadiran pelatih. Kondisi ini akan berakibat pada atlet yang membutuhkan dukungan, arahan, dan motivasi dari pelatihnya menjadi terganggu. 2.1.3. Gejala-gejala Stres Stres juga dapat diketahui dari gejala-gejalanya, stres dapat menimbulkan perubahan-perubahan, baik kejiwaan maupun fisik. Perubahan ini dapat meliputi seluruh tubuh atau hanya satu atau beberapa bagian tubuh saja. Gejala stres sebenarnya terjadi setiap hari, karena itu banyak individu yang mengabaikannya dan menganggapnya sebagai hal yang biasa. Gejala simptom stres akan ditemukan dalam segala sisi dari orang yang mengalaminya : fisik, emosi, intelektual dan interpersonal. Gejala ini tentu saja berbeda pada setiap orang karena pengalaman stres sangat individual sifatnya. Sedangkan Hardjana 1994 mengemukakan gejala-gejala yang terjadi pada saat orang mengalami stres, diantaranya yaitu : 1. Gejala fisikal yang terjadi pada saat orang mengalami stres antara lain: a. Sakit kepala, pusing, pening. b. Tidur tidak teratur, insomnia susah tidur, tidur melantur, bangun terlalu awal. c. Sakit punggung, terutama dibagian bawah. d. Mencret-mencret dan radang usus besar. e. Sulit buang air besar, sembelit. f. Gatal-gatal pada kulit. g. Urat tegang-tegang terutama pada leher dan bahu. h. Terganggu pencernaannya atau bisulan. i. Tekanan darah tinggi atau serangan jantung. j. Terlalu banyak mengeluarkan keringat. k. Perubahan selera makan. l. Lelah atau kehilangan daya energi. m. Bertambah banyak melakukan kekeliruan atau kesalahan dalam kerja dan hidup. 2. Gejala emosional stres antara lain : a. Gelisah atau cemas. b. Sedih, depresi, mudah menangis. c. Suasana hati dan jiwanya berubah-ubah dengan cepat. d. Mudah panas dan mudah marah. e. Gugup. f. Rasa harga diri menurun atau merasa tidak aman. g. Terlalu peka dan mudah tersinggung. h. Marah-marah. i. Gampang menyerang orang dan bermusuhan. j. Emosi mengering atau kehabisan sumber daya mental. 3. Stres juga berdampak pada kerja intelek, dan gejala-gejalanya yaitu : a. Susah berkonsentrasi atau memusatkan perhatian. b. Sulit membuat keputusan. c. Mudah terlupa. d. Pikiran kacau. e. Daya ingat menurun. f. Melamun secara berlebihan. g. Pikiran dipenuhi oleh satu pikiran saja. h. Kehilangan rasa humor yang sehat. i. Produktivitas atau prestasi kerja menurun. j. Mutu kerja rendahmutu belajar rendah. k. Bertambahnya jumlah kekeliruan yang dibuat dalam kerjaprestasi. 4. Stres juga mempengaruhi hubungan dengan orang lain, baik didalam maupun diluar rumah. Gejala-gejala interpersonal antara lain: a. Kehilangan kepercayaan kepada orang lain. b. Mudah mempersalahkan orang lain. c. Mudah membatalkan janji atau tidak memenuhinya. d. Suka mencari-cari kesalahan orang lain atau menyerang orang dengan kata-kata. e. Mengambil sikap terlalu membentengi diri dan mempertahankan diri. f. “mendiamkan”orang lain. 2.1.4. Dampak Stres Stres yang tidak diatasi secara efektif dapat menimbulkan berbagai dampak baik secara fisik maupun secara psikologis, walaupun dampak stres tidak terlalu buruk. Berdasarkan dampak yang ditimbulkan Tuner dan Helms 1995 membagi stres menjadi dua bagian yaitu: 1. Eustress, merupakan stres yang memiliki dampak positif karena mampu mendorong individu untuk melakukan hal yang terbaik untuk menghadapi masalahnya. Eustres mendorong manusia untuk lebih berprestasi, lebih tertantang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya, meningkatkan produktivitas kerja dan lain-lain. 2. Distress, merupakan stres yang berdampak negatif yang memerlukan energi, menyakitkan bahkan dapat menyebabkan kematian.

2.2. Coping

2.2.1. Pengertian Coping Dalam kamus lengkap Psikologi, coping adalah sembarang perbuatan, dalam mana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan sesuatu tugas, masalah, dalam Chaplin, 2000. Coping adalah menangani suatu masalah menurut suatu cara; seringkali dengan cara menghindar, melarikan diri dari, atau mengurangi kesulitan dan bahaya yang timbul dalam Kartono dan Gulo, 2000. Lazarus Folkman 1984 menggambarkan coping sebagai suatu proses yang dilakukan individu untuk menghadapi atau mengatasi tuntutan-tuntutan baik itu berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang dimiliki. Sedangkan Dodds 1993 mengemukakan strategi coping adalah strategi yang digunakan individu untuk melakukan penyesuaian antara sumber-sumber yang dimilikinya dengan tuntutan yang dibebankan lingkungan kepadanya. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa perilaku coping adalah suatu usaha atau perbuatan yang dilakukan individu untuk mengatasi tuntutan-tuntutan yang berada diluar kemampuan individu atau situasi yang penuh stres stresfulevents melalui perilaku-perilaku tertentu. 2.2.2. Jenis- jenis Coping Strategi coping menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan Mu’tadin, 2002. Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Dengan perkataan lain strategi coping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya. Menurut Shinta 1995 dalam jurnal Psikologi Indonesia, Ia menggolongkan atas tiga golongan gambaran umum perilaku coping yang pertama yaitu problem focused coping yang lebih banyak dipakai jika seseorang merasa bahwa sesuatu yang konstruktif dapat dilakukan, yang kedua adalah coping yang terpusat pada emosi atau yang dikenal dengan istilah emotional focused coping, coping ini digunakan jika seseorang merasa bahwa sumber stres adalah sesuatu yang harus ditoleransi keberadaannya serta yang terakhir dimensi coping yang maladaptive yang dipercaya tidak berfungsi dan merupakan strategi yang kurang sesuai dalam situasi apapun untuk jangka waktu panjang. Carver, Scheier dan Weintraub 1989 mengembangkan strategi coping yang diadaptasi dari teori Lazarus menjadi 13 bentuk yang lebih spesifik. Dari ke-13 bentuk strategi coping tersebut, 5 diantaranya merupakan bentuk problem solving focussed coping, 5 lainnya merupakan bentuk emotion focussed coping, sementara 3 bentuk terakhir merupakan jenis coping yang dianggap kurang adaptif maladaptive coping. Jenis strategi coping yang termasuk dalam problem solving focussed coping, sebagai berikut: 1. Active Coping, merupakan proses pengambilan langkah aktif untuk mengatasi stresor atau mengurangi efek buruk yang ditimbulkan oleh stresor tersebut. Yang termasuk active coping adalah melakukan tindakan langsung yang sifatnya untuk mengatasi stres, atau melakukan tindakan-tindakan secara bertahap. 2. Planning, berkaitan dengan perencanaan mengenai hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi situasi yang menimbulkan stres. Yang dimaksud planning adalah merancang suatu strategi untuk dilakukan, memikirkan cara terbaik untuk memecahkan suatu masalah, atau merencanakan langkah terbaik yang akan diambil untuk menghadapi stresor. 3. Suppression of competing activities, adalah usaha untuk mengesampingkan hal-hal atau kegiatan lain, mencoba menghindari gangguan dari situasi atau kejadian lain yang mungkin timbul, untuk dapat berkonsentrasi penuh dalam menghadapi suatu sumber stres. 4. Restraint coping, yaitu bentuk strategi coping berupa suatu latihan untuk mengontrol atau mengendalikan diri. Dalam hal ini individu menunggu sampai pada kesempatan yang tepat untuk bertindak, sehingga ia dapat mengatasi sumber stres secara efektif. Restraint coping dapat dikatakan sebagai proses yang aktif bila individu memfokuskan pada usaha menghadapi stresor, tapi juga dapat dikatakan sebagai strategi yang pasif karena harus menunggu. 5. Seeking social support for instrumental reason, merupakan bentuk strategi coping berupa upaya untuk mendapatkan dukungan sosial dengan cara mencari nasehat, bantuan atau informasi dari orang lain. Sedangkan jenis strategi yang termasuk dalam emotion focussed coping, sebagai berikut: 1. Seeking social support for emotional reason, merupakan strategi coping dalam bentuk mencari dukungan moral, simpati, atau pengertian dari orang lain. Kecendrungan individu untuk mencari dukungan sosial untuk alasan emosional ini dapat membuat individu yang tadinya merasa tidak aman karena situasi yang menekan, menjadi merasa aman kembali. Di sisi lain kecendrungan ini bisa bersifat negatif karena sumber-sumber simpati lebih banyak dipergunakan sebagai jalan untuk menyalurkan perasaan individu. Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis coping ini tidak selalu adaptif dalam mengatasi stres. Meskipun demikian, jenis coping ini dapat menjadi sesuatu yang positif bila dukungan sosial yang diperoleh individu membuat ia termotifasi untuk menghadapi dan mengatasi stres secara aktif. 2. Positive reinterpretation and growth, merupakan suatu bentuk coping dengan cara menilai kembali situasi secara lebih positif. Selanjutnya penilaian ini dapat mengarahkan individu untuk melakukan tindakan problem focused coping.