Analisis Kepuasan Anggota Terhadap Kualitas Pelayanan Koperasi Guru dan Pegawai (KOGUPE) Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 46 Jakarta

(1)

1.1. Latar Belakang

Koperasi merupakan gerakan ekonomi yang sesuai dengan amanat pasal 33 UUD 1945 ayat 1 yang berbunyi bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Lebih lanjut dalam penjelasan UUD 1945 tersebut dinyatakan bahwa badan usaha yang sesuai dengan asas kekeluargaan tersebut adalah koperasi. Dalam pelaksanaannya, koperasi diharapkan tumbuh sebagai organisasi dan badan usaha yang dapat berperan sesuai dengan UU Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992 serta diharapkan juga mampu berhasil memajukan unit usaha didalamnya baik secara kualitas maupun kuantitas, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

Sebagaimana diketahui, koperasi memiliki ciri khas yang berbeda dengan badan usaha lainnya, yaitu memiliki identitas ganda (dual identity), dimana para anggota koperasi di samping sebagai pemilik (owner) juga sebagai pelanggan atau pengguna (user) dari produk atau jasa yang dihasilkan koperasi (UU RI No.25, 1992). Selain bentuk partisipasi anggota, koperasi juga dapat tumbuh dan berkembang melalui manajemen aktiva yang baik, pinjaman dari kreditur, pengelolaan dana yang baik dan pengalokasian dana yang tepat.

Selama tahun 2009-2011, pembangunan koperasi nasional mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai indikator seperti jumlah koperasi, jumlah penyerapan tenaga kerja, permodalan, volume usaha dan nilai Sisa Hasil Usaha (SHU). Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa tahun 2010 jumlah koperasi mengalami peningkatan sebesar 7.071 unit atau 4,14 persen dan tahun 2011 sebesar 10.699 unit atau 6,02 persen. Seiring dengan adanya peningkatan jumlah koperasi, maka tenaga kerja yang digunakan pada tahun 2011 semakin banyak, yakni mencapai 377.238 orang atau meningkat sebesar 5,57 persen dari tahun 2009. Hal ini menunjukkan koperasi dapat menekan pengangguran di Indonesia. Sedangkan dilihat dari sisi aset, modal sendiri yang dikelola koperasi


(2)

hingga tahun 2011 mencapai lebih dari Rp 35,79 trilyun atau meningkat sebesar 26,26 persen dari tahun 2009. Lebih dari itu, koperasi juga mengelola modal luar yang mencapai lebih dari Rp 39,68 trilyun, dengan kenaikan dari tahun 2010 mencapai lebih dari Rp 5 trilyun. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa keterkaitan koperasi dengan masyarakat tidak sekedar dalam bentuk keanggotaan dan usaha saja, tetapi juga dalam mengelola aset keuangan masyarakat luas. Sementara volume usaha dan Sisa Hasil Usaha (SHU) pun mengalami peningkatan hingga tahun 2011 mencapai lebih dari Rp 95,06 trilyun dan Rp 6,33 trilyun.

Tabel 1. Data perkembangan kinerja koperasi di Indonesia tahun 2009-2011

Indikator 2009 2010 2011

Jumlah Koperasi (unit) Koperasi Aktif

Koperasi Tidak Aktif

170.411 120.473 49.938 177.482 124.855 52.627 188.181 133.666 54.515 Tenaga Kerja (orang)

Manager Karyawan 357.330 32.169 325.161 358.768 32.050 326.718 377.238 34.342 342.896 Permodalan (Rp-Juta)

Modal Sendiri Modal Luar 59.852.609,95 28.348.727,78 31.503.882,17 64.788.726,57 30.102.013,90 34.686.712,67 75.484.237,15 35.794.284,64 39.689.952,51 Volume Usaha (Rp-Juta) 82.098.587,19 76.822.082.40 95.062.402,21 Sisa Hasil Usaha (Rp-Juta) 5.303.813,94 5.622.164,24 6.336.480,97 Sumber :Kementerian Negara Koperasi dan UKM, 2009-2011 (diolah)

Pada umumnya, pembangunan koperasi nasional tidak terlepas dari perkembangan koperasi di banyak daerah, salah satunya seperti di Kotamadya Jakarta Selatan. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun 2011 kinerja koperasi di wilayah Jakarta Selatan juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 jumlah koperasi meningkat sebanyak 59 unit koperasi atau 2,79 persen, jumlah tenaga kerja mengalami peningkatan sebanyak 137 orang atau 2,34 persen, dan SHU meningkat sebanyak Rp 16,044,00 atau 12,49 persen. Untuk lebih jelas, data perkembangan koperasi Kotamadya Jakarta Selatan pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 2.


(3)

Tabel 2. Data perkembangan kinerja koperasi Kotamadya Jakarta Selatan tahun 2010-2011

Indikator Tahun 2010 Tahun 2011 Peningkatan Jumlah Koperasi (unit)

Koperasi Aktif Koperasi Tidak Aktif

2.109 1.338 771 2.168 1.407 761 59 69 -10 Tenaga Kerja (orang)

Manager Karyawan 5.833 547 5.286 5.970 558 5.412 137 11 126 Permodalan (Rp-Juta)

Modal Sendiri Modal Luar 745.510,00 385.190,00 360.320,00 920.273,00 514.913,00 405.360,00 174.763,00 129.723,00 45.040,00 Volume Usaha (Rp-Juta) 1.070.089,00 1.204.920,00 134.831,00 Sisa Hasil Usaha (Rp-Juta) 128.410,00 144.454,00 16.044,00 Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UKM, 2010-2011 (diolah)

Selain itu pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa Kotamadya Jakarta Selatan juga merupakan kota yang memiliki pembangunan koperasi lebih cepat dibandingkan dengan kota-kota lain di wilayah DKI Jakarta. Sebanyak 28,87 persen jumlah koperasi di Kotamadya Jakarta Selatan telah memberikan kontribusi dalam pembangunan koperasi di DKI Jakarta atau sebesar 2.168 unit koperasi.

Tabel 3. Data keragaman koperasi berdasarkan Kabupaten/Kota DKI Jakarta per 31 desember 2011

Kota/Kabupaten Jumlah Koperasi (Unit) Tenaga Kerja (orang) Permodalan (Rp-Juta) Volume Usaha (Rp-Juta) SHU (Rp-Juta)

Jakarta Pusat 1.557 3.184 867.648 700.353 81.850

Jakarta Selatan 2.168 5.970 920.273 1.204.920 144.454

Jakarta Barat 895 2.646 275.149 1.311.022 95.331

Jakarta Timur 1.871 4.323 493.215 963.705 108.572

Jakarta Utara 981 4.321 221.267 1.451.542 78.812

Kab. Administrasi

Kepulauan Seribu 35 63 15.525 82.196 19.980

Total 7.507 20.507 2.793.077 5.713.738 528.999

Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UKM, 2011

Akan tetapi, jumlah koperasi yang beroperasi di Kotamadya Jakarta Selatan tidak sebanding dengan jumlah koperasi yang berkualitas. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM (2009) menjelaskan jumlah koperasi berkualitas di Kotamadya Jakarta Selatan sebanyak 5 unit koperasi yang terdiri atas 4 unit koperasi simpan pinjam dan 1 unit koperasi konsumen, padahal jumlah koperasi


(4)

saat itu sebanyak 127 unit koperasi. Salah satu penyebab rendahnya jumlah koperasi berkualitas tersebut adalah rendahnya keterikatan anggota terhadap anggota lain maupun terhadap organisasi, dalam hal rasa tanggung renteng atau kemauan untuk berbagi resiko (risk sharing) pada pemanfaatan pelayanan koperasi. Akibatnya, partisipasi anggota terhadap kemajuan koperasi semakin tidak tampak. Hal inilah yang menjadikan suatu organisasi koperasi menjadi tidak berkembang. Salah satu koperasi yang terkena dampak dari rendahnya partisipasi anggota adalah Koperasi Guru dan Pegawai (KOGUPE) SMAN 46 Jakarta.

Koperasi Guru dan Pegawai (KOGUPE) SMA Negeri 46 Jakarta merupakan salah satu koperasi di kawasan Jakarta Selatan. KOGUPE ini beranggotakan guru dan karyawan sekolah. Dalam menjalankan aktivitasnya, KOGUPE bergerak pada usaha simpan pinjam dan pertokoan. Untuk mengatasi rendahnya partisipasi anggota, KOGUPE telah memberikan layanan simpan pinjam dan kredit barang yang mudah walau dana pinjaman yang disediakan KOGUPE terbatas. Dalam pelayanan simpan pinjam, KOGUPE menyimpan dana tabungan anggota dan meminjamkan dana tersebut kepada anggota kembali dengan pengembalian secara kredit. Pada pelayanan kredit barang, KOGUPE berperan sebagai agen barang sekunder yang diinginkan anggota dengan sistem kredit barang pada usaha pertokoan. Sebagai penghimpun dana anggota walaupun dalam lingkup yang terbatas, layanan simpan pinjam dan kredit barang ini memiliki karakter yang khas, yaitu merupakan usaha yang didasarkan pada kepercayaan dan banyak menanggung resiko. Oleh karena itu pengelolaannya harus dilakukan secara profesional dan ditangani oleh pengelola yang memiliki keahlian dan kemampuan yang baik, dengan dibantu oleh sistem pengawasan internal yang ketat.

Untuk meningkatkan pelayanan tersebut, KOGUPE telah menambah jumlah hutang dari pihak sekolah serta memberlakukan peningkatan simpanan wajib sebesar Rp 5.000 per tahun. Berdasarkan atas laporan KOGUPE tahun 2010-2011 menjelaskan jumlah hutang KOGUPE kepada pihak sekolah mengalami penambahan sebanyak Rp 24.975.000 serta terdapat penambahan jumlah simpanan wajib anggota sebanyak Rp 51.204.000. Dana-dana tersebut digunakan KOGUPE untuk menambah dana cadangan pinjaman guna untuk


(5)

memberikan pelayanan yang optimal. Namun usaha tersebut tidak berkembang seperti yang diharapkan. Terdapat beberapa masalah yang menjadi kendala, antara lain tingkat kepercayaan anggota yang menurun dan angsuran pinjaman anggota yang tidak disiplin.

Beberapa indikator turunnya tingkat kepercayaan anggota yaitu pertama, rendahnya daya beli anggota terhadap barang toko sehingga sebagian besar jenis barang toko kurang diminati anggota. Hal ini karena sebagian besar barang toko adalah barang konsumsi siswa seperti perlengkapan seragam sekolah, buku-buku dan LKS siswa serta alat tulis. Kedua, tempat KOGUPE pun terlihat tidak menarik, jika dari kejauhan terlihat seperti garasi gudang. Berbeda jauh jika dibandingkan dengan tempat usaha lainnya seperti kantin sekolah yang lebih tertata rapi. Ketiga, pengelola KOGUPE kurang mampu memberikan penawaran yang kompetitif seperti harga yang lebih murah, barang yang lebih bagus, lokasi yang strategis dan tempat yang lebih nyaman dan bersih. Sebagai contoh sebagian anggota beranggapan dengan memilih barang yang kualitas bagus akan menaikkan citra (image) mereka. Adapun sebagian anggota lainnya kemungkinan memilih lokasi yang strategis agar mudah dijangkau, sedangkan anggota lainnya akan lebih memilih kebersihan dan kenyamanan tempat sehingga membuat mereka merasa nyaman.

Permasalahan lainnya adalah angsuran pinjaman anggota tidak disiplin. Menurut pengurus, kebanyakan anggota memerlukan waktu antara satu minggu hingga dua bulan dalam mendapatkan dana pinjaman. Hal ini karena sebagian besar anggota memiliki sisa pinjaman mulai dari Rp 5.000.000 hingga Rp 23.000.000 yakni sebanyak 21 anggota (KOGUPE, 2011). Kedua, persyaratan yang ditetapkan KOGUPE tidak ada batas jumlah pinjamannya sehingga dalam prakternya dapat menciptakan nepotisme antara oknum pengurus dengan anggota yang sudah lama. Ketiga, besarnya permintaan anggota terhadap dana pinjaman dapat mengakibatkan secara internal pengurus kurang mampu menepati janji dalam memberikan pinjaman tepat waktu pada peminjam berikutnya. Maksudnya adalah jumlah pinjaman anggota telah melebihi kemampuan KOGUPE yang seharusnya memberikan pinjaman kepada anggota dengan jumlah maksimal


(6)

sebesar Rp 5.000.000. Konsekuensinya, peminjam berikutnya harus menunggu antrian.

Tentunya, permasalah-permasalahan tersebut menunjukkan bahwa kualitas KOGUPE dalam memberikan pelayanan kepada anggotanya kurang optimal sehingga sebagai konsekuensinya terjadi penurunan SHU KOGUPE pada tahun 2010 sebanyak Rp 27.923.107 dari tahun sebelumnya (KOGUPE, 2011). Menurut Umar (2003) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi suatu pelayanan dikatakan berkualitas terutama jasa yaitu expected service dan perceive service. Apabila jasa yang diterima sesuai yang diharapkan, maka kualitas pelayanan yang dipersepsikan baik dan memuaskan. Apabila jasa yang diterima melampaui harapan maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Sebaliknya, apabila jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan yang dipersepsikan buruk. Dengan demikian, kualitas pelayanan yang sebenarnya dinilai dari kebutuhan anggota dan berakhir pada persepsi anggota kembali. Hal ini berarti citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan atas sudut pandang pengelola KOGUPE melainkan sudut pandang atau persepsi anggotanya.

Kualitas pelayanan KOGUPE yang kurang optimal dapat mengakibatkan anggota tidak loyal sehingga menurunkan tingkat kepuasan mereka terhadap pelayanan yang diberikan KOGUPE. Jika anggota KOGUPE tidak puas, maka mereka tidak akan memanfaatkan jasa koperasi, dimana akibatnya KOGUPE akan mengalami kerugian dan mungkin saja dalam jangka waktu tertentu KOGUPE akan bubar. Namun sebaliknya, jika anggota KOGUPE puas, maka mereka akan memanfaatkan jasa koperasi, dimana akibatnya KOGUPE akan berkembang. Sejalan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan pengukuran kepuasan anggota terhadap kualitas pelayanan KOGUPE SMAN 46 Jakarta. Pengukuran terhadap tingkat kepuasan anggota akan berguna bagi KOGUPE untuk mengetahui pelayanan mana saja yang harus dipertahankan atau diperbaiki oleh pengelola KOGUPE. Hubungan karakteristik anggota dalam pengukuran kepuasan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan anggota. Karakteristik yang dimaksud adalah usia anggota, tingkat pendidikan, jenis kelamin, status pernikahan dan penghasilan anggota. Pelayanan yang sama dengan karakteristik yang berbeda akan menimbulkan kepuasan yang berbeda.


(7)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa fokus permasalahan dari penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana penilaian anggota koperasi terhadap kualitas pelayanan KOGUPE SMA Negeri 46 Jakarta?

2. Bagaimana tingkat kepuasan anggota koperasi terhadap pelaksanaan pelayanan KOGUPE SMA Negeri 46 Jakarta?

3. Bagaimana hubungan antara karakteristik anggota koperasi dengan tingkat kepuasan anggota koperasi atas pelaksanaan pelayanan KOGUPE SMA Negeri 46 Jakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui tanggapan/penilaian anggota koperasi terhadap kualitas pelayanan

KOGUPE SMA Negeri 46 Jakarta.

2. Mengukur dan menganalisis tingkat kepuasan anggota koperasi terhadap pelaksanaan pelayanan KOGUPE SMA Negeri 46 Jakarta.

3. Mengetahui hubungan antara karakteristik anggota koperasi dengan kepuasan anggota koperasi atas pelaksanaan pelayanan KOGUPE SMA Negeri 46 Jakarta.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain:

1. Sebagai sumbangan pemikiran kepada koperasi dalam memperbaiki pelayanan yang kurang optimal agar pihak pengelola KOGUPE dapat mengetahui pelayanan mana saja yang harus dipertahankan atau diperbaiki oleh pengelola KOGUPE.

2. Bagi peneliti akan diperoleh pengetahuan ilmiah dan pengalaman praktis dalam memperbaiki pelayanan yang kurang optimal sehingga penurunan laba koperasi dapat teratasi

3. Bagi pendidikan, diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna sebagai acuan (benchmark) dalam melakukan penelitian-penelitian selanjutnya demi pengembangan ilmu pengetahuan.


(8)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berfokus pada kepuasan anggota pengguna jasa koperasi terhadap mutu layanan jasa di KOGUPE. Pengambilan sampel dilakukan kepada responden yang merupakan guru dan pegawai SMA dengan syarat telah satu tahun bergabung dalam organisasi KOGUPE. Hal ini karena anggota tersebut sudah lebih mengetahui tentang pelaksanaan KOGUPE di sekolah tersebut.


(9)

2.1. Koperasi

Koperasi berasal dari bahasa latin Coopere yang dalam Bahasa Inggris disebut Cooperation. Co berarti bersama dan Operation berarti bekerja. Dalam hal ini, kerjasama tersebut dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama (Tunggal, 1995).

Pengertian koperasi secara yuridis tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Bab 1 tentang Ketentuan Umum. Diman Pasal 1 : Ayat (1) Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerak ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

2.1.1 Prinsip – prinsip Koperasi

Menurut Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 5 disebutkan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam koperasi meliputi:

1. Keanggotan yang Sukarela dan Terbuka

Koperasi adalah organisasi yang bersifat sukarela, terbuka bagi semua orang yang bersedia menerima jasa-jasanya dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaannya, tanpa membedakan jenis kelamin (jender), latar belakang sosial, ras, politik atau agama.

2. Pengawasan Demokratis oleh Anggota

Koperasi adalah organisasi demokratis yang diawasi oleh para anggotanya, yang secara aktif menetapkan kebijakan dan membuat keputusan. Pria dan wanita yang dipilih sebagai wakil anggota bertanggung jawab kepada rapat anggota. Dalam koperasi primer, para anggota memiliki hak suara (satu anggota satu suara) dan koperasi di tingkat-tingkat lainnya juga dikelola secara demokratis.

3. Partisipasi Anggota dalam Kegiatan Ekonomi

Para anggotanya memberikan kontribusi permodalan koperasi secara adil dan melakukan pengawasan secara demokratis (terhadap modal tersebut).


(10)

Setidaknya sebagian dari modal itu adalah milik bersama koperasi. Apabila ada, para anggota biasanya menerima kompensasi yang terbatas atas modal yang diisyaratkan untuk menjadi anggota. Para anggota mengalokasikan sisa hasil usaha untuk salah satu atau beberapa dari tujuan berikut:

 Mengembangkan koperasi mereka, mungkin dengan membentuk dana cadangan, sebagian daripadanya tidak dapat dibagikan;

 Membagikan kepada anggota seimbang dengan transaksi mereka dengan koperasi;

 Mendukung kegiatan lainnya yang disahkan oleh rapat anggota. 4. Otonomi dan Kemandirian (Independence)

Koperasi adalah organisasi otonom, menolong diri sendiri serta diawasi oleh pada anggotanya. Apabila koperasi mengadakan perjanjian dengan organisasi lain, termasuk pemerintah atau memupuk modal dari sumber luar, koperasi melakukannya berdasarkan persyaratan yang menjamin pengawasan demokratis oleh para anggotanya dan mempertahankan otonomi mereka.

5. Pendidikan, Pelatihan dan Penerangan

Koperasi memberikan pendidikan dan pelatihan bagi para anggota, wakil-wakil anggota yang dipilih oleh rapat anggota serta para manajer dan karyawan, agar mereka dapat melakukan tugasnya lebih efektif bagi perkembangan koperasinya. Mereka memberikan penerangan kepada masyarakat umum – khususnya pemuda dan para pembawa opini di masyarakat - tentang hakekat perkoperasian dan manfaat berkoperasi. 6. Kerjasama Antar Koperasi

Koperasi melayani para anggotanya secara efektif dan memperkuat gerakan koperasi dengan kerjasama melalui struktur lokal, nasional, regional dan internasional.

7. Kepedulian terhadap Masyarakat

Koperasi melakukan kegiatan untuk pengembangan masyarakat secara berkelanjutan, melalui kebijakan-kebijakan yang diputuskan oleh rapat.


(11)

2.1.2 Tujuan, Fungsi dan Peran Koperasi

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 3 menyebutkan bahwa koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Lebih lanjut lagi, pada Pasal 4 menjelaskan bahwa fungsi dan peran koperasi sebagai berikut:

1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan anggota dan masyarakat.

3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya.

4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

2.1.3 Perangkat Organisasi Koperasi

Berdasarkan pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian menjelaskan bahwa perangkat organisasi koperasi terdiri dari:

1. Rapat Anggota

Pada Pasal 22 dinyatakan bahwa rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Lanjutnya, pada Pasal 23 menyatakan bahwa rapat anggota menetapkan: anggaran dasar; kebijakan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi; pemilihan, pengangkatan, pemberhentian pengurus dan pengawas; rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi serta pengesahan laporan keuangan; pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya; pembagian sisa hasil usaha; penggabungan,


(12)

peleburan, pembagian, dan pembubaran koperasi. Sementara pada Pasal 25 menyatakan bahwa rapat anggota dilakukan paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun. Selain itu pada Pasal 27 menyatakan bahwa koperasi dapat melakukan rapat anggota luar biasa apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenangnya ada pada rapat anggota.

2. Pengurus

Pada Pasal 29 menyatakan bahwa pengurus dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota serta masa jabatan pengurus paling lama 5 (lima) tahun. Lanjutnya, pada Pasal 30 menyatakan bahwa pengurus bertugas: mengelola koperasi dan usahanya; mengajukan rencana-rencana kerja serta rancangan rencana-rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi; menyelenggarakan rapat anggota; mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas; menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib; memelihara daftar buku anggota dan pengurus. Serta pengurus berwenang: mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan; memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar; melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi dengan tanggung jawabnya dan keputusan rapat anggota. Selain itu, pada Pasal 31 menyatakan bahwa pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya kepada rapat anggota atau rapat anggota luar biasa.

3. Pengawas

Pada Pasal 38 menyatakan bahwa pengawas dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota. Lanjutnya, pada Pasal 39 menyatakan bahwa pengawas bertugas: melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi serta membuat laporan tertulis tentang pengawasannya. Kemudian, pengawas juga berwenang: meneliti catatan yang ada pada koperasi dan mendapatkan segala keterangan yang


(13)

diperlukan. Pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.

2.1.4 Permodalan Koperasi

Menurut pasal 41 dan 42 Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, modal koperasi terdiri dari modal sendiri, modal pinjaman, dan modal penyertaan. Modal sendiri adalah modal yang menanggung resiko atau disebut modal equity dan berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan dan hibah. Sementara modal pinjaman adalah modal yang diperoleh dari anggota, koperasi lainnya dan/atau anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, serta sumber lain yang sah, yang wajib dikembalikan oleh koperasi. Sedangkan modal penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh pemodal untuk menambah dan memperkuat struktur permodalan koperasi dalam meningkatkan kegiatan usahanya.

2.1.5 Klasifikasi Koperasi

Secara garis besar klasifikasi koperasi terbagi atas empat katagori yakni menurut jenisnya, menurut bentuknya, serta menurut status hukum yang dimilikinya. Berdasarkan atas Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 07/Per/M.KUKM/IX/2011 tentang Pedoman Pengembangan Koperasi Skala Besar Bab I menjelaskan bahwa koperasi dibagi menjadi lima jenis, yaitu :

1. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang melaksanakan kegiatan usahanya hanya usaha simpan pinjam.

2. Koperasi Produsen adalah koperasi yang anggotanya memiliki rumah tangga usaha atau perusahaan sendiri-sendiri tetapi tetap bekerjasama dalam wadah koperasi untuk menghasilkan dan memasarkan barang atau jasa serta kegiatan utamanya menyediakan pengoperasian atau pengelola sarana produksi bersama.

3. Koperasi Konsumen adalah koperasi yang anggotanya para konsumen akhir atau pemakai barang atau jasa dan kegiatan atau jasa utama adalah melakukan pembelian bersama.


(14)

4. Koperasi Jasa adalah koperasi yang anggotanya para penghasil jasa untuk memenuhi kebutuhan akhir dari para pemakai jasa yang dihasilkan, dan kegiatan usaha koperasi ini untuk memenuhi kebutuhan para anggota dan menghasilkan jasanya.

5. Koperasi pemasaran adalah koperasi yang anggotanya para produsen atau pemilik barang atau penyedia jasa, dimana kegiatan utamanya adalah melakukan pemasaran bersama atas produk dan jasa yang dihasilkannya.

Adapun menurut Partomo dan Soejoedono (2002), koperasi juga dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu :

1. Koperasi Primer

Koperasi yang anggotanya adalah orang-orang (minimal 20) yang memiliki kesamaan kepentingan ekonomi dan melakukan kegiatan usaha yang langsung melayani para anggotanya tersebut.

2. Koperasi Sekunder

Koperasi yang beranggotakan badan-badan hukum koperasi (minimal tiga) karena kesamaan kepentingan ekonomis mereka berfederasi (bergabung) untuk tujuan efisiensi dan kelayakan ekonomis dalam rangka melayani para anggotanya.

Adapun jenis koperasi menurut status hukum yang dimilikinya dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :

1. Koperasi Berbadan hukum (Koperasi Formal)

Koperasi yang telah memiliki badan hukum koperasi dan karenanya dapat melakukan badan hukum koperasi dan melakukan tindakan hukum yang berkenaan dengan seluruh kegiatan usahanya.

2. Lembaga kerjasama ekonomi masyarakat yang belum atau tidak berbadan hukum.

Yaitu kegiatan kerjasama ekonomi masyarakat karena kesamaan kebutuhan atau kepentingan ekonomi di antara para anggotanya.


(15)

2.1.6 Perbedaan Koperasi dengan Perseroan

Koperasi dan perseroan merupakan dua hal yang berbeda, baik dari pemiliki, tujuan pendirian, hak dan tanggung jawab. Perbedaan koperasi dan perseroan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbedaan koperasi dan perseroan

PERSEROAN KOPERASI

Pemiliki/Pemodal: Pemilik/Pemodal:

Semua orang yang memiliki modal, uang, barang bergerak maupun tidak bergerak, keahlian, koneksi, dan lain-lain

 Para produsen yang ingin memperkuat dan memperbaiki usahanya, yang sadar bahwa keinginannya tersebut tidak dapat dicapai apabila diusahakan sendiri

 Para konsumen yang ingin memperkuat daya belinya, yang sadar bahwa keinginannya tersebut tidak dapat dicapai apabila diusahakan sendiri.

Tujuan: Tujuan:

Memperoleh keuntungan sebesar-besarnya bagi pemodal, dengan cara menggunakan modal untuk membeli barang/jasa untuk dijual di pasar.

 Memperbaiki dan memperkuat kondisi usaha pemodal atau

memenuhi kepentingan

ekonomi pemodal (anggota)  Cara kerjanya: jika pemodalnya

produsen, maka usaha koperasi adalah menekan biaya produksi dengan cara penyediaan sarana produksi yang murah dan berkualitas atau memasarkan hasil produksi anggota dengan harga setinggi yang layak. Sedangkan jika pemilik atau pemodalnya konsumen, maka uasah koperasi menjadi lebih murah bagi pemodal.

Hak dan tanggung jawab: Hak dan tanggung jawab:

Sebatas saham yang dimiliki, jumlah pemilikan saham menentukan hak suara (one share one vote) dan saham biasa diperjualbelikan

Sama antara setiap anggota tidak sebatas saham yang dimiliki, saham tidak menentukan besarnya hak suara (one man one vote) dan saham tidak bisa diperjualbelikan

Sumber : Nasution, 2008

2.2. Koperasi Jasa dan Pelayanan Koperasi

Koperasi jasa menurut Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 07/Per/M.KUKM/IX/2011 adalah koperasi yang


(16)

anggotanya para penghasil jasa untuk memenuhi kebutuhan akhir dari para pemakai jasa yang dihasilkan, dan kegiatan usaha koperasi ini untuk memenuhi kebutuhan para anggota dan menghasilkan jasanya. Lebih lanjut lagi, pengertian jasa atau pelayanan menurut Kotler (2005) adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada suatu produk fisik. Sedangkan menurut Rangkuti (2003) mendefinisikan jasa sebagai pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain yang pada umumnya diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa jasa atau pelayanan bagi lembaga koperasi pada hakekatnya merupakan proses atau aktivitas yang tidak berwujud seperti layaknya suatu barang. Adapun pihak yang menerima atau memanfaatkan jasa tidak dapat menyimpan jasa tersebut karena unsur ketidakberwujudan jasa tersebut.

2.2.1 Karakteristik Jasa

Menurut Kotler dalam Wijaya (2011), karakteristik jasa dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Tidak berwujud (Intangible)

Jasa berbeda dari barang. Jika barang merupakan suatu benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja, atau usaha. Jika barang dapat dimiliki, maka jasa hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki. Jasa bersifat intangible, artinya tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, dicium, dan didengar sebelum dibeli. Konsep intangible ini sendiri memiliki dua pengertian, yaitu : sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa serta sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diformulasikan dan dipahami secara rohaniah. Oleh karena itu, diperlukan tanda-tanda atau bukti kualitas jasa untuk mengurangi ketidakpastian tersebut. Kualitas jasa tersebut dapat diwujudkan melalui tempat, orang, peralatan, bahan-bahan komunikasi, simbol dan harga. Karena itu, penting bagi penyedia


(17)

jasa untuk mengelola bukti tersebut dan mewujudkan yang tidak berwujud.

2. Tidak terpisahkan (Inseparability)

Jasa adalah inseparable, karena tidak dapat dipisahkan tempat atau waktu dari sarana produksi atau produsen yang menghasilkannya. Seringkali terjadi waktu dan tempat memproduksi dan menjual jasa dilakukan bersamaan. Hal ini dikarenakan output jasa dikonsumsi di tempat jasa tersebut dihasilkan. Dengan demikian, kehadiran pelanggan sangat diperlukan dalam bisnis jasa. Dalam hal ini kesetiaan pelanggan seringkali terkait dengan kinerja orang yang menyajikan jasa tersebut dan bukan semata-mata pada produsennya.

Beberapa karakteristik di bawah ini merupakan karakteristik yang timbul karena sifat jasa yang inseparability, yaitu :

a. Kegiatan pemasaran dan produksi sangat interaktif; b. Terlibatnya konsumen secara aktif;

c. Sangat sukar melakukan produksi massal, karena jasa sangat bersifat individual sehingga sangat sulit melakukan standarisasi; serta

d. Pengendalian kualitas jasa sulit dilakukan, karena tidak dapat diproduksi sebelumnya.

Dalam hubungan penyedia jasa dan pelanggan, efektivitas individu yang menyampaikan jasa merupakan unsur penting. Dengan demikian, kunci keberhasilan bisnis adalah jasa ada pada proses rekrutmen, kompensasi, pelatihan, dan pengembangan karyawannya. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah pemberian perhatian khusus pada tingkat partisipasi/keterlibatan pelanggan dalam proses jasa. Selain itu, pemilihan lokasi yang tepat dalam artian dekat dan mudah dicapai pelanggan juga perlu dipertimbangkan.

3. Bervariasi (Variability)

Jasa bersifat sangat berbeda karena pada umumnya jasa merupakan nonstandardized output, artinya banyak variasi kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Hal ini dikarenakan kepuasan pelanggan terhadap layanan jasa yang diterimanya


(18)

mempengaruhi mutu penyaji jasa tersebut. Oleh karena itu diperlukan perbedaan mutu orang dan sarana dalam penyediaan jasa guna memenuhi keinginan konsumen yang berbeda-beda dan beraneka ragam. Para pembeli jasa sangat peduli terhadap variabilitas yang tinggi ini dan seringkali mereka meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan untuk memilih penyedia jasa.

4. Mudah Lenyap (Perishability)

Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama. Dengan kata lain, jasa yang tidak terjual pada saat ini tidak dapat dijual kemudian hari. Untuk itu, setiap perusahaan jasa harus berusaha mempergunakan hari kerja karyawan operasional dan sarana produksinya secara efisien. Jika suatu jasa tidak digunakan maka akan berlalu begitu saja, hal ini tidak akan menjadi masalah jika permintaannya konstan. Tetapi kenyataannya, permintaan pelanggan akan jasa umumnya sangat bervariasi dan dipengaruhi faktor musim (misalnya permintaan akan jasa transportasi melonjak menjelang Lebaran, Natal, dan Tahun Baru) permintaan akan jasa rekreasi dan hiburan meningkat selama musim liburan, dan sebagainya. Oleh karena itu perusahaan jasa harus mengevaluasi kapasitasnya guna menyeimbangkan permintaan dan penawaran.

2.2.2 Klasifikasi Jasa

Menurut Kotler (2005) produk dan jasa dapat ditawarkan kepada pasar dengan berbagai klasifikasi sebagai berikut:

a. Produk berwujud murni

Penawaran yang hanya terdiri dari produk fisik, misalnya: sabun mandi, pasta gigi, atau sabun cuci tanpa adanya jasa atau pelayanan lainnya yang menyertai produk tersebut.

b. Produk berwujud disertai layanan

Penawaran yang terdiri dari suatu produk fisik yang disertai dengan satu atau beberapa layanan untuk meningkatkan daya tarik pelanggannya dimana penjualannya tergantung kepada kualitas produk tersebut dan tersediannya pelayanan pelanggan, seperti: tersedianya ruang pamer, perbaikan dan pemeliharaan, operator dan sebagainya.


(19)

c. Campuran

Tawaran ini memberikan barang dan jasa dengan proporsi yang sama, misalnya pelanggan dapat menikmati makanan dan pelayanan yang ditawarkan secara bersamaan di restoran.

d. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan

Tawaran yang terdiri dari jasa utama yang disertai jasa tambahan dan barang pendukung lainnya, misalnya bila pelanggan ingin naik pesawat terbang. Hal ini berarti pelanggan telah membeli jasa transportasi dan pelanggan dapat menikmati pelayanan yang ditawarkan, seperti: makanan, minuman, majalah penerbangan selama perjalanan. Pelanggan harus naik pesawat terbang terlebih dulu untuk menikmati produk yang ditawarkan selama perjalanan.

e. Jasa murni

Tawaran yang diberikan hanya berupa jasa, misalnya: menjaga bayi, memijat, psikoterapi dan sebagainya.

2.2.3 Kualitas Jasa

Kualitas jasa adalah penyampaian jasa yang akan melebihi tingkat kepentingan pelanggan. Keunggulan suatu produk jasa tergantung dari keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut, apakah sudah sesuai dengan harapan dan keinginan pelanggan (Rangkuti, 2003).

Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service dan perceived service (Umar, 2003). Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan apa yang diharapkan (expected service), maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.

Faktor penentu tingkat kualitas jasa atau pelayanan adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan tidak terpenuhinya harapan


(20)

kualitas pelayanan dari sisi pelanggan, Hal tersebut sering dinyatakan sebagai kesenjangan. Kesenjangan ini merupakan ketidaksesuaian antara persepsi pelayanan dan pelayanan yang diharapkan. Terdapat lima kesenjangan yang disampaikan Parasuraman, Zeithaml dan Berry dalam Kotler (2005) terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Model kualitas jasa (ServQual) (Kotler, 2005) Penjelasannya sebagai berikut:

a. Kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen. Manajemen tidak selalu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa didesain dan jasa pendukung apa saja yang digunakan pelanggan. b. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa

Gap 4 Komunikasi

getok tular

Kebutuhan pribadi

Pengalaman masa lalu

Jasa yang diharapkan

Pelayana yang diterima

Penyampaian jasa

Komunikasi eksternal kepada

pelanggan

Spesifikasi kualitas jasa

Persepsi manajemen atas harapan pelanggan Manajemen

Gap 1

Gap 5

Gap 3


(21)

Manajemen mungkin memahami secara tepat keinginan pelanggan tetapi tidak menetapkan suatu set standar kinerja spesifik. Hal ini disebabkan karena tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa. c. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.

Para petugas mungkin kurang terlatih, tidak mampu atau tidak mau memenuhi standar. Atau penyedia dan penerima jasa pada standar yang berlawanan seperti menyediakan waktu untuk mendengarkan pelanggan dan melayani mereka dengan cepat.

d. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.

Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan para petugas perusahaan dan iklan perusahaan. Terjadinya ketidakpuasan antara janji yang ditawarkan penyedia jasa yang telah dikomunikasikan pada konsumen sehingga terjadi perspektif negatif terhadap kualitas jasa yang dipersepsikan.

e. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan.

Kesenjangan ini terjadi apabila terdapat perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan oleh pelanggan. Jika keduanya terbukti sama maka perusahaan akan memperoleh dampak positif. Namun, bila yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan ini akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan. 2.2.4 Dimensi Kualitas Jasa

Menurut Zeithaml dan Bitner dalam Umar (2003), menjelaskan bahwa kualitas layanan jasa dapat ditentukan berdasarkan lima dimensi yang disederhanakan dari kesepuluh kriteria kualitas jasa. Kelima dimensi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Reliability yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.

2. Responsiveness yaitu respon karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap. Respon tersebut meliputi kesigapan karyawan dalam melayani transaksi pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi, dan penanganan atas keluhan pelanggan.


(22)

3. Assurance meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberi pelayanan, ketrampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Dimensi ini merupakan gabungan dari aspek-aspek berikut. a. Kompetensi (competence) yaitu keterampilan dan pengetahuan yang

dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.

b. Kesopanan (courtesy) meliputi keramahan, perhatian, dan sikap karyawan.

c. Kredibilitas (credibility) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan.

d. Keamanan (security) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan karyawan untuk memberikan rasa aman pada pelanggan. 4. Emphaty yaitu perhatian secara individual yang diberikan kepada

pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi Emphaty ini merupakan gabungan dari dimensi berikut.

a. Akses (access), meliputi kemudahan memanfaatkan jasa yang ditawarkan perusahaan.

b. Komunikasi (communication), merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan.

c. Pemahaman pada pelanggan (understanding the customer), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.

5. Tangiblesmeliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya area parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, dan kelengkapan peralatan komunikasi.


(23)

2.3. Pelanggan

Menurut Toni Wijaya (2011), pelanggan adalah semua orang yang menuntut karyawan (atau perusahaan) untuk memenuhi standar kualitas tertentu, dan karena itu akan memberikan pengaruh pada kinerja karyawan (atau perusahaan). Kemudian menurut Gasperz (2002), pada dasarnya dikenal tiga macam pelanggan dalam kualitas modern, yaitu:

a. Pelanggan Internal (Internal Customer); adalah orang yang berada dalam perusahaan dan memiliki pengaruh pada kinerja (performance) pekerjaan (atau perusahaan) kita. Seperti bagian pembelian, produksi, penjualan, pembayaran gaji, dan karyawan.

b. Pelanggan Antara (Intermediate Customer); adalah mereka yang bertindak atau berperan sebagai perantara, bukan sebagai pemakai akhir produk itu. Contohnya adalah agen-agen perjalanan yang memesan kamar hotel untuk pemakai akhir ataupun distributor yang mendistribusikan produk-produk. c. Pelanggan Eksternal (External Customer); adalah pembeli atau pemakai akhir

produk itu, yang sering disebut sebagai pelanggan nyata (real customer). 2.3.1 Karakteristik Pelanggan

Menurut Sumawarman (2002), karakteristik pelanggan meliputi pengalaman dan pengetahuan pelanggan, kepribadian pelanggan serta karakteristik demografis. Pelanggan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak mengenai produk atau jasa mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi karena ia sudah merasa cukup dengan pengetahuannya untuk mengambil keputusan. Sementara pelanggan yang berpendidikan tinggi akan lebih senang untuk mencari informasi yang banyak mengenai suatu produk atau jasa, sebelum memutuskan untuk membeli.

Lebih lanjut lagi, menurut Sumarwan (2002), beberapa karakteristik demografi yang sangat penting untuk memahami pelanggan adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status pernikahan, agama, suku bangsa, lokasi geografi dan kelas sosial. Memahami usia pelanggan adalah penting karena pelanggan yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk atau jasa yang berbeda. Perbedaan usia juga mengakibatkan


(24)

perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik pelanggan yang saling berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang pelanggan. Selanjutnya, Lokasi tempat tinggal berpengaruh pada kemudahan mendapatkan produk. Pelanggan yang tinggal di perkotaan lebih mudah mendapatkan kebutuhan jika dibandingkan dengan pelanggan yang tinggal di perdesaan. Pendapatan pelanggan akan menggambarkan daya beli seorang pelanggan. Daya beli akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang dapat dibeli dan dikonsumsi oleh seorang pelanggan dan seluruh anggota keluarganya.

2.3.2 Persepsi Pelanggan

Menurut Rangkuti (2003), persepsi diartikan sebagai suatu proses memperlihatkan dan menyeleksi, mengorganisasikan dan menafsirkan stimulus lingkungan melalui panca indera (pendengaran, penglihatan, perasa, penciuman dan peraba). Meskipun demikian, makna dari proses persepsi tersebut juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu pelanggan yang bersangkutan. Oleh karenanya, persepsi pelanggan terbentuk saat pelanggan telah merasakan jasa itu sendiri. Selain itu, adapun berbagai faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pelanggan antara lain:

1. Harga

Harga yang rendah menimbulkan persepsi produk atau jasa tidak berkualitas. Harga yang terlalu rendah menimbulkan persepsi pelanggan tidak percaya kepada penjual. Sebaliknya, harga yang tinggi menimbulkan persepsi penjual tidak percaya kepada pelanggan.

2. Citra

Citra yang buruk menimbulkan persepsi produk atau jasa tidak berkualitas, sehingga pelanggan mudah marah untuk kesalahan kecil sekalipun. Citra yang baik menimbulkan persepsi produk atau jasa berkualitas, sehingga pelanggan memaafkan suatu kesalahan meskipun tidak untuk kesalahan selanjutnya.


(25)

3. Tahapan Pelayanan

Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang didapatkan oleh pelanggan selama ia menggunakan beberapa tahapan pelayanan tersebut. Ketidakpuasan yang diperoleh pada tahap awal pelayanan menimbulkan persepsi berupa kualitas pelayanan yang buruk untuk tahap pelayanan selanjutnya, sehingga pelanggan merasa tidak puas dengan pelayanan secara keseluruhan.

4. Momen Pelayanan

Situasi pelayanan dengan kondisi internal pelanggan sehingga mempengaruhi kinerja pelayanan.

2.3.3 Tingkat Kepentingan Pelanggan

Tingkat kepentingan pelanggan didefinisikan sebagai keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk atau jasa yang akan dijadikan standar acuan dalam menilai kinerja produk atau jasa tersebut (Rangkuti, 2003). Sementara menurut Lovelock dan Wirtz (2005), menyatakan bahwa ada dua tingkat kepentingan pelanggan, yaitu:

1. Adequate serviceadalah tingkat kinerja jasa minimal yang akan diterima pelanggan tanpa merasa tidak puas.

2. Desire service adalah tingkat kinerja jasa yang diidam-idamkan, yang diyakini pelanggan dapat dan seharusnya diberikan.

Di antara adequate service dengan desire service terdapat zone of tolerance, yaitu rentang di mana variasi pelayanan yang masih dapat diterima oleh pelanggan (Lovelock dan Wirtz, 2005). Zone of tolerance digambarkan pada Gambar 2.


(26)

Gambar 2. Diagram proses kepuasan pelanggan (Rangkuti, 2003) 2.4. Kepuasan Pelanggan

Menurut Irawan (2003), kepuasan atau satisfaction adalah kata dari bahasa latin yaitu satisyang berarti enoughatau cukup dan facare yang berarti to doatau melakukan. Jadi, produk atau jasa yang dapat memuaskan adalah produk atu jasa yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen sampai pada tingkat yang cukup tinggi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Pengertian ini didasarkan pada disconfirmation paradigm dari Oliver dalam Tjiptono (2008) dimana konsep kepuasan pelanggan ini dapat dilihat pada Gambar 3. Dari Gambar tersebut dapat diketahui bahwa ada dua faktor yang menentukan suatu tingkat kepuasan pelanggan, yaitu harapan pelanggan dan hasil yang dirasakan. Harapan pelanggan dalam hal ini adalah perkiraan tentang sesuatu yang akan diterimanya saat berniat membeli suatu produk atau jasa. Sedangkan kinerja yang dirasakan dalam hal ini adalah nilai produk bagi pelanggan atau persepsi terhadap produk/jasa yang pelanggan terima setelah menggunakan produk atau jasa tersebut.

Persepsi Pelanggan

Perceived Service (Servis yang diterima pelanggan)

Harapan

Pelanggan

Desired Service Zone of Tolerance

Adequate Service Pelanggan sangat puas


(27)

Pada tingkat kepuasan pelanggan, merupakan tingkat perasaan senang atau kecewa pelanggan setelah membandingkan antara tingkat pelayanan aktual yang pelanggan terima dengan harapan yang pelanggan miliki saat hendak memanfaatkan jasa KOGUPE SMAN 46 Jakarta. Dalam hal ini banyak perusahaan yang berfokus pada kepuasan pelanggan yang tinggi, karena pelanggan yang memiliki tingkat kepuasan yang rendah maka akan mudah sekali beralih dan untuk berubah pikiran ketika mendapat tawaran nilai dan manfaat yang lebih besar dari perusahaan/ pesaing lain.

Kepuasan pelanggan terhadap suatu jasa juga ditentukan oleh tingkat kepentingan pelanggan sebelum menggunakan jasa dibandingkan dengan hasil persepsi pelanggan terhadap jasa tersebut setelah pelanggan merasakan kinerja jasa tersebut seperti terlihat pada Gambar 2.

2.4.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Pelanggan

Irawan (2003) mengemukakan bahwa terdapat lima komponen yang mendorong kepuasan pelanggan, yaitu:

1. Kualitas produk

Kualitas produk menyangkut lima elemen, yaituperformance, reliability, conformance, durability, consistency dan design. Setelah membeli dan menggunakan suatu produk, pembeli akan puas bila ternyata kualitas Tujuan Perusahaan

Produk/Jasa

Nilai produk/jasa bagi pelanggan

Nilai produk/jasa bagi pelanggan

Harapan Pelanggan terhadap Produk/jasa

Tingkat Kepuasan Pelanggan


(28)

produknya baik, contohnya pelanggan akan puas terhadap televisi yang telah dibelinya bila mampu menghasilkan suara dan gambar yang baik, tidak cepat rusak dan desainnya menawan.

2. Kualitas pelayanan

Pelanggan akan merasa puas apabila pelayanan yang baik yang sesuai dengan yang diharapkan. Dimensi kualitas pelayanan menurut konsep serqual meliputi reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible. Dalam banyak hal, kualitas pelayanan mempunyai daya diferensiasi yang lebih kuat dibandingkan dengan kualitas produk.

3. Faktor emosional

Kepuasan konsumen yang diperoleh pada saat menggunakan suatu produk yang berhubungan dengan gaya hidup. Kepuasan pelanggan didasari atas rasa bangga, rasa percaya diri, simbol sukses, dan sebagainya.

4. Harga

Komponen harga sangat penting karena dinilai mampu memberikan kepuasan yang relatif besar. Harga yang murah akan memberikan kepuasan bagi pelanggan yang sensitif terhadap harga karena mereka akan mendapatkan value for moneyyang tinggi.

5. Kemudahan

Komponen ini berhubungan dengan biaya untuk memperoleh produk atau jasa. Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.

2.4.2 Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Ada beberapa metode yang dapat digunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggan. Menurut Kotler dalam Tony Wijaya (2011) mendefinisikan empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:

a. Sistem Keluhan dan Saran

Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (costumer-oriented) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka. Media yang


(29)

digunakan bisa berupa kotak saran yang ditempatkan di lokasi-lokasi strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), kartu komentar (yang diisi langsung maupun yang dikirim via pos kepada perusahaan), saluran telepon khusus bebas pulsa, websitedan lain-lain b. Ghost Shopping

Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau berpura-pura sebagi pelanggan potensial produk perusahaan pesaing. Mereka diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan menggunakan produk/jasa perusahaan.

c. Lost Customer Analysis

Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan agar dapat mengambil kebijakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya. Bukan hanya exit interviewsaja yang perlu, tetapi pemantauan costumer loss ratejuga penting karena customer loss ratemenunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggan. d. Survei Kepuasan Pelanggan

Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan yang dilakukan dengan penelitian survei, baik dengan survei pos, telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui survei, perusahaan akan diperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan signal positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.

Menurut Tjiptono (2008), metode survei merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam pengukuran kepuasan konsumen. Metode tersebut dapat menggunakan pengukuran dengan berbagai cara sebagai berikut:

Dalam Penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis yaitu importance-performance analysis (IPA) dan customer catisfaction index (CSI).


(30)

a Importance-Performance Analysis(IPA)

Menurut Martilla dan James dalam Simamora (2004), analisis tingkat kepentingan dan kinerja (IPA) adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengukur atribut-atribut atau dimensi-dimensi dari tingkat kepentingan dengan tingkat pelaksanaan yang diharapkan konsumen. Analisis ini berguna bagi pengembangan program strategi pemasaran yang efektif. Metode ini menentukan apakah suatu atribut dianggap penting atau tidak oleh konsumen, dan apakah atribut tersebut memuaskan konsumen atau tidak, sehingga akan didapatkan prioritas perbaikan peningkatan kepuasan pelanggan.

b Customer Satisfaction Index(CSI)

Irawan (2003), menjelaskan metode CSI ini digunakan untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan secara keseluruhan dengan pendekatan yang mempertimbangkan tingkat kepentingan/harapan dan tingkat kinerja dari atribut-atribut kualitas jasa yang diukur. Pengukuran menggunakan CSI diperlukan karena:

1. Hasil dari pengukuran ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan sasaran-sasaran di tahun mendatang. Tanpa adanya CSI, mustahil top managementdapat menentukan goal dalam peningkatan kepuasan pelanggan.

2. Indeks diperlukan karena proses pengukuran kepuasan pelanggan bersifat kontinyu.

2.4.3 Strategi Untuk Meningkatkan Kepuasan Pelanggan

Kepuasan pelanggan merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut dana maupun sumber daya manusianya. Menurut Rangkuti (2003) tujuan dari strategi kepuasan pelanggan adalah agar pelanggan tidak mudah pindah ke pesaing yang lain. Strategi-strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan adalah:


(31)

a. Strategi Relationship Marketing

Merupakan strategi dimana suatu transaksi antara penjual dan pembeli berkelanjutan dan tidak berakhir setelah proses penjualan selesai. Dengan kata lain terjalin suatu kemitraan dengan pelanggan secara terus-menerus. b. Strategi Superior Cutomer Service

Merupakan strategi dimana perusahaan berorientasi untuk menawarkan pelayanan yang lebih baik daripada pesaing. Perusahaan yang menggunakan strategi ini, akan memperoleh manfaat yang sangat besar dari pelayanan yang lebih baik. Meskipun pada akhirnya strategi ini membutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia (SDM), dam usaha yang gigih agar dapat tercipta suatu pelayanan superior.

c. Strategi Unconditional Service Guarantee

Strategi ini berintikan komitmen untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan yang pada gilitannya akan menjadi kebijakan program penyempurnaan mutu produk atau jasa dan kinerja perusahaan. Garansi atau jaminan dalam hal ini mutlak dirancang untuk meringankan resiko atau kerugian pelanggan, dalam hal yang tidak puas dengan suatu produk atau jasa yang telah dibayar oleh pelanggan.

d. Strategi Penanganan Keluhan yang Efisien

Penanganan keluhan memberikan peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan produk perusahaan yang puas. Kecepatan dan ketepatan penanganan merupakan hal yang penting bagi terwujudnya kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Karena semakin lama keluhan ditangani, maka pelanggan akan berfikir bahwa perusahaan tidak mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan. Semua pihak yang ada dalam perusahaan berhak dan wajib turut campur dalam penanganan keluhan terutama pihak manajemen puncak.

e. Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan

Melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan secara berkesinambungan, memberikan pendidikan dan pelatihan menyangkut komunikasi, salesmanship, public relationkepada pihak manajemen dan


(32)

karyawan, memasukkan unsur kemampuan untuk memuaskan pelanggan ke dalam sistem penilaian prestasi karyawan, dan memberikan empowerment yang lebih besar kepada para karyawan dalam melaksanakan tugasnya.

2.5. Penelitian Terdahulu

Rachmawati (2011) melakukan penelitian tentang Analisis Tingkat Kepuasan Layanan Tabungan Berjangka Saudara (TASKA) (Studi Kasus Di PT. Bank Saudara Tbk. Kantor Cabang Bogor). Tujuan dari penelitian ini salah satunya ingin menganalisis atribut-atribut yang dianggap penting oleh nasabah terhadap layanan produk TASKA. Penelitian ini menggunakan alat analisis Importance Performance Analysis(IPA). Berdasarkan penelitian yang dilakukan, atribut yang dianggap paling penting adalah atribut kepedulian yang ditunjukkan petugas terhadap permasalahn yang dialami nasabah dan atribut tingkat bunga yang ditawarkan, kedua atribut tersebut masing-masing memiliki nilai rata-rata 3,69 dan atribut yang dianggap kurang penting oleh nasabah adalah atribut kemudahan melakukan setoran di luar setoran bulanan ke rekening TASKA, dengan skor rata-rata sebesar 3,03. Sedangkan atribut yang dianggap memiliki tingkat kinerja paling tinggi adalah atribut tingkat bunga yang ditawarkan, yakni memiliki nilai skor rata-rata sebesar 3,82 dan terdapat tiga atribut dengan tingkat kinerja paling rendah, antara lain adalah kepengkapan fitur sebuah tabungam berjangka di dalam produk TASKA dalam rangka pemenuhan kepuasan nasabah, kesopanan petugas dalam melayani setiap pembukuan dan penutupan rekening TASKA dan atribut hadiah yang didapat, masing-masing atribut tersebut memiliki skor rata-rata 3,53.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu Rachmawati (2011) terletak pada kegiatan analisis yang dilakukan yaitu menganalisis penilaian anggota terhadap kualitas pelayanan produk TASKA. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah dalam analisis penilaian kualitas pelayanan, karena penelitian ini acuan penilaian kualitas pelayanan KOGUPE dilihat dari rentang skala kepentingan dan kinerja dari proses metode IPA.

Selanjutnya, Bay (2009) melakukan penelitian tentang Analisis Tingkat Kepuasan Anggota Terhadap Kualitas Pelayanan Koperasi (Studi Kasus KUD


(33)

Sialang Makmur Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau). Tujuan dari penelitian ini salah satunya ingin menganalisis tingkat kepuasan anggota terhadap pelayanan yang diberikan KUD Sialang Makmur. Penelitian ini menggunakan alat analisis IPA, CSI, dan SERVQUAL. Berdasarkan hasil analisis IPA menunjukkan bahwa kemampuan KUD SM untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan dari anggota (Dimensi Assurance) merupakan dimensi yang dianggap paling penting oleh responden, sedangkan konsistensi kerja dari KUD (dimensi Reliability) merupakan kinerja yang dianggap paling memuaskan oleh responden. Secara keseluruhan hasil perhitungan CSI menunjukkan anggota KUD SM sudah sangat puas atas pelayanan yang diberikan oleh KUD (96,60 persen). Dari analisis SERVQUAL menunjukkan bahwa kehandalan atau konsistensi kerja (Dimensi Reliability) merupakan dimensi yang telah memenuhi harapan anggota atau telah mampu memberikan kepuasan. Di sisi lain ketanggapan dan tanggung jawab KUD (Dimensi Responsiveness) merupakan dimensi yang belum mampu memenuhi harapan anggota atau belum dapat memberikan kepuasan kepada anggota.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu Bay (2009) terletak pada kegiatan analisis yang dilakukan yaitu menganalisis tentang kepuasan anggota terhadap kualitas pelayanan koperasi dengan menggunakan metode IPA dan CSI. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah dalam hal penentuan atribut, karena disesuaikan dengan objek yang diteliti yaitu Koperasi Guru dan Pegawai Sekolah (KOGUPE) SMA Negeri 46 Jakarta dan disesuaikan dengan kondisi pelayanan yang terjadi di lokasi penelitian tersebut.

Selanjutnya, Atika (2009) melakukan penelitian tentang Analisis Kepuasan Pelanggan Warung Nasi (Studi Kasus Warung AMPERA Bogor). Tujuan dari penelitian ini salah satunya adalah mengidentifikasi hubungan kepuasan pelanggan dengan karakteristik konsumen. Penelitian ini menggunakan alat analisis tabulasi silang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pada katagori jenis kelamin pelanggan menunjukkan bahwa mayoritas pelanggan yang merupakan perempuan umumnya berada pada katagori puas yaitu sebanyak 24 persen. Kemudian, pada katagori jenis usia pelanggan menunjukkan bahwa mayoritas pelanggan yang merupakan berusia 26 tahun hingga 35 tahun umumnya berada pada katagori puas (19 persen). Kemudian, pada katagori status pernikahan


(34)

menunjukkan bahwa mayoritas pelanggan adalah mereka yang sudah menikah umumnya berada pada katagori puas (31 persen). Kemudian, pada katagori pendidikan terakhir pelanggan menunjukkan bahwa mayoritas pelanggan yang merupakan lulusan Sarjana (S1) umumnya berada pada katagori puas (25 persen). Kemudian, pada katagori pekerjaan pelanggan menunjukkan bahwa mayoritas pelanggan adalah pegawai BUMN/pegawai negeri umumnya berada pada katagori puas (19 persen).

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Atika (2009) terletak pada kegiatan analisis yang dilakukan yakni mengetahui hubungan kepuasan pelanggan dengan karakteristik konsumen dengan menggunakan metode tabulasi silang. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian Atika (2009) adalah dalam hal analisis hubungan tersebut. Penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara kepuasan anggota dengan karakteristik anggota sehingga dalam analisisnya tidak cukup dengan menggunakan metode tabulasi silang saja melainkan juga perlu diuji keberbedaan proporsi tingkat kepuasan pada masing-masing karakteristik anggota dengan menggunakan uji Chi-Square.


(35)

3.1 Kerangka Pemikiran

KOGUPE SMAN 46 Jakarta merupakan koperasi konsumen di kawasan Jakarta Selatan yang bergerak di bidang usaha pertokoan dan simpan pinjam. Dalam upaya memenuhi kebutuhan anggota, KOGUPE meningkatkan sumber dana baik yang berasal dari pengelolaan simpanan pokok maupun jumlah hutang dari pihak sekolah. Akan tetapi, hasil temuan yang didapatkan yaitu terdapat keluhan anggota terhadap realisasi dana pinjaman yang lambat, rendahnya pembelian barang yang dilakukan oleh anggota serta minimnya kegiatan kredit barang sehingga hal tersebut mengakibatkan penurunan Sisa Hasil Usaha (SHU) KOGUPE pada tahun 2010. Dari permasalahan tersebut diduga karena pelaksanaan pelayanan KOGUPE kurang optimal. Penyebab rendahnya pelaksanaan (kinerja) pelayanan KOGUPE diduga karena pertama, pihak manajemen KOGUPE belum mengetahui secara jelas pelayanan yang dianggap penting oleh anggota. Kedua, rendahnya kinerja pelayanan KOGUPE yang mempengaruhi kepuasan anggota. Ketiga, adanya indikasi perbedaan tingkat kepuasan anggota terhadap pelaksanaan pelayanan KOGUPE pada masing-masing karakteristik anggota.

Untuk mencapai optimalisasi kinerja pelayanan, hendaknya KOGUPE mengutamakan kualitas pelayanan yang diberikan agar dapat memuaskan kebutuhan anggotanya. Menurut Zeithaml dan Bitner dalam Umar (2003) menjelaskan bahwa kualitas pelayanan ditentukan berdasarkan lima dimensi yaitu reliability (keandalan), responsiveness (cepat tanggap), assurance (jaminan), emphaty(perhatian) dan tangible(fasilitas fisik). Semakin baik kualitas pelayanan maka akan semakin meningkat kepuasan anggota atas kinerja pelayanan KOGUPE. Persepsi kualitas pelayanan yang baik adalah menurut sudut pandang anggotanya lewat survei kepuasan anggota. Materi survei ini terdiri dari data karakteristik responden dan data penilaian responden atas kualitas pelayanan. Dalam kasus ini, anggota KOGUPE akan menilai kualitas pelayanan yang telah dijalankan oleh KOGUPE dengan membandingkan antara tingkat kepentingan


(36)

(harapan) anggota dengan tingkat kerja (kepuasan) KOGUPE. Tingkat kepentingan adalah harapan pelanggan terhadap kinerja KOGUPE, sedangkan tingkat kinerja (kepuasan) merupakan kenyataan yang diterima oleh anggota atas pelaksanaan atribut kualitas pelayanan KOGUPE.

Pengukuran kepuasan anggota KOGUPE terhadap kualitas pelayanan KOGUPE dapat dilakukan dengan metode CSI. Sedangkan untuk menganalisis kepuasannya digunakan metode IPA yang bermanfaat bagi koperasi untuk mengetahui atribut kualitas pelayanan apa saja yang perlu ditingkatkan dan mendorong upaya perbaikan kualitas pelayanan yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen KOGUPE dalam rangka meningkatkan kepuasan anggotanya. Sementara untuk mengetahui hubungan antara karakter responden terhadap tingkat kepuasan anggota atas kinerja pelayanan KOGUPE dilakukan dengan analisis crosstabs (tabulasi silang) dengan uji perbedaan proporsi kepuasan anggota atas masing-masing katagori karakteristik mereka yakni dengan chi-square. Bagan dari kerangka pemikiran penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.


(37)

1)

Ketidakjelasan pelayanan yang dianggap penting

oleh anggota

2)

Rendahnya pelayanan KOGUPE yang

mempengaruhi kepuasan anggota

Pelaksanaan (kinerja) pelayanan KOGUPE kurang optimal

3)

Adanya indikasi perbedaan kepuasan pada tiap karakteristik

anggota

Melakukan survei kepuasan anggota terhadap pelayanan KOGUPE

Atribut pelayanan dilihat dari 5 dimensi kualitas pelayanan: Dimensi tangible (bukti nyata), Dimensi reliability(Keandalan), Dimensi assurance (jaminan),

Dimensi responsiveness(daya tanggap) dan Dimensi emphaty(perhatian) pelayanan KOGUPE

Karakteristik anggota

1)Penilaian anggota terhadap

kualitas pelayanan KOGUPE

Pada tingkat kepuasan (kinerja) anggota

Pada tingkat Kepentingan anggota

Nilai Kesesuaian

2)

Pengukuran dan analisisi tingkat kepuasan anggota terhadap kualitas pelayanan KOGUPE

3)

Hubungan karakter anggota dengan tingkat kepuasannya

Implikasi manajerial yang terkait masalah: Keluhan anggota mengenai realisasi pinjaman yang lambat, rendahnya pembelian

barang dari anggota, minimnya kegiatan kredit barang Rekomendasi perbaikan kinerja pelayanan KOGUPE Input:

Dana kelolaan KOGUPE meningkat

Output:

Keluhan anggota mengenai realisasi pinjaman yang lambat, rendahnya pembelian barang dari anggota,

minimnya kegiatan kredit barang


(38)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Koperasi Guru dan Pegawai Sekolah (KOGUPE) SMAN 46 Jakarta yang berlokasi di Jl. Mesjid Darussalam Kav.23-25 Blok A, Kebayoran Baru. Kegiatan Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2011.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner pada responden (guru dan pegawai SMAN 46 Jakarta) dan wawancara dengan pengurus KOGUPE, sedangkan data sekunder diperoleh melalui literatur, baik yang diperoleh dari data dan dokumen sekolah, studi pustaka, internet, dan berbagai sumber lainnya.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara, penyebaran kuesioner dan observasi langsung untuk mendapatkan data primer, sedangkan untuk mendapatkan data sekunder peneliti menggunakan studi pustaka serta dokumen yang berasal dari sekolah. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Wawancara

Wawancara ini dilakukan dengan ketua KOGUPE, hal ini dilakukan dalam bentuk diskusi dan melalui percakapan dengan pengurus KOGUPE. Dimana sebelum melakukan wawancara, penulis terlebih dahulu menyusun pertanyaan untuk memudahkan memperoleh informasi dari pengurus KOGUPE.

b. Kuesioner

Kuesioner yang diajukan kepada anggota KOGUPE yang sudah bergabung lebih dari satu tahun dengan maksud untuk mendapatkan data mengenai pelayanan yang diharapkan oleh anggota (konsumen) dan bagaimana tingkat kepuasan terhadap pelayanan yang telah diberikan oleh KOGUPE di SMAN 46 Jakarta ini.


(39)

c. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi dari pustaka, literatur, serta data pengurus KOGUPE SMAN 46 Jakarta.

3.5 Metode Penarikan Sampel

Penelitian ini mengambil metode nonprobabilitas yaitu convenience sampling yaitu sampel yang diambil berdasarkan ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkannya, dengan kata lain sampel yang dianalisis karena ada pada tempat dan waktu yang tepat (Simamora, 2004). Responden yang dipilih adalah anggota yang datang ke ruangan KOGUPE SMAN 46 Jakarta dan bersedia menjadi responden, dengan frekuensi kedatangan minimal satu kali.

Jumlah responden dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus Slovin dalam Umar (2003), yaitu:

……… ………(1)

Dimana : n = Jumlah responden N = Ukuran populasi

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian (α= 10 %)

dari rumus tersebut, didapat jumlah sampel sebanyak 50 orang dari jumlah populasi anggota KOGUPE sebanyak 100 orang per 1 februari 2011.

3.6. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil kuesioner dianalisis sesuai dengan tujuan yang akan diteliti. Pengolahan data menggunakan program SPSS 17.0 for Windows dan program Microsoft Excel 2007. Sebelum hasil kuesioner di analisis terlebih dahulu diuji validitas dan reliabitasnya. Kemudian, alat analisis untuk membahas hasil kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode IPA, metode CSI, analisis tabulasi silang (Crosstabs).

Tingkat kepentingan dan tingkat kinerja (kepuasan) diukur menggunakan skala lma peringkat (Skala likert). Menurut Simamora (2004), skala likert merupakan teknik pengukuran sikap yang paling luas digunakan dalam riset pemasaran. Skala yang dimaksud dalam penelititan ini terlihat dalam Tabel 5.

= +


(40)

Tabel 5. Bobot jawaban responden

Bobot Jawaban

Kepentingan Kinerja

5 Sanagt penting Sangat baik

4 Penting Baik

3 Biasa saja Biasa saja

2 Tidak penting Tidak baik

1 Sangat tidak penting Sangat tidak baik

Sumber : Simamora (2004)

Skor penilaian atau total bobot tingkat kepentingan dan tingkat kinerja masing-masing atribut pelayanan diperoleh dengan cara menjumlahkan hasil perkalian skor penilaian responden pada masing-masing skala dengan jumlah responden. Hasil dari total penilaian/bobot tingkat kepentingan dan tingkat kinerja masing-masing atribut pelayanan dapat dibuat kisaran untuk tiap skala sebagai berikut:

………...(2)

Dimana : = Skor terbesar yang mungkin diperoleh dengan asumsi bahwa semua responden memberikan jawaban sangat penting.

= Skor terkecil yang mungkin diperoleh dengan asumsi bahwa semua responden memberikan jawaban tidak penting.

Maka besarnya wilayah untuk setiap selang yang diteliti adalah:

Pembagian kisaran skala skor untuk tingkat kepentingan pada penelitian ini terlihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Hasil kisaran skala skor tingkat kepentingan dan tingkat kinerja (kepuasan) anggota KOGUPE

Skor Keterangan

50 – 89 Sangat tidak penting / sangat tidak baik

90 – 129 Tidak penting / tidak baik

130 - 169 Biasa saja

170 – 209 Penting / baik

210 - 250 Sangat Penting / sangat baik

= −

× − ×


(41)

Adapun penjelasan untuk uji kuesioner dan alat analisis penelitian sebagai berikut:

3.6.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu alat ukur/instrumen penelitian (dalam hal ini kuesioner). Agar instrumen penelitian teruji kebenarannya, maka kuesioner diuji validitas untuk mendapatkan pertanyaan yang valid dari sejumlah pertanyaan mengenai kepuasan anggota koperasi.

Adapun uji validitas menggunakan bantuan Microsoft Excel 2007 dengan rumus teknik korelasi Product Moment Pearson (Umar, 2003) seperti berikut:

………...(3)

Dimana : r = Angka korelasi n = Jumlah responden

X = Skor pertanyaan tiap nomor atribut pelayanan ke i Y = Skor total pertanyaan atribut pelayanan

Uji validitas dilakukan pada 50 responden dimana nilai yang dihitung dinyatakan valid, apabila nilai validitas hitung (r-hitung) > nilai validitas tabel (r-tabel). Nilai r-tabel menggunakan interval kepercayaan sebesar 99 persen.

Hasil uji validitas menunjukkan bahwa nilai r-hitung yang di bawah nilai r-tabel terlihat pada atribut pelayanan nomor 2 dan 18 pada kuesioner tingkat kepentingan, sehingga atribut tersebut dinyatakan drop atau tidak valid. Sementara atribut pelayanan yang lainnya pada tingkat kepentingan dinyatakan valid. Kemudian, semua atribut pelayanan pada tingkat kinerja memiliki nilai r-hitung lebih besar dari nilai r-tabel atau dinyatakan valid. Hasil perhitungan uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 4. Dengan demikian, atribut pelayanan nomor 2 dan 18 tidak digunakan sebagai instrumen penelitian.

= ∑ − ∑ ∑


(42)

Kemudian reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten yaitu dapat dipercaya dan diandalkan. Dalam penelitian ini, teknik reliabilitas yang akan digunakan adalah Teknik dari Cronbach. Teknik Cronbach digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 0-1, tetapi merupakan rentangan antara beberapa nilai, misalnya 0-10 atau 0- 100 atau bentuk skala 3, 5, atau 1-7 dan seterusnya (Umar, 2003). Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

...(4)

dimana : r = Reliabilitas instrument

k = Banyak butir pertanyaan yang valid σ = Ragam total

σ = Jumlah ragam butir

Rumus ragam butir dan ragam total yang digunakan adalah:

…….(5) ……(6)

dimana : n = Jumlah responden

X = Skor pertanyaan tiap nomor atribut pelayanan ke i X = Skor total pertanyaan atribut pelayanan

Uji reliabilitas dilakukan pada 50 responden dimana nilai korelasi yang dihitung dinyatakan reliable, apabila nilai reliabilitas hitung (r11) ≥ nilai

koefisien sebesar 0,60 atau 60 persen (Imam Ghozali, 2002).

Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai reliabilitas hitung pada tingkat kepentingan sebesar 0,9539 (95,39 persen) dan di tingkat kinerja sebesar 0,9749 (97,49 persen). Kedua nilai tersebut berada diatas nilai koefisien sebesar 0,60 (60,00 persen). Hasil perhitungan uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 4. Dengan demikian, data kuesioner dapat dinyatakan reliabel.

=

− − ∑

= ∑ − ∑ =


(43)

3.6.2 Metode Importance and Performance Analysis(IPA)

Berdasarkan Martilla dan James dalam Santoso,dkk (2001) menjelaskan tahapan dalam IPA sebagai berikut:

1. Menentukan tingkat kesesuian antara tingkat kepentingan dan tingkat kinerja kulitas pelayanan KOGUPE melalui perbandingan skor kinerja dengan skor kepentingan. Rumus tingkat kesesuaian yang digunakan adalah:

………..(7)

Keterangan:

Tk =Tingkat kesesuian

K =Skor penilaian tingkat kinerja H =Skor penilaian tingkat kepentingan

2. Menghitung rata-rata untuk setiap atribut yang dipersepsikan oleh konsumen, dengan rumus:

………(8) …………..(9)

Keterangan:

X =Skor rata-rata tingkat kinerja pelayanan KOGUPE

Y =Skor rata-rata tingkat kepentingan terhadap pelayanan KOGUPE n = Jumlah responden

3. Menghitung rata-rata seluruh atribut tingkat kepentingan (Y )dan kinerja (X )yang menjadi batas pada diagram Cartesius, dengan rumus:

…....(10) ………..(11)

Keterangan:

X = Rata-rata skor tingkat pelaksanaan atau kinerja pelayanan seluruh faktor atau atribut

Y = Rata-rata tingkat kepentingan seluruh atribut yang memengaruhi kualitas pelayanan

k = Banyaknya atribut yang dapat memengaruhi kualitas pelayanan

= × %

= ∑ = ∑


(44)

4. Melakukan pemetaan ke dalam diagram Cartesius seperti terlihat dalam Gambar 5.

Gambar 5. Diagram Cartesius (tingkat kepentingan dan tingkat kinerja) (Supranto, 2001)

Penjelasan Gambar 5 sebagai berikut:

A = Menunjukkan atribut yang dianggap penting mempengaruhi kepuasan, termasuk atribut komponen mutu pelayanan dan mutu produk, namun manajemen belum melaksanakannya sesuai dengan keinginan pelanggan, sehingga pelanggan tidak puas.

B = Menunjukkan kinerja dari mutu pelayanan dan mutu produk yang telah berhasil dilaksanakan oleh perusahaan, maka wajib dipertahankan. Atribut ini dianggap sangat penting dan sangat memuaskan pelanggan.

C = Menunjukkan beberapa atribut yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, pelaksanaannya oleh perusahaan dilakukan biasa, maka dianggap kurang penting dan kurang memuaskan.

D = Menunjukkan atribut yang mempengaruhi pelanggan kurang penting, akan tetapi dalam pelaksanaannya berlebihan, sehingga dianggap kurang penting tetapi sangat memuaskan.

Y

X Kepentingan (Y)

Kinerja (X)

Kuadran A (Prioritas Utama)

Kuadran B (Pertahankan Prestasi)

Kuadran C


(45)

Kemudian untuk dilakukan perhitungan analisis kesenjangan pada dimensi pelayanan KOGUPE yakni:

a. Menentukan nilai rata-rata tingkat kepentingan (Y) dan tingkat kesesuaian (TK ) per dimensi kualitas pelayanan sama seperti perhitungan nomor 1 sampai nomor 3.

b. Menghitung persentase kesesuaian yang hilang/ harapan konsumen yang belum terpenuhi ( ) dengan rumus:

………(12)

Catatan :

< 100% maka = . Namun jika > 100% maka = 0.

c. Menentukan Weight Priority(WP) yang merupakan hasil perkalian antara dengan Y sehingga diperoleh urutan prioritas responden terhadap masing-masing atribut pelayanan dan dimensi kualitas pelayanan.

3.6.3 Metode Customer Satisfaction Index(CSI)

Metode ini digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan anggota KOGUPE baik di setiap dimensi kualitas pelayanan maupun secara keseluruhan terhadap kualitas pelayanan KOGUPE SMAN 46 Jakarta. Tahapan pengukuran CSI adalah sebagai berikut. Menurut Aritonang (2005), yaitu:

a. Menentukan Mean Importance Score (MIS). Nilai ini berasal dari rata-rata kepentingan tiap konsumen.

……….(13)

Dimana: = Jumlah responden

= Nilai kepentingan atribut Y ke-i

b. Membuat Weight Factor (WIF). Bobot ini merupakan persentase nilai MIS per atribut terhadap total MIS seluruh atribut. Dimana: p = atribut kepentingan ke-p

………..(14)= ∑ × %

G = 100%

TK


(1)

D. Pendidikan Terakhir dengan Kinerja

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pendidikan * KINERJA 50 49.5% 51 50.5% 101 100.0%

Pendidikan * KINERJA Crosstabulation KINERJA

Total

BS B SB

Pendidikan SD Count 0 1 0 1

Expected Count .3 .6 .1 1.0

% of Total .0% 2.0% .0% 2.0%

SMA Count 4 8 0 12

Expected Count 3.6 6.7 1.7 12.0

% of Total 8.0% 16.0% .0% 24.0%

Diploma Count 1 4 3 8

Expected Count 2.4 4.5 1.1 8.0

% of Total 2.0% 8.0% 6.0% 16.0%

S1 Count 10 14 1 25

Expected Count 7.5 14.0 3.5 25.0

% of Total 20.0% 28.0% 2.0% 50.0%

S2 Count 0 1 3 4

Expected Count 1.2 2.2 .6 4.0

% of Total .0% 2.0% 6.0% 8.0%

Total Count 15 28 7 50

Expected Count 15.0 28.0 7.0 50.0


(2)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 21.915a 8 .005

Likelihood Ratio 19.752 8 .011

Linear-by-Linear Association .641 1 .423

N of Valid Cases 50

a. 12 cells (80.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .14.

D. Pendapatan dengan Kinerja

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Tingkat Pendapatan * KINERJA

50 49.5% 51 50.5% 101 100.0%

Tingkat Pendapatan * KINERJA Crosstabulation KINERJA

Total

BS B SB

Tingkat Pendapatan 1-2,5 juta Count 0 9 0 9

Expected Count 2.7 5.0 1.3 9.0

% of Total .0% 18.0% .0% 18.0%

2,5-4 juta Count 4 8 4 16

Expected Count 4.8 9.0 2.2 16.0

% of Total 8.0% 16.0% 8.0% 32.0%


(3)

>4 juta Count 11 11 3 25

Expected Count 7.5 14.0 3.5 25.0

% of Total 22.0% 22.0% 6.0% 50.0%

Total Count 15 28 7 50

Expected Count 15.0 28.0 7.0 50.0

% of Total 30.0% 56.0% 14.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 11.038a 4 .026

Likelihood Ratio 13.999 4 .007

Linear-by-Linear Association 2.423 1 .120

N of Valid Cases 50

a. 5 cells (55.6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.26.


(4)

Lampiran 6. Hasil keputusan uji Chi-square karakteristik responden dengan kepuasan kinerja pelayanan KOGUPE SMA Negeri 46 Jakarta

No Kelompok Responden

Rata-rata Kinerja Variabel Pelayanan KOGUPE Chi-Square

Hitung

df

(α=5%) Chi-Square Tabel Keputusan

1 Jenis Kelamin 3,690 2 5,991 Terima H0

2 Usia 11,329 4 9,487 Tolak H0

3 Status Pernikahan 3,416 2 5,991 Terima H0

4 Pendidikan Terakhir 21,915 8 15,507 Tolak H0

5 Rata-rata penghasilan/bulan 11,038 4 9,487 Tolak H0


(5)

Lampiran 7. Gambar-gambar kegiatan KOGUPE SMA Negeri 46 Jakarta

Gambar 12. Suasana Kerja Karyawan Toko Gambar 13. Ruang Sekertariat KOGUPE

Gambar 14. Suasana Anggota Sedang Membeli Barang di Toko

Gambar 15. Tempat Penyimpanan Barang-barang Toko


(6)

RINGKASAN

WAHYU PRANADIPA T. H24053028. Analisis Kepuasan Anggota Terhadap Kualitas Pelayanan Koperasi Guru dan Pegawai (KOGUPE) pada Sekolah Menengah Atas Negeri 46 Jakarta. Di bawah bimbingan BUDI PURWANTO

Koperasi Guru dan Pegawai (KOGUPE) SMA Negeri 46 Jakarta merupakan salah satu koperasi di kawasan Jakarta Selatan yang menyediakan jasa pelayanan simpan pinjaman dan usaha pertokoan untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Dalam upaya memenuhi kebutuhan anggota, KOGUPE meningkatkan dana-dana yang berasal dari pengelolaan simpanan anggota dan dana hutang dari pihak sekolah. Akan tetapi, hasil temuan yang didapatkan yaitu terdapat keluhan anggota terhadap realisasi dana pinjaman yang lambat, rendahnya pembelian barang yang dilakukan oleh anggota serta minimnya kegiatan kredit barang sehingga hal tersebut mengakibatkan penurunan Sisa Hasil Usaha (SHU) KOGUPE pada tahun 2010. Tentu hal ini terjadi karena pelaksanaan pelayanan KOGUPE kurang optimal. Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui tanggapan/penilaian anggota terhadap kualitas pelayanan KOGUPE SMA Negeri 46 Jakarta (2) Mengukur dan menganalisis tingkat kepuasan anggota terhadap pelaksanaan pelayanan KOGUPE SMA Negeri 46 Jakarta (3) Mengetahui hubungan antara karakteristik anggota dengan kepuasan anggota atas pelaksanaan pelayanan KOGUPE SMA Negeri 46 Jakarta.

Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuisioner dan data sekunder berasal dari literatur buku dan internet. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Importance Performance Analysis (IPA), Customer Satisfaction Index, analisis crosstabs

dengan menggunakan bantuan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 19.0. Hasil penilitian menunjukkan bahwa Sebagian besar anggota menilai pelayanan KOGUPE berada pada katagori penting dan baik. Akan tetapi, rata-rata nilai kesesuaian pelayanan KOGUPE tersebut sebesar 92,06 persen. Hal ini berarti bahwa secara umum kinerja pelayanan KOGUPE belum dapat memenuhi semua keinginan anggotanya. Pada hasil Costumer Satisfaction Index (CSI) sebesar 74,98 persen atau dengan kata lain anggota sudah puas. Akan tetapi, Sebagian besar kepuasan anggota cenderung terdapat pada pelayanan-pelayanan yang dianggap berlebihan kinerjanya padahal tidak begitu dipentingkan oleh anggota. Oleh karena itu, dari hasil Importance Performance Analysis (IPA) menunjukkan bahwa KOGUPE harus memperhatikan pelayanan pada kuadran Prioritas Utama (A) sebanyak 4 atribut pelayanan dan juga memperhatikan kemampuan KOGUPE untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan dari anggota (dimensi

assurance). Dan hasil analisis crosstabs menunjukkan bahwa tiga karakteristik responden memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kepuasan pelayanan KOGUPE yang dirasakannya. Ketiga karakter tersebut ialah karakter usia, pendidikan terakhir dan rata-rata pendapatan.