Sumber stres dan strtegi coping pada pelajar atlet bulutangkis

(1)

(2)

(3)

(4)

SKRIPSI

DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS PSIKOLOGI UNTUK MEMENUHI SYARAT-SYARAT MENCAPAI GELAR SARJANA PSIKOLOGI

Disusun Oleh :

HERLIN WIDIANI

NIM : 103070029048

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(5)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

HERLIN WIDIANI NIM : 103070029048

Di bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Bambang Suryadi, Ph. D Yufi Adriani, M.Psi

NIP. 19700529 2003121 002 NIP. 19820918 200901 2006

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(6)

skripsi saya yang berjudul “Sumber Stres dan Strategi Coping pada Pelajar Atlet Bulutangkis” adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademis yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 11 April 2011

Herlin Widiani Nim : 103070029048


(7)

Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 11 April 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta, 11 April 2011

SIDANG MUNAQASYAH

Dekan/Ketua Pembantu Dekan/Sekretaris

Jahja Umar, Ph. D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 130 885 522 NIP. 19561223 198303 2 001

Anggota

Neneng Tati Sumiati, M.Si., Psi Bambang Suryadi, Ph.D NIP.19730328 20000 2003 NIP.19700529 2003121 002

Yufi Adriani, M.Psi NIP. 19820918 200901 2006


(8)

“Tugas Kita Bukanlah Untuk Berhasil. Tugas Kita

Adalah Untuk Mencoba, Karena Di dalam Mencoba

Itulah Kita Menemukan Dan Belajar Membangun

Kesempatan Untuk Berhasil” (Mario Teguh)

“Janganlah Hanya Mencoba Untuk Menjadi Manusia

Sukses, Tetapi Jadilah Manusia Yang Memiliki Otak

Yang Bernilai” (Albert Einstin)

“Duduklah Bersama Orang-Orang Bijak, Baik Mereka

Itu Musuh Atau Kawan. Sebab, Akal Bertemu Dengan


(9)

Karya ini kupersembahkan

Untuk kedua orangtuaku terutama untuk

Mama yang selalu sabar dan juga kepada

orang-orang yang selalu ada menemani

dalam penyelesaian skripsi ini...


(10)

(B) April 2011 (C) Herlin Widiani

(D) Sumber Stres Dan Strategi Coping Pada Pelajar Atlet Bulutangkis (E) Xvi + 85 Halaman + lampiran

Peranan olahraga dalam peningkatan kesehatan badan, pembinaan mental maupun watak semakin lama semakin memegang peranan penting. Dengan olahraga keharuman nama bangsa dapat ditingkatkan. Olahraga bulutangkis merupakan olahraga yang memiliki sumbangan yang besar dalam mengharumkan nama bangsa Indonesia dimata dunia. Oleh karena itu atlet-atlet yang dikirimkan untuk bertanding seharusnya memiliki mentalitas yang tangguh agar dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang berhubungan denga keatletannya. Dalam mempersiapkan atlet atau pemain menghadapi pertandingan, arah pembenahan adalah peningkatan faktor fisik yang mencakup kondisi fisiologis, teknis dan psikis. Dengan kata lain, seorang atlet harus dibekali keterampilan motorik (motor skill), kondisi fisiologis serta kesiapan aspek psikologis yang maksimal. Sumber-sumber stres seperti tuntutan terhadap fisik, sosial psikologis maupun endemis. Sedangkan strategi coping merupakan cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, respons terhadap situasi yang mengancam. Berbagai faktor diasumsikan memiliki hubungan dengan strategi coping seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan massa tinggal di Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Ragunan Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara sumber stres dengan strategi coping pada pelajar atlet bulutangkis yang berada di SMP-SMA Ragunan (khusus olahragawan) Jakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian dilaksanakan di SMP-SMA Ragunan (khusus olahragawan) Jakarta. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 107 orang. Responden dalam penelitian ini adalah pelajar atlet bulutangkis yang berada di SMP-SMA Ragunan (khusus olahragawan) Jakarta sebanyak 46 orang yang diambil dengan teknik sampling purposive. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah skala model likert. Skala yang digunakan adalah skala sumber stres dan skala strategi coping. Jumlah item yang valid dalam skala sumber stres sebanyak 27 item, sedangkan item yang valid skala strategi coping sebanyak


(11)

Hasil penelitian diperoleh nilai R = 0,570. Ini berarti bahwa proporsi varian dari strategi coping secara keseluruhan bisa diterapkan pada 8 variabel ialah sebesar 57%. Atau dengan kata lain, penyebab bervariasinya skor strategi coping yang ditentukan oleh 8 variabel (physical stressor, social stressor, psychological stressor, endemic stressor, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan massa tinggal di PPLP) secara bersama-sama ialah sebesar 57% sedangkan sisanya 43% disebabkan oleh aspek-aspek lain seperti faktor kepribadian, status sosial ekonomi dan keterampilan memecahkan masalah. Kesimpulannya terdapat kemungkinan adanya aspek-aspek lain yang memiliki hubungan lebih besar dengan strategi coping.

Dalam penelitian ini terdapat 3 variabel (physical stressor, social stressor dan endemic stressor) yang secara signifikan memiliki hubungan dengan strategi coping. Sedangkan variabel psychological stressor, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan massa tinggal di PPLP tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan strategi coping.Berdasarkan hasil tersebut disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian tentang sumber stres dan strategi coping dengan melibatkan variabel lain seperti faktor kepribadian, status sosial ekonomi dan keterampilan memecahkan masalah.


(12)

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada sumber segala kebenaran, sumber ilmu pengetahuan, sang cahaya diatas cahaya yang tiada hentinya menyinari hati hamba-hamba-Nya, Allah SWT. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini karena dengan tanpa campur tangan-Nya segala sesuatu tidak akan terlaksana. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, yang telah menyampaikan ilmu-Nya (kebenaran) kepada kita, umat manusia di dunia. Di balik terselesaikannya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak karena memberikan dukungan dan bimbingan baik moril dan materiil, sehingga karya ini dapat menjadi sumbangsih untuk wacana ilmu pengetahuan khususnya ilmu Psikologi. Perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Yang terhormat Dekan Fakultas Psikologi Jahja Umar, Ph. D Dekan Fakultas Psikologi, Ibu Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si selaku pembantu dekan bidang akademik beserta jajarannya.

2. Yang terhormat pembimbing I Bambang Suryadi, Ph. D dan Yufi Adriani, M.Psi pembimbing II yang dengan sabar membimbing penulis dan mengarahkan penulis untuk membuat skripsi menjadi karya ilmiah yang baik. Pengarahan dan masukan dari bapak dan ibu membuat penulis lebih semangat untuk menyelesaikan skripsi.

3. Civitas Akademika khususnya Fakultas Psikologi, Bapak, Ibu Dosen, petugas akademik serta kepustakaan yang membantu penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini semoga beragam ilmu dan wawasan yang diberikan selama ini dapat penulis terapkan dan berguna bagi kehidupan yang lebih baik lagi.

4. Kepada Neneng Tati Sumiati, M.Si selaku pengaju skripsi yang telah memberikan sarannya untuk menjadikan skripsi ini menjadi karya ilmiah yang lebih baik.

5. Kepada Sekolah SMP-SMA Ragunan Drs. Asril yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian.

6. Yang tercinta kedua orangtuaku, terutama mamahku Siti Hafni A.Wahab dan bapakku Hiqmad dengan kasih sayang yang tulus dan kesabaran yang tidak henti-hentinya dicurahkan untuk penulis.

7. Yang tersayang kakakku Abalan, adik-adikku Hendi, Yayu, Hilda, Firdaus dan juga keluarga besar penulis yang tidak bisa disebut satu-persatu, yang tidak pernah lelah memberikan semangat dan do’a untuk menyelesaikan skripsi ini. 8. Sahabat-sahabatku yang selalu ada, Illa, Iyank, Dian, Ipeh, Ida, Roro, Fitkam,

Subi, Dwi dan Masriah dengan dukungan dan semangat yang tidak henti-hentinya diberikan untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(13)

kelas B yang selalu kompak dan solid, semoga pertemanan kita tidak sampai di Fakultas Psikologi saja.

11.Semua teman-teman yang tak dapat disebutkan satu persatu, Terima kasih. Mengingat kemampuan dan pengalaman penulis yang masih terbatas maka penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh pihak yang terkait.

Jakarta, 11 April 2011


(14)

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAKSI ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 7

1.3.1. Pembatasan Masalah ... 7

1.3.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1. Tujuan Penelitian ... 8

1.4.2. Manfaat Penelitian ... 9

1.4 Sistematika Penulisan ... 9

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Stres ... 11


(15)

2.1.4 Dampak Stres ... 21

2.2 Coping ... 21

2.2.1 Pengertian Coping ... 22

2.2.2 Jenis-jenis Coping ... 22

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Pemilihan Strategi Coping ... 28

2.3 Atlet Bulutangkis ... 30

2.3.1 Definisi Atlet Bulutangkis ... 30

2.3.2 Kepribadian Atlet ... 32

2.4 Kerangka Berfikir ... 34

2.5 Hipotesis Penelitian ... 37

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 39

3.2 Variabel Penelitian ... 39

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 41

3.3.1 Populasi ... 41

3.3.2 Sampel ... 42

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 42

3.3.4 Karakteristik Subjek Penelitian ... 43

3.4 Pengumpulan Data ... 43

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.4.2. Instrumen Pengumpulan Data ... 44


(16)

3.5.2. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 50

3.5.2.1. Uji Validitas Instrumen ... 51

3.5.2.2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 52

4.6. Metode Analisa Data ... 53

4.7. Prosedur Penelitian ... 55

BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Responden ... 57

4.2. Presentasi Penelitian ... 59

4.3. Uji Hipotesis Penelitian ... 63

4.3.1. Uji Hipotesis 1 ... 64

4.3.2. Uji Hipotesis 2 ... 65

4.3.3. Uji Hipotesis 3 ... 65

4.3.4. Uji Hipotesis 4 ... 66

4.3.5. Uji Hipotesis 5 ... 66

4.4 Proporsi Varian ... 66

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 74

5.2. Diskusi ... 75

5.3. Saran ... 80

5.3.1. Saran Teoritis ... 80

5.3.2. Saran Praktis ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(17)

Tabel 3.2 Blue Print Tryout Skala Sumber Stres ... 46

Tabel 3.3 Blue Print Tryout Skala Strategi Coping ... 48

Tabel 3.4 Kaidah Reliabilitas ... 49

Tabel 3.5 Blue Print Penelitian Skala Sumber Stres ... 51

Tabel 3.6 Blue Print Penelitian Skala Strategi Coping ... 52

Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden ... 58

Tabel 4.2 Kategorisasi Skala Sumber Stres ... 60

Tabel 4.3 Kategorisasi Skala Strategi Coping ... 61

Tabel 4.4 Kategorisasi Skala Strategi Coping Berdasarkan Jenis Kelamin ... 61

Tabel 4.5 Jenis Strategi Coping yang digunakan Menghadapi Sumber Stres .. 62

Tabel 4.6 Coefficients ... 64

Tabel 4.7 Model Summary ... 67

Tabel 4.8 Anova ... 67

Tabel 4.9 Model Summary ... 68

Tabel 4.10 Anova Sumber Stres ... 68

Tabel 4.11 Coefficients ... 69


(18)

(19)

Lampiran 2 Skala strategi coping

Lampiran 3 Hasil data try out sumber stres Lampiran 4 Hasil data try out strategi coping Lampiran 5 Validitas skala sumber stres Lampiran 6 Validitas skala strategi coping

Lampiran 7 Reliabilitas skala sumber stres try out Lampiran 8 Reliabilitas skala strategi coping try out Lampiran 9 Surat pernyataan telah melakukan penelitian Lampiran 10 Proporsi Varian


(20)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

. Latar Belakang Masalah

Peranan olahraga dalam peningkatan kesehatan badan, pembinaan mental maupun watak semakin lama semakin memegang peranan penting. Dengan olahraga keharuman nama bangsa dapat ditingkatkan. Olahraga juga memberi kesempatan yang sangat ideal untuk menyalurkan tenaga dengan jalan yang baik untuk menjalin persaudaraan dan persahabatan menuju persatuan yang sehat dan suasana yang akrab dan gembira.

Terdapat berbagai macam cabang olahraga yang tentunya masing-masing cabang tersebut memiliki karakteristik dan aturan-aturan khusus pula. Kita mengetahui bahwa ada cabang olahraga yang lebih menuntut kerjasama tim dalam pertandingan, dan ada pula olahraga yang pertandingannya hanya dijalankan oleh individu atau perorangan. Dari bermacam-macam cabang olahraga tersebut, peneliti lebih tertarik untuk melakukan penelitian pada cabang olahraga bulutangkis.

Semua negara mencoba meningkatkan prestasi olahraganya, karena hal ini merupakan suatu ukuran kemampuan dan prestasi generasi muda pada suatu negara. Nama Indonesia mencuat berkat prestasi olahraga pada bidang bulutangkis atau badminton. Oleh karena itu pembinaan setiap cabang olahraga


(21)

harus diarahkan ke peningkatan prestasi yang nantinya akan mengharumkan nama bangsa.

Menjelang tahun 1999 sampai saat ini prestasi bulutangkis Indonesia mengalami penurunan secara drastis. Hal ini terlihat dari banyaknya pertandingan yang diikuti oleh Indonesia, tetapi jarang sekali mendapatkan gelar juara (Adisasmito, 2007). Menurut Gunawan (dalam Adisasmito, 2007) kemampuan faktor fisik, taktik, dan teknik yang dimiliki atlet Indonesia sama dengan atlet-atlet negara lain. Namun, ketika dalam kondisi pertandingan atlet Indonesia sering tidak dapat mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimiliki secara maksimal.

Gunarsa dkk (1996) mengatakan bahwa dunia olahraga tidak lagi mengandalkan pada bakat dan pemunculannya, tidak lagi mengandalkan pada kelenturan melalui latihan-latihan fisik saja, namun faktor lain yakni faktor psikologis semakin mendapat tempat dalam pembinaan yang selanjutnya meningkatkan prestasi atlet. Membina prestasi olahraga seorang atlet tidak dapat dilakukan dalam waktu satu malam, melainkan melalui berbagai proses dan tahapan dalam satu kurun waktu tertentu. Sekalipun seorang individu memiliki bakat khusus pada bidang olahraga tertentu, tanpa latihan yang terarah bakat tersebut akan tetap tinggal sebagai potensi terpendam. Ketua PB Djarum, Yoppy Rosimin juga menjelaskan untuk menjadi yang terbaik di bidang olahraga khususnya bulutangkis tidak cukup hanya unggul di teknik dan fisik (Mustikasari, 2009).

Subardjah (2000) mengemukakan kesiapan aspek psikologis atlet akhir-akhir ini banyak memperoleh perhatian dalam program pembinaan. Kondisi


(22)

psikologis dapat dibedakan atas dua macam yaitu yang menunjang penampilan dan yang menghambat atau mengganggu penampilan atau prestasi. Aspek psikologis yang menunjang prestasi diantaranya : motivasi tinggi, aspirasi kuat, kematangan kepribadian. Sedangkan aspek yang mengganggu prestasi diantaranya: ketegangan dan kecemasan, motivasi rendah, gangguan emosional, keraguan atau takut.

Sudarwati (2009), mantan atlet yang menulis buku Mental Juara, mengatakan bahwa pemain kita sering kali lemah di mental bertanding. Mereka sering kali stuck jika lawan mengubah sedikit saja pola mainnya. Sudarwati (2009) mengungkapkan bahwa ada tiga elemen yang harus diasah untuk membentuk pemain yang tangguh, yang meliputi pembinaan fisik, pembinaan teknik, dan pembinaan mental, pembinaan mental ini yang sering kali kurang diperhatikan.

Keberhasilan seorang atlet ditentukan oleh kesiapan fisik dan mental. Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performance atlet baik saat latihan maupun saat bertanding. Dapat dibayangkan, jika sebelum bertanding sang atlet mengalami tekanan (stres) dengan keluarganya, amat mungkin situasi itu mempengaruhi kestabilan emosi, daya konsentrasi dan menguras energi. Contoh lain, jika sebelum bertanding sang atlet kurang memiliki kesiapan mental menghadapi lawan yang berat sehingga timbul keraguan yang besar dan rasa tidak percaya diri yang menghalangi kemampuannya untuk tampil optimal. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika sejak dini, soal membina kesiapan mental


(23)

atlet menjadi porsi yang penting agar masalah kepribadian dan konflik-konflik sang atlet dapat dikelola dengan baik sehingga ia tetap tampil optimal.

Sebagai salah satu usaha pemerintah untuk membina calon atlet sedini mungkin dan guna meningkatkan prestasi olahraga nasional di dirikanlah Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) di seluruh propinsi. Para atlet pelajar terbaik dari seluruh PPLP ditanah air tersebut, kemudian dididik dan dilatih di Sekolah Khusus Olahragawan SMP-SMA Negeri Ragunan Jakarta. Sesuai dengan tujuan pendirian sekolah ini, para siswanya dituntut untuk berprestasi tinggi dalam olahraga yang ditekuninya tanpa mengesampingkan prestasi akademiknya.

Para atlet pelajar SMP-SMA Ragunan yang terdiri dari berbagai cabang olahraga ini tinggal di asrama dan menjalani latihan pagi dan sore di dalam kompleks sekolah tersebut. Sekolah ini berskala nasional, oleh karena itu sebagian besar siswanya berasal dari berbagai penjuru daerah yang jauh dari ibukota Jakarta. Mereka harus meninggalkan keluarga yang dicintainya untuk berjuang mempertaruhkan jiwa dan raganya demi dapat mengharumkan nama keluarga, daerah maupun bangsa yang mengirimnya ke ajang persaingan.

Dengan demikian para atlet pelajar tersebut juga harus siap menghadapi transisi budaya karena perbedaan adat istiadat, logat bahasa dan kebiasaan, termasuk juga kebiasaan makan. Selain itu, para atlet juga harus melakukan penyesuaian diri terhadap suasana latihan termasuk pergantian pelatih dan program latihan. Perubahan-perubahan suasana atau situasi yang memerlukan penyesuaian diri ini sangat berpotensi untuk menyebabkan para atlet pelajar tersebut mengalami stres.


(24)

Stres merupakan gejala keseimbangan diri untuk dapat beradaptasi terhadap adanya perubahan baik dari luar maupun dari dalam diri sendiri. Smith (dalam Nasution, 2007) mengatakan jika seseorang berada dalam keadaan stres, maka seluruh pola hidup dan kesehatannya juga akan terganggu sehingga produktivitas kerjanya menurun.

Nasution (2007) mengemukakan bahwa stres dalam olahraga dapat bersumber dari hal yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan olahraga. Smith (dalam Nasution, 2007) dalam penelitiannya menemukan bahwa stres yang dialami atlet timbul pada saat latihan, sebelum pertandingan, saat pertandingan, dan setelah pertandingan. Hal ini senada dengan peneliti Gould et al. yang juga mengidentifikasi sumber stres yang tidak berhubungan dengan olahraga (Nasution, 2007).

Adler (dalam Nevid, 2002) mengatakan banyak bukti menunjukkan bahwa stres membuat seseorang rentan terhadap penyakit karena melemahnya sistem tubuh, melemahnya sistem kekebalan tubuh membuat seseorang rentan terhadap penyakit umum seperti demam dan flu dan meningkatkan resiko berkembangnya penyakit kronis, hal ini juga akan mengakibatkan berpengaruhnya prestasi pada atlet bulutangkis. Nasution (2007) mendapati berbagai penelitian dalam bidang psikologi olahraga membuktikan bahwa stres dapat menurunkan prestasi atau setidaknya mengganggu kelancaran pelaksanaan latihan. Dengan demikian stres perlu dihindari dan atlet perlu diajarkan cara-cara untuk menangani stres ("coping with stress").


(25)

Salah satu faktor yang menentukan seberapa parah seorang individu mengalami stres dipengaruhi oleh stres yang dirasakannya adalah bagaimana dia menghadapi peristiwa yang dialaminya. Ada 2 tipe utama yang biasanya dapat menurunkan stres seperti diungkapkan oleh Lazarus dan Folkman (dalam Fausiah, 2006) yaitu problem-focused coping dan emotion-focused coping.

Individu yang menggunakan problem-focused coping biasanya langsung mengambil tindakan untuk memecahkan masalah atau mencari informasi yang berguna untuk membantu pemecahan masalah, sebagai contoh dalam menghadapi ujian individu akan menyusun jadwal belajar sejak awal semester untuk menghadapi setiap ujian sehingga ketika menghadapi ujian di akhir semester tidak lagi terlalu menegangkan.

Di sisi lain, individu dengan emotion-focused coping lebih menekankan pada usaha menurunkan emosi negatif yang dirasakan ketika menghadapi masalah atau tekanan. Misalnya mengalihkan perhatian dari masalah yang dihadapi dengan bersantai atau mencari kesenangan dengan pergi ke bioskop, café, berenang dan lain sebagainya (Fausiah, 2006).

Untuk dapat mengajarkan cara-cara mengatasi stres bagi atlet pelajar bulutangkis, perlu terlebih dahulu diketahui situasi-situasi bagaimana yang dapat menimbulkan stres (sumber stres). Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi mengenai hal-hal atau situasi apa saja yang menjadi surnber stres bagi masing-masing atlet pelajar tersebut. Smith mengatakan bahwa stres dalam olahraga dapat bersumber dari hal yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan olahraga (Nasution, 2007).


(26)

Dengan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti sumber stres dan strategi coping pada pelajar atlet bulutangkis yang berada di SMP-SMA (Khusus Olahragawan) Ragunan Jakarta. Penulis ingin meneliti secara mendalam yang menjadi sumber stres dan strategi coping pada pelajar atlet Bulutangkis dikarenakan sampai saat ini peneliti belum menemukan penelitian yang sama yang diteliti dengan penulis (original).

1.2.

Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, hubungan antara sumber stres dengan strategi coping khususnya pada pelajat atlet bulutangkis, diteliti dalam lingkup yang dibatasi, yaitu:

1. Populasi dalam penelitian ini terbatas pada pelajar atlet bulutangkis yang berada di SMP-SMA Ragunan.

2. Dari semua variabel yang memiliki hubungan dengan strategi coping, hanya sebagian saja yang diteliti, yaitu yang dapat dikendalikan (manageable), sesuai kemampuan, waktu, tenaga, dan biaya. Variabel-variabel itu ialah: sumber stres (mencakup physical stressor, social stressor, psychological stressor, dan endemic stressor), jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan massa tinggal di PPLP.

1.2.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang dan ruang lingkup masalah, maka rumusan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini ialah:


(27)

1. Apakah sumber stres memiliki hubungan secara signifikan dengan strategi coping ?

a. Apakah physical stressor memiliki hubungan yang signifikan dengan strategi coping ?

b. Apakah social stressor memiliki hubungan yang signifikan dengan strategi coping ?

c. Apakah psychological stressor memiliki hubungan yang signifikan dengan strategi coping ?

d. Apakah endemic stressor memiliki hubungan yang signifikan dengan strategi coping?

2. Apakah jenis kelamin memiliki hubungan yang signifikan dengan strategi coping ?

3. Apakah usia memiliki hubungan yang signifikan dengan strategi coping? 4. Apakah tingkat pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan

strategi coping ?

5. Apakah masa tinggal di PPLP memiliki hubungan yang signifikan dengan strategi coping ?

1.3.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Sumber Stres dan Strategi Coping pada Pelajar Atlet Bulutangkis”, dan untuk mengetahui sejauh mana hubungan


(28)

sumber stres (mencakup physical stressor, social stressor, psychological stressor, dan endemic stressor), jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan massa tinggal di PPLP dengan strategi coping pada pelajar atlet bulutangkis.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat, diantaranya yaitu : 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang berarti bagi perkembangan ilmu Psikologi, khususnya psikologi olahraga dengan cara memberi tambahan data empiris yang sudah teruji secara ilmiah dan merangsang kepada peneliti selanjutnya untuk mengadakan penelitian pada bidang psikologi olahraga.

2. Manfaat Praktis

Memberi masukan positif bagi konselor, pelatih dan pelajar atlet bulutangkis yang berada di SMP-SMA Ragunan dalam menghadapi sumber stres dan strategi pemecahan masalah (coping).

1.4.

Sistematika penulisan

Agar memudahkan pembahasan dalam skripsi ini maka penulis membaginya dalam lima bab, dimana pada masing-masing bab terdiri dari beberapa sub-sub yaitu:

1. Bab I merupakan pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, pembatasan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.


(29)

2. Bab II merupakan kajian pustaka yang terdiri dari definisi stres, jenis-jenis sumber stres, gejala-gejala stres, pengertian coping, jenis strategi coping, faktor yang mempengaruhi strategi coping, pengertian atlet, kerangka berfikir dan uji hipotesis.

3. Bab III merupakan metodologi penelitian yang di dalamnya membahas mengenai jenis penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, metode dan instrumen pengumpulan data, teknik uji instumen, metode analisa data dan prosedur penelitian.

4. Bab IV menyajikan gambaran umum responden, presentasi penelitian, uji hipotesis dan proporsi varian.


(30)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Stres

2.1.1. Definisi stres

Kata stres berasal dari kosa kata bahasa Inggris. Menurut kamus Oxford, stres memiliki paling tidak enam pengertian, sesuai penggunaannya dibidang-bidang yang berbeda. Nusantari (2007) menerjemahkan stres diantaranya yaitu:

(1) Tekanan atau kecemasan yang disebabkan oleh masalah-masalah dalam kehidupan seseorang; (2) tekanan yang diberikan kepada suatu benda yang bisa merusak benda itu atau menghilangkan bentuknya; (3) kepentingan khusus yang diarahkan kepada sesuatu; (4) suatu kekuatan ekstra yang dikerahkan ketika mengucapkan suatu kata khusus; (5) suatu kekuatan ekstra yang digunakan untuk membuat suara khusus dalam musik; (6) penyakit yang ditimbulkan oleh kondisi fisik yang terganggu.

Dalam kamus Bahasa Indonesia (1990) kata stres memiliki arti yaitu gangguan atau kekacauan mental dan emosional (tekanan), sedangkan dalam kamus psikologi, stres diartikan sebagai ketegangan, tekanan, tekanan batin, konflik: 1) satu stimulus yang menegangkan kapasitas-kapasitas (daya) psikologis atau fisiologis dari suatu organisme, 2) sejenis frustasi, dimana aktivitas yang terarah pada pencapaian tujuan telah diganggu oleh atau dipersukar, tetapi tidak terhalang-halangi; peristiwa ini biasanya disertai oleh perasaan waswas kuatir dalam pencapaian tujuan, 3) kekuatan yang diterapkan pada suatu sistem; tekanan-tekanan fisik dan psikologis yang dikenakan pada tubuh dan pribadi, dan 4) satu


(31)

kondisi ketegangan fisik atau psikologis disebabkan oleh adanya persepsi ketakutan dan kecemasan (dalam Kartono dan Gulo, 2000).

Selain itu, stres sebagai istilah yang dikenal di dunia psikologi dan kedokteran memiliki makna yang berbeda-beda, sesuai dengan pandangan masing-masing pengamat. Nusantari dalam bukunya Life is Beautiful (2007) mengemukakan diantaranya pakar psikologi mendefinisikan stres sebagai: suatu kondisi fisik atau ketegangan mental yang menghasilkan perubahan dalam sistem saraf autonomik (Wolman, 1973); reaksi yang tidak khusus (nonspecific response) dari tubuh terhadap berbagai tuntutan (Hans Selye, 1976); suatu keadaan yang dipengaruhi oleh gangguan mental atau emosional (Morst & Furst, 1979); reaksi tiba-tiba terhadap sekumpulan rangsangan yang berupa kejadian, objek atau individu (Giardano & Everly, 1986).

Hawari (2002) mengatakan bahwa stres merupakan suatu keadaan yang timbul sebagai hasil dari persepsi kognisi individu ketika berhadapan dengan tuntutan atau perubahan-perubahan yang terjadi atas dirinya. Fenomena stres dalam kehidupan manusia sangat luas sehingga menarik banyak pakar ilmuwan untuk menelitinya. Salah seorang pakar dalam penelitian terhadap stres, Hans Selye M.D (dalam Hawari, 2002) memberikan definisi stres dalam terminologi fisiologis sebagai respon tubuh yang non spesifik terhadap tuntutan beban atasnya.

Sarafino (dalam Smet, 1994) mendefinisikan stres sebagai: “…Suatu kondisi disebabkan oleh lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara


(32)

tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang...”.

Sutherland & Cooper (dalam Smet, 1994) memberikan kesimpulan definisi stres yang dikemukakan oleh Sarafino yang di atas, diantaranya yaitu:

1) Penilaian kognitif (cognitive appraisal): stres adalah pengalaman subjektif yang (mungkin) didasarkan atau persepsi terhadap situasi yang tidak semata-mata tampak di lingkungan.

2) Pengalaman (experience): suatu situasi yang tergantung pada tingkat keakraban dengan situasi, keterbukaan semula (previous exposure), proses belajar, kemampuan nyata dan konsep reinforcement.

3) Tuntutan (demand): tekanan, tuntutan, keinginan atau rangsangan-rangsangan yang segera sifatnya yang mempengaruhi cara-cara tuntutan yang dapat diterima.

4) Pengaruh interpersonal (interpersonal influence) : ada tidaknya seseorang, faktor situasional dan latar belakang mempengaruhi pengalaman subjektif, respon dan perilaku coping.

5) Keadaan stres (‘a state of stress): merupakan ketidakseimbangan antara tuntutan yang dirasakan dengan kemampuan yang dirasakan untuk menemukan tuntutan tersebut.

Menurut Feldman (dalam Fausiah, 2006) stres adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Peristiwa yang memunculkan stres dapat saja


(33)

positif (misalnya merencanakan perkawinan) atau negatif (misalnya kematian keluarga) atau yang dapat didefinisikan sebagai peristiwa yang menekan (stressful event) atau tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh individu pada terhadapnya.

Dari pengertian di atas penulis memberikan gambaran bahwa stres selalu berhubungan dengan keadaaan situasi atau peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan atau menyenangkan, yang dimaknakan memiliki bobot yang sifatnya “menekan”. Hal ini bukan berarti bahwa setiap yang tidak menyenangkan dapat merugikan, karena stres dapat menjadi motivasi bagi manusia untuk berkreasi dan berprestasi yang lebih baik dari sebelumnya.

2.1.2. Jenis-jenis Sumber Stres

Stres dipersepsikan secara berbeda oleh masing-masing individu. Apa yang disebut stres bagi seseorang belum tentu merupakan stres bagi orang yang lain. Teori stres secara umum menentukan stresor sebagai sekelompok kejadian-kejadian yang menimbulkan reaksi stres pada individu. Dengan istilah lain yang lebih sederhana, stresor sering disebut sebagai sumber stres. Selain itu mereka menambahkan bahwa stresor merupakan tuntutan-tuntutan terhadap individu yang menimbulkan respon-respon dengan pola-pola tertentu.

Sumber penyebab stres (stresor) menurut Kartono (2000) adalah sesuatu yang menghasilkan tekanan fisik maupun mental. Stresor merupakan faktor penekan yang mempunyai potensi menciptakan stres. Faktor penekan menghasilkan kondisi-kondisi yang menuntut manusia untuk memberikan energi


(34)

atau perhatian khusus. Turner & Helms (1995) mengelompokkan stresor secara umum yang dihadapi manusia menjadi 4 bagian, sebagai berikut:

1. Physical stressor, yaitu situasi yang menyebabkan munculnya tuntutan-tuntutan fisiologis terhadap fisik individu seperti: lapar, haus, gizi yang buruk, cuaca panas/dingin, dan sebagainya.

2. Social stressor, yaitu stresor yang timbul dari interaksi individu dengan individu lain, misalnya kebisingan, kepadatan penduduk, kerumunan dan lain sebagainya.

3. Psychological stressor, yaitu stresor yang timbul dari frustasi, konflik dan kecemasan.

4. Endemic stressor, merupakan stresor yang sifatnya tidak dapat dihindari, karena disebabkan oleh faktor di luar kendali individu, misalnya bencana alam.

Nevid (2002) mengatakan adanya sumber stres fisik seperti udara dingin, suara keras apabila terjadi secara intens dan dalam jangka waktu yang lama akan dapat mengurangi fungsi kekebalan. Demikian juga dengan berbagai stresor dari psikologis, endemis maupun sosial.

Adler (dalam Nevid, 2002) mengatakan banyak bukti menunjukkan bahwa stres membuat seseorang rentan terhadap penyakit karena melemahnya sistem tubuh, melemahnya sistem kekebalan tubuh membuat seseorang rentan terhadap penyakit umum seperti demam dan flu dan meningkatkan resiko berkembangnya penyakit kronis.


(35)

Goliszek (2005) mengatakan bahwa persepsi stres dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain usia, kecerdasan, kemampuan fisik, tingkat pendidikan, agama dan lain sebagainya.

Sumber stres dapat berubah-ubah, sejalan dengan perkembangan manusia tetapi kondisi stres juga dapat terjadi disetiap saat sepanjang kehidupan. Sarafino (dalam Smet, 1994) membedakan sumber-sumber stres terbagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Sumber-sumber stres di dalam diri seseorang

Salah satu sumber stres yang muncul dalam diri individu adalah penyakit, dimana tingkat stres yang muncul pada keadaan rasa sakit dan umur individu. Hal lain yang memicu timbulnya stres adalah konflik. Konflik merupakan sumber stres yang utama.

2. Sumber-sumber stres di dalam keluarga

Sumber stres yang muncul dalam keluarga dapat disebabkan dari interaksi diantara anggota keluarga, misalnya perselisihan, penambahan anggota keluarga baru, adakalanya penyakit, cacat atau kematian anggota keluarga. 3. Sumber-sumber stres di dalam komunitas

Penyebab stres dari lingkungan atau komunitas sosial antara lain temperatur yang ekstrim, kebisingan, mengikuti ujian, terjebak kemacetan lalu lintas, mengikuti tes medis yang menyakitkan atau berkeluarga.

Menurut Mudji Harsono (dalam Singgih, 1989) mengatakan bahwa sumber ketegangan (stres) pada atlet dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:


(36)

1. Sumber stres dari dalam 2. Sumber stres dari luar

Sumber stres dari dalam maksudnya adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri atlet sendiri, yaitu:

a. Atlet sangat tergantung pada kemampuan teknisnya. Bila hanya mengandalkan kemampuan teknis, ia akan mengalami kesulitan sewaktu menghadapi situasi pertandingan yang kurang menguntungkan bagi dirinya. Misalnya, ketika menghadapi lawan yang ulet dan cermat, sehingga lawan itu mampu mangantisipasi setiap serangan yang ia atau tim lakukan. Akibatnya, atlet tersebut akan merasa terpepet dan selanjutnya tidak mampu lagi menguasai situasi yang sedang dihadapinya.

b. Atlet merasa bermain baik sekali atau sebaliknya. Bila perasaan ini menghinggapi atlet, maka akan menjadi pertanda mulai timbul adanya sesuatu yang menekan pada dirinya. Perasaan ini memberikan beban mental pada dirinya. Demikianlah pula perasaan sebaliknya, yang seakan-akan atlet tersebut telah memvonis dirinya bahwa ia tidak akan mencapai sukses. c. Adanya pikiran negatif karena dicemooh atau dimarahi. Di cemooh atau

dimarahi akan menimbulkan reaksi pada diri atlet. Reaksi tersebut akan tetap bertahan, sehingga menjadi sesuatu yang menekan dan menimbulkan frustasi yang mengganggu penampilannya.

d. Adanya pikiran diri. Bila dalam diri atlet ada pikiran atau rasa puas-diri, maka ia telah menanamkan benih-benih ketegangan dalam dirinya sendiri. Atlet akan dituntut oleh diri sendiri untuk mewujudkan sesuatu


(37)

yang mungkin berada di luar kemampuannya. Bila demikian keadaannya, maka sebenarnya atlet itu telah menerima tekanan yang tidak disadari.

Sedangkan sumber-sumber stres dari luar adalah sebagai berikut:

a. Rangsangan yang membingungkan. Salah satu bentuk rangsangan yang membingungkan adalah komentar para officials yang merasa kompeten, baik atas koreksi, strategi atau taktik yang harus dilakukan maupun petunjuk yang lain kepada atlet. Menerima beberapa petunjuk dan perintah sekaligus akan membingungkan atlet.

b. Pengaruh massa. Massa penonton atau pendukung fanatik, terlebih pada atlet yang masih baru, dapat mempengaruhi kestabilan mental atlet. Penonton yang berada di tribun sangat berarti dalam suasana pertandingan.

c. Saingan yang bukan tandingannya. Atlet yang mengetahui bahwa lawan yang akan dihadapi adalah lawan yang lebih unggul dari pada dirinya, maka dalam hati kecil atlet tersebut telah timbul pengakuan akan ketidakmampuannya untuk menang. Situasi tersebut akan menyebabkan berkurangnya kepercayaan pada diri sendiri.

d. Ketidakhadiran pelatih. Kondisi ini akan berakibat pada atlet yang membutuhkan dukungan, arahan, dan motivasi dari pelatihnya menjadi terganggu.

2.1.3. Gejala-gejala Stres

Stres juga dapat diketahui dari gejala-gejalanya, stres dapat menimbulkan perubahan-perubahan, baik kejiwaan maupun fisik. Perubahan ini dapat meliputi


(38)

seluruh tubuh atau hanya satu atau beberapa bagian tubuh saja. Gejala stres sebenarnya terjadi setiap hari, karena itu banyak individu yang mengabaikannya dan menganggapnya sebagai hal yang biasa.

Gejala (simptom) stres akan ditemukan dalam segala sisi dari orang yang mengalaminya : fisik, emosi, intelektual dan interpersonal. Gejala ini tentu saja berbeda pada setiap orang karena pengalaman stres sangat individual sifatnya. Sedangkan Hardjana (1994) mengemukakan gejala-gejala yang terjadi pada saat orang mengalami stres, diantaranya yaitu :

1. Gejala fisikal yang terjadi pada saat orang mengalami stres antara lain: a. Sakit kepala, pusing, pening.

b. Tidur tidak teratur, insomnia (susah tidur), tidur melantur, bangun terlalu awal.

c. Sakit punggung, terutama dibagian bawah. d. Mencret-mencret dan radang usus besar. e. Sulit buang air besar, sembelit.

f. Gatal-gatal pada kulit.

g. Urat tegang-tegang terutama pada leher dan bahu. h. Terganggu pencernaannya atau bisulan.

i. Tekanan darah tinggi atau serangan jantung. j. Terlalu banyak mengeluarkan keringat. k. Perubahan selera makan.


(39)

m. Bertambah banyak melakukan kekeliruan atau kesalahan dalam kerja dan hidup.

2. Gejala emosional stres antara lain : a. Gelisah atau cemas.

b. Sedih, depresi, mudah menangis.

c. Suasana hati dan jiwanya berubah-ubah dengan cepat. d. Mudah panas dan mudah marah.

e. Gugup.

f. Rasa harga diri menurun atau merasa tidak aman. g. Terlalu peka dan mudah tersinggung.

h. Marah-marah.

i. Gampang menyerang orang dan bermusuhan.

j. Emosi mengering atau kehabisan sumber daya mental.

3. Stres juga berdampak pada kerja intelek, dan gejala-gejalanya yaitu : a. Susah berkonsentrasi atau memusatkan perhatian.

b. Sulit membuat keputusan. c. Mudah terlupa.

d. Pikiran kacau. e. Daya ingat menurun.

f. Melamun secara berlebihan.

g. Pikiran dipenuhi oleh satu pikiran saja. h. Kehilangan rasa humor yang sehat. i. Produktivitas atau prestasi kerja menurun.


(40)

j. Mutu kerja rendah/mutu belajar rendah.

k. Bertambahnya jumlah kekeliruan yang dibuat dalam kerja/prestasi. 4. Stres juga mempengaruhi hubungan dengan orang lain, baik didalam

maupun diluar rumah. Gejala-gejala interpersonal antara lain: a. Kehilangan kepercayaan kepada orang lain.

b. Mudah mempersalahkan orang lain.

c. Mudah membatalkan janji atau tidak memenuhinya.

d. Suka mencari-cari kesalahan orang lain atau menyerang orang dengan kata-kata.

e. Mengambil sikap terlalu membentengi diri dan mempertahankan diri. f. “mendiamkan”orang lain.

2.1.4. Dampak Stres

Stres yang tidak diatasi secara efektif dapat menimbulkan berbagai dampak baik secara fisik maupun secara psikologis, walaupun dampak stres tidak terlalu buruk. Berdasarkan dampak yang ditimbulkan Tuner dan Helms (1995) membagi stres menjadi dua bagian yaitu:

1. Eustress, merupakan stres yang memiliki dampak positif karena mampu mendorong individu untuk melakukan hal yang terbaik untuk menghadapi masalahnya.

Eustres mendorong manusia untuk lebih berprestasi, lebih tertantang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya, meningkatkan produktivitas kerja dan lain-lain.


(41)

2. Distress, merupakan stres yang berdampak negatif yang memerlukan energi, menyakitkan bahkan dapat menyebabkan kematian.

2.2.

Coping

2.2.1. Pengertian Coping

Dalam kamus lengkap Psikologi, coping adalah sembarang perbuatan, dalam mana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan sesuatu (tugas, masalah), (dalam Chaplin, 2000).

Coping adalah menangani suatu masalah menurut suatu cara; seringkali dengan cara menghindar, melarikan diri dari, atau mengurangi kesulitan dan bahaya yang timbul (dalam Kartono dan Gulo, 2000).

Lazarus & Folkman (1984) menggambarkan coping sebagai suatu proses yang dilakukan individu untuk menghadapi atau mengatasi tuntutan-tuntutan (baik itu berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan menggunakan sumber-sumber daya yang dimiliki. Sedangkan Dodds (1993) mengemukakan strategi coping adalah strategi yang digunakan individu untuk melakukan penyesuaian antara sumber-sumber yang dimilikinya dengan tuntutan yang dibebankan lingkungan kepadanya.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa perilaku coping adalah suatu usaha atau perbuatan yang dilakukan individu untuk mengatasi tuntutan-tuntutan yang berada diluar kemampuan individu atau situasi yang penuh stres (stresfulevents) melalui perilaku-perilaku tertentu.


(42)

2.2.2. Jenis- jenis Coping

Strategi coping menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan (Mu’tadin, 2002). Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Dengan perkataan lain strategi coping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya.

Menurut Shinta (1995) dalam jurnal Psikologi Indonesia, Ia menggolongkan atas tiga golongan gambaran umum perilaku coping yang pertama yaitu problem focused coping yang lebih banyak dipakai jika seseorang merasa bahwa sesuatu yang konstruktif dapat dilakukan, yang kedua adalah coping yang terpusat pada emosi atau yang dikenal dengan istilah emotional focused coping, coping ini digunakan jika seseorang merasa bahwa sumber stres adalah sesuatu yang harus ditoleransi keberadaannya serta yang terakhir dimensi coping yang maladaptive yang dipercaya tidak berfungsi dan merupakan strategi yang kurang sesuai dalam situasi apapun untuk jangka waktu panjang.

Carver, Scheier dan Weintraub (1989) mengembangkan strategi coping yang diadaptasi dari teori Lazarus menjadi 13 bentuk yang lebih spesifik. Dari ke-13 bentuk strategi coping tersebut, 5 diantaranya merupakan bentuk problem solving


(43)

focussed coping, 5 lainnya merupakan bentuk emotion focussed coping, sementara 3 bentuk terakhir merupakan jenis coping yang dianggap kurang adaptif / maladaptive coping.

Jenis strategi coping yang termasuk dalam problem solving focussed coping, sebagai berikut:

1. Active Coping, merupakan proses pengambilan langkah aktif untuk mengatasi stresor atau mengurangi efek buruk yang ditimbulkan oleh stresor tersebut. Yang termasuk active coping adalah melakukan tindakan langsung yang sifatnya untuk mengatasi stres, atau melakukan tindakan-tindakan secara bertahap.

2. Planning, berkaitan dengan perencanaan mengenai hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi situasi yang menimbulkan stres. Yang dimaksud planning adalah merancang suatu strategi untuk dilakukan, memikirkan cara terbaik untuk memecahkan suatu masalah, atau merencanakan langkah terbaik yang akan diambil untuk menghadapi stresor.

3. Suppression of competing activities, adalah usaha untuk mengesampingkan hal-hal atau kegiatan lain, mencoba menghindari gangguan dari situasi atau kejadian lain yang mungkin timbul, untuk dapat berkonsentrasi penuh dalam menghadapi suatu sumber stres.

4. Restraint coping, yaitu bentuk strategi coping berupa suatu latihan untuk mengontrol atau mengendalikan diri. Dalam hal ini individu menunggu sampai pada kesempatan yang tepat untuk bertindak, sehingga ia dapat mengatasi sumber stres secara efektif. Restraint coping dapat dikatakan


(44)

sebagai proses yang aktif bila individu memfokuskan pada usaha menghadapi stresor, tapi juga dapat dikatakan sebagai strategi yang pasif karena harus menunggu.

5. Seeking social support for instrumental reason, merupakan bentuk strategi coping berupa upaya untuk mendapatkan dukungan sosial dengan cara mencari nasehat, bantuan atau informasi dari orang lain.

Sedangkan jenis strategi yang termasuk dalam emotion focussed coping, sebagai berikut:

1. Seeking social support for emotional reason, merupakan strategi coping dalam bentuk mencari dukungan moral, simpati, atau pengertian dari orang lain. Kecendrungan individu untuk mencari dukungan sosial untuk alasan emosional ini dapat membuat individu yang tadinya merasa tidak aman karena situasi yang menekan, menjadi merasa aman kembali. Di sisi lain kecendrungan ini bisa bersifat negatif karena sumber-sumber simpati lebih banyak dipergunakan sebagai jalan untuk menyalurkan perasaan individu. Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis coping ini tidak selalu adaptif dalam mengatasi stres. Meskipun demikian, jenis coping ini dapat menjadi sesuatu yang positif bila dukungan sosial yang diperoleh individu membuat ia termotifasi untuk menghadapi dan mengatasi stres secara aktif.

2. Positive reinterpretation and growth, merupakan suatu bentuk coping dengan cara menilai kembali situasi secara lebih positif. Selanjutnya penilaian ini dapat mengarahkan individu untuk melakukan tindakan problem focused coping.


(45)

3. Denial, merupakan usaha untuk menolak kehadiran sumber stres tersebut tidak nyata.

4. Turning to religion, yaitu kembali berpaling pada agama apabila seseorang berada dalam keadaan stres. Perilaku coping ini cukup penting sifatnya bagi sebagian besar individu. Alasan individu beralih ke agama ketika mengalami stres adalah:

a. Agama dianggap sebagai alat yang dapat berfungsi sebagai sumber dukungan emosional.

b. Agama dianggap sebagai alat untuk mengatasi distress emosi dengan memandang stres yang dihadapi sebagai peristiwa yang ada hikmahnya. 5. Acceptance, merupakan kebalikan dari denial, dan merupakan perilaku

coping yang penting pada situasi dimana seseorang harus menerima atau menyesuaikan diri dengan keadaan yang dialaminya. Namun acceptance bukan merupakan perilaku coping yang adaptif pada situasi dimana sumber stres dapat diubah secara mudah karena itu kedudukan acceptance sebagai perilaku coping yang adaptif dan fungsional masih dipertanyakan.

Sedangkan yang termasuk strategi coping maladatif, yaitu:

1. Focusing on and venting of emotions, yaitu merupakan kecenderungan untuk memusatkan diri pada stres yang bersifat negatif, kekesalan atau perasaan-perasaan yang dialami oleh individu dan mengungkapkan kekesalan serta kekesalan-kekesalan tersebut.

2. Behavioral disengagement, merupakan bentuk strategi coping berupa berkurangnya usaha-usaha yang dilakukan oleh individu dalam mengatasi


(46)

suatu sumber stres, bahkan menyerah untuk berusaha mencapai tujuan yang terhambat oleh sumber stres. Strategi coping ini terefleksi pada fenomena helplessness, yaitu keadaan di mana individu menyerah dan merasa tidak berdaya untuk mengatasi masalah/stres yang dialami. Oleh karena jenis coping ini diyakini tidak adaptif dalam berbagai situasi. Secara teoritis, jenis coping ini mungkin terjadi jika seseorang menduga bahwa cara-cara yang dilakukannya untuk mengatasi stres tidak membuahkan hasil yang diharapkan.

3. Mental disengagement, jenis coping ini muncul dalam berbagai bentuk aktifitas yang pada dasarnya adalah menggunakan aktifitas alternatif untuk menghilangkan masalah yang sementara sifatnya. Misalnya dengan berkhayal, tidur ataupun menonton televisi. Meskipun aktifitas alternatif ini dapat membuat individu melupakan masalah yang dihadapinya untuk sementara waktu tapi jenis coping ini akan menghambat individu untuk melakukan yang adaptif.

Dodds (1993) mengemukakan bahwa strategi coping yang lebih adaptif adalah problem solving focussed coping yang akan berhasil dalam jangka panjang; sedangkan emotion-focused coping dapat digunakan hanya apabila masalah yang dihadapi tidak dapat diatasi secara memuaskan. Individu cenderung untuk menggunakan problem focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurut individu tersebut dapat dikontrolnya. Sebaliknya, individu cenderung menggunakan emotion focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurutnya sulit untuk dikontrol (Lazarus & Folkman, 1984). Terkadang individu


(47)

dapat menggunakan kedua strategi tersebut secara bersamaan, namun tidak semua strategi coping pasti digunakan oleh individu (Taylor, 2006).

2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Strategi Coping

Bentuk strategi coping yang dipilih individu untuk mengurangi dan mengatasi tekanan yang dialami berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain, meskipun memiliki tujuan sama. Menurut Taylor (2006) terdapat empat tujuan melakukan strategi coping, yaitu mempertahankan keseimbangan emosi, mempertahankan self image yang positif, mengurangi tekanan lingkungan atau menyesuaikan diri terhadap kajian negatif, dan tetap melanjutkan hubungan yang memuaskan dengan orang lain.

Perbedaan dalam pemilihan strategi coping tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) sumber-sumber individual seseorang seperti: pengalaman, persepsi, kemampuan intelektual, kesehatan, kepribadian, pendidikan, dan situasi yang dihadapi sangat menentukan proses penerimaan suatu stimulus yang kemudian dapat dirasakan sebagai tekanan atau ancaman.

Menurut Mu’tadin (2002) cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi :

a. Kesehatan Fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar


(48)

b. Keyakinan atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi coping tipe : problem-solving focused coping

c. Keterampilan memecahkan masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat. d. Keterampilan sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.

e. Dukungan sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya f. Materi

Dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.


(49)

2.3.

Atlet Bulutangkis

2.3.1. Pengertian Atlet Bulutangkis

Monty (2000) mengartikan bahwa istilah atlet tidak terbatas pada individu yang berprofesi sebagai olahragawan tetapi juga mencakup individu secara umum yang melakukan kegiatan olahraga. Sedangkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia, atlet diartikan sebagai olahragawan yang terutama mengikuti perlombaan atau pertandingan kekuatan, ketangkasan dan kecepatan (Depdikbud, 1990). Sedangkan yang disebut atlet bulutangkis adalah atlet yang menekuni olahraga cabang bulutangkis.

Tugas utama seorang atlet adalah bertanding. Untuk mempersiapkan diri agar dapat menampilkan yang terbaik dan mencapai prestasi yang maksimal, maka seorang atlet haruslah berusaha senantiasa berlatih. Penampilan atlet dalam permainan atau pertandingan tidak dapat dilepaskan dari tingkah laku dan aspek psikis yang mendasarnya. Kondisi fisik yang meliputi kekuatan dan kelenturan otot-otot, struktur anatomis-fisiologis, keterampilan teknis adalah faktor yang mempengaruhi penampilan dan sekaligus prestasi atlet. Prestasi yang diperoleh seorang atlet dapat mengharumkan nama bangsa, oleh karena itu untuk menjadi atlet yang baik tidaklah mudah, dibutuhkan ketekunan, semangat yang tinggi dan bertanggung jawab.

Seorang atlet adalah individu yang memiliki keunikan tersendiri. Ia memiliki bakat tersendiri, pola perilaku dan kepribadian tersendiri serta latar belakang kehidupan yang mempengaruhi secara spesifik pada dirinya. Sekalipun


(50)

dalam beberapa cabang olahraga atlet harus melakukannya secara berkelompok atau beregu, pertimbangan bahwa seorang atlet sebagai individu yang unik perlu tetap dijadikan landasan pemikiran. Karena, misalnya di dalam olahraga beregu, kemampuan adaptif individu untuk melakukan kerjasama kelompok sangat menentukan perannya kelak di dalam kelompoknya.

Semua atlet akan selalu dihadapkan pada sejumlah stimulus yang memberikan pengalaman stres terhadap dirinya. Dalam dunia olahraga khususnya olahraga kompetitif, atlet harus mempunyai kemampuan dalam mengatasi berbagai stimulus yang berpotensi memberikan pengalaman stres terhadap dirinya seperti sorakan dan cemoohan penonton, perasaan sakit akibat terjadi cedera, kekalahan dalam berbagai pertandingan, kelemahan yang dimiliki atlet baik kelemahan fisik maupun kelemahan mental, atau sumber-sumber lain yang mengakibatkan terjadinya stres.

Atlet yang aktif dalam dunia olahraga baik atlet daerah, nasional, atau internasional harus mempunyai kemampuan dalam coping stress, sehingga atlet mampu dengan cepat mengatasi dan menyesuaikan diri terhadap tuntutan lingkungan baik internal maupun eksternal, atau berbagai permasalahan dan aspek-aspek yang kurang menyenangkan yang diterima oleh diri atlet.

Psikologi olahraga juga diperlukan agar atlet berpikir mengenai mengapa mereka berolahraga dan apa yang ingin mereka capai. Setelah tujuannya diketahui, latihan-latihan ketrampilan psikologis dapat menolong tercapainya tujuan tersebut.


(51)

Harris D. Y dari Pennsylvania state university Amerika, mengemukakan bahwa penampilan seorang atlet adalah hasil dari stamina, kekuatan, fleksibilitas, koordinasi, keterampilan dan kemampuan bermain (Gunarsa dkk, 1996). Karenanya, jika seorang atlet dikuasai oleh pikiran-pikiran yang mengganggu seperti perasaan khawatir dan cemas berlebihan maka atlet tersebut akan terganggu konsentrasinya dan selanjutnya penampilan dalam menghadapi pertandingan atau berolahraga akan sulit diperlihatkan.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa atlet adalah seseorang yang gemar akan olahraga dan ikut serta dalam suatu kompetisi olahraga.

2.3.2. Kepribadian atlet

Menurut Monty (2000) para psikolog memandang aspek kepribadian atlet dari sejumlah sudut pandang yang secara garis besar terdiri dari 3 pendekatan :

1. Pendekatan trait, pandangan ini mengemukakan bahwa seorang juara misalnya sudah memiliki trait sebagai seorang juara, sehingga ia berupaya keras dalam latihan, memiliki kebutuhan untuk berprestasi tinggi, tidak mengenal menyerah dan sebagainya.

2. Pendekatan situasional, pandangan kedua ini dilandasi oleh pandangan belajar sosial yang mengemukakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh proses belajar mencontoh dan adanya penganut sosial. Dan pendekatan ini berpendapat bahwa perilaku seorang atlet akan berubah jika lingkungannya mengalami perubahan.


(52)

3. Pendekatan interaksional, pendekatan ketiga ini berpendapat bahwa faktor pribadi individu yang bersangkutan dan faktor lingkungan berperan bersama-sama dalam menentukan tingkah laku atlet.

Penampilan atlet adalah apa yang terlihat atau yang diperlihatkan oleh atlet dalam suatu pertandingan. Gunarsa (2004) Ada beberapa faktor yang berpengaruh besar pada penampilan atau kemampuan bermain seorang atlet, diantaranya yaitu:

1. Komponen psikis

Meskipun unsur kegigihan selalu berperan, namun setiap atlet menampilkan berbagai tingkatan kegigihan. Ada atlet yang sangat gigih sehingga berfungsi positif terhadap penampilannya, sebaliknya ada juga yang kurang gigih, kurang menggigit, mudah putus asa, mudah menyerah sehingga hasilnya menjadi mengecewakan.

2. Jenis olahraga

Jenis olahraga tentunya berpengaruh besar terhadap penampilan atlet yang bersangkutan. Misalnya, bulutangkis sebagai suatu olahraga yang penampilan atletnya dipengaruhi oleh banyak faktor seperti unsur motivasi, emosi dan unsur akal.

3. Tingkatan pertandingan

Yang dimaksud dengan tingkatan pertandingan adalah apakah kejuaraan tersebut diadakan pada tingkat daerah, nasional, regional atau tingkat internasional. Tingkatan pertandingan jelas memberikan beban yang berbeda-beda. Misalnya, pertandingan tingkat daerah, beban yang dirasakan tentunya relatif ringan dibandingkan pertandingan tingkat nasional.


(53)

4. Ciri kepribadian

Gambaran kepribadian seorang atlet merupakan hasil pembentukan dari suatu proses yang menetap di dalam dirinya dan masih bisa berubah. Kita dapat melihat adanya atlet yang pada dasarnya memang tidak memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya. Misalnya ada atlet jika selesai pertandingan mengatakan “menang ya syukur, kalah ya tidak apa-apa…”

Adapun gambaran kecenderungan psikologis tertentu yang membedakan atlet bintang dengan atlet bukan bintang atau atlet biasa menurut Monty (2000) yaitu:

1) Keberanian mengambil resiko 2) Haus terhadap tantangan 3) Kompetitif

4) Percaya diri

5) Kemampuan memusatkan perhatian 6) Memiliki harapan untuk sukses 7) Mampu mengatasi tekanan atau stres

2.4.

Kerangka Berpikir

Bagi seorang atlet, latihan menjadi menu wajib, terlebih menjelang pertandingan. Banyak atlet dihadapkan pada suatu pilihan yang sulit, disatu pihak si atlet harus mengikuti pelatihan yang sungguh-sungguh dilain pihak berbagai tugas sekolah atau pekerjaan harus segera diselesaikan. Tugas dan kewajiban yang harus diselesaikan pada waktu yang bersamaan ini sering menimbulkan stres.


(54)

Oleh sebab itu, banyak atlet yang tidak tahu harus memilih mana yang terbaik buatnya. Di satu sisi, ia harus mengikuti pertandingan disuatu tempat akan tetapi tugas sekolah sedang menunggunya.

Gejolak emosi atlet dapat mengganggu keseimbangan psikofisiologis seperti gemetar, sakit perut, kejang otot, dan sebagainya, ini termasuk ke dalam stresor internal (yang berasal dari dalam diri sendiri). Dengan terganggunya keseimbangan fisiologis maka konsentrasi pun akan terganggu, sehingga atlet tidak dapat tampil maksimal. Seringkali seorang atlet mengalami ketegangan yang memuncak hanya beberapa saat sebelum pertandingan dimulai. Demikian hebatnya ketegangan tersebut sampai ia tidak dapat melakukan awalan dengan baik. Apalagi jika lawannya dapat menekan dan penonton pun tidak berpihak padanya, maka dapat dibayangkan atlet tersebut tidak akan dapat bermain baik. Konsentrasinya akan buyar, strategi yang sudah disiapkan tidak dapat dijalankan, bahkan ia tidak tahu harus berbuat apa.

Belum lagi jika atlet sedang ingin beristirahat suasana tempat tinggal atau asrama tidak mendukungnya untuk melakukan istirahat misalnya suasana ramai baik dari cabang bulutangkis maupun dari cabang olahraga lain. Hal ini juga membuat atlet menjadi stres yang berasal dari eksternal (luar diri atlet).

Penelitian ini berusaha mengetahui pada sumber stres yang terjadi pada pelajar atlet bulutangkis dan mengetahui strategi coping yang digunakan menanggulangi sumber stres pada pelajat atlet bulutangkis. Teori yang digunakan untuk sumber stres menurut Turner & Helms (1995) yang terbagi menjadi 4 bagian yaitu: pertama, physical stressor, yaitu situasi yang menyebabkan


(55)

munculnya tuntutan-tuntutan fisiologis terhadap fisik individu seperti: lapar, haus, gizi yang buruk, cuaca panas/dingin. Kedua, social stressor, yaitu stresor yang timbul dari interaksi individu dengan individu lain, misalnya kebisingan, kepadatan penduduk, kerumunan. Ketiga, psychological stressor, yaitu stresor yang timbul dari frustasi, konflik dan kecemasan. Keempat, endemic stressor, merupakan stresor yang sifatnya tidak dapat dihindari, karena disebabkan oleh faktor di luar kendali individu, misalnya bencana alam.

Sedangkan teori cara penanggulangan stres (strategi coping) disadur dari teori Lazarus yang dikembangkan oleh Carver, Scheier dan Weintraub (1989) dengan pendekatan problem solving focussed coping, emotion focussed coping dan maladaptive coping yang digunakan lebih jauh untuk menganalisis data penelitian ini. Penelitian ini berusaha mengetahui jenis strategi coping yang digunakan oleh pelajar atlet bulutangkis. Misalnya jika atlet menggunakan pendekatan problem solving focussed coping biasanya yang akan dilakukannya yaitu mencari secara aktif penyelesaian masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres, dengan cara merencanakan apa yang akan dilakukan untuk mengatasi stres yang terjadi. Sedangkan emotion focussed coping digunakan oleh individu atau atlet dalam melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan, dengan cara mencari dukungan moral, simpati, atau pengertian dari orang lain. Dan maladaptive coping dilakukan oleh individu dengan melarikan diri dari masalah misalnya dengan


(56)

menonton televisi dengan waktu yang tidak seperti biasanya, menggunakan obat-obatan terlarang atau hal-hal yang dapat merugikan

Gambar 2.1

Bagan Kerangka Berpikir

2.4. Hipotesis Penelitian

Penelitian ini diuji dengan analisis statistik, maka hipotesis yang akan diuji adalah hipotesis alternatif yang terdiri dari hipotesis mayor dan minor, yaitu:

Hipotesis Mayor : Ada hubungan yang signifikan antara sumber stres (yang mencakup variabel physical stressor, social stressor, psychological stressor, endemic stressor), jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, massa tinggal di PPLP

Pelajar Atlet Bulutangkis

Tuntutan Berprestasi: - Prestasi Olahraga - Prestasi Akademik

Stres

Sumber Stres:

- Physical Stressor - Social Stressor

- Psychological Stressor - Endemic Stressor - Jenis Kelamin - Usia

- Tingkat Pendidikan - Massa di PPLP

Strategi Coping:

- Problem Solving Focussed Coping - Emotion Focussed Coping


(57)

dengan strategi coping.

Hipotesis Minor :

H1 : Ada hubungan yang signifikan antara sumber stres (yang mencakup variabel physical stressor, social stressor, psychological stressor, endemic stressor), dengan strategi coping, khususnya pada pelajar atlet bulutangkis.

Hipotesis yang lebih rinci sebagai berikut:

H1.a : Ada hubungan yang signifikan antara physical stressor dengan strategi coping, khususnya pada pelajar atlet bulutangkis.

H1.b : Ada hubungan yang signifikan antara social stressor dengan strategi coping, khususnya pada pelajar atlet bulutangkis.

H1.c : Ada hubungan yang signifikan antara psychological stressor dengan strategi coping, khususnya pada pelajar atlet bulutangkis.

H1.d : Ada hubungan yang signifikan antara endemic stressor dengan strategi coping, khususnya pada pelajar atlet bulutangkis.

H2 : Ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan strategi coping, khususnya pada pelajar atlet bulutangkis.

H3 : Ada hubungan yang signifikan antara usia dengan strategi coping, khususnya pada pelajar atlet bulutangkis.

H4 : Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan strategi coping, khususnya pada pelajar atlet bulutangkis.

H5 : Ada hubungan yang signifikan antara massa tinggal di PPLP Ragunan dengan strategi coping, khususnya pada pelajar atlet bulutangkis.


(58)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

. Jenis Penelitian

Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan tujuan agar dapat mengetahui dengan seksama melalui angka-angka dengan perhitungan statistik.

Adapun alasan peneliti menggunakan pendekatan ini adalah agar memperoleh gambaran umum yang lebih objektif dan lebih terukur yang diperoleh dari penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif. Di mana data dan hasilnya diolah dan disajikan dalam bentuk angka-angka dan mengeksplor gambaran dari sampel penelitian mengenai sumber stres dan strategi coping pada pelajar atlet bulutangkis.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskripsi korelasi (corelational descriptive study) karena yang menjadi fokus utama adalah pengukuran terhadap hubungan antara dua fenomena atau lebih. Penelitian korelasi dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang diselidiki (Sevilla, at al., 1993).

3.2

. Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau sifat yang berdiri sendiri. Kerlinger (dalam Sevilla, 1993) menyebutkan variabel


(59)

sebagai konstruksi atau sifat (properties) yang diteliti. Variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu variabel bebas (IV) dan variabel terikat (DV). Sevilla (1993) mendefinisikan variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau mengakibatkan hasil, sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau hasil dari penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu strategi coping sebagai variabel terikat (dependent variabel) dan sumber stres sebagai variabel bebas (independent variabel).

Sesuai judul dalam penelitian ini, yaitu sumber stres dan strategi coping pada pelajar atlet bulutangkis, maka ada variabel yang diposisikan sebagai akibat, yang disebut DV (Dependent Variable atau variabel terikat) dan ada variabel yag diposisikan sebagai penyebab, yang disebut IV (Independent Variable atau variabel bebas). DV dalam penelitian ini ialah strategi coping, sedangkan IV dalam penelitian ini ialah sumber stres yang mencakup physical stressor, social stressor, psychological stressor, endemic stressor, dan variabel tambahan, yaitu jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan massa tinggal di PPLP Ragunan yang diteorikan memiliki hubungan dengan strategi coping.

Adapun definisi operasional dari variabel-variabel yang hendak diukur, yaitu: 1. Sumber stres yang dimaksud adalah suatu keadaan reaksi yang timbul

sebagai hasil dari persepsi individu terhadap tuntutan perubahan atau kondisi yang dianggap tidak menyenangkan dalam beradaptasi terhadap adanya perubahan baik dari luar maupun dari dalam diri individu.

2. Strategi coping yang dimaksud dalam penelitian ini adalah adalah suatu bentuk usaha yang dilakukan individu untuk mengurangi atau


(60)

menghilangkan tekanan-tekanan psikologis atau stres dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah.

3. Jenis kelamin adalah ciri jasmani yang membedakan dua makhluk antara laki-laki dan perempuan.

4. Usia, yaitu banyaknya jumlah tahun dari usia responden yang dihitung mulai dari tahun lahir sampai pada saat pengumpulan data penelitian.

5. Tingkat pendidikan, yaitu jenjang pendidikan dari para responden yang terdiri dari tingkat SMP dan SMA.

6. Massa tinggal di PPLP Ragunan, yaitu bilangan yang menunjukkan lamanya rentang waktu responden tinggal di PPLP Ragunan

.

3.3

. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Menurut Sugiyono (2007) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakter tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan menurut Kerlinger seperti yang dikutip Sevilla (1993) bahwa populasi adalah keseluruhan anggota, kejadian, atau objek-objek yang telah ditetapkan dengan baik.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh atlet bulutangkis yang berada di SMP-SMA Ragunan Jakarta. Jumlah atlet bulutangkis yang berada di SMP-SMA Ragunan sebanyak 107 orang.


(61)

3.3.2. Sampel

Menurut Ferguson (dalam Sevilla, 1993) sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah atlet bulutangkis sebanyak 50 orang.

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik sampling yang sesuai dengan penelitian penulis, yaitu teknik non-probability dengan metode sampling purposive. Menurut Sugiyono (2007) sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sedangkan Arikunto (2006) mengatakan bahwa sampel bertujuan atau sampling purposive dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya alasan keterbatasan waktu, tenaga dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh.

Pengambilan sampel dengan teknik bertujuan (sampling purposive) ini cukup baik karena sesuai dengan pertimbangan peneliti sendiri sehingga dapat mewakili populasi. Arikunto (2006) mengatakan bahwa terdapat kelemahan dari metode ini yaitu peneliti tidak dapat menggunakan statistik parametrik sebagai teknik analisa data dikarenakan tidak memenuhi persyaratan random.

Selain itu, dikarenakan populasi yang sedikit dan sampel yang terbatas, maka hasil penelitian tidak bisa diterapkan kecuali pada sampel itu sendiri. Hal ini


(62)

sesuai yang terjadi pada atlet bulutangkis yang berada di SMP-SMA Ragunan Jakarta Selatan yang memiliki populasi 107 orang.

3.3.4. Karakterisitik Subjek Penelitian

Untuk mendapatkan sampel yang representatif dalam penelitian ini, maka peneliti menentukan beberapa karakteristik yang akan digunakan untuk memilih sampel, antara lain sebagai berikut :

a. Subjek adalah atlet cabang olahraga bulutangkis.

b. Subjek sedang pada masa pendidikan menengah pertama dan menengah atas (SMP dan SMA)

c. Subjek tinggal di PPLP (Pusat pendidikan dan Pelatihan Olahraga Pelajar) Ragunan Jakarta minimal 1 tahun

3.4.

Pengumpulan Data

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Penggunaan skala pada pengumpulan data didasarkan bahwa untuk mengungkap data seperti mengenai sikap terhadap sesuatu. Adapun skala yang digunakan adalah skala model Likert dengan empat alternatif jawaban. Selain itu pernyataannya dibuat dengan kategori positif atau kesetujuan (favorable) dan item yang disebut negatif atau ketidaksetujuan (unfavorable) (Sevilla, 1993).


(1)

Assalamualaikum Wr.Wb dan Salam Sejahtera

Segala puji bagi Tuhan YME yang telah memberikan karunia-Nya sehingga kita masih dapat menjalankan segala aktivitas sehari-hari amin.

Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir (skripsi) untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah maka saya:

Nama : Herlin Widiani NIM : 103070029048 Semester : XIII (Tiga Belas) Fakultas : Psikologi

Bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Sumber stres dan strategi coping pada pelajar atlet bulutangkis”. Oleh karena itu, saya memohon bantuan saudara untuk mengisi kuesioner dibawah ini.

Hasil penelitian ini sifatnya rahasia oleh karena itu saya berharap agar saudara menjawab dengan sebenar-benarnya, tanpa meragukan kerahasiaan dari jawaban yang saudara berikan.

Setelah selesai mengisi kuesioner ini, mohon periksa lagi jangan sampai ada pertanyaan yang terlewatkan. Atas bantuan, kerjasama dan partisipasinya dengan menjadi responden penelitian ini saya ucapkan terima kasih.

Jakarta, November 2009


(2)

PETUNJUK PENGISIAN

1. Dibawah ini terdapat 40 buah pernyataan skala sumber stres dan 52 skala strategi coping. Pada kolom samping kanan terdapat empat pilihan jawaban.

2. Bacalah setiap pernyataan dibawah ini dengan seksama kemudian berikan jawaban saudara sesuai dengan keadaan yang saudara rasakan, dengan cara memberikan tanda silang (X) didalam kolom yang telah tersedia.

3. Adapun pilihan jawaban adalah sebagai berikut:

SS : Jika pernyataan tersebut sangat setuju dengan diri saudara S : Jika pernyataan tersebut setuju dengan diri saudara TS : Jika pernyataan tersebut tidak setuju dengan diri saudara STS : Jika pernyataan tersebut sangat tidak setuju dengan diri saudara

4. Setiap orang mempunyai jawaban yang berbeda dan tidak ada jawaban yang dianggap salah karena itu pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda.

5. Setelah selesai mengerjakan harap diperiksa kembali, jangan sampai ada pernyataan yang tidak dijawab atau terlewat.

IDENTITAS RESPONDEN Nama (Inisial) : Jenis Kelamin : L / P

Usia : a. 13 Tahun b. 14 Tahun c. 15 Tahun d. 16 Tahun e. 17 Tahun f. 18 Tahun

Pendidikan : SMP/SMA Kelas ….

Lama di PPLP : a. 1 Tahun b. 2 Tahun c. 3 Tahun d. 4 Tahun e. 5 Tahun f. Lainnya (Belum 1 Tahun)


(3)

SKALA SUMBER STRES

No PERNYATAAN SS S TS STS

1 Kurangnya waktu istirahat membuat prestasi saya menurun

2 Saya tidak mudah dilanda kepanikan jika dihadapkan kepada berbagai hal

3 Saya merasa latihan yang saya jalani tidak memberikan efek yang baik buat saya

4 Saya tidak sering menangis jika mengingat masalah saya yang belum diselesaikan

5 Akibat konsentrasi menurun membuat tangan saya terkilir saat latihan

6 Walau saya sedang stres saya tidak pernah melamun 7 Menurut saya, makanan yang disediakan tidak sesuai gizi

sebagai seorang atlet

8 Padatnya jadwal latihan membuat saya sering melupakan tugas sekolah

9 Saya merasa lebih cepat lelah ketika latihan dibanding dengan teman-teman yang lain

10 Saya tidak mudah tersinggung saat sedang ada masalah 11 Saya merasa bahwa temen-teman disini tidak bisa diajak

curhat

12 Setiap hari saya menanti waktu untuk latihan walaupun hujan deras

13 Saya mudah tersinggung jika teman-teman membicarakan saya

14 Saya tetap pergi latihan walau gedung terkena banjir 15 Saya tidak memiliki teman untuk mencurahkan

permasalahan saya

16 Saya tetap pergi latihan walaupun sedang terjadi hujan deras

17 Suasana tempat tinggal yang bising membuat konsentrasi belajar saya terganggu

18 Bagi saya tidak terpengaruh adanya gempa saya tetap bisa berkonsentrasi latihan

19 Saat saya sedang ada masalah saya merasa dijauhkan oleh teman-teman saya

20 Pada cuaca panas saya lebih baik bolos latihan fisik (lari) daripada berjemur dengan panasnya matahari

21 Saya sering kesal karena kurangnya waktu untuk beristirahat sebagai atlet

22 Saat sedang tertekan saya sering buang air kecil 23 Merasa lebih suka menjadi pelajar pada umumnya

daripada menjadi pelajar atlet bulutangkis 24 Nafsu makan saya hilang saat saya stres


(4)

pertandingan

26 Denyut jantung saya seperti terdengar oleh orang lain saat saya sedang stres

27 Padatnya jadwal latihan membuat saya ingin berhenti menjadi atlet bulutangkis

28 Saya sering jalan mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas 29 Setiap kali menghadapi pertandingan saya merasa tertekan 30 Makan saya banyak diluar porsi biasanya saat saya

tertekan

31 Saya tidak dapat konsentrasi latihan akibat adanya gempa 32 Saya merasa dijauhkan oleh teman-teman saat saya ada

persoalan

33 Hujan yang deras membuat tempat latihan menjadi banjir 34 Saya percaya bahwa teman-temanatau pelatih memahami

sifat saya jika sedang tertekan

35 Akibat tidak adanya renovasi gedung sehingga gedung menjadi roboh dan saya tidak bisa latihan

36 Suasana tempat saya tinggal yang tenang membuat konsentrasi belajar saya tidak terganggu

37 Saya tidak dapat pergi latihan karena atapnya hancur terkena pohon yang roboh

38 Ada rasa saling pengertian diantara teman-teman atau pelatih jika saya sedang stres

39 Saya tidak dapat pergi latihan karena gedung tempat saya berlatih terbakar

40 Saya memiliki teman untuk diajak curhat

SKALA STRATEGI COPING

No PERNYATAAN SS S TS STS

1 Saya tidak dapat menerima kenyataan bahwa masalah yang membuat saya stres benar-benar ada

2 Saya aktif melakukan usaha-usaha untuk menyelesaikan masalah yang saya hadapi

3 Saya menyesuaikan diri untuk hidup bersama dengan situasi yang penuh tekanan

4 Saya mengambil tindakan langsung untuk menghadapi masalah yang membuat saya tertekan

5 Saya merasa tidak sanggup (letih/lelah) mengatasi stres yang sedang saya rasakan

6 Saya membuat strategi untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi

7 Saat saya sedang stres saya tidak pernah mengekspresikan (mengeluarkan) perasaan saya

8 Saya memikirkan mengenai langkah-langkah apa yang harus saya ambil dalam mengatasi permasalahan saya


(5)

9 Bagi saya, saran dari orang lain tidak dapat membantu saya dalam memecahkan permasalahan saya

10 Saya tidak terburu-buru dalam mengambil tindakan untuk mengatasi masalah saya

11 Saya dapat memecahkan masalah saya tanpa meminta saran/pendapat dari orang lain

12 Saya menunggu waktu yang tepat dalam mengambil tindakan untuk mengatasi masalah saya

13 Saya tidak melakukan usaha-usaha untuk menyelesaikan masalah yang saya hadapi

14 Dalam menghadapi situasi yang penuh dengan tekanan biasanya saya mencari sumber stres (penyebab) timbulnya stres

15 Saya tidak mengambil tindakan langsung untuk menghadapi masalah yang saya hadapi

16 Saya mendahulukan memecahkan permasalahan saya daripada aktivitas-aktivitas biasa yang saya jalani

17 Saya tidak sadar bahwa saya sedang menghadapi masalah yang membuat saya tertekan

18 Saya selalu berdoa memohon petunjuk Tuhan YME untuk memecahkan permasalahan saya

19 Saya meyakinkan diri bahwa permasalahan ini tidak mungkin terjadi

20 Jika saya sedang stres, saya akan mencurahkan isi hati saya kepada Pencipta (Tuhan YME)

21 Terkadang saya tidak mampu lagi menghadapi situasi yang penuh tekanan

22 Jika saya merasakan stres yang berlebihan saya akan mengeluarkan perasaan saya

23 Saat sedang stres saya melakukan hal-hal yang negatif (misalnya membanting sesuatu, melampiaskan kemarahan pada orang lain, dll)

24 Saat saya sedang stres, saya mengungkapkan kekesalan dengan membanting sesuatu atau marah kepada orang lain 25 Saya berusaha berpikir positif terhadap masalah yang

menimpa saya

26 Saya meminta nasihat pada orang yang memiliki pengalaman yang sama dengan permasalahan saya

27 Saya tidak menceritakan permasalah yang sangat menekan saya kepada teman maupun keluarga saya

28 Saya mencari informasi atau nasihat tentang apa yang harus saya lakukan untuk mengatasi masalah yang sedang terjadi

29 Saya mencoba melihat dari sisi yang negatif dalam mengartikan setiap masalah

30 Saya dapat mengatasi situasi yang penuh dengan tekanan 31 Permasalahan yang saya hadapi membuat saya menjadi


(6)

seperti anak kecil

32 Saya mampu menghadapi stres yang sedang saya rasakan 33 Saya menghindari kegiatan-kegiatan yang dapat

mengganggu konsentrasi saya dalam memecahkan permasalah yang sedang saya hadapi

34 Saya mencoba untuk mencari simpati atau dukungan emosional dari orang lain

35 Saya menghindari kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu konsentrasi saya dalam memecahkan masalah

36 Saya mencurahkan isi hati mengenai apa yang saya rasakan

37 Walaupun saya sedang stres, saya tidak pernah melarikan diri dengan makan yang tidak seperti biasanya

(melebihi/mengurangi porsi dari biasanya)

38 Saya tidak perlu meminta nasihat kepada orang lain untuk membantu memecahkan permasalahan saya

39 Saya merasa nyaman jika melampiaskan kemarahan kepada orang lain karena dapat menghilangkan stres yang saya rasakan

40 Saya mencoba mengambil hikmah atas apa yang terjadi 41 Saya merasa tidak perlu menunggu waktu yang tepat

untuk menyelesaikan permasalahan saya 42 Saya menerima bahwa masalah ini dapat terjadi

43 Saya tidak perlu menunggu sampai ada kesempatan yang tepat untuk bertindak memecahkan permasalahan saya 44 Saya mencoba menerima kenyataan bahwa masalah ini

memang terjadi

45 Bagi saya tidak ada gunanya berdoa kepada Tuhan YME 46 Pada saat sedang stres saya akan melarikan diri dengan

menonton tv dan makan yang banyak

47 Saya tidak perlu meminta petunjuk Tuhan YME jika saya sedang stres

48 Saya mencari pelarian dengan melampiaskan kemarahan kepada orang lain karena dapat menghilangkan stres yang saya rasakan

49 Saya tidak perlu merencanakan strategi apa yang harus saya lakukan dalam mengatasi permasalahan saya

50 Saya dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang penuh dengan tekanan (stres)

51 Saya tidak perlu berpikir keras mengenai langkah apa yang harus diambil dalam menanggulangi stres yang terjadi pada diri saya

52 Saya dapat hidup bersama dengan situasi yang penuh dengan tekanan