12. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1985 Tentang Pasar
Modal; 13.
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 2068Pid.B2005PN. Jak. Sel Tanggal 16 Februari 2006 dengan Terdakwa E.C.W. Neloe dkk.
14. Peraturan Perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penelitian
ini. b
Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, diantaranya;
1. Buku-buku yang terkait dengan hukum;
2. Artikel di jurnal hukum;
3. Komentar-komentar atas putusan pengadilan;
4. Skripsi, Tesis dan Disertasi Hukum;
5. Karya dari kalangan praktisi hukum ataupun akademis yang ada
hubungannya dengan peenelitian ini. c
Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, diantaranya;
1. Kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia;
2. Majalah-majalah yang ada hubungannya dengan penelitian ini;
3. Surat kabar yang memuat tentang kasus-kasus tindak pidana korupsi
khususnya di bidang perbankan.
C. Pengumpulan Data
Pengambilan dan pengumpulan data dilaksanakan dengan cara penelitian kepustakaan library research atau disebut juga dengan studi dokumen yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
meliputi bahan hukum primer, sekunder maupun tersier.
27
Studi kepustakaan yang dimaksudkan dalam skripsi ini diterapkan dengan mempelajari dan menganalisa
secara sistematis bahan-bahan yang utamanya berkaitan dengan tindak pidana korupsi di bidang perbankan, termasuk juga bahan-bahan lainnya yang ada
kaitannya dan dibahas dalam skripsi ini.
D. Analisis Data
Menurut Patton, analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.
28
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber.
29
Adapun yang menjadi sumber utama dalam penulisan skripsi ini adalah dari data sekunder. Analisis data dalam penelitian hukum menggunakan
metode pendekatan kualitatif, karena tanpa menggunakan rumusan statistik, sedangkan penggunaan angka-angka hanya sebatas pada angka persentase
sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai masalah yang diteliti.
27
Ibid, halaman 68
28
Patton membedakan proses analisis data dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari pala hubungan antar dimensi-
dimensi uraian. Lexy J. Moeleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1999, halaman 103
29
Ibid, halaman 190
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG PERBANKAN
Hukum pidana adalah hukum yang memuat tentang tindak pidana criminal act, pertanggungjawaban pidana criminal responsibility, hukum
pidana formil criminal procedure dan sanksi sentence.
30
Van Hamel mendefinisikan hukum pidana sebagai semua dasar-dasar dan aturan-aturan yang
dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum rechtsorde yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan
suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut.
31
Moeljatno mengartikan hukum pidana sebagai bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku
disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
32
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang
dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3. Menentukan dengan cara yang bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan itu. Hukum pidana adalah hukum undang-undang sebagai kesimpulan dari
“sine praeviea lege poenali” yang merupakan bagian dari adagium terkenal dari
30
Abul Khair Mohammad Eka Putra, Pemidanaan, USU press, Medan, 2011, halaman 1-2
31
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2002, halaman 8
32
Ibid, halaman 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Von Feurbach, nulum delictum noela poena sine praeviea lege poenali. Adagium tersebut selanjutnya menjadi dasar asas legalitas hukum pidana, yang
dicantumkan dalam pasal 1 ayat 1 KUHP.
33
Pasal 1 ayat 1 KUHP menyatakan bahwa:
Tiada suatu perbuatan dapat dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam Undang-undang yang telah ada lebih dahulu dari pada
perbuatan itu.
Artinya, seseorang hanya dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana apabila orang tersebut melakukan perbuatan yang telah dirumuskan dalam
ketentuan undang-undang sebagai tindak pidana.
34
Jawaban normatif yang lazim diberikan oleh hukum pidana berdasarkan asas legalitas adalah bahwa seseorang
hanya dapat dipersalahkan sebagai telah melakukan tindak pidana apabila orang tersebut oleh hakim telah dinyatakan terbukti bersalah telah memenuhi unsur-
unsur dari tindak pidana yang bersangkutan seperti yang telah dirumuskan dalam undang-undang.
35
Hal ini sejalan dengan tindak pidana korupsi maupun tindak pidana lainnya tentu harus tercipta terlebih dahulu regulasi yang melegalkan atau
tidak melegalkan suatu perbuatan sehingga jelas perbuatan tersebut termasuk dalam tindak pidana atau bukan.
Jonkers membagi perbuatan pidana dalam arti singkat dan luas. Dalam arti singkat, perbuatan pidana adalah perbuatan yang menurut undang-undang dapat
dijatuhi pidana. Dalam arti luas, perbuatan pidana adalah perbuatan dengan
33
Komariah Emong Sapradjaja, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materil dalam Hukum Pidana Indonesia, Alumni, Bandung, halaman 12-13
34
Tongat, Hukum Pidana Materil, Penerbitan Universitas Muhammadiah Malang, Malang, 2003, halaman 2
35
Ibid, halaman 3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sengaja atau alpa, yang dilakukan seseorang dengan melawan hukum, yang dapat dipertanggungjawabkan oleh orang tersebut.
36
Menurut Pompe, perbuatan pidana adalah pelanggaran norma yang diadakan karena pelanggar bersalah dan harus dihukum untuk menegakkan aturan
hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum. Perbuatan pidana adalah suatu kelakuan dengan tiga hal sebagai suatu kesatuan, yaitu melawan hukum,
kesalahan yang dapat dicela dan dapat dipidana. Menurut hukum positif, perbuatan pidana tidak lain dari suatu perbuatan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai suatu peristiwa yang menyebabkan dijatuhi hukuman.
37
Simons memberikan arti dari perbuatan pidana sebagai suatu perbuatan yang oleh hukum diancam dengan hukuman, bertentangan dengan hukum,
dilakukan oleh seseorang yang bersalah, dan orang tersebut dianggap bertanggung jawab atas perbuatannya “straffbaar feit” omschrijven als eene strafbaar gestede,
onrechmatige, met schuld in verbband staande hendeling van een toerekeningsvat baar person”.
38
Perumusan tentang perbuatan pidana juga dikemukakan oleh Prof. Moeljatno yang merumuskan strafbaar feit sebagai perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan pidana barang siapa melanggar larangan tersebut dan perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak
boleh atau menghambat akan tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang
36
Eddy O.S. Hiariej, Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana, Erlangga, Jakarta, 2009, halaman, 20
37
Ibid, halaman, 21
38
Ibid, halaman 21-22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dicita-citakan oleh masyarakat itu.
39
Berdasarkan definisi tentang perbuatan pidana yang dikemukakan oleh beberapa ahli hukum tersebut diatas terlihat jelas
bahwa istilah “perbuatan pidana” sebagai terjemahan dari “strafbaar feit” meliputi perbuatan pidana itu sendiri dan juga termasuk pertanggungjawaban pidananya.
40
D. Tindak Pidana Korupsi dan Perkembangan Pengaturannya