Tindak Pidana di Bidang Perbankan

hilang kemerdekaan sanksi dalam hukum pidana, melainkan hanyalah pidana denda. 135 Korporasi sebagai subjek hukum tindak pidana memiliki 3 tiga sistem pertanggungjawaban, yaitu: 136 1. Jika pengurus korporasis sebagai pembuat, maka pengurus yang bertanggung jawab. 2. Jika korporasi sebagai pembuat, maka pengurus yang bertanggung jawab. 3. Jika korporasi sebagai pembuat dan korporasi yang bertanggung jawab. Korporasi yang dapat menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi diterangkan didalam pasal 1 UU PTPK yang menyatakan bahwa “korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”. Berdasarkan pengertian korporasi yang dapat menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi ini jauh lebih luas dari pada pengertian rechts persoon yang umumnya diartiakan sebagai badan hukum. atau suatu korporasi yang oleh peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai badan hukum yang didirikan dengan cara memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum. 137

B. Tindak Pidana di Bidang Perbankan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan 135 Ibid, halaman 348 136 Ibid, halaman 345 137 Ibid, halaman 349 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dalam pasal 1 angka 1 dirumuskan pengertian perbankan sebagai segala sesuatu yang menyangkut tentang bank mencangkup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Pasal 1 angka 2 UU Perbankan menyatakan: Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Saat ini belum ada suatu kesepakatan mengenai tindak pidana yang perbuatannya merugikan keuangan yang berhubungan dengan lembaga perbankan. 138 Terkait dengan pelanggaran-pelanggaran ketentuan dibidang perbankan ini ada yang menggunakan istilah tindak pidana perbankan, tindak pidana di bidang perbankan, kejahatan di bidang perbankan, hukum pidana bank, dan lain sebagainya. Kondisi tersebut dapat dipahami, karena memang belum ada satu ketentuan perundang-undangan yang secara eksplisit merumuskan tentang istilah yuridis untuk menunjuk pada apa yang disebut kejahatan perbankan. 139 Tindak pidana perbankan terdiri atas perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan dalam UU Perbankan serta peraturan pelaksanaannya, pelanggaran mana dilarang dan diancam dengan pidana yang dimuat dalam undang-undang itu sendiri. Adapun tindak pidana di bidang perbankan terdiri atas perbuatan- perbuatan yang melawan hukum dalam ruang lingkup seluruh kegiatan usaha 138 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, halaman 454 139 H. Elwi Danil, Opcit, halaman 163 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pokok lembaga keuangan bank, sehingga perbuatan tersebut biasanya diancam juga dengan ketntuan pidana yang termuat di luar UU Perbankan. 140 Mardjono Reksodiputro lebih cenderung dan menganjurkan untuk menggunakan istilah tindak pidana di bidang perbankan. Istilah tersebut adalah untuk menampung segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank. Lebih lanjut Mardjono Reksodiputro menjelaskan pengertian tersebut mempunyai arti yang luas, yang menyangkut peristiwa-peristiwa dimana bank menjadi korban, dalam media massa dikenal dengan istilah “pembobolan bank” maupun sebagai pelaku yang berbentuk korporasi. 141 H.A.K. Moch. Anwar membedakan pengertian antara tindak pidana dibidang perbankan dengan tindak pidana perbankan. Perbedaan tersebut hanya didsarkan pada perbedaan perlakuan peraturan perundang-undangan terhadap perbuatan-perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha bank. 142 Tindak pidana di bidang perbankan adalah segala tindak pidana yang terjadi dikalangan perbankan yang diatur didalam berbagai peraturan perundang- undangan di luar undang-undang perbankan. Termasuk kedalam kategori tindak pidana di bidang perbankan adalah perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan kegiatan menjalankan usaha pokok bank. Misalnya dapat dikenakan dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP, Undang-undang 140 Ibid. 141 Ibid, halaman 163-164 142 Ibid. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang Lalu Lintas Devisa, dan lain sebagainya. 143 Sedangkan yang dimaksud dengan tindak pidana perbankan adalah tindak pidana yang diatur dalam undang-undang perbankan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Artinya yang termasuk dalam kategori tindak pidana perbankan adalah segala perbuatan yang secara langsung dirumuskan sebagai perbuatan yang dilarang dalam undang-undang perbankan, dan pelanggaran terhadap pelanggaran tersebut dikenakan sanksi pidana yang terdapat dalam undang-undang perbankan. 144 Terlepas dari perbedan penggunaan terminologi tersebut diatas, undang- undang perbankan telah merumuskan berbagai kategori perbuatan sebagai tindak pidana perbankan. Perbuatan-perbuatan tersebut secara garis besarnya diatur dalam Pasal 46 sd Pasal 50 A UU Perbankan, antara lain : 145 a. Tindak pidana perbankan yang berkaitan dengan perizinan 146 Pasal 46 Jo Pasal 16. 143 Ibid. 144 Ibid, halaman: 164-165. 145 Ibid, halaman: 165-166 146 Perizinan bagi setiap bank merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diawasi terkait dengan perlindungan dana masyarakat yang disimpan di bank. Di Indonesia, izin tersebut dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Untuk memperoleh izin tersebut sekurang-kurangnya wajib dipenuhi persyaratan susunan organisasi dan kepengurusan, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan dan kelayakan rencana kerja. Bank yang tidak memiliki izin resmi dari bank Indonesia Bank Gelap diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10 miliar dan paling banyak Rp. 20 milyar Wahyuni Bahar dkk, Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Centre for Finance, Investment, and Securities Law, Jakarta, 2007, halaman 8. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA b. Tindak pidana perbankan di bidang rahasia bank 147 Pasal 40, 41, 41A, 42, 42A, 43, 44, 44A, 45, 47, dan 47A. c. Tindak pidana perbankan di bidang pengawasan 148 Pasal 29, 30, dan 48. d. Tindak pidana perbankan yang berkaitan dengan kegiatan usaha bank kolusi management diatur dalam Pasal 49 ayat 1 dan 2. e. Tindak pidana perbankan yang berkaitan dengan pihak terafilisasi 149 Pasal 50 Dimensi bentuk tindak pidana perbankan, bisa berupa tindak kejahatan seseorang terhadap bank, tindak kejahatan bank terhadap bank lain, ataupun kejahatan bank terhadap perseorangan. Dengan demikian bank dapat menjadi korban maupun pelaku dalam tindak pidana perbankan. Dimensi ruang tindak pidana perbankan tidak terbatas pada suatu tempat tertentu dan bisa melewati batas-batas teritorial usatu negara. Begitu juga dengan dimensi waktunya bisa terjadi seketika, bisa juga berlangsung dalam waktu yang lama. Ruang lingkup terjadinya tindak pidana perbankan dapat terjadi pada keseluruhan bidang perbankan termasuk lembaga keuangan lainnya, sedangkan ketentuan yang dapat dilanggarnya baik tertulis maupun tidak tertulis, juga meliputi norma-norma kebiasaan yang berlaku pada bidang perbankan, namun kesemuanya itu tetap 147 Ketentuan rahasia bank diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat agar informasi nasabah penyiman dan simpanannya tidak disalahgunakan demi menjamin kelangsungan usaha bank, sehingga keberadaan rahasia bank sangat strategis Ibid. 148 Dalam rangka pengawasan bank oleh Bank Indonesia, bank wajib menyampaikan segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya, memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada pada bankserta menyampaikan lapran-laporan dalam waktu dan bentuk yang di tetapkan oleh Bank Indonesia Ibid, halaman 9 149 Pihak terafiliasi ini meliputi pengurus dan pegawai bank baik yang berbentuk Perseroan Terbatas maupun Koperasi, pihak yang memberikan jasanya kepada bank: Akuntan publik, konsultan hukum, penilai dan lain-lain, dan pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pemngelolaan bank: pemegang saham, dan keluarga pengurus bank Ibid, halaman 11. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA harus diatur terlebih dahulu sanksi pidananya. Lingkup pelaku dari tindak pidana perbankan dapat dilakukan oleh perseorangan maupun badan hukum korporasi. 150 Remy Sjahdeini menegaskan bahwa suatu tindak pidana baru dapat dikatakan sebagai suatu tindak pidana perbankan, selain harus memenuhi cirri-ciri dari suatu tindak pidana pada umumnya, harus pula mengandung cirri-ciri khusus yang tidak dipunyai oleh tindak pidana yang lain Menurut Remy, disebut sebagai tindak pidana perbankan jika tindakan itu, selain telah dikriminalisasikan, juga harus mengandung sifat-sifat sebagai berikut: 151 1. Perbuatan tersebut hanya dapat dilakukan terhadap bank, artinya perbuatan itu tidak dapat dilakukan terhadap lembaga lain selain bank atau terhadap orang. 2. Perbuatan tersebut hanya dapat dilakukan dengan menggunakan jasa bank banking service atau produk bank banking product Indrianto Seno Adji melihat tindak pidana perbankan dalam pengertian sempit dan luas. Pengertian sempit dari tindak pidana perbankan hanya terbatas pada perbuatan yang dikategorikan sebagai perbuatan pidana menurut Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 saja lihat pasal 49. Sedangkan pengertian dalam arti luas ialah pidana perbankan yang tidak hanya terbatas kepada yang diatur oleh Undang-undang Perbankan sasja, tetapi tindak pidana demikian merupakan bagian dari tindak pidana ekonomi yang diatur Undang-undang Nomor 7 darurat Tahun 150 Muhammad Djumhana, Opcit, Halaman 454-455 151 N.H.T. Siahaan, Money Laundring dan Kejahatan Perbankan, Jala, Jakarta, 2008, halaman 210 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1995 dengan pengecualian Undang-undang Kepabeanan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997. 152 Menurut Indrianto, tindak pidana dalam arti luas ini tercangkup pada perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam perbuatan pidana yang menggangu sector ekonomi secara luas, yang juga meliputin kejahatan pasar modal Capital Market Crime. Baik dengan itu timbul akibat kerugian pada perusahaan swasta, amupun pemerintah dan BUMN, fiskal dan bea cukai. Dengan demikian, tidak pelak jika dikatakan bahwa tindak pidana perbankan hanyalah bagian dari kejahatan yang tertuang menurut format economic crime. 153 Tipologi kejahatan perbankan yang menyangkut kualifikasi bentuk kejahatan perbankan ada dua jenis, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Bentuk kejahatan dan pelanggaran yang sering terjadi di bidang perbankan antara lain: 154 1. Penipuan, atau kecurangan di bidang perkreditan credit fraud; 2. Penggelapan dana-dana masyarakat embezzlement of public funds; 3. Penyelewengan atau penyalahgunaan dana-dana masyarakat misappropriation of publik funds 4. Pelanggaran terhadap peraturan-perauran keuangan violation of currency regulations 5. Pencucian uang money laundring 1 Penipuan, atau kecurangan di bidang perkreditan credit fraud; Kecurangan fraud adalah pemalsuan; penipuan; atau pemberian gambaran atau keterangan yang tidak sebenarnya dengan tujuan untuk 152 Ibid, halaman 211 153 Ibid, halaman 212 154 Muhammad Djumhana, Opcit, halaman 457 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA memperoleh keuntungan dengan menimbulkan kerugian materil bagi pihak lain. 155 Perbuatan kecurangan perkreditan ini dilihat dari kuantitas terjadinya dilakukan karena adanya kolusi antara pihak yang terkait dalam kegiatan perbankan tersebut. Oknum tertentu dalam bank memberikan kemudahan kepada pelaku dengan mengadakan penyimpamgam terhadap ketentuan perkreditan. Oknum dari pihak bank menerima fasilitas-fasilitas tertentu dari pelaku tindak pidana guna melancarkan pencairan kreditnya dan pada akhirnya kredit yang diberikan kemudian tidak dapat dikembalikan pada waktunya. 156 Risiko terbesar yang hingga kini masih dihadapi oleh dunia perbankan Indonesia adalah dalam hal penyaluran kredit. Hal ini dapat disebabkan sebagian besar penempatan dan pemasukan dana bank berasal dari sektor kredit. 157 Undang-undang perbankan telah memberikan rambu-rambu dalam pasal 2 yang menegaskan bahwa dalam melakukan usahanya Perbankan Indonesia berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian prudential banking. 158 155 Ibid, halaman 459 156 Ibid, halaman 460 157 Bank Indonesia telah memperketat ketentuan permodalan, termasuk kewajiban bank untuk menekan kredit macet hingga dibawah angka 5. Marwan Effendi, Opcit. Halaman 7 158 Tidak ada ketentuan yang baku mengenai prinsip kehati-hatian tersebut, namun dalam pelaksanaan prinsip kehati-hatian tersebut dapat diartikan sebagai prinsip yang diterapkan oleh bank dalam menjalankan usahanya agar senantiasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan perbankan yang berlaku guna menghindari penyimpangan praktek perbankan yang tidak sehat dan untuk meminimalisasi kerugian yang terjadi pada bank.Ibid Pasal 2 UU Perbankan menyatakan bahwa “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanyaberdasarkan kepada asas demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati- hatian”. Salah satu bentuk penerapan prinsip kehati-hatian tersebut adalah pengaturan pada pasal 8 UU Perbankan yang menyatakan bahwa “dalam rangka pemberian kredit kepada nasabah bank, maka bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian dengan cara melakukan analisis yang mendalam tentang nasabah dan dimiliki serta diterapkannya pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”. Dalam SK DIR Bank Indonesia No. 27162 diatur juga prinsip kehati-hatian dalam perkreditan, antara lain tentang jumlah maksimum fasilitas kredit, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Selain karena adanya kolusi, juga dapat disebabkan oleh adanya ketidakmampuan pihak bank dalam dalam menganalisis informasi dan data yang diajukan nasabah sebagai pemohon kredit financial recasting. 159 Bank dapat menjadi objek atu korban tindak pidana dalam hal perkreditan, misalnya kredit yang diajukan dengan agunan fiktif. 2 Penggelapan dana masyarakat Penggelapan dana masyarakat ini sering terjadi dengan modus operandi berupa pembuatan dokumen palsu, pemindahbukuan dan transfer fiktif. Pelaku penggelapan dana pada dasarnya mereka yang diserahi pengelolaan dana pada bank, misalnya teller, kasir, pejabatkariawan yang berhubungan dengan pengelolaan dana. 160 Akibat kerugian dari penggelapan dana ini tidak hanya bersifat ekonomis semata, melainkan juga dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada dunia perbankan dan bahkan termasuk juga kepada pemerintah. 161 3 Penyelewengan atau penyalahgunaan dana masyarakat Tindakan mark up penggelembungan jumlah kebutuhan investasi suatu proyek untuk mendapatkan kredit yang jauh lebih besar dari semestinya sangat berkaitan dengan perkreditan dan menyangkut juga penyelewengan terhadap dana masyarakat yang terkumpul di bank sebagai nasabahnya. Dampak dari pada tindakan mark up dan penyelewengan ini antara lain: 162 kredit yang perlu dihindri, tata cara penilaian kualitas aktiva produktif, profesionalisme dan integritas pejabat perkreditan Wahyuni Bahar dkk, Opcit, halaman13-14. 159 Muhammad Djumhana, Opcit, halaman 461 160 Ibid, halaman 462 161 Ibid, halaman 462-463 162 Ibid, halaman 464 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA a. Timbulnya peningkatan jumlah kredit bermasalah akibat penyelewengan dan mark up sangat berpeluang terhadap terjadinya kemungkinan kegagalan proyek. b. Terhambatnya pemerataan untuk mendapatkan kredit. c. Penerimaan pajak mengecil akibat harga proyek yang diperbesar sehingga nilai depresiasinya pun membesar dan akhirnya akan memperbesar penghasilan kena pajak sehingga penerimaan pajak akan berkurang. 4 Pelanggaran terhadap peraturan keuangan Pelanggaran terhadap peraturan keuangan dapat dilakukan oleh mereka yang berkecimpung di dunia perbankan baik sebagai pegawai biasa sampai pada pejabat tingginya. Jenis perbuatan yang dapat menjad pelanggaran terhadap peraturan keuangan ini diantaranya perbuatan yang berhubungan dengan legalitas, perizinan pendirian, pelanggaran yang berhubungan dengan pemberian kredit dan pemberian jasa serta lalu lintas pembayaran. 163 Bentuk-bentuk pelanggaran yang tercantum dalam UU Perbankan, diantaranya sebagai berikut: 164 a. Kejahatan berupa pendirian usaha bank tanpa izin atau bank gelap pasal 46 b. Kejahatan tentang pembocoran rahasia bank, yaitu pembocoran rahasia oleh anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank, atau pihak terafiliasi lainnya pasal 47 ayat 2, atau sebaliknya mereka sengaja tidak memberikan keterangan yang menjadi kewajibannya berupa pembukuan informasi yang 163 Ibid, halaman 465 164 Ibid, halaman 465-467 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dimasud sebagai rahasia bank untuk kepentingan tertentu pasal 47A UU Perbankan c. Kejahatan yang dilakukan oleh anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang sengaja tidak memberikan keterangan atau informasi kepada Bank Indonesia Pasal 48 ayat 1. d. Kejahatan yang dilakukan oleh anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang sengaja membuat, atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, transaksi atau rekening suatu bank Pasal 49 ayat 1. e. Kejahatan yang dilakukan oleh anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang sengaja menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi, atau rekening suatu bank. pasal 49 ayat 1 huruf b. f. Kejahatan yang dilakukan oleh anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang sengaja mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam laporan atau pembukuan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan atau menghilangkan catatan pembukuan tersebut. pasal 49 ayat 1 huruf c g. Kejahatan yang dilakukan oleh anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang sengaja meminta atau menerima, mengizinkan atau UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau keluarganya dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka pemberian persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank. Pasal 49 ayat 2 huruf a h. Kejahatan yang dilakukan oleh anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang sengajatidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank. pasal 49 ayat 2 huruf b i. Pihak terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang perbankan dan ketentuan peraturan lainnya yang berlaku bagi bank. pasal 50 5 Pencucian uang money laundring Pencucian uang adalah tindakan dari seorang pemilik guna membersihkan uangnya dengan cara menginvestasikan atau menyimpannya di lembaga UNIVERSITAS SUMATERA UTARA keuangan, tindakan tersebut dikarenakan uangnya merupakan hasil dari tindakan yang melanggar hukum. 165 Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang bahwa hasil tindak pidana yang masuk dalam kategori tindak pidana pencucian uang adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana berupa Korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, atau tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau lebih. 166

B. Tindak Pidana Korupsi di Bidang Perbankan

Dokumen yang terkait

Kajian Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Dunia Perbankan (Studi Putusan Nomor: : 79/Pid.Sus.K/2012/PN.MDN

1 55 94

Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi di Bidang Perbankan (Studi Putusan PN Jakarta Selatan No: 2068/Pid. B/2005/Pn.Jak.Sel)

1 57 168

Analisis Hukum Terhadap Sifat Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan No. Reg. 1576/Pid. B/2010/PN. Medan)

4 52 110

Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Di Semarang)

0 34 179

Analisis Yuridis Mengenai Dualisme Kewenangan Mengadili Tindak Pidana Korupsi Antara Pengadilan Negeri Dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

0 65 109

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan MA No. 1384 K/PID/2005)

1 65 124

Analisis Hukum Terhadap Pidana di Bidang Kehutanan (Studi Putusan No.481/K/Pid.B/2006 PN Jkt.Pst & Putusan Mahkamah Agung No. 2462/K/Pid/2006 dengan terdakwa Darianus Lungguk Sitorus)

6 90 359

Analisis terhadap Penerapan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Pengadilan...

0 48 5

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk - Kajian Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Dunia Perbankan (Studi Putusan Nomor: : 79/Pid.Sus.K/2012/PN.MDN

0 0 22

Proses Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di Bidang Perbankan Di Kota Medan

0 0 133