14
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Secara Antropologi Budaya, etnis Jawa adalah orang-orang yang secara turun
temurun menggunakan bahasa Jawa, bertempat tinggal di Jawa Tengah dan Jawa Timur serta mereka yang berasal dari daerah-daerah tersebut.
1
Semua orang Jawa berbudaya satu dan mempunyai satu orientasi kepada kultur Surakarta dan
Yogyakarta sebagai sentra kebudayaan mereka.
2
Seorang ahli dan peneliti pada LIPI, Dr. Mochtar Buchori melalui harian Kompas edisi 27 Februari 1982, bahkan pernah menyatakan bahwa ‘…proses
Jawanisasi meresap kemana-mana’. Titik tolak tersebut bisa diakui mengingat realitas bahwa sangat sulit mengelakkan bahwasanya Jawa dari segi kebudayaan adalah kata
kunci untuk memahami Indonesia. Eksistensi kebudayaan Jawa dengan
segala kesetiaan diikuti oleh masyarakat pendukungnya bahkan sampai di antara mereka yang berdiam di wilayah luar Negara Kesatuan Republik Indonesia sekalipun,
seperti di wilayah negara Suriname.
3
Etnis Jawa merupakan etnis yang paling besar jumlahnya di Indonesia dan secara umum banyak mendiami Pulau Jawa. Hal ini lambat laun memunculkan
masalah-masalah kependudukan di pulau tersebut ditambah lagi dengan kedatangan
1
Budiono Herusatoto, Simbolisme dalam Budaya Jawa, Yogyakarta: Hanindita Graha Widia, 2000, hal.37.
2
Slamet Sutrisno, Sorotan Budaya Jawa dan yang Lainnya, Yogyakarta: Andi Offset, 1985, hal.11.
3
Marbangun Hardjowirogo, Manusia Jawa, Jakarta: Idayu, 1983, hal.116.
15 etnis lainnya yang tentunya dapat menambah masalah kependudukan di pulau
tersebut yakni masalah kepadatan penduduk. Perubahan jumlah penduduk tentunya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti natalitas kelahiran, mortalitas kematian, dan migrasi perpindahan penduduk. Ketiga faktor tersebut dapat dilihat dari tingkat kelahiran, tingkat
kematian, komposisi umur dan laju pertumbuhan serta penurunan penduduk.
4
Perpindahan orang-orang Jawa ke Pulau Sumatera, khususnya ke Sumatera Timur adalah juga akibat pembukaan perkebunan secara besar-besaran oleh Belanda
di wilayah tersebut. Di Tanah Karo pada masa itu tidak dibuka onderdeming- onderdeming asing sehingga tidak memerlukan dan mendatagkan tenaga kerja Jawa
dan Cina seperti halnya yang terjadi di daerah onderdeming-onderdeming di Sumatera Timur lainnya. Orang-orang Jawa datang ke Tanah Karo khususnya
Berastagi dalam kurun waktu yang telah jauh dari masa tumbuh dan berkembangnya onderdeming-onderdeming di Sumatera Timur tersebut. Dengan alasan serta tujuan
Untuk menanggulangi masalah tersebut pemerintah mencanangkan program transmigrasi yakni perpindahan peduduk dari daerah yang padat ke daerah yang
jarang penduduknya, yaitu ke luar Pulau Jawa dan salah satunya adalah Pulau Sumatera. Selain itu, migrasi atau perpindahan secara spontan juga dilakukan oleh
etnis-etnis Jawa tersebut dalam rangka memperbaiki taraf kehidupan mereka yang telah sangat sulit dilakukan di Pulau Jawa tersebut. Hal ini tentunya akan sangat turut
mempengaruhi kepadatan penduduk yang telah menjadi masalah tersebut.
4
David Lucas, dkk, Pengantar Kependudukan, Yogyakarta: UGM Press, 1990, hal.1.
16 yang tentunya telah berbeda dengan mereka yang datang ke daerah Sumatera Timur
lainnya. Dengan adanya pertumbuhan onderdeming-onderdeming tersebut tenaga kerja
Jawa akhirnya banyak yang bermukim di daerah-daerah onderdeming di Sumatera Timur tersebut. Tenaga kerja yang pertama kali direkrut untuk keperluan dalam
pengerjaan tanah-tanah onderdeming tersebut adalah tenaga kerja etnis Tionghoa yang berasal dari wilayah Penang dan Singapura. Akan tetapi akibat adanya kenaikan
biaya migran yang dikenakan terhadap para tenaga kerja yang berasal dari luar negeri tersebut maka lambat laun para pengusaha onderdeming mengambil kebijakan untuk
mendatangkan tenaga kerja dari wilayah Pulau Jawa. Selain biaya yang lebih murah tenaga kerja Jawa tersebut juga terkenal penurut sehingga lebih mudah diatur.
5
Dari wilayah-wilayah onderdeming di Sumatera Timur ini kemudian orang- orang Jawa tersebut menyebar lagi kedaerah-daerah lainnya yang berada di sekitar
wilayah Karesidenan Sumatera Timur tersebut, yakni ke Kisaran, Langkat dan sebagainya.
6
Berastagi merupakan daerah yang sangat terkenal dengan kesuburannya sehingga banyak orang ingin memperbaiki taraf kehidupannya ke daerah tersebut.
Diperkirakan orang-orang Jawa mulai bermigrasi Ke Berastagi sejak tahun 1950an, Kehadiran etnis Jawa di Tanah Karo khususnya Berastagi juga tidak
terlepas dari pengaruh perkebunan tersebut tetapi bukan pada masa tumbuh dan perkembangannya.
5
Anthony Reid, Perjuangan Rakyat Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera, Jakarta: Sinar Harapan, 1987, hal.87.
6
Hasil wawancara dengan Eddy Sofyan sekretaris DPD Pujakesuma cabang Tanah Karo pada tanggal 11 September pada pukul 14.40, di Jalan Jamin Ginting Gg. Karya No. 36.
17 sama seperti etnis-etnis perantau lainnya, yakni etnis Batak Toba yang datang ke
Berastagi, orang-orang Jawa juga melaksanakan kehidupan ekonomi, sosial, budaya, politik serta bidang-bidang lainnya dalam usaha mempertahankan kelangsungan
hidupnya di daerah perantauannya tersebut. Pada tahun 1935, telah ada juga orang Jawa yang bernama Wagimin yang
dikenal sebagai orang Jawa yang pertama kalinya menginjakkan kaki di daerah Berastagi yaitu di daerah Matahari, Desa Rumah Berastagi. Di daerah ini dahulunya
diketahui terdapat bangunan Sekolah Rakyat Sekolah Dasar yang dibangun oleh sekutu Jepang.
Mengingat tahun kedatangan orang-orang Jawa tersebut pertama kalinya ke Berastagi adalah pada masa kurun waktu penjajahan Belanda di Indonesia khususnya
Tanah Karo maka bersama-sama dengan putera-puteri daerah tersebut orang-orang Jawa salah satunya adalah Wagimin juga turut berjuang merebut kemerdekaan dari
tangan penjajah Belanda.
7
Wagimin beserta keluarganya bermukim di daerah Matahari. Dari keluarga besarnya tersebut kemudian orang-orang Jawa berkembang dan bermukim di daerah
Kontribusi mereka tersebut kemudian diabadikan melalui pemberian sebuah nama jalan di Kabanjahe sebagai daerah ibukota kabupaten dengan
nama Jalan Wagimin, yakni orang yang pertama kali datang ke daerah Tanah Karo khususnya Berastagi yang juga turut memperjuangkan kemerdekaan.
7
Hasil wawancara dengan Eddy Sofyan sekretaris DPD Pujakesuma cabang Tanah Karo pada tanggal 11 September pada pukul 14.40, di Jalan Jamin Ginting Gg. Karya No. 36.
18 Beraastagi. Lambat laun mereka pun akhirnya mengajak atau menyuruh keluarga
mereka lainnya yang berada di daerah asal untuk turut datang ke Berastagi.
8
Hal ini mereka lakukan mengingat mudahnya memperoleh penghidupan di daerah baru mereka tersebut. Tanpa modal maupun pendidikan yang tinggi mereka
dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari karena mereka dapat bekerja di ladang orang-orang Karo dan langsung dapat memperoleh imbalannya. Untuk memperoleh
pekerjaan tersebut mereka hanya perlu mengeluarkan tenaga saja untuk bekerja di ladang. Sehingga tidak memerlukan materi dan pendidikan yang khusus apalagi
hasilnya langsung dapat diterima setelah mereka bekerja. Hal ini tentunya sangat menarik perhatian mereka apalagi mengingat sulitnya mereka memperoleh
penghidupan yang layak di daerah asal mereka sebelumnya akibat adanya penyakit tanaman dan serangan hama terhadap tanaman mereka sehingga mereka mengalami
kesulitan bahan pangan dan ekonomi.
9
8
Hasil wawancara dengan Eddy Sofyan pada tanggal 11 September pada pukul 14.40, di Jalan Jamin Ginting Gg. Karya No.36.
9
Hasil wawancara dengan Kemis pada tanggal 10 September pada pukul 15.10, di Jalan Jamin Ginting No. 124.
Selanjutnya orang-orang Jawa tersebut mempertahankan hidupnya dengan cara membuka usaha sebagai pedagang, selain itu banyak juga diantara mereka yang
bekerja sebagai petani serta buruh tani maupun buruh bangunan. Sebagai buruh tani mereka berkerja di ladang orang Karo dengan mendapatkan imbalan berupa uang atau
beras untuk kebutuhan sehari-hari bahkan mereka diizinkan bertempat tinggal di rumah mereka.
19 Penulisan ini difokuskan terhadap pengkajian keberadaan etnis Jawa itu
sendiri di Berastagi secara sosial, ekonomi maupun budayanya. Dengan judul
“Kehidupan Sosial, Ekonomi, dan Budaya Etnis Jawa di Berastagi 1968-1986”.
Tulisan ini akan membahas bagaimana kehidupan sosial, ekonomi dan budaya etnis Jawa yang berada di Kecamatan Berastagi. Adapun periodeisasi yang diberikan
terhadap penulisan ini yakni sejak tahun 1968, yaitu sejak mulai kedatangan etnis Jawa ke Berastagi dalam jumlah yang besar akibat program transmigrasi yang
dicanangkan oleh pemerintah telah dilaksanakan hingga ke Sumatera Utara. Tahun 1986 menjadi akhir penelitian karena pada tahun ini kehidupan sosial etnis Jawa telah
mengalami perkembangan yang pesat yakni melalui organisasi Putera Jawa Kelahiran Sumatera Pujakesuma yang mereka bentuk pada tahun tersebut etnis Jawa yang
tersebar di seluruh Tanah Karo khususnya Berastagi dapat dikumpulkan dalam satu wadah persatuan kesukuan bagi mereka.
1.2 Rumusan Masalah