keuangan, tindakan tersebut dikarenakan uangnya merupakan hasil dari tindakan yang melanggar hukum.
165
Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang bahwa hasil tindak
pidana yang masuk dalam kategori tindak pidana pencucian uang adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana berupa Korupsi, penyuapan,
narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian, kepabeanan,
cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di
bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, atau tindak pidana lain yang diancam dengan pidana
penjara 4 empat tahun atau lebih.
166
B. Tindak Pidana Korupsi di Bidang Perbankan
Kehidupan hukum Indonesia dalam beberapa tahun terakhir disibukkan oleh maraknya aktivitas-aktivitas korupsi oleh pejabat pemerintahan yang
terungkap di tengah masyarakat. Konsistensi penegakan supremasi hukum terhadap penyimpangan-penyimpangan yang mengandung indikasi kriminal
dalam setiap tindakan yang mengarah pada korupsi di berbagai bidang sangat diperlukan dalam rangka menanggulangi korupsi yang marak terjadi di negara ini,
165
Ibid, halaman 471
166
Lihat Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
termasuk perbankan tanpa mempertimbangkan apakah pelakunya kooperatif atau tidak dalam melunasi utang-utangnya.
167
Pelanggaran kasus-kasus pidana di bidang perbankan terkadang menimbulkan perbedaan persepsi dan interpretasi mengenai aturan hukum pidana
yang akan diterapkan. Masalahnya terletak pada penerapan ketentuan pidana yang ada pada UU Perbankan atau UU PTPK.
168
Dalam praktik penegakan hukum pidana terhadap kejahatan perbankan sering muncul kecenderungan untuk
memasukkan penangangan kasus-kasus perbankan ke dalam ketentaun-ketentuan hukum pidana tentang korupsi.
169
Penggunaan UU PTPK terhadap kejahatan di dunia perbankan dilihat dari segi kemudahan-kemudahan prosedural yang tedapat di dalamnya sebenarnya
dapat di pahami. Demikian juga dari segi keluwesan rumusan hukum tentang tindak pidana korupsi, yang memungkinkan banyak perbuatan yang merugikan
keuangan negara untuk dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Akan tetapi, jika dilihat dari segi kepastian hukum, maka kecenderungan seperti itu dapat
menimbulkan problem yuridis dalam kaitanyya dengan keberadaan UU Perbankan yang didalamnya secara eksplisit merumuskan juga perbuatan tersebut sebagai
kejahatan yang diancam dengan pidana.
170
Menurut Sudarto, UU Perbankan dan UU PTPK memiliki kedudukan yang sama satu sama lain, yakni memenuhi kualifikasi sebagai undang-undang
pidana khusus. Persoalan selanjutnya adalah bagaimana tindak pidana perbankan
167
Elwi Danil, Opcit. halaman 163
168
Ibid.
169
Ibid, halaman 166
170
Ibid.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang diatur dalam UU Perbankan dapat berkembang menjadi tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU PTPK, mengingat kedua-duanya sama-sama
sebagai undang-undang pidana khusus.
171
Persoalan diatas sesungguhnya dapat diselesaikan melalui ajaran yang berkembang terhadap Pasal 63 ayat 2 KUHP yang mengandung asas “lex
specialis derogate legi generali.
172
Asas ini sangat penting bagi hukum pidana, yang dalam doktrinnya dapat dibedakan antara kekhususan yang logis logische
specialiteit dan kekhususan yang sistematik systematische specialiteit.
173
Berdasarkan pemahaman tentang asas lex specialis derogate legi generali menurut kekhususan yang sistematis, maka maka terhadap tindak pidana
perbankan yang diatur secara khusus dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah dubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, tidak
dapat berubah atau berkembang sebagai tindak pidana korupsi, sekalipun terdapat unsur-unsur tindak pidan korupsi di dalamnya.
174
Misalnya, seorang pegawai bank pemerintah BUMN yang meminta atau menerima imbalan, suap atau hadiah
yang berkaitan dengan pelayanan kredit kepada nasabah atau hubungan dalam pengucuran kredit.
175
Pemberian hadiah tersebut dalam UU PTPK telah memenuhi rumusan dalam pasal 5 ayat 2 UU PTPK yang menegaskan:
Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagai mana yang dimaksud dalam ayat 1 huruf a atau huruf b
dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dalam ayat 1.
171
Ibid.
172
Pasal 63 ayat 2 KUHP menentukan bahwa jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus
itulah yang diterapkan.
173
Elwi Danil, Opcit. Halaman 167
174
Ibid, Halaman 168
175
Ibid.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ancaman pidana yang terdapat dalam Pasal 5 ayat 1 UU PTPK adalah paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau denda paling sedikit Rp.
50.000.000,- lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp. 250.000.000,- dua ratus lima puluh juta rupiah. Disisi lain, perbuatan pegawai bank tersebut juga
memenuhi rumusan pasal 49 ayat 2 huruf a UU Perbankan, yang menentukan: Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan
sengaja meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau
barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi
orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh
bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan
bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank, tidak melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang- kurangnya 3 tiga tahun dan paling lama 8 delapan tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 seratus miliar rupiah.
Kondisi seperti yang terjadi pada ilustrasi kasus tersebut sangat penting adanya pemahaman terhadap asas lex specialis derogate legi generali menurut
kekhususan yang sistematis. Meskipun terdapat konstruksi hukum yang demikian, namun bukan berarti bahwa sama sekali tida ada bentuk-bentuk kejahatan yang
dapat dikembangkan menjadi tindak pidana korupsi.
176
Kejahatan perbankan dalam pasal 49 ayat 2 b, Pasal 50 dan Pasal 50 a UU Perbankan
177
, pada
176
Ibid, Halaman 169
177
Pasal 49 ayat 2 huruf b UU Perbankan: Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-
kurangnya 3 tiga tahun dan paling lama 8 delapan tahun serta denda sekurang-kurangnya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hakikatnya dan dalam hal-hal tertentu dapat berkembang menjadi tindak pidana korupsi. Dalam ketiga pasal tersebut unsur-unsur tindak pidana tindak tergambar
secara eksplisit, maka tindak pidana perbankan itu dapat diposisikan sebagai tindak pidana umum dalam praktik perbankan dan kemudian dapat diberlakukan
ketentuan pasal 2 UU PTPK.
178
Asas lex specialis derogate legi generali baik dalam pengertian kekhususan yang logis, maupun kekhususan yang sistematis patut kembali
dikedepankan mengingat dalam praktik penegakan hukum pidana di Indonesia sering mengabaikan dan mengingkari keberadaannya. Dalam konteks ini,
penggunaan UU PTPK untuk menanggulangi penanganan hukum pidana dalam praktik perbankan yang memenuhi rumusan hukum menurut UU Perbankan akan
mengakibatkan UU Perbankan menjadi tidak berarti, dan akan membawa implikasi hukum bagi praktik penegakan hukum. Oleh karena itu, dalam
perspektif kekhususan yang sistematis seyogyanya dipisahkan dari tindak pidana
Rp5.000.000.000,00 lima miliar rupiah dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 seratus miliar rupiah.
Pasal 50: Pihak terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurang 3 tiga tahun dan paling lama 8 delapan tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp5.000.000.000,00 lima miliar rupiah dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 seratus miliar rupiah.
Pasal 50A: Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank
tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang
berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 tujuh tahun dan paling lama 15 lima belas tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar
rupiah dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 dua ratus miliar rupiah.
178
Elwi Danil, Opcit. Halaman 171
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perbankan yang telah memuat rumusan yang sedemikain rupa tentang tindak pidana tersebut dalam UU Perbankan.
179
Korupsi di bindang perbankan secara umum dapat digolongkan terhadap tindakan-tindakan sebagai berikut:
180
1. Permainan dalam penilaian Prinsip 5C
181
yang menjadi prinsip pemberian kredit.
179
Ibid, Halaman 173
180
Muljatno, Dkk, Ekonomi Korupsi, PT. Pustaka Quantum, Jakarta, Halaman 100
181
Prinsip 5C antara lain: 1.
Character Karakterisitik Bahwa calon nasabah debitur mempunyai watak, moral, dan sifat-sifat pribadi yang baik.
Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui kejujuran, itegritas, dan kemauan dari calon nasabah debitur untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan usahanya. Informasi ini
diperoleh bank melalui riwayat hidup, riwayat usaha, dan iformasi dari usaha-usaha yang sejenis.
2. Capacity Kemampuan
Capacty adalah kemampuan calon nasabah untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospek masa depan, sehingga usahanya akan berjalan dengan baik dan
memberikan keuntugan, yang menjamin bahwa ia mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan.
3. Capital Modal
Bahwa dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhdap modal yang dimiliki pleh peohon kredit. Penilaian ini tidak semata-mata didasarkan atas besar kecilnya
modal, akan tetapi lebih difokuskan pada bagaimana distribusi modal ditempatkan pada pengusaha tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada dapat berjalan dan digunakan
dengan baik.
4. Collateral Jaminan
Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman atas risiko yang mungkin terjadi akibat timbulya wanprestasi nasabah
dikemudian hari. Misalnya terjadi kredit macet, jaminan ini diharapkan mampu menutupi hutang pokok maupun bunga.
5. Condition of economy Kondisi Perekonomian
Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, konsisi ekonomi secara umum dan kondisi sector usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian oleh bank untuk memperkecil
risiko yang terjadi dikakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut. Chatamarrasjid, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, Halaman 61
6. Constraint
Prinsip C yang keenam ini banyak terjadi di lingkungan luar sehigga dikategorikan sebagai prinsip tambahan. Faktor hambatan ini datang karena lapangan usaha itu tidak sesuai
dengan lingkungan, melanggar adat setempat, mengganggu atau merusak lingkungan, hingga ditolak oleh lingkungan atau dunia internasional. Muljatno, Dkk, Opcit, Halaman
95 Keenam Prinsip tersebut jika dilanggar yang menanggung kerugian terakhir adalah
penabung langsung bila bank itu milik swasta, dan bila bank itu milik pemerintah yang menaggung risiko adalah pemerintah yang kemudian akan membebankan kerugian itu
kepada belanja negara. Ibid.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Mark-up terhadap proyek-proyek yang akan dibiayai dengan kredit bank.
3. Penyaluran kredit yang diutamakan kepada proyek usaha-usaha yang berada
dalam satu grup dengan bank itu sendiri. 4.
Adanya “uang hangus komisi” yang mengakibatkan berkurangnya jumlah uang kredit yang diterima oleh nasabah dan menjadi tingginya bunga efektif
dibandingkan dengan bunga resminya. 5.
Penggunaan kredit yang ternyata tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam bunga pinjaman.
C yang ke- 6 ini dipertegas dalam Buku Pedoman Pemberian Kredit Bank Mandiri yang diartikan sebagai batasan dan hambatan yang tidak memungkinkan suatu jenis bisnis dari
calon debitur untuk dilaksanakan. Marwan Effendi, Opcit. Halaman 8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III PENEGAKAN HUKUM PIDANA
TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG PERBANKAN DALAM KASUS DENGAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
JAKARTA SELATAN NOMOR : 2068PID B 2005 PN JAK. SEL A.
Posisi Kasus 1.
Kronologis Perkara
182
E.C.W. Neloe terdakwa I selaku Dirut PT. Bank Mandiri bersama-sama dengan I Wayan Pugeg terdakwa II selaku Direktur Risk Management PT. Bank
Mandiri dan M. Sholeh Tasripan terdakwa III selaku EVP Coordinator Corporate Government PT. Bank Mandiri selaku pemutus kredit baik sendiri-
sendiri atau bersama-sama dengan Edyson, SE selaku direktur utama PT. Cipta Graha Nusantara PT. CGN PT. Tahta Medan TM, Saiful Anwar Ng Kim
Seng selaku Komisaris Utama PT. CGNPT. TM dan Drs. Diman Ponijan selaku Direktur PT. CGNPT. TM, yang perkaranya dilakukan penuntutan secara terpisah
pada pokoknya didakwa telah melakukan tindak piadana korupsi pada PT. Bank Mandiri Persero Tbk.
Para terdakwa selaku pemutus kredit pada tanggal 26 Juli 2002 sd tanggal 12 April 2005, bertempat di Kantor PT. Bank Mandiri Persero Tbk. Jalan Gatot
Subroto Kav. 36-38 Jakarta Selatan secara berturut-turut telah melakukan serangkaian perbuatan yang berhubungan sedemikian rupa sehingga harus
dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan atau berlanjut, yang secara
182
Berdasarkan Putusan Perkara Pidana Nomor: 2068 Pid. B 2005 PN. Jak. Sel
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keungan negara atau perekonomian
negara. Perbuatan para terdakwa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : 1.
Para terdakwa selaku pemutus kredit tidak melaksanakan isi Artikel 520 Kebijakan Perkreditan PT. Bank Mandiri KPBM Februari 2000
183
sebelum menyetujui pemberian kredit kepada PT. CGN yang tertuang dalam Nota
Analisa Kredit Bridging Loan No. CGR3142002 tanggal 23 Oktober 2002 sejumlah USD. 18.500.000.00. Permohonan Kredit Investasi PT. CGN
tersebut selanjutnya diproses dengan pemberian kredit Bridging Loan sejumlah Rp. 160 milyar dan dilakukan sebelum nota analisa kredit dibuat dan
diterima para terdakwa. Para terdakwa tidak memastikan bahwa pemberian kredit telah didasarkan pada penilaian yang jujur, objektif, cermat dan
seksama serta terlepas dari pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit.
2. Pada tanggal 24 Oktober 2002 para terdakwa selaku pemutus kredit telah
menyetujui untuk memberikan kredit Bridging Loan kepada PT. CGN sejumlah Rp. 160 milyar dengan tidak memenuhi norma-norma umum
183
Artikel 520 Kebijakan Perkreditan PT. Bank Mandiri KPBM Februari 2000 pada pokoknya mengatur : Mengingat tanggung jawab pemutus kredit berkaitan erat dengan
kemungkinan suatu debitur menjadi tetap lancar atau menjadi bermasalah, kepada para officer pemutus kredit diminta melaksanakan hal-hal sebagai berikut :
a. Memastikan bahwa setiap kredit yang diberikan telah memenuhi norma-norma umum
perbankan dan telah sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat, yaitu : Memastikan bahwa pelaksanaan pemberian kredit telah sesuai dengan ketentuandalam buku Pedoman
Pelaksanaan Kredit PPK; b.
Memastikan bahwa pemberian kredit telah berdasarkan pada penilaian yang jujur, objektif, cermat dan seksama serta terlepas dari pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan dengan
pemohon kredit; c.
Meyakini bahwa kredit yang akan diberikan dapat dilunasi pada waktunya dan tidak akan berkembang menjadi kredit bermasalah;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perbankan dan tidak sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat sebagaimana diatur dalam artikel 520 KPBM tahun 2000. Fasilitas kredit
Bridging Loan dan pembiayaan secara refinancing sebagaimana hasil Nota Analisa Kredit No. CGR.CRM3142002 perihal permohonan fasilitas
Bridging Loan PT. CGN tidak diatur baik oleh ketentuan Bank Indonesia maupun ketentuan PT. Bank Mandiri. Ketentuan Bridging Loan dan
pembiayaan secara refinancing tersebut baru diatur setelah terdakwa menyetujui kredit Bridging Loan Rp. 160 milyar kepada PT. CGN, yaitu
dalam KPBM tahun 2004 Artikel 620 tentang produk perkreditan. 3.
Para terdakwa juga tidak mengindahkan ketentuan Artikel 520 KPBM tahun 2000 yaitu tidak didasarkan pada penilaian yang jujur, objektif, cermat dan
seksama. Hal ini karena Nota Analisa Kredit Bridging Loan atas nama PT. CGN hanya dibuat dalam waktu satu hari oleh saksi Susana Indah Kris
Indriati. Pembuatan nota tersebut menyimpang dari kebiasaan pembuatan nota analisa yang membutuhkan waktu satu minggu sd satu bulan, sehingga data
dan fakta dianalisa secara tidak cermat, keliru dan tidak sesuai dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana diatur dalam pasal 2 UU Perbankan.
Ketidakcermatan dan kekeliruan tersebut terlihat dari dicantumkannya nama PT. Manunggal Wiratama sebagai pemenang lelang asset kredit atas nama PT.
TM, padahal kenyataannya pemenang lelang adalah PT. Tri Manunggal Mandiri Persada PT. TMMP.
4. Para terdakwa juga tidak melakukan penilaian atas kelayakan jumlah
permohonan kredit dengan proyek atau kegiatan usaha yang dibiayaiakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dibiayai. Penilaian ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya praktek mark up yang dapat merugikan bank sebagaimana diatur dalam Butir
7 b Artikel 530 KPBM tahun 2000 yaitu tidak melakukan penelitian yang seksama berapa sesungguhnya asset kredit PT. TM tersebut. Para terdakwa
langsung menyetujui pemberian kredit Bridging Loan Rp. 160 milyar untuk membiayai pembelian asset kredit PT. TM. Asset kredit PT. TM dibeli oleh
PT. TMMP dari BPPN hanya sejumlah USD. 10.855.289,52 equivalen ± Rp. 97 Milyar, sehingga kredit yang disetujui para terdakwa sejumlah Rp. 160
milyar untuk membiayai pembelian asset kredit PT. TM telalu mahal dengan kelebihan sekitar ± Rp. 63 milyar.
5. Selanjutnya dalam Nota Analisa kredit Bridging Loan kepada PT. CGN
sejumlah Rp. 160 Milyar yang disetujui oleh para terdakwa diuraikan bahwa PT. CGN mengajukan fasilitas Kredit Investasi sebesar USD. 18.500.000.00.
Fasilitas Kredit Investasi ini akan digunakan untuk membeli hak tagih eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional atas nama PT. TM dari PT.
Manunggal Wirata sebesar Rp. 160 milyar. Sisa Kredit Investasi ini sebesar equivalen Rp. 5 milyar ditambah self financing dari PT. CGN sebesar Rp.
22.500.000.000,- digunakan untuk take over terhadap saham yang dimiliki oleh pemegang saham lama PT. TM yaitu Dana Pensiun Bank Mandiri Tiga
DPBM3 dan PT. Pengelola Investama Mandiri PT. PIM. PT. CGN pada kenyataannya tidak pernah menyetor self financing sejumlah Rp.
22.500.000.000,- dan saham PT. Pengelola Investama Mandiri tidak berhasil dibeli atau di take over. Saham Dana Pensiun Bank Mandiri Tiga juga baru
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dibayar sejumlah Rp. 14.597.000.000 padahal seluruh harga saham sejumlah Rp. 18.246.250.000 sehingga masih sisa Rp. 3.649.250.000,- yang tidak
dibayar. 6.
Dalam nota analisis kredit Bridging Loan kepada PT. CGN diuraikan bahwa pembayaran kepada PT. Manunggal Wiratama harus segera dilaksanakan.
Sesuai dengan Artikel 530 kebijakan Perkreditan Bank Mandiri KPBM tahun 2000 para terdakwa harus bertindak hati-hati sesuai dengan prinsip
kehati-hatian dan meneliti secara cermat kebenaran seluruh informasi fakta dan data yang tidak mengikuti keinginan pihak lain atau pihak debitur.
7. Dalam nota analisa kredit Bridging Loan kepada PT. CGN yang disetujui para
terdakwa juga diuraikan bahwa agunan berupa hak tagih kepada PT. TM akan diperoleh dari PT. Manunggal Wiratama. Para terdakwa tidak mempunyai
data dan informasi yang lengkap tentang dari siapa hak tagih tersebut dibeli. Data yang diperoleh para terdakwa bahwa yang menguasai hak tagih PT.
Manunggal Wiratama tidak benar, karena kenyataannya yang menguasai adalah PT. Timanunggal Mandiri Persada PT. TMMP. Oleh karena itu para
terdakwa sebagai pemutus kredit tidak mempunyai informasi yang lengkap tentang agunan pokok yang dibiayai oleh kredit Bridging Loan Rp. 160 milyar
tersebut. 8.
Para terdakwa tidak memperhatikan ketentuan Pedoman Pelaksanaan Kredit PPK PT. Bank Mandiri Bab VI Buku II tentang informasi dan data dari
debitur PT. CGN. Salah satu persyaratannya debitur PT. CGN harus mempunyai necara laba rugi 3 tiga tahun terakhir dan neraca tahun yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sedang berjalan atau neraca pembukaan bagi perusahaan yang baru berdiri. Permohonan kredit di atas Rp. 1 milyar laporan keuangannya harus diaudit
oleh Akuntan Publik terdaftar. Para terdakwa selaku pemutus kredit ternyata tetap menyetujui memberikan kredit Bridging Loan sejumlah Rp. 160 milyar
kepada PT. CGN padahal PT. CGN merupakan perusahaan yang baru didirikan tanggal 23 April 2002 6 bulan sebelum para terdakwa menyetujui
kredit dan tidak pernah menyerahkan neraca tahun berjalan atau necara pembukaan audited kepada PT. Bank Mandiri serta saham yang disetor
hanya sebesar Rp. 600.000.000,- 9.
Para terdakwa tidak memperhatikan ketentuan PPK PT. Bank Mandiri Bab VI Buku II tentang informasi dan data dari debitur. Salah satu persyaratannya
mengharuskan debitur untuk menyerahkan daftar jaminan yang menunjukkan jenis barang, jumlahukuran, lokasi, nilai utama,tambahan, sumber penilaian,
status kepemilikan. Kenyataannya dalam Nota Analisa Kredit Bridging Loan agunan hanya berupa tagihan dari PT. TM kepada PT. Manunggal Wiratama
PT. Manunggal Wiratama tidak pernah ada. Agunan tersebut hanya diikat secara Fidusia. Para terdakwa selaku pemutus kredit tetap menyetujui kredit
Bridging Loan padahal agunan Fidusia Eigendom secara notariil sebagaimana diatur dalam pedoman pelaksanaan Kredit Bab IV Sub Bab F butir 3.b.
tentang sifat pengikatan. 10.
Kredit PT. CGN sejumlah Rp. 160 milyar harus dibayar pada saat jatuh tempo sesuai dengan jadwal pembayaran. Berdasarkan jadwal pembayaran
PT. CGN seharusnya membayar angsuran pokok Triwulan II 2005 sejumlah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
USD. 6.300.000. PT. CGN hanya membayar angsuran pokok tanggal 23 Juni 2005 sebesar USD. 150.000 sehingga angsuran pokok yang tidak dibayar
sejumlah USD. 6.150.000 equivalen Rp. 58.425.000.000,- kurs Rp. 9.500. 11.
Berdasarkan Nota Analisa kredit Bridging Loan, sumber pelunasan kredit Bridging Loan sejumlah Rp. 160 milyar adalah dari Kredit Investasi. Kredit
Investasi ini akan diberikan dalam rangka refinancing pembelian asset kredit PT. TM dengan jumlah maksimum Rp. 165 milyar. Para terdakwa kemudian
menyetujui Nota Analisa kredit tentang fasilitas Kredit Investasi kepada PT. CGN sejumlah USD. 18.500.000 M. Soleh Tasripan menyetujui pada
tanggal 20 Januari 2003, I Wayan Pugeg dan Naloe tanggal 24 Januari 2003. Tujuan fasilitas Kredit Investasi ini adalah untuk pembelian asset kredit
BPPN sebesar equivalen Rp. 160 milyar atas nama PT. TM dan sisanya sebesar Rp. 5 milyar untuk menyelesaikan pembangunan Tiara Tower dan
renovasi bangunan Hotel Tiara Medan. Dana Kredit Investasi tersebut sebesar Rp. 160 milyar langsung digunakan untuk melunasi fasilitas kredit Bridging
Loan PT. CGN. Selanjutnya sisa dana sejumlah USD. 485.002.50 ditransfer ke rekening giro PT. CGN dengan ditandatangani saksi Susanto Lim, sesuai
dengan surat permohonan saksi Edyson Direktur Utama PT. CGN kepada PT. Bank Mandiri Persero No. 003CGNBII2003 tanggal 2 Februari 2003
perihal Permohonan Pencairan Kredit Investasi. 12.
Jaminan kredit dalam nota analisa Kredit Investasi yang disetujui oleh para terdakwa adalah berupa:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Jaminan utama : tagihan kepada PT. TM senilai USD. 31.012.961.09
diikat fidusia. Bahwa jaminan kredit tersebut secara fidusia berarti Bank Mandiri tidak menguasai secara fisik dan tidak ada kepastian tentang
kesanggupan PT. TM untuk memenuhi tagihan tersebut. b.
Jaminan tambahan berupa 3 buah rumah dijelaskan akan diikkat yudiris sempurna. Kenyataannya pengikatan secara notaril baru dilakukan pada
tahun 2005 dan belum didaftarkan di Badan Pertahanan Nasional untuk diterbitkan sertifikat Hak Tanggungan.
13. Dalam nota analisis fasilitas kredit invenstasi dijelaskan bahwa PT. CGN
menjamin bahwa PT. TM akan menyelenggarakan RUPS untuk : a.
Penerbitan Mandatory Convertible Bond MCB b.
Penambahan modal disetor. c.
Perubahan susunan pemegang saham, padahal pemegang saham PT. TM masih dikuasi oleh PT. PIM dan DPBM3. Sampai sekarang PT. CGN tidak
berhasil membeli saham PT. PIM karena harus mendapat persetujuan dari Komisaris PT. Bank Mandiri, Menteri BUMN dan Meteri Keuangan.
Sedangkan untuk saham DPBM3 baru dibayar sejumlah Rp. 14.597.000.000,- sedangkan sisanya sejumlah Rp. 3.649.250.000,- tidak
dibayar. 14.
Tujuan penggunaan Kredit Investasi yang disetujui para terdakwa adalah untuk pembelian asset kredit BPPN sebesar equivalen Rp. 160 milyar atas
nama PT. TM, untuk penyelesaian pembangunan Tiara Tower dan Renovasi bangunan Hotel Tiara Medan. Akan tatapi, kenyataannya PT. CGN tidak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menyelesaikan pembangunan Tiara Tower dan renovasi bangunan Hotel Tiara Medan.
15. Sesuai dengan jadwal pembayaran seharusnya PT. CGN membayar angsuran
pokok Triwulan IV 2003 sd Triwulan II 2005 sejumlah USD.6.300.000.00. Akan tetapi, kenyataannya PT. CGN hanya membayar angsuran pokok tanggal
23 Juni 2005 sebesar USD. 15.000.000. Artinya, jumlah angsuran pokok yang tidak dibayar sejumlah USD.6.150.000.00, equivalen Rp. 58.425.000.000
Kurs Rp. 9.500,-. 16.
Berdasarkan persetujuan para terdakwa selaku pemutus kredit pada Nota Analisa Kredit Investasi dilakukan penandatangan Perjanjian Kredit Investasi
No. KP-COD01PK-KIVA2003 Akte Notaris Machrani Moertolo, SH No. 93 tanggal 27 januari 2003. Penandatanganan dilakukan oleh Saksi Edyson
mewakili PT. CGN dan Bien Sugianto mewakili Bank Mandiri dengan persyaratan-persyaratan sebagaimana tertuang dalam usulan Nota Analisa
Kredit Investasi yang disetujui oleh para terdakwa. 17.
Selanjutnya pada tanggal 10 Desember 2003 saksi Edyson mengajukan permohonan pengalihan hutang novasi kredit kepada PT. Bank Mandiri
dengan surat No. 011CGNCF1203. Pengalihan hutang ini pada pokoknya memohon untuk dinovasikan seluruh outstanding kredit PT. CGN di Bank
Mandiri yaitu sebesar USD. 18.500.000. 18.
Berdasarkan permohonan saksi Edyson tersebut, PT. Bank Mandiri dalam hal ini Tofani Kadir mengirim surat kepada PT. TM No. CBG.CRI452A2003
tanggal 11 Desember 2003 perihal pelaksanaan novasi kredit atas nama PT.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
CGN kepada PT. TM. Isi surat tersebut pada pokoknya menyetujui permohonan untuk menovasi hutang atas nama PT. CGN menjadi hutang atas
nama PT. TM. Ketentuan novasi yang diberikan adalah sebagai berikut : a.
Limit kredit yang dinovasi USD. 18.500.000. b.
Jenis Kredit : Kredit Investasi. c.
Tujuan penggunaan : Refinancing pembiayaan fix asset Hotel Tiara Medan, Tiara Convention Center dan penyelesaian pembangunan Tiara
Tower. d.
Jaminan kredit : 1.
Jaminan Utama : Hotel Tiara Medan, Tiara Convention Center, 3 buah rumah.
2. Jaminan tambahan:
1 Piutang usaha PT. TM diikat fidusia.
2 Seluruh barang bergerak termasuk tetapi tidak terbatas pada
furniture and fixture. 3
Peralatan lainnya milik debitur yang disimpan di tempat-tempat penyimpanan milik debitur atau milik pihak lain yang sekarang
telah ada maupun yang dikemudia hari akan ada. 4
Gadai saham PT. TM yang dimiliki oleh PT. CGN. 19.
Sesuai dengan Akta Notaris Macharani Moertolo Soenarto, SH No. 79 tanggal 19 Desember 2003 tentang novasi atau pembaharuan hutang. Pasal 1 mengatur
bahwa dengan persetujuan Bank, debitur lama PT. CGN dengan ini berkehendak untuk mengalihkan segala kewajiban dan hak-haknya yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
timbul dari fasilitas kredit berdasarkan perjanjian kepada debitur baru PT. TM sejumlah USD. 18.500.000. Debitur baru setuju mengambil alih seluruh
kewajiban dan hak-hak debitur lama yang timbul dari fasilitas kredit berdasarkan perjanjian.
Keharusan debitur lama PT. CGN melunasi Kredit Investasi yang disetujui para terdakwa tidak dilaksanakan, baik pada saat perjanjian kredit Bridging
Loan maupun pelaksanaan Kredit Investasi. Selanjutnya, pada saat dialihkan dinovasikan kepada PT. TM. keharusan membangun Tiara Tower dan
melakukan renovasi terhadap bangunan hotel lama juga pada pada kenyataannya tidak terlaksana. Demikian juga keharusan menyediakan self
financing sebesar Rp. 22.500.000.000,- untuk mentake over saham yang dimiliki oleh oleh dana Pensiun Bank mandiri Tiga dan PT. PIM pada
kenyataannya tidak pernah disetor dan saham PT. PIM tidak berhasil dibeli. Saham DPBM3 juga baru dibayar sejumlah Rp. 14.597.000.000,- sehingga
masih sisa Rp. 3.649.250,- yang tidak dibayar. 20.
Walaupun sudah dilakukan novasi kredit, PT. TM harus membayar angsuran pokok Desember 2003 sd 23 Juni 2005 sejumlah USD.6.300.000.00. sesuai
dengan jadwal pembayaran. Tetapi kenyataannya PT. TM hanya membayar angsuran pokok tanggal 23 Juni 2005 sebesar USD. 150.000. sehingga jumlah
angsuran pokok yang tidak dibayar sejumlah USD. 6.150.000 equivalen Rp. 58.425.000.000 kurs Rp. 9.500.
21. Pada tanggal 19 Maret 2004 saksi Edyson selaku direktur utama PT. TM
membuat surat kepada PT. Bank Mandiri No. 001TM-JKCBT-HIII2004
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perihal permohonan rescheduling atas angsuran KI dan KMK. Pada pokoknya PT. TM memohon kelonggaran penjadwalan kembali rescheduling atau
kelongaran waktu untuk memenuhi kewajiban pokok Kredit Investasi. Selanjutnya pada tanggal 26 Mei 2004 saksi Edyson kembali mengirim surat
kepada PT. Bank Mandiri perihal permohonan penghapusan denda bunga Kredit Investasi. Kedua surat tersebut dibuatkan nota analisa No.
CBG.CRICA1.0042004 tanggal 25 Juni 2004 perihal permohonan penjadwalan kembali angsuran pokok fasilitas Kredit Investasi atas nama PT.
TM. Nota Analisa tersebut disetujui terdakwa E.C.W. Neloe, dan M. Sholeh Tasripan dan Binhadi Komisaris Utama PT. Bank Mandiri selaku pemutus
kredit. 22.
Tindakan rescheduling merupakan tindakan penyelamatan karena telah
diketahui cash flow PT. TM tidak cukup mampu untuk membayar kewajiban angsuran pokok dengan jadwal yang ditetapkan. Penyelesaian Tiara Tower
dan renovasi Hotel Tiara yang tidak terealisasikan menjadi faktor pendukung rescheduling. Selain itu, kolektibilitas kredit PT. TM tergolong kolektibilitas 3
kurang lancar. 23.
Permasalahan tidak terpenuhi pembayaran pokok kredit sehingga tergolong kurang lancer dikarenakan adanya permasalahan dengan salah satu penyewa
tower yaitu “The Song”. Hal ini dijelaskan dalam nota analisis rescheduling PT. TM.
24. Permasalahan penyewa “The Song” sebenarnya sudah ada pada saat para
terdakwa menyetujui kredit Bridging Loan. Seharusnya jika para terdakwa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bertindak hati-hati, cermat dan teliti serta mematuhi ketentuan-ketentuan pemberian kredit permasalahan tersebut dapat diketahui para terdakwa.
Dengan demikian, kredit Bridging Loan seharusnya tidak disetujui sehingga dana PT. Bank mandiri sejumlah Rp. 160 milyar tidak seharusnya dicairkan.
25. Bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan para terdakwa sebagaimana
diuraikan diatas : 1.
Telah memperkaya koperasi yaitu : 1
PT. CGN yang memiliki dan mengelola Hotel Tiara Medan, Tiara Convention Center dan Tiara Tower.
2 PT.Media Televisi Indonesia melalui PT. Tri Manunggal Mandiri
Persada sejumlah Rp. 54.500.000.000,- 2.
Telah memperkaya orang lain sebesar Rp. 105.500.000.000,-, masing- masing yaitu:
1 Sdr. Irvan sebesar Rp. 3.750.000.000,- No. Rek. 008-073892-086 atas
nama Irfan HSBC Cab. Diponegoro Medan 2
Sdr. Irvan sebesar Rp. 2.000.000.000,- No. Rek. 008-006918-086 atas nama Andy handiono HSBC Cab. Jl. Diponegoro Medan
3 Sdr. Suherman sebesar Rp 9 milyar No. Rek.25032285 atas nama
Suherman Bank Panin Cab. Jl. Pulau Pinang Medan. 4
Sdr. Suherman sebesar Rp. 9 milyar No. Rek. 25032285 atas nama Suherman Bank Danamon Cab. Jl. Iskandar Muda Medan.
5 Sdr. Suherman sebesar Rp. 3 milyar No Rek. 756-19-01002-8 atas
nama Suherman Bank Lippo Cab. Jl. Bandung Medan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6 sdr. Suherman sebesar Rp. 2 milyar No Rek. 2003006789 atas nama
Sukiman Suherman Bank Ekonomi Pusat Jakarta. 7
Sdr. Sjamsul Johan sebesar Rp. 3.250.000.000,- No. Rek. 10373249 atas nama Sjamsul Johan Bank Danamon Cab.Jl. Diponegoro Medan
8 Sdr. Sjamsul Johan sebesar Rp. 1.500.000.000,- No. Rek. 0221270222
atas nama Sjamsul Johan Bank BCA Cab.Jl. Diponegoro Medan. 9
Sdr. Sjamsul Johan sebesar Rp. 1 milyar,- No. Rek. 03001.46694 atas nama Sjamsul Johan Bank Bali Cab.Jl. Zainul Arifin.
10 Fajar suhendra sebesar Rp. 11.500.000.000,- No. Rek. 704231321 atas
nama Fajar Suhendra Bank Ekonomi Cab. Jl. Diponegoro Medan. 11
Johanes Halim sebesar Rp. 17.250.000.000,- No. Rek. 028-30-418-5 atas nama Hilda Halim BCA Cab. Wahid Hasyim Jakarta.
12 Megahwati sebesar Rp. 2.875.000.000,- No. Rek. 088-4093-333 atas
nama Sugianto Suherman Bank Universal Cab. Medan 13
Edyson Sinaga sebesar Rp. 8.625.000.000,- No. Rek. 008-007700-086 atas nama Sugianto Suherman.
14 Hendro sebesar Rp. 19.250.000.000,- No. Rek 4567-11-1954-6 atas
nama Susilowati BCA Cabang Taman Anggrek Jakarta. Perbuatan para terdakwa sebagaimana telah diuraikan di atas dinilai dapat
merugikan keuangan negara cq. PT. Bank Mandiri Persero Tbk. sejumlah USD.18.500.000 setidak-tidaknya sejumlah Rp. 160.000.000.000,- seratus enam
puluh milyar rupiah sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan yang diteruskan atau berlanjut, yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian negara atau perekonomian negara.
2. Dakwaan