Pertimbangan Hakim Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi di Bidang Perbankan (Studi Putusan PN Jakarta Selatan No: 2068/Pid. B/2005/Pn.Jak.Sel)

SE,dengan pidana penjara masing-masing selama 20 dua puluh tahun dikurangi selama para terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah supaya para terdakwa tetap ditahan, dan membayar denda masing-masing sebesar Rp. 1.000.000.000.00 satu milyar rupiah ; 3. Menyatakan barang bukti berupa dokumen yang tercantum dalam daftar adanya barang Bukti. 1 Nomor urut 1 sd 140, dilampirkan dalam berkas perkara terlampir 2 Nomor : 141 sd 149 terlampir dirampas untuk negara yang diperhitungkan untuk pengembalian kerugian negara ; 4. Menetapkan agar para terdakwa dibebani membaya biaya perkara ini masing- masing Rp. 10.000.00 sepuluh ribu rupiah.

4. Pertimbangan Hakim

Hakim yang mengadili perkara ini dalam putusannya mempertimbangkan yang pokoknya menerangkan sebagai berikut: 187 Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah perbuatan para terdakwa sebagaimana yang mereka terangkan dipersidangan telah memenuhi unsur-unsur delik dari pasal-pasal yang di dakwakan. Untuk menentukan apakah para terdakwa dapat dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagai mana didakwakan Jaksa Penuntut Umum dalam suarat dakwaan tersebut terlebih dahulu dipertimbangkan tentang tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Para terdakwa diajukan di persidangan karena didakwa: 187 Berdasarkan Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan Putusan Nomor : 2068 Pid. B 2005 PN Jak. Sel. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Primer : diatur dan diancam pidana Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 Jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP; 2. Subsider : diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP; 3. Lebih Subsider : diatur dan diancam pidana dalam pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP; 4. Lebih Subsider Lagi : diatur dan diancam pidana dalam pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999, Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum disusun secara subsideritas, maka majelis akan mempertimbangkan dakwaan primer terlebih dahulu, sehingga apabila dakwaan primer tidak terbukti maka akan dipertimbangkan dakwaan subsider, dan seterusnya, akan tetapi apabila dakwaan primer telah terbukti maka dakwaan berikutnya tidak perlu dipertimbangkan lagi. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini menyangkut tindak pidana korupsi. Dengan demikian, hukum yang diperlakukan atau diterapkan adalah UU Nomor 31 tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan aturan umum dalam KUHP. Dakwakan Jaksa Penuntut Umum juga menyangkut tindak pidana dibidang Perbankan di PT. Bank Mandiri Tbk. Oleh karenanya akan diperlakukan pula UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, KPBM, dan PPK yang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berlaku di PT Bank Mandiri Persero Tbk. dan buku III KUH Perdata tentang Perikatan, serta peraturan hukum lain yang bersangkutan dengan atau di bidang perbankan. Tindak pidana korupsi menyangkut tentang kerugian negara. Dengan demikian, akan diterapkan juga ketentuan dalam UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolahan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Selain ketentuan peraturan perundangan yang bersangkutan dengan tindak pidana yang di dakwakan, juga akan dipertimbangkan pendapat saksi ahli yang bersangkutan dengan tindak pidana korupsi. Berkaitan dengan penerapan hukum dalam perkara ini, majelis sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum dan Tim Penasihat Hukum para Terdakwa yang telah menguraikan tentang penerapan hukum tersebut dalam surat tuntutannya maupun surat pembelaannya, yang tidak hanya terikat pada sistem hukum pidana saja, melainkan telah menguraikan sistem hukum yang lebih luas yaitu dibidang hukum yang lainnya adalah saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Tindak pidana korupsi saat ini dipandang sebagai extraordinary crime, yang oleh karenanya penanggulangannya tidak lagi ditempuh dengan cara-cara yang konvensional. Karena secara kasuistis dampak dari tindak pidana kurupsi itu amat luas, tidak saja merugiakan dan mengusik rasa keadilan masyarakat. Lebih bahayanya lagi apabila tindak pidana korupsi dilakukan di suatu negara yang sedang dilanda oleh krisis ekonomi. John Lewis mengatakan bahwa korupsi digolongkan sebagai perbuatan yang amoral karena telah melukai perasaan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA masyarakat. Oleh karena itu, semangat untuk memberantas tindak pidana korupsi yang di lakukan oleh pemerintah saat ini harus didukung oleh semua pihak dan khususnya oleh para penegak hukum, akan tetapi hendaknya semagat itu jangan sampai mencederai hukum dan atau penegakkan hukum itu sendiri. Penafsiran yang sempit terhadap suatu unsur dapat disalahgunakan sehingga dapat menggeser tujuan utama dari hukum di dalam mewujudkan ketertiban dan keadilan. 188 Majelis hakim akan mempertimbanagkan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, dengan mempertimbangkan dakwaan primer terlebih dahulu. Didalam dakwaan primer para terdakwa telah didakwa melakukan perbuatan pidana sebagai mana yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001, Jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 menentukan : Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuagan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000.00 dan paling banyak Rp 1.000.000.000, 00. Unsur-unsur delik dari Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 adalah : 1. Setiap orang ; 2. Secara Melawan Hukum ; 3. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau secara korporasi ; 4. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 188 Mochtar Kusumaatmaja, Fungsi Dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Bina Cipta Bandung, tanpa tahun, halaman 2 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1 Setiap orang Berdasarkan penafsiran yang otentik yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat 3 UU No. 31 tahun 1999 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang perorangan atau termasuk korporasi, dan yang dimaksud dengan korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Martiman Prodjohamidjojo menyebutkan bahwa setiap orang adalah subyek hukum tindak pidana korupsi. Subekti mendefinisikan bahwa subyek hukum adalah pembawa hak atau subyek dalam hukum, sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum. Majelis Hakim sependapat dengan tim penasehat hukum para terdakwa dalam pembelaannya yang membedakan pengertian setiap orang dengan pengertian pelaku, karena pengertian setiap orang baru menjadi pelaku setelah ia terbukti melakukan tindak pidana atau setelah apa yang menjadi unsur inti delik telah terbukti semua. Majelis tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum yang menguraikan pengertian setiap orang sama dengan pelaku dan menghubungkan pengertian setiap orang dengan kesalahan para terdakwa. Menurut Majelis Hakim dalam memberikan pengertian tentang setiap orang tidak bisa dikaitkan dengan uraian kesalahan para terdakwa, karena sesuai dengan asas hukum pidana, masalah kesalahan adalah masalah pertanggungjawaban pidana, bukan masalah perbuatan pidana, karena di UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Indonesia menganut ajaran yang dualistis yang memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidananya. Berdasarkan fakta hukum yang diperoleh di persidangan para terdakwa, yaitu E.C.W Nelloe, I Wayan Pugeg dan M Sholeh Tarsipan, SE, MM yang dihadapkan dipersidangan adalah termasuk pengertian setiap orang karena termasuk orang perorangan yaitu, manusia, laki-laki sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dengan demikian, unsur setiap orang telah terpenuhi. 2 Secara melawan hukum Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “secara melawan hukum“ adalah mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam suatu peraturan perundangan, namun apabila perbuatan tersebut dicela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan ataupun norma-norma atau ugeran-ugeran kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana atau dikenakan nestapa. Kata “maupun” dalam penjelasan tersebutmenunjukkan bahwa UU Nomor 31 Tahun 1999 mengikuti dua ajaran sifat melawan hukum secara alternatif yaitu ajaran sifat melawan hukum yang formil atau sifat melawan hukum yang formil dan sifat melawan hukum yang materiil. Simon menyatakan bahwa yang dimaksud dengan wederrechtelijk melawan hukum adalah tidak hanya bertentangan dengan hukum pada umumnya. Dengan kata lain, tidak hanya sekedar bertentangan dengan hukum yang tertulis, akan tetapi juga bertentangan hukum yang tidak tertulis. Menurut UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bambang Poernomo bahwa suatu perbuatan itu dapat dikatakan melawan hukum jika memenuhi dua ukuran yaitu sifat melawan hukum formal dan sifat melawan hukum materiil. Diterimanya sifat pandangan sifat melawan hukum materiil berarti diterimanya penafsiran yang intensip dan diterimanya pengaruh hukum perdata yaitu asas ontrechmatigedaad di dalam hukum pidana. Ruslan Saleh menyatakan bahwa menurut ajaran melawan hukum yang materiil tidaklah hanya sekedar bertentangan dengan hukum tertulis tetapi juga bertentangan dengan hukum tidak tertulis. Sebaliknya ajaran hukum yang formil berpendapat bahwa melawan hukum adalah bertentangan dengan hukum tertulis saja. Dengan demikian, menurut ajaran materiil disamping memenuhi semua unsur yang disebut dalam rumusan delik, perbuatan tersebut harus benar-benar dirasakan masyarkat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut dilakukan. Menurut ilmu hukum pidana, terdapat dua fungsi dari ajaran sifat melawan hukum yang materiil yaitu ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang positif 189 dan ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang negatif 190 , dan UU nomor 31 tahun 1999 menganut ajaran sifat hukum materil dalam fungsinya yang positif. 189 Ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang positif menganggap suatu perbuatan tetap sebagai suatu delik, meskipun tidak nyata diancam dengan pidana dalam undang- undang apabila bertentangan dengan hukum atau ukuran-ukuran lain yang terjadi diluar undang- undang. Dengan demikian berarti diakui hukum yang tidak tertulis sebagai sumber hukum positif. Dalm hukum pidana hal ini lazim disebut sebagai sebuah kriminalisasi Tjandra Sridjaja Pradjonggo, Opcit, halaman 65-66. 190 Ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang negatif berarti mengakui kemungkinan adanya hal-hal yang ada diluar undang-undang menghapus sifat melawan hukumnya perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang. Dengan kata lain, hal tersebut menjadi alasan penghapusan sifat melawan hukum. Hal ini dalam hukum pidana lazim disebut sebagai alasan pembenar. Ibid. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Menurut Majelis Hakim yang dimaksud dengan melakukan suatu perbuatan yang melawan hukum adalah melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan yang diatur dalam suatu aturan perundangan atau suatu norma atau suatu ugeran yang hidup dalam suatu masyarakat, dan bagi siapa yang melakukannya ia akan dikenai suatu sanksi pidana atau suatu nestapa atau celaan. suatu perbuatan dapat dikatakan sudah melawan hukum, tidak saja karena perbuatan itu diatur dan diancam oleh suatu peraturan perundangan, akan tetapi termasuk juga apabila perbuatan itu bertentangan dengan norma atau ugeran atau kebiasaan yang hidup dalam masyarakat, yang mana perbuatan itu dicela oleh masyarakat. Demikian juga dalam dunia perbankan, selain bank harus patuh terhadap UU tentang Perbankan, juga harus patuh kepada Surat Edaran BI, aturan-aturan tentang Pasar Modal dan BAPEPAM, Letter of Intern yang ditandatangani oleh pemerintah RI dengan IMF di tahun 1999, serta kebiasaan perbankan yang tertuang dalam Kebijakan Peraturan Pemberian Kredit KPBM dan PPK. Mengenai apakah para terdakwa telah terbukti melakukan suatu perbuatan yang melawan hukum atau tidak, akan dipertimbangkan sebagai berikut : 1. Sesuai dengan ketentuan KPBM maupun PPK yang berlaku secara internal pada PT. Bank Mandiri Tbk. para terdakwa sebagai Dewan Direksi 191 191 Pasal 92 ayat 1 UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa “Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan”. Dalam pasal 2 dinyatakan bahwa “direksi berwenang menjalankan kepengurusan sebagaimana dalam ayat 1 sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat dalam batasan-batasan yang ditentukan dalam undang-undang ini dan atau anggaran dasar”. Direksi dalam tindakannya harus berhati-hati duty of care dan tindakan itu diambilnya untuk kepentingan perusahaan duty of loyality. Kewajiban untuk berhati-hati berarti bahwa para direktur mempunyai kewajiban untuk memberitahukan dirinya sendiri sebelum membuat UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mempunyai wewenang untuk menyetujui atau tidak permohonan kredit. Dalam hal ini para terdakwa telah menyetujui pemberian kredit baik dengan fasilitas Bridging Loan yang nilainya sebesar Rp. 160.000.000,00 maupun Kredit Investasi yang nilainya sebesar 18.500.000.00 Dolar yang diajukan oleh PT. CGN. 2. Proses permohonan pemberian suatu kredit pada PT. Bank Mandiri Tbk. ditujukan kepada Direktur Utama yakni terdakwa Neloe. Kemudian terdakwa Neloe mendisposisikan permohonan kredit tersebut kepada terdakwa III selaku EVP Coordinator Corporate Government PT. Bank Mandiri Tbk. Selanjutnya diteruskan ke jajaran dibawahnya yaitu Group Head, Departement Head, Relationship Management dan Credit Analist untuk dilakukan analisa kredit terhadap permohonan kredit yang diajukan. 3. Permohonan kredit dari PT. CGN ditanda tangani oleh saksi Edyson pada tanggal 22 Okotober 2002. Pada hari itu juga permohonan tersebut diteruskan kepada bagian Analisa Kredit yakni Saksi Indah, melalui jenjang mekanisme yang sesuai dengan KPBM dan PPK yang berlaku pada PT. Bank Mandiri Tbk. setelah diterima oleh terdakwa I. 4. Pada hari itu juga saksi Indah untuk bagian CA setelah menerima disposisi dari Departemen Head yakni saksi Choirul Anwar yang telah menerima perintah dari terdakwa III, bersama-sama dengan Sucipto Proyitno Bagian RM melakukan analisa permohonan kredit PT. CGN. keputusan bisnis semua material information yang secara akal sehat harus tersedia bagi mereka dan menjamin bahwa semua anggota direksi juga mendapatkan informasi tersebut Erman Rajagukguk, Butir-butir Hukum Ekonomi, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi FH UI, Jakarta, 2011, halaman 125. Duty of loyality dimaksudkan untuk mencegah para direktur untuk memakai posisi mereka untuk kepentingan pribadi Ibid, halaman 127. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5. Bahwa, menurut keterangan saksi Indah, maka yang pertama diperiksa adalah dokumen kelengkapan yang dilampirkan dalam surat permohonan kredit tersebut ; 6. Berdasarkan keterangan saksi Indah diperoleh fakta hukum bahwa dokumen persyaratan permohonan kredit Bridging Loan tidak ada. Dokumen persyaratan permohonan kredit Bridging Loan tidak seperti permohonan yang dilampirkan dalam permohonan Kredit Investasi. 7. Saksi Indah bagian CA bersama-sama Sucipto RM hanyalah sebagai pengusul. Dimana setelah melakukan analisa kredit, CA bersama-sama RM membuat nota analisa kredit. Nota tersebut digunakan untuk dijadikan pertimbangan bagian pemutus kredit apakah permohonan kredit PT. CGN tersebut layak atau tidak untuk dikabulkan. 8. Nota analisa kredit kemudian dikembalikan dari bagian credit kepada Departemen Head diteruskan kepada Group Head, lalu kemudian diteruskan persetujuannya sebagai pemutus pertama, kemudian diserahkan kepada Dir Risk Terdakwa II untuk diminta persetujuan dan terakhir diserahkan kepada Dirut. Terdakwa I sebagai pemutus ketiga. 9. Bagian CA, RM, Dep. Head, dan Group Head telah bekerja secara independent, propesional, individual, jujur, segmented dan menganut prinsip segregation of duty ; 10. Bagian fungsional tidak mempunyai wewenang untuk mengabulkan ataupun menolak suatu permohonan kredit, melainkan hanya berdasarkan pemeriksaan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dokumen kelengkapan serta menganalisa kredit tersebut. CA dapat mengusulkan agar kredit itu dikabulkan atau ditolak didalam nota analisa,; 11. Berbeda dengan kewenangan yang dimiliki oleh department Head maupun Group Head, dalam limit kredit tertentu CA dapat langsung memutuskan apakah kredit itu ditolak atau dikabulkan tanpa meminta persetujuan dari dewan direksi. 12. Saksi Indah dalam menganalisa kredit PT. CGN telah melakukan pemeriksaan dokumen kelengkapan yang ada dengan mempertimbangkan aspek 5C yang merupakan perwujudan sikap penghati-hatian sebagaimana yang telah ditentukan dalam ketentuan KPBM PT. Bank Mandiri Tbk. 13. Ditinjau dari karakter pemohon, saksi Indah telah memeriksa personal Report dari PT. CGN maupun Personal Report dari saksi Edyson. 14. Berdasarkan analisa yang dibuat saksi Indah, dari segi Character PT. CGN maupun Direktur Utamanya saksi Edyson tidak ditemukan adanya informasi negatif misalnya pernah terkena kredit macet ataupun termasuk ke dalam Black List dalam dunia perbankan. 15. PT. CGN adalah salah satu anggota Domba Mas Group milik Susanto Lim yang mana PT. Domba Mas merupakan nasabah besar dari PT. Bank Mandiri. 16. Dilihat dari dokumen berupa neraca yang sedang berjalan dari PT. CGN, maka diketahui bahwa modal PT. CGN hanya Rp. 600.000.000,00. Jumlah tersebut jauh dibawah kredit yang diajukan yakni Rp. 160.000.000,00. 17. Modal PT. CGN yang hanya Rp. 600.000.000,00 tersebut diajukan untuk tujuan membeli asset kredit PT. TM yang nilainya sebesar 31 Juta USD UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dimana hak tagih itulah yang nantinya akan digunakan sebagai agunan dalam pembayaran kreditnya. 18. Menurut saksi Nani Purwati saksi ahli dari Bank Indonesia menerangkan walaupun modal yang dimiliki oleh si pemohon jauh dibawah nilai kredit yang diajukan, akan tetapi setelah melakukan analisa terhadap permohonan tersebut bank memperoleh keyakinan bahwa kredit tersebut dapat dilunasi maka hal tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan perkreditan yang berlaku. 19. Dilihat dari condition of economic asset PT. TM yang akan dibeli oleh PT. CGN dengan dana yang berasal dari Kredit Investasi, maka dapat diketahui bahwa asset PT. Tanta Medan adalah Feaseble dan Bankable. Hal ini tampak dari Hotel Tiara Tower yang lokasinya di tengah dan berdasarkan studi kelayakan yang dilakukan oleh saksi SUCI RAHAYU dan saksi DOLLY D SIREGAR dari aspek keuangan, aspek ekonomi, aspek umum, aspek teknis dan produksi adalah Feaseble dan Bankable. 20. Ditinjau dari segi Colataeral nya, maka sebagai barang jaminan atas kredit yang diajukan PT. CGN PT. TM adalah hak tagih yang nilainya 31 juta USD ditambah dengan hotel Tiara Tower, Tiara Convention Centre dan tiga bangunan rumah beserta tanahnya. Hasil perhitungan saksi SUCI RAHAYU nilai jaminan tersebut mencapai Rp. 182.000.000,00. 21. Dalam KPBM dan PPK serta dokumen atau Surat Perjanjian Pemberian Kredit yang ditanda tangani oleh PT. Bank Mandiri Tbk selaku kreditur dengan PT. CGN selaku debiturnya, maka ditentukan bahwa barang jaminan harus segera dilakukan pengikatan secara sempurna atas nama PT. Bank Mandiri Tbk. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tujuan pengikatan tersebut ialah apabila suatu waktu kredit itu macet maka agunan bisa langsung dieksekusi dan bagi PT. Bank Mandiri Tbk. mempunyai hak prelerence atas agunan tersebut. 22. PT. Bank Mandiri Tbk selaku krediturnya tidak melakukan pengikatan itu secara sempurna walupun telah diatur baik dalam KPBM maupun PPK maupun SPPK, agar barang agunan tersebut diikat. Dengan tidak dilakukannya pengikatan atas agunan yang diberikan debitur, maka hal ini adalah wujud suatu penyimpangan atas Standard Operating Procedure Bank yang harus sipatuhi dan ditaati oleh para terdakwa. 23. Terhadap tidak dilakukannya pengikatan tersebut adalah kesalahan dari Bisnis Unit yakni COD bukan kesalahan para terdakwa, karena yang mempunyai wewenang melakukan pengikatan adalah Bisnis Unit c.q bukan para terdakwa. Pengikatan yang tidak segera dilakukan secara sempurna atas barang-barang yang menjadi agunan tersebut para terdakwa menyatakan bahwa hal itu juga karena adanya penghentian pemprosesan pendaftaran pada Kantor Pertanahan karena adanya surat pemintaan dari Kejaksaan Agung RI dan Kejaksaan Tinggi Medan. 24. Gagalnya dilakukannya pengikatan barang agunan yang menurut para terdakwa hal itu adalah kesalahan dari Bisnis Unit dan adanya permintaan penghentian pendaftaran dari Kejaksaan Agung RI dan Kejaksaan Tinggi Medan, tidaklah dapat ditimpakan kepada para terdakwa. 25. Setelah memperhatikan dokumen kelengkapan syarat-syarat permohonan kredit PT. CGN, maka sesungguhnya surat kuasa untuk memasang hak UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tanggungan sudah diberikan oleh debitur kepada kreditur untuk segera melakukan pengikatan adalah sejak diajukannya permohonan kredit itu yakni tanggal 22 Oktober 2002. 26. Kurun waktu yang sangat lama dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 dan kuasa untuk memasang hak tanggung tidak pernah dilakukan merupakan suatu perbuatan yang bertantangan dengan ketentuan dalam KPBM dan PPK. 27. Tidak dilakukannya pengikatan hak tanggungan oleh Bisnis Unit c.q COD merupakan suatu kesalahan yang menyimpang dari ketentuan KPBM dan PPK. Sesuai dengan aturan dalam UU Nomor 1 tahun 1995 Dewan Direksi adalah yang bertanggung jawab atas segala operasionalnya suatu Perseroan Terbatas atau suatu korporasi. 28. Majelis Hakim tidak sependapat dengan pembelaan para terdakwa dan Penasihat hukum terdakwa. Sudah seharusnya para terdakwa sebagai pejabat Direksi PT. Bank Mandiri Tbk. harus bertanggung jawab atas adanya penyimpangan yang dilakukan bawahannya. Hal ini sejalan dengan prinsip segregation of duty, dan adanya asas tidak dapat dipidana tanpa adanya kesalahan geen straft zonder schuld. Para terdakwa yang mempunyai kewenangan melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap seluruh karyawan di segala lini, maka para terdakwa seharusnya melalui tataran atau jenjang pengawasan yang sistemik para terdakwa dapat melakukan teguran atau perintah agar Bisnis Unit c.q COD untuk segera melakukan pengikatan barang yang diagungkan. Para terdakwa tidak melakukan hal tersebut dan menimpahkan kesalahan ini kepada Bisnis UnitCOD. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 29. Saksi ahli Nani Purwati dari Bank Indonesia dalam persidangan menyatakan bahwa tidak dilakukannya pengikatan barang agunan tidak menjadikan hilangnya sikap penghatia-hatian bagi para terdakwa di dalam memberikan kredit karena surat kuasa memasang hak tanggung sudah dikuasai oleh Bank Mandiri. Dengan demikian, jika dikemudian hari misalnya terjadi kredit macet, maka hak atas barang agunan tetap dapat dikuasai oleh Bank Mandiri. 30. Inti dari permasalahan atau yang menjadi persoalan disini ialah bahwa dengan tidak melakukan pengikatan atas barang agunan, maka perbuatan tersebut sudah menyimpangi SOP yaitu ketentuan dalam KPBM dan PPK PT. Bank Mandiri Tbk. Artinya, walaupun SKMHT sudah dikuasai tidak menghapuskan kesalahan para terdakwa. Berdasarkan pertimbangan diatas, maka unsur adanya perbuatan melawan hukum telah terpenuhi. 3 Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi Untuk menyatukan suatu pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan istilah memperkaya dapat dicari dalam UU PTPK. Hal ini sangat perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya pembiasaan pengertian istilah memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. Sulitnya merumuskan pengertian diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi mungkin telah disadari oleh Legislatif dan Eksekutif, sehingga di dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tidak dijelaskan apa itu memperkaya kecuali hanya dijelaskan dalam penjelasaannya dengan satu kata “cukup jelas” dan bagi orang lain yang kurang atau tidak jelas silahkan mengartikan dan member pengertian UNIVERSITAS SUMATERA UTARA seselera sendiri. Sangat disayangkan ada suatu penjelasan yang “cukup jelas” akan tetapi sesungguhnya tidak jelas. Terlepas dari itu semua, maka berdasarkan kamus Indonesia yang dimaksud dengan memperkaya adalah melakukan suatu perbuatan yang mengakibatkan seseorang yang semula tidak memiliki suatu harta miskin menjadi milik harta yang banyak kaya atau melakukan perbuatan yang mengakibatkan orang yang sudah banyak hartanya kaya menjadi semakin banyak hartanya semakin kaya. Mengenai apakah perbuatan para terdakwa yang mengabulkan kredit PT. CGN akan menjadikan dirinya atau PT. CGN atau suatu korporasi menjadi kaya atau menjadi lebih kaya, maka akan dipertimbangkan sebagai berikut : 1. Pada tanggal 22 Okotober 2002 PT. CGN melalui Direktur Utamanya yakni Edyson telah mengajukan Kredit Investasi sebesar 18.5 juta Dolar. Berdasarkan kebiasaan Kredit Investasi tersebut lama cairnya, maka PT. CGN diberi kredit dengan kapasitas Bridging Loan yang nilainya sebesar Rp. 160 milyar. 2. Pada tanggal 28 Okotber 2002 dan tanggal 29 Oktober 2002 telah cair kredit Bridging Loan sebesar Rp. 160 milyar. Kredit tersebut digunakan untuk membeli asset kredit PT. TM yang saat itu sudah dibeli oleh Azalea dari PT. MTI yang PT. MTI membeli melalui lelang BPPN. 3. modal yang dimiliki oleh PT. CGN saat mengajukan kredit kepada PT. Bank Mandiri Tbk. sudah mencapai Rp. 600 juta sudah kaya. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Modal yang dimiliki PT. CGN sebesar Rp. 600 juta itu belum biasa atau belum mampu untuk membeli asset kredit PT. TM yang harganya ditawarkan sebesar Rp. 160 milyar. 5. Dengan tidak bisa atau tidak mampu membeli asset kredit PT. TM seperti tersebut di atas maka PT. CGN belum bisa memiliki atau menguasai asset kredit PT. TM. 6. Kemudian dengan dicairkannya kredit Bridging Loan pada tanggal 28 dan 29 Okotber 2002 yang total nilainya mencapi Rp. 160 Milayar, maka PT. CGN bisa membeli, bisa menguasai dan bisa memiliki asset kredit PT. TM menjadi semakin kaya. 7. Dengan dibelinya dikuasainya dimilikinya asset kredit PT. TM, maka PT. CGN memperoleh penambahan harta kekayaan atau uang. Dari yang semula tidak bisa membeli, menguasai atau memiliki sekarang dengan adanya kredit dari PT. Bank Mandiri Tbk PT. CGN menjadi bisa membeli, menguasai dan memiliki asset kredit PT. TM. 8. Dalam pledoi diajukan oleh masing-masing terdakwa dan penasihat hukum terdakwa, dinyatakan bahwa seharusnya dibuktikan dahulu apakah dengan diterimanya kredit dari PT. Bank Mandiri Tbk. PT CGN menjadi kaya atau menjadi semakin kaya. Hal ini dimaksudkan karena haruslah diperhitungkan juga pada waktu PT. TM dibeli oleh PT. CGN modalnya minus Rp. 120 miliar. 9. Pendapat dari para terdakwa dan penasihat hukum terdakwa benar adanya dan sesuai dengan pendapat saksi ahli. Andi Hamzah mengatakan bahwa unsur UNIVERSITAS SUMATERA UTARA memperkaya ini adalah rumusan materiil, yang mana Jaksa Penuntut Umum harus bisa membuktikannya apakah benar ada penambahan kekayaan bagi si debitur atau tidak. 10. Majelis tidak sependapat dengan pendapat penasihat hukum dan terdakwa sebagaimana yang dituangkan dalam pledoinya. Penasihat hukum dan terdakwa menyatakan bahwa PT. CGN belum memperoleh penambahan kekayaan karena modal PT. TM sekarang masih minus walaupun sudah jauh berkurang dari Rp. 120 miliar di tahun 2002. 11. Tidak perlu dipertimbangkan apakah setelah si debitur itu menerima kucuran kredit kemudian uang itu habis untuk membeli atau untuk menutup kewajiban PT. TM. Sebaliknya, yang paling penting untuk dipertimbangkan adalah pada saat PT. CGN menerima kredit dari PT. Bank mandiri Tbk membuat PT. CGN sudah menjadi semakin kaya sehingga bisa membeli asset kredit PT. TM. Mengenai apabila di kemudian hari uang kucuran kredit itu kembali berkurang karena untuk menutup kewajiban kecukupan modalnya bukanlah alasan pembenar dan harus dikesampingkan. Bahkan seandainya kredit PT. CGN yang diterima dari PT. Bank Mandiri Tbk kemudian habis sama sekali atau bahkan minus sudah dapat dikategorikan memperkaya PT. CGN, walaupun yang tampak adalah PT. CGNPT. TM telah bertindak seolah-olah sebagaimana layaknya orang yang kaya. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka unsur memperkaya orang lain telah terpenuhi. Oleh karena unsur ini sifatnya alternatif, maka dengan telah UNIVERSITAS SUMATERA UTARA terbuktinya unsur memperkaya orang lain i.c PT. CGNPT TM, maka unsur memperkaya diri sendiri dan atau suatu korporasi tidak perlu dipertimbangkan. 4 Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Istilah kata “dapat” yang berkonotasi bahwa suatu hal dapat merugikan dan suatu hal dapat tidak merugikan keuangan atau perekonomian negara benar- benar harus diperhatikan dalam mempertimbangkan unsur keempat ini. Rumusan delik yang terkadung dalam unsur ke empat ini adalah delik formil. Seperti dijelaskan dalam penjelasan pasal 2 ayat 1 UU nomor 31 tahun 1999 sebagai berikut: Dalam ketentuan ini kata “dapat” sebelum frasa merugikan keuangan negara atau perekonomian negara menunjukkan bahwa tindak pidana delict korupsi merupakan delik formail, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. Andi Hamzah saksi ahli menyatakan bahwa pencantuman kata “dapat” menurut sejarah pembentukannya semata-mata hanya untuk memudahkan Jaksa Penuntut Umum di dalam melakukan pembuktiannya. Sebab dengan menggunakan kata “dapat” Jaksa Penuntut Umum tidak perlu repot membuktikan apakah kerugian itu sudah dan benar-benar terjadi atau tidak, tidak menjadi soal bagi jaksa. Majelis Hakim berpendapat bahwa di dalam Undang-Undang yang baru sudah saatnya kata “dapat” harus dihapuskan karena bukan hal yang sulit untuk membuktikan adanya kerugian negara itu. Melalui kerja sama lintas disiplin ilmu yang ada, dari ahli accounting, ahli perbankan, ahli komputer dan alat komunikasi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA lainnya maka yang semula dianggap sulit sehingga mesti dicantumkannya kata dapat, sekarang bukan lagi hal yang sulit atau justru semakin sangat mudah. Kekhawatiran terhadap adanya anggapan bahwa dibebaskannya pelaku hanya karena tidak adanya kerugian negara karena si pelaku telah mengembalikan uangnya untuk menutup kerugian itu bukan alasan penghapus pidana, sebab dalam hal tersebut diatas sesungguhnya delik itu sudah selesai dan kerugian negara sudah timbul atau sudah terjadi. UU PTPK tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan kerugian negara. Ada baiknya jika kita menengok dan mengacu kepada Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara untuk menyemakan pengertian tentang kerugian negara. Pasal 1 butir 22 UU Perbendaharaan Negara menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kerugian negaradaerah adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sebagai ataupun lalai. Dari pengertian tersebut, maka undang-undang ini menghendaki kerugian negara haruslah sudah nyata- nyata ada atau terjadi dan sudah pasti berapa besar atau jumlahnya. Majelis hakim sejak semula sependapat dengan pendapat Jaksa Penuntut Umum dan para Terdakwa maupun Penasihat Hukum Terdakwa bahwa kasus ini berawal dari adanya pemberian kredit dari PT. Bank Mandiri Tbk. kepada PT. CGNPT. TM. Pemberian kredit itu termasuk dalam lingkup perjanjian contract yang merupakan lingkup hukum perdata. Oleh karena pemberian kredit itu adalah suatu perjanjian, maka seharusnya persoalan ini juga harus dilihat secara utuh dan menyelutuh tidak dipotong-potong. Diawali dari SPK, nilai besaran kreditnya, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam Surat Perjanjian Pemberian Kredit, adanya restrukturisasi dan yang paling penting adalah kapan waktu jatuh tempo pelunasan kredit tersebut. Soeyatna Soenoe Soebrata mantan Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Khusus dalam keterangan ahlinya menyatakan bahwa : 1. Perhitungan adanya kerugian negara haruslah dilakukan sesuai dengan standar audit yang benar, yaitu memperhatikan ruang lingkup pemeriksaan perhitungan. Pemeriksaan perhitungan itu tidak hanya didasarkan hanya pada dokumen yang diberikan oleh pihak penyidik kejaksaan saja, melainkan juga di auditor harus benar-benar melakukan perhitungan dan hasil perhitungan tersebut harus dikonfirmasikan kepada auditan. Sepanjang perhitungan tidak memenuhi kedua standar audit seperti tersebut diatas, maka hasil perhitungan tersebut tidak valid dan harus di esclosed kembali. 2. Dalam melakukan suatu audit atau perhitungan, maka berlaku asas “substance over form” yang berarti bahwa substansi lebih penting dari pada formil. 3. Fasilitas Kredit Investasi PT. TM masih berjalan baik, semua kewajiban sudah dipenuhi oleh PT. TM selaku debiturnya. Tidak ada tunggakan pokok maupun tunggakan bunga. Agunan cukup dan fasilitas itu sendiri baru akan berakhir pada September 2007. Dengan demikian, secara substansi tidak ada kerugian yang dialami oleh PT. Bank Mandiri Tbk. Kerugian negara baru terjadi apabila kredit sudah jatuh tempo dan ada sisa hutang yang tidak dapat ditutup oleh nilai agunan yang ada. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Menurut Rudy Prasetya ahli hukum korporasi menyatakan bahwa pemegang saham baru dapat dikatakan menderita rugi apabila setelah dilakukan likwidasi perusahaan dan hasil likuidasi tersebut tidak bisa mengembalikan penyertaan yang ditanamkan dalam PT tersebut. Senada dengan Rudy Prasetya, K.C. Komalo ahli perbankan mengatakan bahwa dalam praktek perbankan suatu transaksi kredit baru dapat dihitung kerugiannya apabila kredit itu telah jatuh tempo akan tetapi fasilitas kredit tidak dapat dilunasi seluruhnya. Ahli akuntasi dan auditing, Hadori Yunus terkait dengan kerugian negara pada keterangan ahlinya di persidangan menegaskan hal-hal sebagai berikut : 1. Kerugian negara haruslah bersifat nyata yang artinya riil dan dapat dibuktikan, dan pasti yang artinya tidak hanya dikira-kira melainkan dengan melalui suatu audit yang benar, sehingga kerugian negara tersebut dapat ditentukan berapa besarnya ; 2. Perhitungan kerugian negara haruslah dilakukan dengan mengkonfirmasi kepada auditan Bank Mandiri. Apabila konfirmasi ini tidak dilakukan, maka hasil perhitungan tersebut misleading menyesatkan dan harus diulang ; 3. Kerugian negara dikatakan terjadi apabila fasilitas kredit yang diberikan telah jatuh tempo dan hasil lelang agunan tidak cukup untuk melunasi sisa kewajiban debitur ; Muhammad Yusuf, saksi ahli dari BPK di persidangan telah menerangkan bahwa saat terjadinya kerugian negara ialah sejak saat kredit yang tidak memenuhi Standart Operating Procedure SOP itu dikucurkan atau dicairkan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Apabila kemudian terjadi pembayaran hal itu adalah merupakan tindak lanjut dari pembayaran atas kerugian negara. Dalam laporan keuangan Bank Mandiri yang disahkan dalam RUPS apabila ternyata tidak ada kerugian yang dialami oleh Bank Mandiri, maka berarti juga tidak ada kerugian yang dialami oleh negara. Andi Hamzah lebih lanjut mengatakan bahwa kerugian negara baru dapat dikatakan sudah terjadi apabila setelah fasilitas kredit jatuh tempo sikreditur belum juga memenuhi seluruh kewajibannya sebagaimana yang ditentukan dalam SPK walaupun jatuh tempo belum tercapai akan tetapi di tengah jalan si debitur melarikan diri dan melalaikan kewajibannya. Saksi Binhadi mantan Komisaris PT. Bank Mandiri selaku wakil pemegang saham yang melakukan pengawasan terhadap jalannya pengurusan Bank, di persidangan telah menerangkan tidak pernah ada cacatan kerugian sebagai akibat pemberian kredit kepada PT. CGNPT. TM oleh Bank Mandiri. Saksi Riswinandi mantan Komisaris PT. Bank Mandiri menerangkan sampai sekarang PT. CGN PT. TM selalu membayar angsuran pokok beserta bunga pinjamannya, sehingga tidak ada kerugian bagi PT. Bank Mandiri Tbk. Berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan, keterangan saksi-saksi dan ahli serta bukti-bukti yang diajukan, maka menurut pendapat majelis bahwa kredit tersebut masih berjalan yang jatuh temponya nanti September 2007. Selain itu, juga diperoleh fakta hukum bahwa PT. CGNPT. TM selaku debitur masih melaksanakan kewajibannya. Berdasarkan bukti yang diajukan sampai dengan Desember 2005, PT. CGNPT. TM sudah membayar bunga dan pokok pinjaman UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sebesar Rp. 58 milyar. Menurut pendapat mejelis hakim, tidak terbukti adanya kerugian negara c.q. Bank Mandiri. Dakwaan primer tersebut harus dinyatakan tidak terbukti. Hal ini dikarena salah satu unsur dalam pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana yang diuraikan dalam dakwaan primer oleh Jaksa Penuntut Umum tidak terpenuhi. Karena dakwaan primer tidak terbukti, maka para terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan primer tersebut. Dengan tidak terbuktinya dakwaan primer tersebut, maka majelis akan mempertimbangkan dakwaan subsider. Para terdakwa dalam dakwaan Subsider melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 undang- undang No. 31 tahun 1999 Jo undang-undang No. 20 tahun 2001 Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP yang unsur-unsur deliknya adalah : 1. Setiap orang; 2. Melakukan perbuatan secara melawan hukum; 3. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu koporasi; 4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; 5. Dilakukan secara bersama-sama. Sebelum majelis mempertimbangkan setiap unsur yang terkandung dalam pasal dasar dakwaan Subsider tersebut, majelis akan mempertimbangkan apakah telah terjadi adanya kerugian negara atau perekonomian negara terlebih dahulu. Dengan mengambil alih pertimbangan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pertimbangan dakwaan primer secara mutatis mutandis dimana unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam dakwaan primer telah tidak terbukti, maka unsur dapat merugikan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA keuangan negara atau perekonomian negara dalam dakwaan subsider juga telah tidak terbukti. Oleh karena salah satu unsur delik dalam dakwaan subsider tidak terbukti, maka dakwaan subsider harus dinyatakan tidak terbukti, dan para terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan subsider tersebut. Para terdakwa dalam dakwaan lebih subsider didakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 3 Jo pasal 55 ayat 1 ke 1Jo pasal 64 ayat 1 KUHP, yang unsur-unsur deliknya adalah : 1. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya Karena jabatan atau kedudukannya; 2. Dilakukan secara melawan hukum; 3. Yang menguntungkan diri atau orang lain atau suatu koporasi; 4. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; 5. Yang dilakukan secara terus menerus yang dapat dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut. Majelis Hakim akan mengambil alih pertimbangan hukum unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana yang diuraikan dalam pertimbangan hukum dalam dakwaan primer. Dalam pertimbangan hukum tersebut unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara tidak terbukti. Dengan demikian, unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam dakwaan lebih subsider juga tidak terbukti. Oleh karena salah satu unsur delik tidak terpenuhi maka dakwaan lebih subsider harus dinyatakan tidak terbukti dan para terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan lebih subsider tersebut. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Para terdakwa dalam dakwaan lebih subsider lagi didakwa melakukan pernuatan pidana sebagai mana yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 3 Jo pasal 18 UU No.31 tahun 1999 Jo UU no. 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke1 KUHP yang unsur-unsur deliknya adalah : 1. Menyalahgunakan kewengan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan; 2. Dilakukan secara melawan hukum; 3. Yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi; 4. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; 5. Dilakukan secara bersama-sama. Majelis Hakim dengan mengambil alih pertimbangan hukum dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pertimbangan hukum pada dakwaan primer yang tidak terbukti, maka unsur dapat merugikan keuagan negara atau perekonomian negara dalam dakwaan lebih subsider lagi juga tidak terpenuhi. Oleh karena salah satu unsur delik yang tidak terpenuhi maka unsur delik lainnya tidak perlu dipertimbangkan lagi dan oleh karena itu dakawan lebih subsider lagi harus dinyatakan tidak terbukti, dan oleh karena itu terdakwa harus dibebaskan juga dari dakwaan lebih subsider lagi tersebut. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan seperti yang terurai diatas, maka menurut majelis hakim perbuatan para terdakwa tidak terbukti memenuhi unsur- unsur delik dari seluruh dakwaan. Dengan demikian, para terdakwa harus dibebaskan dari seluruh akwaan tersebut. Oleh karena para terdakwa dibebaskan dari seluruh dakwaan, maka majelis perlu memulihkan hak-hak para terdakwa UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dalam kedudukan kemampuan harkat serta martabatnya. Barang bukti sepanjang yang tercantum dalam nomor urut 141 sampai dengan nomor urut 149 dikembalikan kepada para terdakwa sedangkan barang bukti untuk selebihnya tetap dilampirkan dalam berkas perkara dan biaya perkara ini dibabankan kepada negara. Menyadari didalam keadaan kekalutan keuangan negara dan kekalutan multi dimensi ini masih ada juga tangan-tangan yang tega meraup keuangan dan kekayaan negara sehingga pemerintah menggalakkan agar pemberantasan korupsi di Indonesia ditegaskan dengan menangkap dan mengadili pelakunya. Majelis sangat mendukung usaha pemerintah itu sepanjang hal itu dilakukan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.

5. Amar Putusan

Dokumen yang terkait

Kajian Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Dunia Perbankan (Studi Putusan Nomor: : 79/Pid.Sus.K/2012/PN.MDN

1 55 94

Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi di Bidang Perbankan (Studi Putusan PN Jakarta Selatan No: 2068/Pid. B/2005/Pn.Jak.Sel)

1 57 168

Analisis Hukum Terhadap Sifat Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan No. Reg. 1576/Pid. B/2010/PN. Medan)

4 52 110

Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Di Semarang)

0 34 179

Analisis Yuridis Mengenai Dualisme Kewenangan Mengadili Tindak Pidana Korupsi Antara Pengadilan Negeri Dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

0 65 109

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan MA No. 1384 K/PID/2005)

1 65 124

Analisis Hukum Terhadap Pidana di Bidang Kehutanan (Studi Putusan No.481/K/Pid.B/2006 PN Jkt.Pst & Putusan Mahkamah Agung No. 2462/K/Pid/2006 dengan terdakwa Darianus Lungguk Sitorus)

6 90 359

Analisis terhadap Penerapan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Pengadilan...

0 48 5

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk - Kajian Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Dunia Perbankan (Studi Putusan Nomor: : 79/Pid.Sus.K/2012/PN.MDN

0 0 22

Proses Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di Bidang Perbankan Di Kota Medan

0 0 133