73 orang-orang Jawa merupakan suku bangsa terbesar dan yang paling banyak menyebar
ke hampir seluruh wilayah di Indonesia maka tentunya sangat menuntut mereka untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya tersebut termasuk dengan orang-orang
dari suku bangsa lainnya sebagai sesama pendatang atau perantau.
4.2.1 Hubungan dengan Penduduk Asli
Manusia merupakan zoon politicon makhluk sosial yang dalam hidupnya senantiasa memerlukan bantuan orang lain mulai dari sejak kelahirannya hingga pada
saat kematiannya sehingga ia tidak dapat hidup sendiri. Demikian pula halnya dengan etnis Jawa yang ada di Kecamatan Berastagi, sebagai penduduk yang bukan asli dari
daerah tersebut maka dalam kehidupan sehari-harinya dan dalam kehidupan bermasyarakatnya senantiasa membutuhkan orang lain. Kehidupan bermasyarakat
atau bersosialisasi dilakukan dengan sangat baik dan kooperatif baik terhadap sesama etnis Jawa, Karo maupun etnis-etnis lainnya di daerah tersebut.
Perbedaaan suku, agama maupun status-status lainnya tidak menjadi penghalang bagi mereka dalam mewujudkan hubungan yang harmonis. Untuk
memperlancar hubungan mereka sehari-sehari mereka menggunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi lambat laun setelah orang-orang Jawa tersebut lama tinggal di
Kecamatan Berastagi mereka menjadi fasih berbahasa daerah setempat, yakni bahasa Karo dan mempergunakan bahasa Karo tersebut dalam pergaulan mereka sehari-hari.
46
Frans Magnis Suseno, S. Reksosusilo C.M, Etika Jawa Dalam Tantangan, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983, hal.43-44.
74 Penggunaan bahasa Karo tersebut tidak hanya mereka gunakan dalam percakapan
dengan orang-orang Karo saja tetapi juga terhadap sesama mereka orang-orang Jawa maupun etnis-etnis lainnya seperti orang Batak Toba dan sebagainya yang telah fasih
menggunakan bahasa Karo. Hubungan baik antara orang-orang Jawa dengan penduduk asli juga terlihat
dari pernikahan antar suku yang mereka lakukan dengan orang-orang Karo. Hal ini tentunya menjadi salah satu contoh jembatan pemersatu antara kedua etnis yang
berbeda tersebut terutama bagi kedua pihak keluarga yang bersanngkutan. Dengan demikian interaksi antara kedua keluarga tersebut menjadi dekat dan saling
melengkapi satu dengan yang lainnya. Selain itu, hubungan yang erat antara orang-orang Jawa dengan orang-orang
Karo juga terjalin akibat keikutsertaan mereka dalam kegiatan-kegiatan adat maupun kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan oleh orang-orang Karo di daerah
lingkungan mereka. Misalnya adalah dengan keikutsertaan mereka pada acara-acara adat seperti pernikahan, memasuki rumah baru, upacara kematian bahkan acara-acara
tahunan yang dilakukan oleh orang-orang Karo. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut, orang-orang Jawa diikutsertakan sebagai anak beru dalam acara tersebut. Penyertaan
mereka sebagai anak beru membuat orang-orang Jawa berperan dalam membantu penyelenggaraan setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh orang Karo yang
berkegiatan tersebut. Sama halnya dengan anak beru lainnya maka orang-orang Jawa yang terlibat tersebut pun harus bertindak sebagai anak beru dengan cara membantu
pelaksanaan kegiatan tersebut seperti dengan memasak untuk makanan saat pesta,
75 menyiapkan dekorasi ataupun alat-alat pesta, melayani tamu yang datang ke acara
tersebut dan sebagainya.
47
Mengingat bahwa Berastagi adalah daerah yang subur dan terkenal makmur maka tidak sedikit orang-orang yang berusaha datang ke Berastagi untuk juga turut
menikmati kemakmuran tersebut. Tidak heran akhirnya Berastagi pun menjadi daerah yang pluralmajemuk dengan keanekaragaman etnis, agama dan status-status sosial
lainnya. Etnis yang banyak di Berastagi sejak tahun 1968-1986 adalah Batak Toba, Tionghoa, Jawa dan sebagainya. Dengan keragaman etnis tersebut maka beragam
Selain itu, untuk mendekatkan kedua etnis yang berbeda tersebut maka diberikanlah suatu marga atau beru dalam marga atau beru Karo terhadap orang-
orang Jawa yang telah dianggap sebagai keluarga tersebut. Marga atau beru yang diberikan tersebut bervariasi tergantung kepada si pemberi marga tersebut. Misalnya
marga atau beru Ginting, Sembiring, Tarigan, Perangin-angin maupun Karo-karo. Hal ini tentunya sangat berguna dalam mempererat hubungan antara mereka dan
menganggap sebagai keluarga. Selain itu juga berguna dalam penempatan mereka secara adat dalam kegiatan-kegiatan adat yang dilakukan oleh orang-orang Karo
tersebut, misalnya apakah mereka akan menjadi kalimbubu, senina maupun anak beru. Akan tetapi kebanyakan dari mereka adalah sebagai anak beru.
4.2.2 Hubungan dengan Penduduk Etnis Lainnya