Istilah Tindak Pidana Korupsi

mengenai Indeks Persepsi Korupsi Corruption Perception IndexCPI tersebut menunjukkan Indonesia menempati skor CPI sebesar 3,0, naik 0,2 dibanding tahun sebelumnya sebesar 2,8. Hasil survei tersebut berdasarkan penggabungan hasil 17 survei yang dilakukan lembaga-lembaga internasional pada 2011. Rentang indeks berdasarkan angka 0-10. Semakin kecil angka indeks menunjukkan potensi korupsi negara tersebut cukup besar. Indeks tersebut memposisikan Indonesia di peringkat ke-100 bersama 11 negara lainnya yakni Argentina, Benin, Burkina Faso, Djobouti, Gabon, Madagaskar, Malawi, Meksiko, Sao Tome Principe, Suriname, dan Tanzania. Sementara untuk kawasan Asia Tenggara, skor Indonesia berada di bawah Singapura 9,2, Brunei 5,2, Malaysia 4,3, dan Thailand 3,4. 47

1. Istilah Tindak Pidana Korupsi

Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia memperkenalkan istilah korupsi pertama kali digunakan dalam Peraturan Penguasa Militer Nomor: PrtPM-061957, sehingga korupsi menjadi suatu istilah hukum yang mulai akrab di Indonesia. Penggunaan istilah korupsi dalam peraturan tersebut terdapat pada bagian konsideransnya, yang antara lain menyebutkan, bahwa perbuatan- perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara yang oleh khalayak ramai dinamakan korupsi. 48 UU PTPK tidak memuat pengertian tentang tindak pidana korupsi. Akan tetapi, dengan memperhatikan kategori tindak pidana korupsi sebagai delik formil, maka Pasal 2 dan Pasal 3 UU PTPK mengatur secara tegas mengenai 47 http:nasional.kompas.com read 2011 12 01 17515759 Indonesia. Peringkat. Ke- 100. Indeks. Persepsi. Korupsi. 2011 diakses pada tanggal 5 Februari 2011 pukul 00.27 Wib. 48 H. Elwi Danil. Opcit, halaman 5 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA unsur-unsur pidana dari tindak pidana korupsi tersebut. Pasal 2 Undang-Udang No. 31 Tahun 1999, menyatakan sebagai berikut : Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonoman negara… Selanjutnya dalam Pasal 3 Undang-Udang No. 31 Tahun 1999, menyatakan : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara... Definisi yuridis dalam UU PTPK tersebut merupakan batasan formal yang ditetapkan oleh badan atau lembaga formal yang memiliki wewenang untuk itu di suatu negara. Oleh karena itu, batas-batas tindak pidana korupsi sangat sulit dirumuskan dan tergantung pada kebiasaan maupun undang-undang domestik suatu negara. 49 Korupsi pertama kali dianggap sebagai tindak pidana di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 24 Prp. Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Selanjutnya, Undang- undang ini dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan terakhir sejak tanggal 16 Agustus 1999 diganti dengan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 50 Tujuan pemerintah dan pembuat undang-undang melakukan revisi atau 49 http:id.shvoong.comlaw-and-politicslaw2027081-pengertian-korupsi-dan-tindak- pidanaixzz1aAXOjzOd. 50 Ibid. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengganti produk legislasi tersebut merupakan upaya untuk mendorong institusi yang berwenang dalam pemberantasan korupsi, agar dapat menjangkau berbagai modus operandi tindak pidana korupsi dan meminimalisir celah-celah hukum, yang dapat dijadikan alasan untuk dapat melepaskan pelaku dari jeratan hukum. 51 Pemahaman atas hal tersebut akan sangat mambantu mempermudah segala tindakan hukum dalam rangka pemberantaan korupsi, baik dalam bentuk pencegahan preventif maupun tindakan represif. Pemberantasan korupsi tidak hanya memberikan efek jera bagi pelaku, tetapi juga berfungsi sebagai daya tangkal. Korupsi berasal dari kata latin ”corruptio” atau ”corruptus” yang bila diterjemahkan secara harfiah adalah pembusukan, keburukan, kebejadan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, kata- kata atau ucapan yang memfitnah. Pendapat lain bahwa dari segi istilah ”korupsi” yang berasal dari kata ”corrupteia” yang dalam bahasa Latin berarti ”bribery” atau ”seduction”. Bribery dapat diartikan sebagai memberikan kepada seseorang agar seseorang tersebut berbuat untuk keuntungan pemberi. Sedengakan seduction berarti sesuatu yang menarik agar seseorang menyeleweng. 52 Korupsi juga banyak dikaitkan dengan ketidakjujuran seseorang di bidang keuangan. Banyak istilah yang terdapat di berbagai negara menyikapi korupsi yang menyangkut ketidakjujuran ini diantaranya di Muangthai korupsi dikenal akrab dengan istilah “gin moung”, “tanwu” di Cina yang berarti keserakahan, 51 Ibid. 52 Ibid. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bernoda. Jepang lebih akrab menyapa korupsi dengan istilah “Oshoku” yang berarti kerja kotor. 53 Meskipun kata-kata corruptio memiliki arti luas, sering diartikan sebagai penyuapan. Istilah korupsi juga disimpulkan dalam bahasa Indonesia oleh Purwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia bahwa “Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya”. 54 Black’s Law Dictionary mendefinisikan korupsi sebagai perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain. 55 Perkembangan pengertian korupsi dapat ditinjau dari beberapa rumusan yang dikemukakan oleh beberapa pakar, diantaranya: 56 1. Rumusan korupsi dari sudut pandang jabatan a. L. Bayley mengatakan korupsi sebagai perbuatan penyuapan yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan sebagai akibat adanya pertimbangan dari mereka yang memegang jabatan untuk keuntungan pribadi. b. J.S. Nye mengemukakan korupsi sebagai perilaku yang menyimpang dari kewajiban-kewajiban normal suatu peran instansi pemerintah, karena 53 Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi UU No. 31 Tahun 1999, Mandar Maju, Bandung, 2001, halaman 8 54 Firman Wijaya, Opcit, halaman 7 55 Rohim, SH, Opcit, halaman 2 56 Martiman Prodjohamidjojo, Opcit, halaman 9-11 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kepentingan pribadi, demi mengejar status dan gengsi, atau melanggar peraturan dengan jalan melakukan atau mencari pengaruh bagi kepentingan pribadi. Hal ini mencangkup tindakan seperti penyuapan, nepotisme penyalahgunaan atau secara tidak sah menggunakan sumber penghasilan negara untuk keperluan pribadi. 2. Rumusan korupsi dengan titik tolak pada kepentingan umum Carl. J. Friesrich mengatakan bahwa pola korupsi dapat dikatakan ada apabila seseorang memegang kekuasaan yang berwenang untuk melakukan hal tertentu yang seperti seorang pejabat yang bertanggung jawab melalui uang atau semacam hadiah lainnya yang tidak diperbolehkan oleh undang- undang membujuk dengan menolong siapa yang menyediakan hadiah dan dengan demikian bener-benar membahayakan kepentingan umum. 3. Rumusan korupsi dari sudut pandang politik Secara keseluruhan korupsi di Indonesia lebih sering muncul sebagai masalah politik daripada ekonomi. Korupsi menyentuh keabsahan legitimasi pemerintah dimata masyarakat. Korupsi menyangkut segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi pemerintah faktor politik dan penyelewengan penggunaan jabatan. Shed Hussein Alatas mengemukakan pengertian korupsi dengan menyebutkan benang merah yang menjelujuri dalam aktivitas korupsi, yaitu subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, dibarengi dengan kerahasian, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan yang luar biasa UNIVERSITAS SUMATERA UTARA akan akibat yang diderita oleh masyarakat. Menurutnya, “corruption is the abuse of trust in the interest of private gain” yakni penyelahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi. 57 Apabila memperhatikan modus operandi dan pelaku dari tindak pidana korupsi, kejahatan korupsi bisa dikategorikan sebagai white collar crime dalam kategori kejahatan jabatan occupational crime. Kejahatan jabatan dapat ditujukan terhadap berbagai kepentingan hukum, baik kepentingan hukum dari masyarakat maupun kepentingan hukum dari individu-individu. Suatu ciri yang bersifat umum dari kejahatan jabatan tampak pada kenyataan bahwa semua kejahatan tersebut juga ditujukan terhadap kepentingan hukum dari negara. 58 Kejahatan seperti ini bisa dilakukan oleh pejabat atau biriokrat. 59 Kejahatan korupsi pada umumnya dilakukan tanpa kekerasan tetapi diikuti dengan kecurangan, penyesatan, penyembunyian kenyataan, manipulasi , akal-akalan, dan pengelakan terhadap aturan. 60 Menurut Fockema Andreae, kata korupsi berasal dari bahasa latin, yaitu corruption atau corruptus. Selanjutnya disebutkan pula bahwa corruption itu berasal dari kata asal corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Kemudian dari bahasa latin itulah lalu turun kebanyak bahasa Eropa seperti inggris, yaitu corruption, corrupt; Perancis, yaitu corruption; dan Belanda, yaitu corruptie 57 http:id.shvoong.comlaw-and-politicslaw2027081 Opcit. 58 P.A.F. Lamintang Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan Jabatan dan Kejahatan Jabatan Tertentu Sebagai Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, halaman 7 59 Korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan termasuk dalam lingkup kejahatan jabatan atau ambtsmisderjiven di dalam KUHP adalah kejahatan-kejahatan yang oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam buku ke-II Bab ke-XXVIII KUHP. Kejahatan jabatan yang dimaksudkan tersebut hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai sifat sebagai seorang ambtenaar atau sebagai seorang pegawai negeri. Ibid, halaman 51 60 Edi Setiadi Rena Yulia, Opcit, halaman 77 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA korruptie. Kita dapat memberanikan diri bahwa dari bahasa Belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia, yaitu “Korupsi”. 61 Secara umum tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi selanjutnya disebut UU PTPK. Selain itu, hukum acara dalam menangani tindak pidana korupsi tunduk pada kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP dan penyimpangannya yang diatur secara khusus dalam UU PTPK. 62 Defenisi tentang korupsi dapat dipandang dari berbagai aspek, bergantung pada disiplin ilmu yang dipergunakan sebagaimana dikemukakan oleh Benveniste, korupsi didefenisikan menjadi 4 jenis: 63 1. Discretionary corruption, ialah korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun nampaknya bersifat sah, bukanlah praktek-praktek yang dapat diterima oleh para anggota organisasi. Contoh : Seorang pelayanan perizinan tenaga kerja asing, memberikan pelayanan yang lebih cepat kepada “calo”, atau orang yang bersedia membayar lebih, dari pada pemohon yang biasa saja. Alasannya karena calo adalah orang yang biasa memberikan pendapatan tambahan. Dalam kasus ini sulit dibuktikan tentang praktik korupsi, walaupun ada peraturan yang dilanggar. Terlebih lagi 61 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, halaman 4 62 Firman Wijaya Opcit, halaman 2 63 Ermansjah Djaja, Opict, halaman 4-6. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA apabila dalih memberikan uang tambahan itu sebagai “tanda ucapan terima kasih” dan diserahkan setelah layanan diberikan. 2. Illegal Corruption, ialah suatu jenis tindakan yang berniat mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan, dan regulasi tertentu. Contoh: Didalam pengaturan lelang dinyatakan bahwa untuk pengadaan barang dan jasa jenis tertentu harus melalui proses pelelangan atau tender. Akan tetapi karena waktunya mendesak maka proses tender itu tidak dimungkinkan. Untuk itu pimpinan proyek mencari dasar hukum mana yang bisa mendukung pelaksanaan pelelangan, sehingga tidak disalahkan oleh inspektur. Misanya dengan alasan “force mejeur”. Maka sebenarnya dari sinilah dimulai illegal corruption, yakni ketika pimpinan proyek mengartikulasikan tentang keadaan darurat untuk melegalkan tindakannya. 3. Mercenary Corruption, yakni jenis tindak pidana korupsi yang dimaksudkan untuk memperoleh keeuntungan pribadi, melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. Contoh: Dalam sebuah persaingan tender seorang panitia lelang memiliki kewenangan untuk meluluskan peserta tender. Untuk itu secara terselubung atau terang- terangan ia mengatakan bahwa untuk memenangkan tender, peserta harus bersedia memberikan uang sogok atau semir dalam jumlah tertentu. Jika permintaan ini dipenuhi oleh kontraktor yang mengikuti tender, maka perbuatan panitia lelang ini sudah termasuk dalam kategori mercenary corruption. Bentuk sogok atau semir itu tidak mutlak berupa uang namun bisa juga dalam bentuk lain. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Ideologycal Corruption, ialah jenis korupsi illegal maupun discretionary yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok. Contoh: Kasus skandal Watergate adalah contoh Ideological Corruption dimana sejumlah individu memberikan komitmen mereka kepada Preesiden Nixon dari pada dukungan kepada undang-undang atau hukum. Penjualan aset BUMN untuk mendukung kemenangan pemilihan umum dari partai politik tertentu adalah contoh dari jenis korupsi ini. Pengertian korupsi secara hukum adalah “tindak pidana sebagai mana yang dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi”. 64 Menurut Syed Hussein Alatas, secara sosiologis ada tiga tipe fenomena yang tercakup dalam istilah korupsi, yakni penyuapan briebery, pemerasan, dan nepotisme. 65 Beragam pengertian dan tipe-tipe tindak pidana korupsi yang berkembang di Indonesia dimaksudkan disini semata-mata ditujukan kepada eksistensi UU PTPK sebagai hukum positif ius constitutumius operatum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Tindak pidana korupsi secara harfiah berasal dari kata Tindak Pidana dan Korupsi. Sedangkan secara yuridis-formal pengertian tindak pidana korupsi terdapat dalam Bab II tentang tindak pidana korupsi, ketentuan pasal 2 sampai dengan pasal 20, Bab III tentang tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi sesuai dengan ketentuan pasal 21 sampai dengan 24 UU PTPK. 66 64 Firman Wijaya,Opcit, halaman 7 65 Ibid. 66 Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana: Perspektif, Teoritis, dan Praktik, Alumni, Bandung, 2008, halaman 186 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Rumusan-rumusan yang terkait dengan pengertian tindak korupsi tersebut tentu saja akan memberi banyak masukan dalam perumusan UU PTPK, sehingga sanksi hukuman yang diancamkan dan ditetapkan dapat membantu memperlancar upaya pengulangan Tindak Pidana Korupsi. Menurut Shed Husein Alatas, ciri-ciri korupsi antara lain sebagai berikut: 67 a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. b. Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu telah merajalela dan begitu dalam sehingga individu yang berkuasa dan mereka yang berada dalam lingkungannya tidak tergoda untuk menyembunyikan perbuatannya. c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan keuntungan yang dimaksud tidak selalu berupa uang. d. Mereka yang mempraktikan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung di balik pembeenaran hukum. e. Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas dan mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu. f. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan oleh badan publik atau umum masyarakat. g. Setiap tindakan korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan. Beberapa tipe tindak pidana korupsi yang lainnya, antara lain: 68 67 Evi Hartanti, Opcit, halaman 10-11 68 Lilik Mulyadi,Opcit, halaman 186-187 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Tindak Pidana Korupsi Tipe Pertama Tindak pidana korupsi tipe pertama terdapat dalam Pasal 2 UU PTPK yang menyebutkan bahwa: 69 a. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 empat tahun paling lama 20 dua puluh tahun, dan denda paling sedikit dua ratus juta rupiah dan paling banyak satu milyar rupiah. b. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan. 2. Tindak Pidana Korupsi Tipe Kedua Korupsi tipe kedua diatur dalam ketentuan pasal 3 UU PTPK yang menyebutkan bahwa: 70 Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan atau denda paling sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak satu milyar rupiah. 3. Tindak Pidana Korupsi Tipe Ketiga Korupsi tipe ketiga terdapat dalam ketentuan pasal 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 12A, 12B, 12C dan 13 UU PTPK, berasal dari pasal-pasal KUHP yang kemudian sedikit dilakukan modifikasi perumusan ketika ditarik menjadi tindak pidana korupsi sesuai Undang-undang No. 20 Tahun 2001 dengan menghilangkan redaksional kata “Sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal….KUHP” seperti formulasi dalam ketentuan undang-undang nomor 31 tahun1999. Apabila 69 Ibid, halaman 187-188 70 Ibid, Halaman 196 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dikelompokkan, korupsi tipe ketiga dapat dibagi menjadi 4 pengelompokan, yaitu: 71 a Penarikan perbuatan yang bersifat penyuapan, yakni pasal 209, 210, 418, 419, dan Pasal 420 KUHP. b Penarikan perbuatan yang bersifat penggelapan, yakni pasal 415, 416, dan pasal 417 KUHP. c Penarikan perbuatan yang bersifat kerakusan knevelarij, extortion, yakni pasal 423, dan 425 KUHP. d Penarikan perbuatan yang berkolerasi dengan pemborongan, leverensir dan rekanan, yakni pasal 387, 388, dan 435 KUHP. 4. Tindak Pidana Korupsi Tipe Keempat Korupsi tipe keempat adalah tipe korupsi percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat serta pemberian kesempatan sarana atau keterangan terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh orang diluar wilayah Indonesia Pasal 15 dan Pasal 16 UU PTPK. Konkritnya, perbuatan percobaanpoging sudah diintrodusir sebagai tindak pidana korupsi oleh karena perbuatan korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi sehingga percobaan melakukan tindak pidana korupsi dijadikan delik tersendiri dan dianggap selesai dilakukan. Demikian pula mengingat sifat dari tindak pidana korupsi itu, permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana 71 Ibid, Halaman 199 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA korupsi meskipun masih merupakan tindak persiapan sudah dapat dipidana penuh sebagai suatu tindak pidana tersendiri. 72 5. Tindak Pidana Korupsi Tipe Kelima Korupsi tipe kelima ini sebenarnya bukanlah bersifat murni tindak pidana korupsi, tetapi tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Bab III Pasal 21 sampai dengan Pasal 24 UU PTPK. Apabila dijabarkan, hal-hal tersebut adalah: 73 a Dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. b Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar. c Dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Pasal 231, Pasal 421, Pasal 422, Pasal 429 atau Pasal 430 KUHP. 72 Ibid, Halaman 201-202 73 Ketentuan mengenai sanksi pidana yang diatur dalam Bab III Pasal 21- 24 UU PTPK tersebut berturut-turut dari poin a sampai d adalah sebagai berikut: a Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 seratus lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 600.000.000,00 enam ratus juta rupiah. b Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 seratus lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 600.000.000,00 enam ratus juta rupiah. c Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 6 enam tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp. 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah. d Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan atau denda paling banyak Rp 150.000.000,000 seratus lima puluh juta rupiah. Ibid, Halaman 203 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA d Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 KUHP. Adami Chazawi membagi tindak pidana korupsi kedalam beberapa kriteriabagian, yaitu: a Atas dasar substansi objek tindak pidana korupsi; b Atas dasar subjek hukum tindak pidana korupsi; c Atas dasar sumbernya; d Atas dasar tingkah lakuperbuatan dalam perumusan tindak pidana; e Atas dasar dapat tidaknya merugikan keuangan dan atau perekonomian negara. 1. Atas Dasar Substansi Objek Tindak Pidana Korupsi Atas dasar substansi objeknya, tindak pidana korupsi dapat dibedaakan menjadi beberapa jenis, yaitu: a Tindak Pidana Korupsi Murni Tindak pidana koruspi murni adalah tindak pidana korupsi yang substanisi objeknya mengenai hal yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap kepentingan hukum yang menyangkut keuangan negara, perekonomian negara dan kelancaran pelaksanaan tugaspekerjaan pegawai negeri atau pelaksana pekerjaan yang bersifat publik. Tindak pidana yang masuk dalam kelompok ini dirumuskan dalam pasal : 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 12B, 13, 15, 16, dan 23 menarik pasal 220, 231, 421, 422, 429, 430 KUHP. 74 74 Adami Chazawi, Hukum Pidana Materil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2005, halaman 20 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA b Tindak Pidana Korupsi Tidak Murni Tindak pidana korupsi tidak murni ialah tindak pidana yang substansi objeknya mengenai perlindungan hukum terhadap kepentinggan hukum bagi kelancaran pelaksanaan tugas-tugas penegak hukum dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Tindak pidana yang dimaksudkan disini hanya diatur dalam 3 pasal, yakni pasal 21, 22, dan 24 UU PTPK. 75 2. Atas Dasar Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi Atas dasar subjek hukum atau si pembuatnya, maka tindak pidana korupsi dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yakni: 76 a Tindak Pidana Korupsi Umum Tindak pidana korupsi umum ialah bentuk-bentuk tindak pidana korupsi yang ditujukan tidak terbatas kepada orang-orang yang berkualitas sebagai pegawai negeri, akan tetapi ditujukan kepada setiap orang termasuk korporasi. Rumusan norma tindak pidana korupsi umum berlaku untuk semua orang yang termasuk dalam kelompok tindak pidana korupsi umum ini, ialah tindak pidana korupsi yang dirumuskan dalam pasal-pasal: 2, 3, 5, 6, 7, 13, 15, 16, 21, 22, 24, dan Pasal 220 dan 231 KUHP Jo Pasal 23. b Tindak Pidana Korupsi Pegawai Negeri dan atau Penyelenggaraan Negara Tindak pidana korupsi pegawai negeri atau tindak pidana korupsi pejabat adalah tindak pidana korupsi yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas sebagai pegawai negeeri atau penyelenggara negara. Artinya, tindak pidna yang dirumuskanitu semata-mata dibentuk untuk pegawai negeri 75 Ibid, halaman 22 76 Ibid. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA atau penyelenggara negara. Orang yang bukan pegawai negeri tidak dapat melakukan tindak pidana korupsi pegwai negeri ini. Disini, kualitas pegawai negeri merupakan unsur esensalia tindak pidana. 77 3. Atas Dasar Sumbernya Atas dasar sumbernya tindak pidana korupsi dikelompokkan mejadi dua kelompok, yakni: a Tindak pidana korupsi yang bersumber pada KUHP Tindak pidana korupsi yang bersumber pada KUHP dibedakan lagi menjadi dua macam, yaitu: 78 1. Tindak pidana korupsi yang dirumuskan tersindiri dalam UU PTPK. Rumusan tersebut berasal atau bersumber dari rumusan tindak pidana dalam KUHP. Formula rumusannya agak berbeda dengan rumusan aslinya dalam pasal KUHP yang bersangkutan, tetapi substansinya sama. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain tindak pidana korupsi sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12. 2. Tindak pidana korupsi yang menunjuk pada pasal-pasal tertentu dalam KUHP yang ditarik menjadi tindak pidana korupsi dengan mengubah ancaman dan sistem pemidanaannya. Termasuk dalam kelompok tindak pidana ini antara lain tindak pidana korupsi yang disebutkan dalam pasal 23 yang merupakan hasil saduran dari pasal 220, 231, 421, 422, 429, dan 430 KUHP menjadi tindak pidana korupsi. 77 Ibid, halaman 23 78 Ibid, halaman 24 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA b Tindak pidana korupsi yang oleh Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 diubah dengan Udang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dirumuskan sendiri sebagai tindak pidana korupsi. Tindak pidana ini berupa tindak pidana asli yang dibentuk oleh Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Udang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Termasuk dalam kelompok ini ialah tindak pidana korupsi sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 2, 3, 12B, 13, 15, 16, 21, 22, dan 24. 79 4. Atas Dasar Tingkah Laku Perbuatan dalam Rumusan Tindak Pidana. Dilihat dari sudut unsur tingkah laku dalam rumusan tindak pidana, maka tindak pidana korupsi dapat dibedakan antara lain: a. Tindak pidana korupsi aktif Tindak pidana korupsi aktif atau tindak pidana korupsi positif ialah tindak tindak pidana korupsi yang dalam rumusannya mencantumkan unsur perbuatan aktif. Perbuatan aktif atau perbuatan materil yang bisa disebut juga perbuatan jasmani adalah perbuatan yang untuk mewujudkannya diperlukan gerakan tubuh atau bagian dari tubuh orang. 80 b. Tindak pidana korupsi pasif atau tindak pidana korupsi negatif Tindak pidana korupsi pasif atau tindak pidana korupsi negatif adalah tindak pidana yang unsur tingkah lakunya dirumuskan secara pasif. Sebagaimana diketahui bahwa tindak pidana pasif itu adalah tindak pidana yang melarang untuk tidak berbuat aktif disebut perbuatan pasif. Dalam kehidupan sehari-hari adakalanya seseorang berada dalam situasi tertentu dan orang itu diwajibkan 79 Ibid, halaman 25 80 Ibid. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA disebut kewajiban hukum hukum melakukan suatu perbuatan aktif tertentu. Apabila ia tidak menuruti kewajiban hukumnya untuk berbuat aktif tertentu tesebut artinya dia telah melanggar kewajiban hukumnya untuk berbuat tadi, maka dia dipersalahkan melakukan sesuatu tindak pidana pasif tertentu. 81 Tindak pidana pasif dalam doktrin hukum pidana dibedakan menjadi a tindak pidna pasif murni dan b tindak pidana pasif yang tidak murni. Tindak pidana pasif murni ialah tindak pidana pasif yang dirumuskan secara formil atau yang pada dasarnya semata-mata unsur perbuatannya adalah berupa perbuatan pasif. Tindak pidana korupsi pasif menurut UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001 semuanya adalah berupa tindak pidana pasif murni. Sedangkan tindak pidana pasif yang tidak murni adalah berupa tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana aktif, tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat atau tidak melakukan perbuatan aktif. 82 5. Atas Dasar Dapat Tidaknya Merugikan Keuangan dan atau Perekonomian Negara. Atas dasar seperti itu tindak pidana korupsi dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu a tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan b tindak pidana korupsi yang tidak mensyaratkan dapat menimbulkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Haruslah dipahami bahwa tindak pidana korupsi yang dapat membawa kerugian negara pada sub a tersebut bukanlah tindak pidana materil, melainkan tindak pidana formil. Terjadinya tindak pidana korupsi secara sempurna tidak perlu 81 Ibid, halaman 28 82 Ibid, halaman 28-29 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menunggu timbulnya kerugian negara. Asalkan dapat ditafsirkan menurut akal sehat bahwa suatu perbuatan dapat menimbulkan kerugian bagi negara, maka perbuatan terebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidaana korupsi. Bentuk- bentuk tindak pidana korupsi baik sub a maupun sub b dirumukan secara formil atau merupakan tindak pidana formil dn tidak ada yang dirumuskan secara materil atau berupa tindak pidana materil. 83

2. Selayang Pandang Sejarah Perundang-Undangan Korupsi di Indonesia

Dokumen yang terkait

Kajian Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Dunia Perbankan (Studi Putusan Nomor: : 79/Pid.Sus.K/2012/PN.MDN

1 55 94

Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi di Bidang Perbankan (Studi Putusan PN Jakarta Selatan No: 2068/Pid. B/2005/Pn.Jak.Sel)

1 57 168

Analisis Hukum Terhadap Sifat Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan No. Reg. 1576/Pid. B/2010/PN. Medan)

4 52 110

Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Di Semarang)

0 34 179

Analisis Yuridis Mengenai Dualisme Kewenangan Mengadili Tindak Pidana Korupsi Antara Pengadilan Negeri Dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

0 65 109

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan MA No. 1384 K/PID/2005)

1 65 124

Analisis Hukum Terhadap Pidana di Bidang Kehutanan (Studi Putusan No.481/K/Pid.B/2006 PN Jkt.Pst & Putusan Mahkamah Agung No. 2462/K/Pid/2006 dengan terdakwa Darianus Lungguk Sitorus)

6 90 359

Analisis terhadap Penerapan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Pengadilan...

0 48 5

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk - Kajian Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Dunia Perbankan (Studi Putusan Nomor: : 79/Pid.Sus.K/2012/PN.MDN

0 0 22

Proses Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di Bidang Perbankan Di Kota Medan

0 0 133