36 tanah pertanian tersebut. Buruh tani ini sering juga disebut dengan aron.
18
18
Aron adalah orang-orang upahan atau yang digaji di dalam sektor pertanian. Pada mulanya aron ditujukan kepada masyarakat Karo sendiri yaitu mereka yang membentuk kelompok yang terdiri
dari 4-8 orang, mereka bekerja di ladang anggotanya secara bergantian tanpa mendapatkan upah. Akan tetapi setelah kedatangan suku Tapanuli, istilah ini kemudian ditujukan kepada mereka karena banyak
diantara mereka yang bekerja sebagai tenaga upahan pada lahan-lahan pertanian orang-orang Karo.
Aron ini biasanya adalah mereka yang datang dari daerah Tapanuli atau yang bersuku Batak
Toba.
2.4 Sistem Kepercayaan
Sebelum kedatangan agama Kristen Protestan, Katholik,dan Islam ke Tanah Karo, masyarakat telah mengenal satu bentuk kepercayaan kepada kekuatan-kekuatan
di luar dirinya, baik kepada roh-roh nenek moyang maupun benda-benda yang dianggap keramat. Dari zaman dahulu, masyarakat Karo memang telah mempunyai
suatu keyakinan bahwa batu-batu besar, gunung, laut, pohon-pohon besar dan sebagainya bisa mendatangkan rezeki dan kebahagiaan bagi mereka.
Kepercayaan seperti ini merupakan kepercayaan pertama masyarakat Karo sehingga sering disebut dengan Pemena atau Perbegu. Pada zaman sekarang ini
masyarakat Karo khususnya di Kecamatan Berastagi telah memeluk agama baik agama Kristen Protestan, Katholik, Islam, Budha maupun aliran kepercayaan lainnya.
Untuk lebih jelasnyas dapat dilihat pada tabel berikut.
37 Tabel V
Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama No
Agama Jumlah
1
Kristen Protestan 20198 orang
2
Kristen Katholik 10593 orang
3
Islam 3537 orang
4
Budha 2980 orang
5
Aliran Kepercayaan 305 orang
Sumber: Kantor Kecamatan Berastagi, 1986 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa masyarakat Kecamatan Berastagi
menganut agama yang berbeda-beda. Agama Kristen Protestan merupakan agama yang paling banyak dianut oleh penduduk Kecamatan Berastagi baik yang beretnis
Karo maupun Batak Toba. Agama Islam umumnya dianut oleh pendatang yang beretnis Jawa maupun suku Karo sendiri. Sementara Agama Budha umumnya dianut
oleh penduduk yang beretnis Tionghoa. Untuk mendukung peribadatan tersebut, maka di Kecamatan Berastagi
dibangun sarana-sarana peribadatan masing-masing agama tersebut. Gereja menjadi sarana ibadah yang paling banyak jumlahnya mengingat di Berastagi sebagian besar
penduduknya beragama Kristen Protestan dan Katholik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
38 Tabel VI
Sarana Rumah Ibadah di Kecamatan Berastagi No
Sarana Ibadah Jumlah
1
Gereja 12 buah
2
Masjid 8 buah
3
Vihara 1 buah
Sumber: Kantor Kecamatan Berastagi, 1990 Jadi setelah masuknya agama ke tengah-tengah kehidupan masyarakat Karo
khususnya di Kecamatan Berastagi, maka secara otomatis kepercayaan lamatradisional semakin lama semakin berkurang. Masyarakat semakin percaya
adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, yang mencipatakan langit dan bumi dan segala sesuatunya. Mereka semakin beranggapan bahwa Tuhan itu bukan berasal dari batu-
batu besar, kayu besar, gunung, dan laut. Tetapi yang mengetahui asal-usul seluruh alam semesta beserta isinya. Demikian juga halnya dengan upacara tradisional seperti
seluk
19
dan ercibal
20
19
Seluk adalah suatu bentuk upacara tradisional yang sering juga disebut dengan kurumah begu hantu nenek moyang atau kerabat kita datang ke rumah. Biasanya untk memanggilnya mereka
akan terlebih dahulu pergi ercibal ke suatu tempat yang dianggap keramat. Sepulang dari sana mereka mengadakan pesta dan menari-nari dan melompat-lompat seperti orang kerasukan. Seluk ini dilakukan
apabila diantara mereka menginginkan sesuatu yang sudah lama dipendam tapi belum juga didapat.
20
Ercibal adalah meletakkan sesuatu di tengah jalan, di tepi sungai, di batu besar atau di kayu besar misalnya: sirih, kelapa muda, cimpa makanan khas Karo yang terbuat dari tepung dan gula
merah dengan harapan bahwa orang yang disembahnya itu akan memakannya dan keinginannya akan tercapaiterwujud.
semakin jarang dilakukan oleh masyarakat.
39 Pengaruh agama terhadap kehidupan penduduk memang sangat besar, baik
mengenai ketentuan kepribadian, perseorangan, maupun yang berhubungan dengan kemasyarakatan seperti halnya dalam pelaksanaan upacara-upacara tertentu.
21
Pada awalnya tenaga kerja di perkebunan ini direkrut dari daerah Penang dan Singapura dan merupakan etnis Tionghoa. Gelombang perpindahan buruh Cina ke
Tanah Deli akhirnya pun menjadi sangat ramai sejak tahun 1850-1930. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan situasi di perkebunan-perkebunan tersebut yang
semakin besar membuat para pengusaha perkebunan mengalihkan perhatiannya terhadap buruh Jawa yang direkrut langsung dari daerah Jawa. Hal ini juga karena
semakin mahalnya bea imigran yang dikenakan bagi buruh-buruh Cina yang didatangkan dari luar negeri tersebut.
2.5 Latar Belakang Kedatangan Etnis Jawa 2.5.1 Masa Perkebunan di Sumatera Timur