Prinsip Dasar Kehidupan Masyarakat Jawa

67 ini hanya dilaksanakan dalam lingkungan keluarga saja dengan cara membaca doa dan kemudian makanan yang disediakan akan diantar ke rumah jiran terdekat. Hidangan yang disediakan biasanya mudah dan ringkas. BAB IV HUBUNGAN SOSIAL ETNIS JAWA DI BERASTAGI

4.1 Prinsip Dasar Kehidupan Masyarakat Jawa

Seperti etnis-etnis lainnya etnis Jawa juga memiliki kaidah-kaidah yang sangat menentukan dalam hubungan sosialnya. Kaidah-kaidah ini juga disebut dengan etika ataupun etiket. Etika dan etiket tersebut merupakan wahana atau prasarana dalam melaksanakan interaksi ataupun hubungan-hubungan sosialnya dimanapun mereka berada. 40 Selain itu, struktur sosial pada etnis Jawa juga senantiasa ditentukan oleh prinsip-prinsip seperti resiprositas atau timbal balik pada- pada, tepa seliro, prinsip solidaritas rukun, rujuk, taat kepada atasan, orang tua, guru dan sebagainya mbangun miturut, saling menghormati antar sesama, isteri kepada suami bakti, sikap terhadap kekuatan atau kekuasaan supernatural adalah kepada Tuhan sujud, dan kepada nasib pasrah, sumarah. 41 Struktur-struktur sosial tersebut dipakai sebagai wahana menjaga keseimbangan dan keselarasan kehidupan sosial mereka. Sehingga dalam hal ini struktur kekuasaan dan hirarki diterima sebagai hal yang wajar. Posisi sosial masing- 40 Sartono, Kartodirjo, dkk, Beberapa Segi Etika dan Etiket Jawa, Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987, hal.58. 41 Ibid, hal 61. 68 masing orang ataupun golongan dapat diterima sehingga setiap adanya konflik atau ketegangan senantiasa didasarkan kepada prinsip kekeluargaan dan persaudaran. Etnis Jawa baik dalam konteks tradisional maupun modern dalam pola interaksinya salah satu hubungan sosial yang menentukan adalah hubungan antara yang tua dan yang muda. Yang muda sangat dan harus menghormati yang lebih tua maupun orang tua. Sikap seperti ini dikarenakan orang tua maupun orang yang lebih tua dianggap memiliki pengalaman yang lebih banyak jika dibanding dengan orang yang lebih muda. Selain itu, orang yang lebih tua maupun orang tua biasanya senantiasa menjadi suri teladan bagi orang yang lebih muda. Pada hakekatnya prinsip moralitas seseorang bertopang pada kesadaran atau perasaan akan kedudukan diri seseorang yang mempunyai konsekuensi luas dalam peranannya dalam berinteraksi. Dalam hubungan ini sosialisasi juga mencakup pembudidayaan pribadi yang penuh perasaan tentang harga diri, yang berarti harus pandai menempatkan diri dalam segala bentuk pergaulan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Sehingga hubungan sosial seseorang tergantung kepada pribadi yang berhubungan tersebut. Akan tetapi prinsip-prinsip serta nilai norma dan etika yang dipegang teguh oleh individu maupun masyarakat senantiasa tetap berpengaruh terhadap pola dan perilaku hubungan sosial individu maupun kelompok tersebut. Orang-orang Jawa merupakan orang-orang yang mudah bergaul dan mampu menempatkan diri dimanapun mereka berada. Hal ini terjadi karena orang Jawa dalam pergaulannya memegang teguh prinsip mencari ataupun menjadi seduluran atau saudara. Semua orang dianggap sebagai saudara atau sedarah bagi mereka, 69 ikatan darah atau batin biasanya sangat mempengaruhi dalam setiap hubungan sesorang ataupun sekelompok orang. Hal ini bisa tampak jelas dilihat ketika mereka kedatangan seseorang ataupun sekelompok orang ke daerah mereka berada. Terhadap hal seperti ini, orang-orang yang ditemui di daerah tersebut akan menunjukkan sikap yang ramah, penuh persaudaraan. Demikian pula sebaliknya apabila mereka yang datang ke suatu daerah orang lain, mereka akan berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan baru mereka tersebut. Demikian pula halnya pada awal ketika orang-orang Jawa datang ke Berastagi, mereka mau bekerja apa saja dengan orang-orang penduduk asli yang mereka temui di daerah tersebut. Mereka bekerja pada orang-orang Karo baik sebagai buruh tani atau yang lebih dikenal dengan aron, buruh bangunan dan sebagainya. Mereka tidak sungkan ataupun mau terlalu menjaga gengsinya, bagi mereka apapun harus dilakukan demi memperoleh sesuap nasi terutama di daerah perantauan. Mereka mau bekerja bagi orang-orang Karo sebagai pemilik lahan asalkan mereka diberi makan maupun diizinkan tinggal di rumah orang yang mempekerjakan mereka tersebut. Hal ini lah salah satu sebab mereka diterima baik hingga saat sekarang ini di daerah Berastagi. Banyak falsafah yang hidup dalam masyarakat Jawa secara umum. Falsafah- falsafah tersebut umumnya berisi hakekat hidup. Salah satunya adalah nrima ing pandum, yakni menerima segala sesuatu yang telah diberikan oleh Tuhan. Dengan falsafah ini, orang Jawa mengganggap hidup harus dijalankan dengan tabah dan 70 pasrah. Mereka harus menerima dengan ikhlas segala yang telah diperolehnya karena segala sesuatu telah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. 42 Falsafah ini sering diikuti oleh falsafah mawas diri, yang artinya bahwa orang Jawa harus senantiasa melakukan introspeksi atau pengawasan terhadap diri sendiri sebagai pedoman dalam bertindak. Dengan mawas diri seseorang akan berusaha agar tindakannya secara moral dapat dibenarkan dan dipertangggungjawabkan. Umumnya falsafah seperti ini masih banyak dipegang teguh oleh orang-orang Jawa yang masih konservatif, yakni mereka yang cara berpikirnya masih sederhana dan tradisional akibat pendidikan yang diperoleh masih rendah, kelompok ini sering juga disebut dengan wong cilik. Falsafah ini biasanya menimbulkan sikap cepat menyerah pada suatu keadaan yang sulit, sehingga mereka cenderung lebih menerima keadaan tersebutsebagai nasib. Namun, bagi mereka yang telah memperoleh pendidikan yang tinggi priyayi, pengertian ini pun sudah berubah. Mereka mengartikannya bahwa orang tidak lagi harus selalu pasrah melainkan harus lebih giat berusaha untuk mencapai keadaan yang lebih baik. 43 Masyarakat Jawa dalam kaitannya dengan hubungannya terhadap sesama sangat menghendaki hidup yang selaras dan serasi serta saling menghormati karena hal tersebut akan menumbuhkan kerukunan baik bagi lingkungan rumah tangga, masyarakat bangsa maupun negara. Dalam hal ini sikap rukun dan hormat menjadi sikap yang sangat menentukan dalam pergaulan masyarakat. Dengan memegang

4.2 Pola Hubungan Sosial Etnis Jawa di Berastagi