Analisis kinerja pasar tradisional di era persaingan global di Kota Bogor

(1)

Oleh : HADIWIYONO

H14061337

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

HADIWIYONO. Analisis Kinerja Pasar Tradisional di Era Persaingan Global di Kota Bogor (dibimbing oleh DIDIN S. DAMANHURI).

Pasar adalah tempat mendistribusikan kebutuhan harian masyarakat di suatu kota. Pasar terbagi menjadi dua jenis menurut manajemen dan mutu pelayanannya, yaitu Pasar Tradisional dan Pasar Modern. Kota Bogor mengalami pertumbuhan jumlah Pusat Perbelanjaan Modern dan Supermarket/Hipermarket yang cukup pesat yang berimbas kepada pergeseran preferensi dan pangsa pasar dari Pasar Tradisional ke Pasar Modern. Penelitian kualitatif dilakukan dengan mengambil sampel pedagang dari dua jenis Pasar Tradisional.

Penyelengaraan pasar tradisional Kota Bogor dilakukan oleh pemerintah maupun kerjasama dengan pihak swasta, sistem tata kelola pedagang yang cenderung stagnan. Secara umum kondisi pedagang di kedua pasar umumnya mengandalkan penjualan harian ke pelanggan non rumah tangga secara grosir, sistem pemasok menggunakan agen dengan pembayaran tunai, modal dari pedagang sendiri dan strategi klaim kualitas dan sikap baik sebagai cara mendapatkan konsumen. Sebanyak 67 persen responden mengalami penurunan omset dan keuntungan harian, yang diikuti oleh penurunan jumlah pembeli harian dan penurunan jam aktif transaksi pasar menjadi indikasi kelesuan pasar tradisional.

Teridentifikasi masalah di kedua pasar dalam 4 poin, permasalahan infrastruktur, permasalahan fluktuasi nilai barang konsumsi, permasalahan persaingan tidak sehat, dan permasalahan struktural. Pihak Pemerintah Kota Bogor merespon kelesuan pasar dengan mendirikan Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya. Perubahan sifat dari melayani pedagang menjadi sebuah perusahaan dengan motif mengejar keuntungan. PD Pasar Pakuan Jaya mengharapkan perbaikan Pasar Tradisional yang lebih efisien dan memiliki daya saing dengan peningkatan pelayanan dan penuntasan masalah pedagang pasar tradisional. Imbasnya adalah peningkatan retribusi harian pedagang pasar tradisional. Langkah yang dipilih Kota Bogor termasuk ke dalam rekomendasi yang dilakukan FAO, AFMA, FAMA, dan ICRIER.


(3)

Oleh : HADIWIYONO

H14061337

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(4)

Nama Mahasiswa : Hadiwiyono

NIM : H14061337

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, S.E, M.S, D.E.A. NIP. 1952 0408 1984031001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 1964 1022 1989031003


(5)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2011

Hadiwiyono H14061337


(6)

Penulis bernama lengkap Hadiwiyono lahir pada tanggal 27 April 1988 di Bogor. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Hadiwibowo, SE dan Wahyuni. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Bina Insani Bogor pada tahun 2001. Di tahun yang sama, penulis melanjutkan ke SMP Bina Insani Bogor dan lulus pada tahun 2003. Penulis kemudian diterima di SMA Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2006.

Pada tahun 2006 penulis melanjutkan studi ke perguruan tinggi dan diterima masuk di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB (USMI). Di tahun berikutnya, penulis mendapatkan Mayor di Ilmu Ekonomi dan Minor Kewirausahaan Agribisnis di Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi intra kampus HIPOTESA pada Divisi Kewirausahaan periode kepengurusan 2007/2008 dan kepanitiaan seperti HIPOTEX-R.


(7)

Puji Syukur penulis panjatkan kehadiran Alloh SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa penulis juga memanjatkan shalawat serta salam ke hadirat Nabi Besar Muhammad SAW. Judul skripsi ini adalah “Analisis Kinerja Pasar Tradisional

di Era Persaingan Global di Kota Bogor”. Di era globalisasi seperti saat ini, tekanan modal asing yang masuk ke persaingan antara Pasar Tradisional dan Pasar Modern membuat ketimpangan atas dominasi kekuatan Pasar Modern semakin terlihat. Hal ini akan berimplikasi terhadap keberlangsungan Pasar Tradisional di tahun-tahun mendatang. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus berpihak kepada Pasar Tradisional sebagai bentuk pemerhatian terhadap kesejahteraan rakyat Indonesia pada umumnya. Skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih akan penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Hadiwibowo, S.E. dan Wahyuni, serta adik penulis Hadiwijoyo atas doa, dorongan moral dan materi, serta pandangan hidup atas kebahagiaan yang sangat besar artinya bagi pembentukan karakter dan pola pikir selama perjalanan hidup penulis.

2. Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E, M.S, D.E.A., selaku Dosen Pembimbing skripsi, yang dengan sabar telah membimbing dan memberikan saran maupun kritik dalam membangun pemikiran selama penelitian skripsi ini hingga selesai.

3. Dr. Yeti Lis Purnamadewi selaku Dosen Penguji Utama atas saran, kritik, dan masukan terhadap inti dari penulisan skripsi dan Dr. Muhammad Findi Alexandi selaku Komisi Pendidikan atas saran dan tatacara penulisan skripsi. 4. Seluruh teman-teman dari Ilmu Ekonomi angkatan 43 yang tidak dapat

disebutkan satu-persatu, untuk setiap momen, baik senang maupun sedih selama 3 tahun masa studi di IE IPB dan atas pelajaran hidup yang berharga selama berorganisasi di HIPOTESA.


(8)

Disperindagkop Kota Bogor, dan Kesbanglinmas Kota Bogor atas koordinasi yang baik selama masa penulisan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2011

Hadiwiyono H14061337


(9)

DAFTAR ISI

Hal DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... I. PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ... 1.2 Perumusan Masalah ... 1.3 Tujuan Penelitian ... 1.4 Manfaat Penelitian ... 1.5 Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah ... II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 2.1 Organisasi Industri ... 2.2 Structure Conduct Performance (SCP) ... 2.3 Persaingan Usaha ... 2.4 Konsep Pasar ... 2.4.1 Pasar Tradisional ... 2.4.2 Toko Modern ... 2.4.3 Pedagang Kaki Lima (Pedagang Informal) ... 2.5 Penelitian Terdahulu ... 2.6 Kerangka Pemikiran ... III. METODE PENELITIAN ... 3.1 Metode Penentuan Lokasi ... 3.2 Metode Pengumpulan Data ... 3.3 Metode Penentuan Sampel ... 3.4 Metode Analisis ... 3.4.1 Analisis Kinerja Bisnis Pasar Tradisional Kota Bogor ... 3.4.2 Analisis Permasalahan Pasar Tradisional Kota Bogor ... 3.4.3 Analisis Respon Pemerintah Kota Bogor terhadap

Permasalahan Pasar Tradisional Kota Bogor ... i iii iv 1 1 6 8 8 9 10 10 10 13 13 15 16 17 17 19 22 22 22 23 25 25 26 26


(10)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 4.1. Kondisi Umum Kota Bogor ... 4.2. Perekonomian Kota Bogor ... 4.2.1. Pasar Tradisional di Kota Bogor ... 4.2.2. Pasar Modern di Kota Bogor ... V. PEMBAHASAN ... 5.1 Analisis Kinerja Bisnis Pasar Tradisional Kota Bogor ...

5.1.1. Perkembangan Penyelengaraan Pasar Tradisional di Kota Bogor ... 5.1.2 Tatakelola Pasar Tradisional ... 5.1.3 Kondisi Umum Pedagang Pasar Tradisional ... 5.2. Analisis Permasalahan Pasar Tradisional di Kota Bogor ...

5.2.1. Analisis Dampak Permasalahan Infrastruktur dan Pelayanan Pasar Tradisional ... 5.2.2 Analisis Dampak Fluktuasi Harga dan Penurunan Daya Beli

Konsumen ... 5.2.3 Analisis Masalah Persaingan Tidak Sehat dan Keberadaan

PKL terhadap Pasar Tradisional ... 5.2.4. Analisa Permasalahan Struktural Pasar Tradisional ... 5.3. Analisis Respon Pemerintah Kota Bogor terhadap Permasalahan

Pasar Tradisional Kota Bogor ... 5.4. Pengendalian Persaingan Ritel Modern dan Ritel Tradisional di

Luar Negeri ...

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 6.1 Kesimpulan ... 6.2 Saran ... DAFTAR PUSTAKA ...

28 28 29 30 32 33 33 33 35 37 52 53 56 58 66 75 82 87 87 89 90


(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1.1

4.1

4.2 5.1

5.2 5.3a 5.3b 5.4

PDRB Kota Bogor menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan (Jutaan Rupiah) ... PDRB Kota Bogor Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (dalam milyaran rupiah) ... Tujuh Unit Pasar Tradisional Kota Bogor ... Proporsi Pemasok Barang Utama & Metode Pembayaran Pedagang Pasar Tradisional ... Sumber Modal Pedagang Pasar Tradisional ... Persaingan dan Strategi Pedagang Pasar Baru Bogor ... Persaingan dan Strategi Pedagang Pasar Induk Kemang ... Jumlah Penggunaan Kios dan Los di 7 Pasar Tradisional Kota Bogor

5

30

31

41 42 44 45 48


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

2.1

5.1a 5.1b 5.2a

5.2b

Skema Kerangka Pemikiran Analisis Kinerja Pasar Tradisional di Era Persaingan Global di Kota Bogor ... Proporsi Pelanggan Utama Pasar Baru Bogor ... Proporsi Pelanggan Utama Pasar Induk Kemang ... Pergerakan Omset dan Keuntungan Harian Rata-rata Pedagang Pasar Baru Bogor ... Pergerakan Omset dan Keuntungan Harian Rata-rata Pedagang Pasar Induk Kemang ...

20 39 40

46


(13)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasar merupakan pusat kegiatan ekonomi. Pasar menjadi tempat bertemunya penjual berbagai kebutuhan masyarakat dan pembeli yang ingin memenuhi kebutuhannya. Interaksi penjual dan pembeli seperti ini sudah berlangsung sejak zaman dahulu, yang kemudian penjual dan pembeli tersebut berkumpul dan memusat di suatu daerah yang dijadikan pusat perekonomian yang disebut pasar. Pasar Tradisional identik dengan sistem tawar-menawar, interaksi sosial antara pedagang dan pembeli merupakan suatu kultur sosial dalam masyarakat Indonesia yang kemudian menjadi motivasi untuk berbelanja di tempat tersebut. Pada Pasar Tradisional di Indonesia, umumnya masalah kenyamanan adalah masalah utama yang semakin disorot. Kesan semrawut, kotor, bau, dan lainnya membuat ketidaknyamanan dalam berbelanja.

Ide baru muncul dengan membuat suatu tempat memenuhi kebutuhan konsumen dengan mengedepankan kenyamanan. Toko dengan pelayanan prima, mengutamakan kebersihan dan memberikan kepastian harga dalam bentuk label menjadi suatu konsep perdagangan baru, yaitu bisa disebut sebagai Toko Modern. Mengedepankan pelayanan dan tatakelola baru seperti ini kemudian membuat Toko Modern harus mengorbankan harga, artinya barang-barang di Toko Modern pada umumnya memiliki harga yang lebih tinggi dibanding di pedagang-pedagang Pasar Tradisional. Konsep kata „Toko‟ pun semakin berkembang karena pengembangan skala dari konsep ini, sehingga sebuah Toko Modern mampu memenuhi segala kebutuhan konsumen seperti halnya Pasar Tradisional.


(14)

Kehadiran Toko Modern (Ritel Modern) di negara berkembang diyakini terjadi dalam 3 gelombang1. Gelombang pertama terjadi pada pertengahan dekade 1990-2000 di Amerika Selatan, Asia Timur selain Cina, Eropa Utara dan Tengah, dan Afrika Selatan. Gelombang kedua pada akhir dekade 1990-2000 di Meksiko, Amerika Tengah, Asia Tenggara, dan Eropa Tengah dan Selatan. Dan gelombang ketiga terjadi pada awal dekade 2000-2010 di beberapa bagian di Afrika, beberapa negara Amerika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, Cina, India, dan Rusia. Lebih lanjut terdapat alasan dimana Cina, India, dan Rusia termasuk ke dalam gelombang terakhir kehadiran dan perkembangan Toko Modern. Hal ini disebabkan oleh restriksi yang ketat terhadap Foreign Direct Investment (FDI) untuk sektor perdagangan ritel di negara-negara ini. Toko Modern seperti Supermarket, atau Minimarket mulai hadir di beberapa kota besar di Indonesia selama tiga dekade terakhir dan terus berkembang terutama setelah tahun 1998. Semenjak pemberlakuan liberalisasi sektor ritel pada tahun 1998, otomatis terjadi arus penanaman modal asing yang kemudian menambah ketatnya persaingan.

Secara umum di Asia, selain terbukanya FDI di beberapa negara, perkembangan Toko Modern seperti Supermarket terkait dengan meningkatnya permintaan terhadap jasa yang ditawarkan oleh Toko Modern, yang didasari oleh tingginya tingkat urbanisasi, peningkatan pendapatan perkapita (pertumbuhan pekerja kelas menengah), peningkatan pekerja wanita (peningkatan opportunity

1

Mathew & Mukherjee. 2010. Foreign Direct Investment in India Retail – Need for a Holistic Approach. Maharashtra Economic Development Council. India. Hal 2


(15)

cost waktu dari ibu rumah tangga yang berkarir), gaya hidup yang berkiblat ke Barat, meningkatnya penggunaan kartu kredit, dan lain-lain.2

Saat ini, terdapat beberapa peritel asing yang mengembangkan usahanya di Indonesia, antara lain Carrefour, Makro, Belhaize, Ahold dan Giant. Carrefour yang berasal dari Prancis mulai beroperasi ke Asia petama kali pada tahun 1989, yaitu ke Taiwan. Pada tahun 1996, ritel ini masuk ke Indonesia. Makro berasal dari Belanda dan masuk ke Indonesia pada tahun 1991. Saat ini terdapat 12 outlet Makro di wilayah Jabotabek dan 1 di Bandung. Selain Makro, dari Belanda juga masuk Ahold, di Indonesia menggunakan nama Tops (sejak akhir tahun 2005 diakuisisi Hero). Belhaize adalah hypermarket dari Belgia, saat ini beraliansi dengan supermarket Superindo. Giant Hypermarket yang berasal dari Malaysia, di Indonesia Giant beraliansi dengan Hero Supermarket.

Persaingan Pasar Tradisional dengan Toko Modern saat ini bisa dikatakan sebagai persaingan global. Artinya, saat ini Pasar Tradisional dihadapkan dengan perusahaan-perusahaan asing yang beraliansi maupun membuka cabang Toko Modern di Indonesia sehingga skala dari persaingan ini tidak bisa dikatakan sebagai persaingan lokal. Menurut survei Nielsen, jumlah pusat perdagangan modern (Toko Modern) di Indonesia seperti Hipermarket, pusat perkulakan, Supermarket, Minimarket, hingga Convenient Store, meningkat hampar 7,4 persen selama periode 2003-2005. Dari total 1.752.437 gerai pada tahun 2003 menjadi 1.881.492 gerai di tahun 2005. Hal tersebut justru berbanding terbalik

2

Shepherd, Andrew W. 2005. The Implications of Supermarket Development for Horticultural Farmers and Traditional Marketing Systems in Asia.Roma: Agricultural Management, Marketing and Finance Service FAO. Hal 2.


(16)

dengan pertumbuhan ritel tradisional yang tumbuh negatif sebesar 8 persen per tahunnya3.

Lebih lanjut pada penelitian Nielsen mengungkap fakta bahwa penurunan pangsa penjualan barang kebutuhan sehari-hari di Pasar Tradisional. Pada tahun 2000 Pasar Tradisional masih menguasai pangsa pasar sebesar 78,1 persen dari total penjualan barang-barang konsumsi di dalam negeri. Namun pada tahun 2005 pasar tradisional mengalami penurunan pangsa pasar menjadi sebesar 67,6 persen4. Berdasarkan hal tersebut tidaklah mustahil jika Pasar Modern akan semakin dominan dalam sub sektor perdagangan dan Pasar Tradisional akan semakin tergerus keberadaannya.

Di sisi lain, perkembangan Toko Modern mendorong pertumbuhan sub sektor perdagangan dalam sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sehingga dapat mendorong pertumbuhan PDRB suatu wilayah. Hal ini tentu saja menarik minat pemerintah daerah untuk mengembangkan Toko Modern. Otonomi daerah juga memiliki andil untuk mengizinkan suatu wilayah mengembangkan kegiatan ekonomi dengan caranya masing-masing,.

3

A.C. Nielsen. 2005. Asia Pasific Retail Shooper Trends 2005 [online].

http://www.acnielsen.de/pubs/documents/RetailandShopperTrendsAsia2005.pdf. Hal 28[26 Maret 2010]

4 Ibid.


(17)

Tabel 1.1 PDRB Kota Bogor menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan (Jutaan Rupiah)

Sektor 2004 2005 2006 2007 2008

Pertanian 12.193,68 12.716,02 11.723,85 12.717,26 13.121,58 Pertambangan

dan Penggalian 112,03 114,21 116,24 118,31 120,53

Industri

Pengolahan 940.063,95 1.002.371,58 1.059.336,89 1.126.541,95 1.1197.768,02 Listrik, Gas, dan

Air Bersih 105.087,61 112.491,07 119.970,03 128.090,57 136.829,56 Bangunan 225.205,11 226.037,24 276.736,82 288.023,99 299.804,17

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 1.029.072,27 1.071.266,44 1.140.875,92 1.205.230,26 1.267.518.19

Pengangkutan

dan Komunikasi 322.575,82 344.684,12 368.420,39 394.451,07 422.723,25 Keuangan,

Persewaan, dan

Jasa Perusahaan 441.570,29 489.525,23 522.979,72 560.780,48 602.517,87 Jasa-jasa 255.671,20 268.139,31 282.230,09 296.907,60 312.418,61

PDRB 3.361.438,93 3.567.230,91 3.782.273,71 4.012.743,18 4.252.821,78

Sumber: BPS, 2009.

Di Kota Bogor, Pasar Modern setiap tahunnya mengalami peningkatan, sejak 2003-2007 terdapat penambahan jumlah pusat perbelanjaan modern sebanyak 300 persen sementara untuk pasar tradisional tidak mengalami perubahan dalam jumlah pasar. Pertambahan jumlah Toko Modern di Kota Bogor dapat berakibat buruk, terutama jika pembangunan Toko Modern yang semakin dekat dengan Pasar Tradisional.

Pertumbuhan ekonomi di sektor perdagangan secara angka yang ditunjukan oleh LPE Kota Bogor seharusnya diikuti dengan peningkatan pertumbuhan secara menyeluruh baik pedagang-pedagang di Pasar Tradisional maupun Toko Modern. Maka sudah seharusnya pemerintah Kota Bogor juga membuat kebijakan yang mengatur persaingan usaha antara kedua pasar yang lebih baru dan memperhatikan segala aspek sosialnya.


(18)

Oleh karena itu, judul Analisis Kinerja Pasar Tradisional di Era Persaingan Global di Kota Bogor dipilih untuk mengkaji lebih lanjut mengenai kinerja Pasar Tradisional terutama setelah semakin bertambahnya Toko Modern yang ada di Kota Bogor dan menganalisa permasalahan-permasalahan yang dialami oleh Pasar Tradisional. Pada akhirnya ditelaah juga solusi dari Pemerintah Kota Bogor terhadap kinerja Pasar Tradisional saat ini.

1.2 Perumusan Masalah

Pertumbuhan Toko Modern di Indonesia tidak-serta merta terjadi. Perekonomian terjadi karena adanya tarik-menarik antara permintaan dan penawaran, begitu pula dengan Pasar Modern. Kebutuhan masyarakat akan keberadaan Pasar Modern tidak lepas dari pergeseran gaya hidup masyarakat yang semakin modern dan pola konsumtif masyarakat Indonesia. Di sisi lain kekuatan modal dari Pasar Modern terutama setelah Liberalisasi tahun 1998 memudahkan Pasar Modern untuk berekspansi, terutama setelah melihat peluang bisnis dari sisi konsumtif masyarakat.

Pasar Tradisional secara manajerial tidak mengalami perubahan signifikan sejak zaman dahulu, pola berdagang dan pengawasan pasar seadanya ditambah lagi tidak ada perbaikan dari sisi infrastruktur membuat Pasar Tradisional mulai ditinggalkan konsumen yang menuntut gaya „modern‟ dalam berbelanja. Pasar Modern secara internal juga memiliki masalah-masalah yang harus ditanggapi dengan serius, seperti PKL yang memperparah tata ruang sebuah Pasar Tradisional.


(19)

Berbeda halnya dengan Toko Modern. Sistem manajerial terpusat dan profesional membuat kemapanan dari segi internalnya. Keagresifan ekspansi Toko Modern tentu saja menimbulkan kekhawatiran karena suatu saat jika tidak terjadi perbaikan pada Pasar Tradisional, maka eksistensi dari Pasar Tradisional akan terancam dan menyebabkan ribuan bahkan jutaan pedagang kecil, pemasok, dan pekerja di Pasar Tradisional akan kehilangan mata pencaharian dan pengangguran di Indonesia akan semakin bertambah.

Kota Bogor dijadikan daerah penelitian karena memiliki peningkatan jumlah Pasar Modern yang cukup tinggi di daerah Jabodetabek, selain itu sub sektor perdagangan memiliki sumbangan tertinggi dalam PDRB Kota Bogor dan meningkat dari tahun ke tahun. Kota Bogor juga memiliki laju pertumbuhan pusat perbelanjaan modern sebesar 300 persen sejak tahun 2003-2006. Kota Bogor pernah melakukan relokasi Pasar Induk Ramayana yang berada di tengah kota dalam rangka mengendalikan tata kota dan ketertiban yang lebih baik, namun di saat ini di tanah bekas Pasar Induk Ramayana justru berdiri Pusat Perbelanjaan Modern. Hal ini menunjukan ambigu kebijakan pemerintah Kota Bogor terhadap Pasar Tradisional. Penelitian ini terbatas menganalisa kinerja Pasar Tradisional, karena Pasar Tradisional dianggap lebih mewakili masyarakat Kota Bogor pada umumnya. Rincian permasalahan yang akan dianalisa sebagai berikut:

1) Bagaimana kondisi Pasar Tradisional saat ini terutama setelah bertambahnya jumlah Pasar Modern secara signifikan di Kota Bogor?

2) Apakah permasalahan yang dialami oleh Pasar Tradisional Kota Bogor?

3) Bagaimana Pemerintah Kota Bogor khususnya dalam merespon permasalahan yang dialami Pasar Tradisional?


(20)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dibuat, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Menganalisa kondisi Pasar Tradisional di tengah tekanan ekspansi Pasar Modern di kota Bogor, dilihat dari penyelenggaraan dan tatakelola oleh pengelola Pasar Tradisional, kondisi umum pedagang dan kinerja bisnisnya selama beberapa tahun terakhir.

2) Menganalisa permasalahan-permasalahan yang dialami oleh Pasar Tradisional dan menelaah akar dari permasalahan tersebut.

3) Menganalisa kebijakan-kebijakan dan undang-undang yang dikeluarkan oleh Pemerintah yang berhubungan dengan Pasar Tradisional dan membandingkannya dengan respon yang dilakukan oleh negara-negara lainnya.

Ketiga tujuan di atas kemudian akan digunakan sebagai acuan untuk rekomendasi kepada Pemerintah Kota Bogor untuk mendorong pertumbuhan Pasar Tradisional menjadi pasar yang kompeten dan berdaya saing sehingga tidak tergerus keberadaannya oleh Toko Modern.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna:

1) Sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi Pemerintah baik pusat maupun daerah sebagai pembuat kebijakan dan pengambil keputusan untuk menetapkan peraturan, kebijakan, ataupun undang-undang yang tepat dan rinci yang


(21)

berkaitan dengan sektor Perdagangan, terutama yang mengatur masalah Penataan Pasar Tradisional dan Toko Modern.

2) Sebagai salah satu rujukan bagi penelitian lainnya terkait dengan sektor perdagangan besar dan eceran, maupun Pasar Tradisional.

1.5 Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada kinerja Pasar Tradisional di Kota Bogor selama beberapa tahun belakangan dalam satu periode penelitian. Pasar Tradisional yang diamati yang dikelola oleh Pemerintah ataupun Swasta (selama pola dan tatakelolanya masih relatif sama dengan Pasar Tradisional Pemerintah). Kinerja yang dianalisis adalah kinerja pedagang Pasar Tradisional secara individu.

Untuk analisis permasalahan Pasar Tradisional terbatas kepada respon dari pedagang tradisional itu sendiri. Kebijakan dan Peraturan tentang Pasar Tradisional dikeluarkan pemerintah daerah yang akan diteliti adalah Kebijakan dan Peraturan yang terbaru sehingga relevan dengan kondisi saat ini. Respon kebijakan dan aplikasi lebih lanjut didalami dengan pendekatan langsung kepada pengelola Pasar Tradisional Kota Bogor saat ini dengan asumsi Pengelola Pasar adalah unit Pemerintah Kota Bogor yang paling mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi pada Pasar-Pasar Tradisional Kota Bogor.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Organisasi Industri

Organisasi industri atau Industrial Organization (IO) bidang ekonomi yang mempelajari struktur dan batas-batas antara perusahaan dan pasar dan interaksi strategis perusahaan. Studi tentang organisasi industri menggambarkan adanya pergeseran dalam persaingan sempurna dunia nyata seperti terbatas informasi, biaya transaksi, biaya penyesuaian, kebijakan pemerintah, dan hambatan untuk masuk oleh perusahaan baru ke dalam pasar yang akhirnya menjadi persaingan tidak sempurna. Organisasi Industri juga mempelajari bagaimana perusahaan-perusahaan di dalam suatu industri diorganisir dan bagaimana mereka bersaing.

Ada dua pendekatan utama untuk mempelajari organisasi industri. Pendekatan pertama adalah deskriptif dan memberikan gambaran umum organisasi industri. Kedua, teori harga, menggunakan model mikroekonomi untuk menjelaskan perilaku perusahaan dan struktur pasar.

2.2. Structure Conduct Performance (SCP)

Structure Conduct Performance adalah salah satu metode untuk menganalisa organisasi industri. SCP adalah pendekatan organisasi industri, yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara struktur (structure) pasar, perilaku (conduct) pasar, dan kinerja (performance) pasar. SCP kemudian menunjukkan bahwa struktur pasar menentukan perilaku pasar, dan kemudian menentukan tingkat kinerja pasar.


(23)

Kerangka pemikiran SCP berasal dari analisis neo-klasik dari pasar. SCP merupakan gagasan dari Harvard yang berkembang selama 1940-1960 berdasarkan studi empiris yang mengidentifikasi korelasi antara struktur industri dan kinerja. Para ekonom secara khusus ingin mempelajari SCP karena mereka yakin bahwa konsentrasi penjual mempengaruhi kinerja sosial industri. Struktur Perilaku Kinerja (SCP) memberikan penekanan pada tiga unsur. Beberapa ekonom menyatakan bahwa struktur pasar dan perilaku pasar sama pentingnya dalam menentukan kinerja pasar. Ekonom lain berpendapat bahwa perilaku pasar sangat ditentukan oleh struktur pasar, kemudian kinerja pasar sangat tergantung pada struktur pasar juga.

Struktur (Structure) Pasar komponen yang relatif stabil dari lingkungan pasar yang mempengaruhi persaingan di antara para pembeli dan penjual yang beroperasi di pasar ini. Komponen utama yang mempengaruhi struktur pasar, konsentrasi penjual, diferensiasi produk, hambatan masuk, hambatan untuk keluar, konsentrasi pembeli, dan tingkat pertumbuhan permintaan pasar. Terdapat unsur-unsur lain dari struktur pasar, tetapi mereka biasanya tidak stabil dan dapat diabaikan baik karena tidak dapat diukur atau sulit untuk mengamati.

Perilaku (Conduct) Pasar menggambarkan apa yang harus perusahaan lakukan untuk bersaing satu sama lain. Hal tersebut mencakup penetapan harga, iklan, penelitian dan pengembangan investasi, keputusan pada dimensi produk, merger dan akuisisi, Perilaku pasar juga dapat menggambarkan adanya kolusi baik eksplisit maupun implisit yang dilakukan oleh beberapa perusahaan dalam industri.


(24)

Kinerja (Performance) Pasar digambarkan dengan profit. Kinerja juga digambarkan dengan perubahan biaya dan harga. Profitabilitas secara umum dapat menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyesuaikan adanya perubahan dalam permintaan pasar. Riset dan pengembangan, serta kepemilikan modal dan sumberdaya juga mempengaruhi kemampuan perusahaan.

Interaksi SCP digambarkan dalam dua hipotesis, yaitu structure performance hypothesis dan efficient structure hypothesis. Structure performance hypothesis menyatakan bahwa tingkat konsentrasi pasar berbanding terbalik dengan tingkat persaingan. Tingginya konsentrasi pasar mendorong perusahaan untuk berkolusi. Hipotesis ini akan didukung jika terdapat hubungan positif antara konsentrasi pasar (diukur dengan rasio konsentrasi) dan kinerja (diukur dengan laba), terlepas dari efisiensi perusahaan (diukur dengan pangsa pasar). Dengan demikian perusahaan-perusahaan dalam industri terkonsentrasi lebih akan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi daripada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di industri terkonsentrasi kurang, terlepas dari efisiensi mereka.

Efficient structure hypothesis bahwa kinerja perusahaan adalah positif berhubungan dengan efisiensi. Konsentrasi pasar yang muncul dari persaingan, dimana perusahaan-perusahaan dengan struktur biaya rendah meningkatkan laba dengan mengurangi harga dan memperluas pangsa pasar. Hubungan positif antara keuntungan perusahaan dan struktur pasar yang dikaitkan dengan keuntungan yang dibuat dalam pangsa pasar oleh perusahaan lebih efisien, tetapi tidak dengan kegiatan kolusi.


(25)

2.3. Persaingan Usaha

Persaingan dalam ekonomi adalah istilah yang mencakup pengertian individu dan perusahaan berjuang untuk pangsa pasar yang lebih besar untuk menjual atau membeli barang dan jasa. Merriam-Webster mendefinisikan persaingan dalam bisnis sebagai upaya dua pihak atau lebih yang bertindak independen untuk mengamankan bisnis dari pihak ketiga. Hal ini digambarkan oleh Adam Smith dalam The Wealth of Nations (1776), perusahaan mengalokasikan sumberdaya kedalam fungsi yang paling optimal dan mendorong efisiensi lebih lanjut. Kemudian teori mikroekonomi membedakan antara persaingan sempurna dan persaingan tidak sempurna , menyimpulkan bahwa tidak ada sistem alokasi sumber daya lebih efisien Pareto dari persaingan sempurna .

Persaingan, menurut teori ini, menyebabkan perusahaan-perusahaan untuk mengembangkan produk baru, layanan dan teknologi, yang akan memberikan konsumen pilihan yang lebih banyak dan produk yang lebih baik. Banyaknya pilihan menyebabkan harga yang lebih rendah untuk produk, dibandingkan dengan harga saat tidak ada persaingan (monopoli) atau sedikit kompetisi (oligopoli).

2.4. Konsep Pasar

Pasar dalam arti sempit adalah tempat permintaan dan penawaran bertemu, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar tradisional. Sedangkan dalam arti luas adalah proses transaksi antara permintaan dan penawaran, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar modern. Permintaan dan Penawaran dapat berupa Barang


(26)

atau Jasa. Sedangkan secara umum pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli5.

Pasar memiliki berbagai definisi yang berkembang, dari definisi yang ada pasar dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok penjual dan pembeli yang melakukan pertukaran barang dan jasa yang dapat disubstitusikan. Konsep dan pemaknaan pasar yang sesungguhnya sangat luas, mencakup dimensi ekonomi dan sosial-budaya. Dalam perseptif pasar secara fisik dapat diartikan sebagai tempat berlangsungnya transaksi jual beli barang dan jasa antara penjual dan pembeli dalam tempat tertentu.

Pasar memiliki beberapa klasifikasi. Misalnya klasifikasi Pasar berdasarkan bangunan. Berdasarkan bangunan, pasar dibagi menjadi dua jenis, yaitu pasar dengan bangunan permanen/semi permanen dan pasar tanpa bangunan permanen. Pasar dengan bangunan permanen/semi permanen adalah pasar yang menggunakan lantai semen/tegel, tiang besi/kayu, atap seng/genteng/sirap, baik berdinding/tidak. Sedangkan pasar tanpa bangunan permanen (tidak termasuk kaki lima) adalah pasar yang mempunyai bangunan tetapi tidak permanen, misalnya bangunan dari bambu, daun, dan sebagainya, contoh Pasar Kaget. Pasar Kaget adalah pasar yang muncul di lokasi yang tidak diperuntukan pasar dan selesai dengan cepat6.

Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan,

5

Wikipedia. 2010. Pasar. http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar [22 Maret 2010]

6


(27)

mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya7. Pembagian klasifikasi paling umum dan sering digunakan adalah klasifikasi menjadi Pasar Tradisional dan Toko Modern.

2.4.1 Pasar Tradisional

Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar8.

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar9.

7

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pasal 1

8Ibid

9


(28)

Secara lebih mendetail, komponen-komponen dalam Pasar Tradisional dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu10:

 Kios adalah tempat berdagang dengan jenis dan spesifikasi yang sama diatur dan ditetapkan berdasarkan komoditi yang satu sama lain dibatasi dengan dinding serta dapat ditutup.

 Los adalah tempat berdagang yang merupakan bagian dari bangunan tetap di dalam pasar yang sifatnya terbuka dan tanpa dinding keliling.

2.4.2 Toko Modern

Pasar Modern merupakan pasar yang dibangun oleh pemerintah, swasta, atau koperasi dalam bentuk mall, supermarket, minimarket, department store, dan shopping center dimana pengelolaannya dilakukan secara modern dengan mengutamakan pelayanan dan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada di satu tangan, bermodal relatif kuat, dan dilengkapi dengan label harga yang pasti11. Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan12.

2.4.3 Pedagang Kaki Lima (Pedagang Informal)

10

Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Pasar. Pasal 1

11

Keputusan Menteri Nomor 107/Mpp/Kep/2/1998 tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern. Pasal 1

12

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pasal 1


(29)

Pedagang Kaki Lima yang dapat disingkat PKL adalah penjual barang dan atau jasa yang secara perorangan dan atau kelompok berusaha dalam kegiatan ekonomi yang tergolong dalam skala usaha kecil yang menggunakan fasilitas umum dan bersifat sementara/tidak menetap dengan menggunakan peralatan bergerak maupun tidak bergerak dan atau menggunakan sarana berdagang yang mudah dipindahkan dan dibongkar pasang13.

2.5 Penelitian Terdahulu

Lembaga Penelitian SMERU pada tahun 2007 melakukan penelitian mengenai “Dampak Supermarket Terhadap Pasar dan Pedagang Retail di Daerah Perotaan di Indonesia” dengan pengambilan data di Kota Depok dan Kota Bandung. Studi ini mengukur dampak supermarket terhadap pasar tradsional dengan dua cara, yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif menggunakan metode Difference in Difference (DiD) dan metode ekonometrik, sedangkan metode kualitif dengan wawancara mendalam. Penelusuran melalui metode kualitatif secara statistik tidak menemukan dampak signifikan pada pendapatan dan keuntungan, namun signifikan terhadap jumlah pegawai pasar tradisional. Temuan kualitatif menunjukan bahwa kelesuan yang terjadi di pasar tradisional kebanyakan bersumber dari masalah internal pasar tradisional yang membuat supermarket semakin diuntungkan. Oleh karena itu lembaga penelitian SMERU menyimpulkan bahwa perbaikan sistem pengelolaan pasar tradisional diperlukan untuk meningkatkan daya saing pasar tradisional sehingga dapat bertahan di tengah keberadaan supermarket yang terus menjamur.

13

Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2005 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima. Pasal 1


(30)

Nurmalasari (2007) dalam penelitian berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Saing dan Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja di Pasar Tradisional.” Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa potensi dan kondisi faktor yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional, menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di pasar tradisional dan merumuskan rekomendasi strategi yang dapat dilakukan pasar tradisional untuk meningkatkan daya saingnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif menggunakan pendekatan Porter‟s Diamond untuk menganalisa potensi dan faktor yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional dan analisis statistik regresi Binary dengan menggunakan model probit untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di pasar tradisional.

Ningsih (2006) dalam penelitian berjudul “Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja di Kota Bogor”, berdasarkan studi empirisnya menyatakan bahwa kemunculan Pusat Perbelanjaan Modern menyebabkan pergeseran preferensi belanja masyarakat dari pasar tradisional yang ditandai dengan peningkatan jumlah Pusat Perbelanjaan Modern sebesar 300 persen dan penurunan omset penjualan pasar tradisional sebesar 20 persen. Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern menyebabkan peralihan fungsi penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor 1999-2009 karena terjadi penurunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kota Bogor. Keberadaan pusat Perbelanjaan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di kota Bogor. Penelitian ini juga menggunakan metode Koefisien Korelasi Rank-Spearman untuk mengetahui


(31)

seberapa besar hubungan antara laju pertubuhan pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern dengan laju pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang terjadi.

2.4 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh data yang didapat dari Badan Pusat Statistik Kota Bogor yaitu sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran selama tahun 2001-2005 memberikan kontribusi rata-rata 31,16 persen terhadap PDRB Kota Bogor, dengan laju pertumbuhan rata-rata 7,94 persen dimana Sub Sektor Perdagangan Besar dan Eceran memberikan kontribusi rata-rata 24,72 persen terhadap PDRB Kota Bogor, dengan laju pertumbuhan rata-rata 4,58 persen.

Dalam pertumbuhan sub sektor Perdagangan Besar dan Eceran, pasar memegang peran penting dalam menyediakan kegiatan perdagangan. Secara garis besar, Pasar yang ada di Kota Bogor dibagi menjadi 2 macam, yaitu pasar modern dan pasar tradisional yang terbagi atas kriteria-kriteria tersendiri. Pasar modern dan pasar tradisional bersaing dalam praktek usahanya. Pasar Modern saat ini memiliki penanam modal asing membuat persaingan semakin menekan Pasar Tradisional. Interaksi tersebut dapat dilihat dalam skema di bawah.


(32)

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Kinerja Pasar Tradisional di Era Persaingan Global di Kota Bogor

Analisa Kondisi Terkini Pasar Tradisional Kota

Bogor

Analisa Solusi Pemerintah Kota

Bogor terhadap Pasar Tradisional

Rekomendasi Kebijakan

Analisa Permasalahan Pasar Tradisional

Kota Bogor Perekonomian Kota Bogor

didominasi oleh Sektor Pedagangan, Hotel, dan Restoran

Pertumbuhan Sektor Perdagangan Kota Bogor dari tahun ke tahun

Pasar Modern (Supermarket, Hypermarket)

Pasar Tradisional Persaingan Usaha


(33)

Persaingan tersebut mau tidak mau membawa dampak sosial ekonomi kepada dua pelaku pasar tersebut, terutama setelah liberalisasi perdagangan tahun 1998 yang mulai merambah ke daerah Kota Bogor yang ditandai dengan tumbuhnya pasar modern seperti Supermarket dan Hipermarket yang didalamnya terdapat modal asing.

Penelitian ini terbatas hanya melihat kinerja Pasar Tradisional saat ini secara menyeluruh. Kinerja Pasar Tradisional dalam penelitian ini digambarkan melalui tiga hal. Pertama, kondisi terkini Pasar Tradisional dilihat dari sistem penyelenggaraan dan tatakelola pasar oleh Pemerintah Kota Bogor. Dianalisa juga mengenai kinerja individu pasar selama beberapa tahun belakangan. Kedua, dianalisis adanya permasalahan yang dialami oleh Pasar Tradisional saat ini, ditelaah berdasarkan respon individu pedagang mengenai poin-poin yang dianggap mempengaruhi keberlangsungan Pasar Tradisional, terutama omset. Ketiga, dianalisis kebijakan-kebijakan yang terkait dengan Pasar, terutama yang terbaru paska maraknya Toko Modern. Analisis dilakukan mulai atas respon Pemerintah Kota Bogor terhadap permasalahan yang dialami Pasar Tradisional.


(34)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Lokasi

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat yang dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2010. Pemilihan lokasi di kota Bogor dilakukan secara sengaja (purposive) karena Kota Bogor memiliki kaitan erat dengan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, dengan pertimbangan :

1) Subsektor Perdagangan memiliki peran penting dalam Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran yang merupakan penyumbang terbesar pertama terhadap PDRB Kota Bogor dalam kurun waktu 2004-2008.

2) Pertumbuhan Subsektor Perdagangan Kota Bogor bernilai positif. Secara fisik pertambahan Pasar Modern di kota Bogor cukup pesat, namun dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap kesejahteraan masyarakat dan pedagang di Pasar Tradisional.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari BPS, PD Pasar Pakuan Jaya, Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Koperasi Kota Bogor, dan data-data penunjang yang relevan dengan penelitian. Data penunjang diperoleh dari laporan hasil penelitian terkait, jurnal, buletin, internet, serta sumber-sumber lainnya.

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui metode wawancara terstruktur dengan pedagang Pasar Tradisional. Wawancara terstruktur dengan pedagang Pasar Tradisional secara garis besar menganalisa kinerja berdagang dari


(35)

pedagang Pasar Tradisional pada saat ini, yaitu ketika maraknya Pasar Modern. Wawancara terstruktur dilakukan secara langsung kepada responden pedagang dengan format pertanyaan yang sudah disusun sebelumnya, beberapa pertanyaan telah disiapkan jawabannya berupa pilihan ganda untuk menanggulangi apabila responden tidak segera mengerti pertanyaan yang diajukan.

Wawancara mendalam juga dilakukan kepada pelaku-pelaku yang memegang peran penting dalam sub sektor perdagangan di Kota Bogor seperti, aparat Dinas Pasar, Pejabat Dinas Pasar, dan narasumber yang kompeten di bidang usaha ini. Untuk melengkapi bahan pertimbangan dalam menyusun rekomendasi kebijakan, ditelaah juga mengenai peraturan perundang-undangan mengenai Pasar dan peraturan daerah Kota Bogor terkait yang telah diberlakukan.

3.3. Metode Penentuan Sampel

Sampling terhadap dua jenis pasar dilakukan untuk melihat dampak persaingan dengan Pasar Modern. Dugaan awal adalah berkembangnya Pasar Modern dapat berbeda pengaruhnya terhadap Pasar Tradisional tergantung skala penjualan komoditasnya, oleh karena itu klasifikasi awal dari sampling adalah membedakan Pasar Tradisional yaitu Pasar Eceran dan Pasar Grosir. Dari dugaan awal, kemudian ditentukan dua Pasar yang akan diamati, penentuan dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pengamatan awal dan wawancara dengan konsumen Pasar Tradisional mengenai pasar-pasar tradisional yang dianggap potensial. Untuk sampling Pasar Pengecer, dari 7 Pasar Pengecer di Kota Bogor, Pasar Tradisional Pengecer yang terpilih adalah Pasar Baru Bogor. Pasar Baru Bogor dipilih menjadi Pasar Sampel dengan pertimbangan:


(36)

1. Pasar Baru Bogor merupakan Pasar Tradisional Eceran yang terletak di Bogor Tengah yang memiliki Pusat Perbelanjaan Modern yang lebih banyak dibanding Kecamatan Kota Bogor lainnya.

2. Konsumen Kota Bogor meyakini bahwa Pasar Baru Bogor merupakan Pasar Pengecer terlengkap dan banyak variasi barangnya, termasuk jumlah pedagang.

3. Dua alasan diatas membuat Pasar Baru Bogor juga dipenuhi oleh PKL yang menganggap daerah sekitar Pasar Baru Bogor merupakan daerah potensial untuk berusaha.

Pasar Tradisional Grosir yang terpilih adalah Pasar Induk Kemang. Berdasarkan pendapat pedagang Pasar Tradisional, di Kota Bogor Pasar Induk Kemang dianggap pasar utama untuk komoditi sayur mayur dan bahan masakan dalam distribusinya kepada Pasar Tradisional Pengecer. Oleh karena itu Pasar Induk Kemang dianggap cukup mewakili Pasar Grosir Kota Bogor. Penyelenggaraan pasar pihak swasta di Pasar Induk Kemang juga memiliki poin perspektif tersendiri untuk menganalisa adanya perbedaan perlakuan pengelola terhadap pedagang yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor ataupun swasta sebagai pihak ketiga.

Dari kedua Pasar sampel tersebut selanjutnya dilakukan Penarikan sampel kepada 30 pedagang pasar tradisional dari masing-masing kedua pasar untuk memenuhi syarat sebaran normal. Pemilihan sampel pedagang dilakukan dilakukan secara acak Non-Probability Sampling dengan pertimbangan pedagang di Pasar Tradisional cenderung homogen tanpa perbedaan yang cukup signifikan


(37)

sehingga walaupun penarikan sampel dilakukan secara acak, sampel-sampel yang terpilih dapat mewakili pedagang Pasar Tradisional secara menyeluruh.

Dari beberapa pedagang menjadi responden secara khusus dipilih beberapa pedagang untuk diwawancarai lebih dalam mengenai permasalahan Pasar Tradisional lebih lanjut. Digunakan metode Purposive Sampling untuk mendapatkan informasi yang spesifik. Pedagang yang dipilih adalah pedagang-pedagang yang dianggap senior ataupun yang mengetahui seluk beluk permasalahan Pasar Tradisional lebih lanjut.

3.4 Metode Analisis

Metode Analisis yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan deskriptif kualitatif. Analisis Kualitatif berdasarkan hasil wawancara mendalam digunakan untuk melihat secara langsung kinerja dari pedagang Pasar Tradisional. Juga wawancara dengan penanggung jawab pasar terkait, dan kebijakan-kebijakan pusat maupun daerah yang dikeluarkan melalui Perpres, Perda, maupun aturan tertulis lainnya.

3.4.1 Analisis Kinerja Bisnis Pasar Tradisional Kota Bogor

Analisa diawali dengan mengamati perubahan-perubahan dalam sistem pengelolaan pasar. Pihak Pemerintah Kota Bogor menunjuk suatu dinas dalam menyelenggarakan kegiatan pasar. Tatakelola yang dilakukan saat ini ditelaah untuk melihat aktualisasi pelayanan pasar dari pihak pengelola. Kondisi umum individu pedagang dianalisa untuk melihat adanya perubahan karakteristik pedagang Pasar Tradisional saat ini.


(38)

Dari sisi kinerja ekonomi, ditelaah mengenai perubahan omset dan keuntungan beberapa tahun terakhir, jumlah variasi barang dagangan, strategi dagang dan daya saing pedagang, metode pemasokan barang dagangan, dan sumber modal. Pengamatan langsung dilakukan untuk melihat secara garis besar jumlah pedagang dan pembeli harian di Pasar Tradisional. Analisis kemudian diperkuat oleh pendekatan teori SCP untuk menganalisa secara sederhana bagaimana struktur organisasi pasar di dalam Pasar Tradisional.

3.4.2 Analisis Permasalahan Pasar Tradisional Kota Bogor

Permasalahan Pasar Tradisional ditelaah melalui pendapat pedagang mengenai persaingan, PKL dan Pasar Modern, masalah infrastruktur, dayabeli konsumen, kenaikan harga barang-barang dan apa yang diharapkan pedagang terhadap penanggung jawab Pasar. Kemudian dianalisis juga melalui pengawas pasar, bagaimana permasalahan itu mempengaruhi pasar secara keseluruhan.

3.4.3 Analisis Respon Pemerintah Kota Bogor terhadap Permasalahan Pasar Tradisional Kota Bogor

Peraturan Pemerintah baik pusat dan daerah memegang peranan penting dalam suatu kegiatan ekonomi. Dalam penelitian ini, Perda maupun Perpres yang akan ditelaah adalah yang berhubungan dengan pengaturan Pasar Tradisional. Perda yang ditelaah adalah yang diklaim oleh pihak pengelola pasar sebagai solusi atas permasalahan-permasalahan yang ada di Pasar Tradisional dan bagaimana perencanaan ke depan dari pihak pengelola terhadap pelayanan kepada pedagang Pasar Tradisional.


(39)

Respon Pemerintah Kota Bogor dalam bentuk Perda dan aplikasinya didalami dengan wawancara mendalam terhadap pihak yang bertanggung jawab, yaitu PD Pasar Pakuan Jaya selaku penanggung jawab utama dalam kegiatan penyelenggaraan Pasar Tradisional. Untuk memperkuat argumentasi, ditelaah juga rekomendasi-rekomendasi dari lembaga-lembaga ekonomi asing yang mengkaji bidang perkembangan Ritel dan Pasar di negara-negara di Asia seperti India. Hal ini dilakukan sebagai perbandingan respon yang dilakukan di negara-negara yang memiliki kultur pasar yang serupa dengan Indonesia.


(40)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4.1. Kondisi Umum Kota Bogor

Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarkan Udang-undang Nomor 16 Tahun 1950 setelah pengakuan kedaulatan RI. Selanjutnya pada tahun 1957 nama pemerintahan berubah menjadi Kota Praja Bogor, sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957. undang Nomor 18 tahun 1965 dan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 daerah Kota Bogor menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor dirubah menjadi Kota Bogor.

Kota Bogor terketak diantara 106 derajat 43‟30‟‟ Bujur Timur sampai dengan 106 derajat 51‟00‟‟ Bujur Timur dan 30‟30‟‟ Lintang Selatan dampai dengan 6 derajat 41‟00‟‟ Lintang Selatan serta mempunyai ketunggian rata-rata minimal 190 meter dan maksimal 350 meter dengan jarak dari ibukota kurang lebih 58 kilometer.

Luas Wilayah Kota Bogor sebesar 11.850 Ha, dihuni lebih dari 820.707 jiwa. Secara Administratif kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa (lima diantaranya termasuk desa tertinggal yaitu desa Pamoyanan, Genteng, Balungbangjaya, Mekarwangi dan Sindangrasa), 210 dusun, 623 RW, 2.712 RT dan dikelilingi oleh Wilayah Kabupaten Bogor yaitu sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Kemang, Bojong Gede, dan Kec. Sukaraja, Kabupaten Bogor.


(41)

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi, Kabupaten Bogor.

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Darmaga dan Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec. Caringin, Kabupaten Bogor.

4.2. Perekonomian Kota Bogor

Berdasarkan data BPS, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Bogor tahun 2009 berada pada kisaran 6,02 persen. Pencapaian ini lebih baik dari laju pertumbuhan ekonomi tahun 2008 yang mencapai 5,98 persen. Pertumbuhan ekonomi Kota Bogor juga tergambar pada pertumbuhan angka PDRB atas dasar harga yang berlaku di tahun 2009 yang mencapai Rp 12,294 triliyun.

Peningkatan makro pembangunan juga tergambar dari total investasi di Kota Bogor tahun 2009 yang mencapai Rp 869,51 miliar, atau naik sebesar Rp 1,09 miliar dari investasi ditahun 2008 yang hanya mencapai Rp 868,42 miliar. Sedangkan inflasi berhasil ditekan pada tingkat 6 persen dari inflasi tahun 2008 yang mencapai 14,20 persen. Namun menguatnya indikator makro pembangunan belum diikuti oleh penurunan angka pengangguran. Sampai akhir tahun 2009 angka pengangguran di Kota Bogor masih berada di kisaran 15 persen atau naik 1,36 persen dari tahun 2008 yang mencapai 13,64 persen.

Dilihat dari sisi PDRB pertumbuhan ekonomi Kota Bogor memiliki laju yang positif setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari tabel 1.1, dimana Sektor


(42)

Perdagangan, Hotel, dan Restoran memiliki kontribusi paling besar dalam PDRB yang kemudian diikuti oleh Sektor Industri Olahan.

Dalam data lebih lanjut, sub sektor Perdagangan Besar dan Eceran memiliki share kontribusi PDRB yang cukup signifikan dibandingkan subsektor lainnya di dalam Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran.

Tabel 4.1 PDRB Kota Bogor Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (dalam milyaran rupiah)

Kode

Sektor Sektor 2004 2005 2006 2007 2008

6 Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 1.029,07 1.071,27 1.140,88 1.205,23 1.267,52

a. Perdagangan Besar

dan Eceran 818,48 854,32 917,05 973,87 1.028,29

b. Hotel 19,43 20,66 21,98 23,40 23,93

c. Restoran 191,16 196,29 201,85 207,96 207,96

Sumber: BPS, 2009.

Perkembangan Sub Sektor Perdagangan erat kaitannya dengan perkembangan sektor produksi yaitu pertanian dan industri. Selain itu juga dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan dayabeli masyarakat.

4.2.1. Pasar Tradisional di Kota Bogor

Sebagian besar Pasar Tradisional dikelola oleh pemda kota setempat, pada Kota Bogor, saat ini pengelolaan pasar diserahkan kepada PD Pasar Pakuan Jaya mulai tahun 2010 dan dalam masa transisi dari UPTD Pengelolaan Pasar menjadi PD Pasar Pakuan Jaya sampai dengan tahun 2012. PD Pasar Pakuan Jaya memiliki 7 unit Pasar Tradisional untuk dikelola yang semua merupakan unit Pasar Tradisional yang dikelola status pengelolaannya UPTD Pengelolaan Pasar, yaitu sebagai berikut:


(43)

Tabel 4.2. Tujuh Unit Pasar Tradisional Kota Bogor

No Nama Pasar Kelas Pasar

1 Pasar Baru Bogor Pasar Regional

2 Pasar Kebon Kembang (Pasar Anyar) Pasar Regional

3 Pasar Induk Jambu Dua Pasar Kota

4 Pasar Merdeka Pasar Kota

5 Pasar Sukasari (Pasar Gembrong) Pasar Kota

6 Pasar Gunung Batu Pasar Wilayah

7 Pasar Padasuka Pasar Wilayah

Sumber: PD Pasar Pakuan Jaya, 2010.

Dari 7 unit Pasar Tradisional, 6 unit Pasar merupakan Pasar Pengecer yang beraktifitas selama 12 jam, mulai pukul 06.00 hingga pukul 18.00, sedangkan Pasar Induk Jambu Dua adalah Pasar Grosir yang dapat beroperasi 24 jam. Pasar Induk Jambu Dua adalah Pasar Grosir hasil relokasi Pasar Induk Ramayana yang ditutup secara resmi pada tanggal 10 Agustus 2000. Relokasi tersebut kemudian memunculkan tawaran pihak swasta untuk mengelola Pasar Tradisional, sehingga akhirnya Pasar Induk Ramayana direlokasi ke 3 tempat, yaitu Pasar Induk Jambu Dua, Pasar Induk Kemang, dan Pasar Grosir Cimanggu.

Selain relokasi Pasar Induk Ramayana, Pemerintah Kota Bogor juga pernah membuat kebijakan untuk membangun pasar di setiap Kecamatan dan memberikan tanggung jawab pengelolaan ke tingkat Kecamatan, yang terealisasikan dengan pembangunan Pasar Tanah Baru di Kecamatan Bogor Utara, Pasar Pamoyanan di Kecamatan Bogor Selatan, dan Pasar Bubulak di Kecamatan Bogor Barat. Sayangnya ketiga Pasar Tradisional ini terhitung gagal menjadi Pasar Tradisional dengan beberapa kios saja yang terisi dan sangat minimnya pembeli. Bahkan Pasar Bubulak dialihfungsikan menjadi Terminal Bus Trans Pakuan Bubulak.


(44)

4.2.2. Pasar Modern di Kota Bogor

Hingga tahun 2007, terdapat 12 unit Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor, yaitu Pangrango Plaza, Ekalokasari Plaza, Bogor Trade Mall, Botani Square, Pusat GrosirBogor, ADA Swalayan, Plaza Jambu 2, Plaza Jembatan Merah, Shangrilla Plaza, Dewi Sartika, Plaza Bogor, dan Plaza Bogor indah. Pasar Modern atau Supermarket yang mendominasi wilayah Bogor adalah Giant dengan toko yang dibuka di beberapa pusat perbelanjaan modern besar di Kota Bogor.

Giant juga memiliki Hipermarket yang lepas dari pusat perbelanjaan modern, seperti Giant Taman Yasmin dan Giant Laladon. Dengan jumlah Pusat Perbelanjaan Modern, Supermarket, dan Hipermarket sebanyak ini dan akan terus bertambah, posisi Pasar Modern semakin mendekati Pasar Tradisional. Terbukti beberapa Pasar Tradisional justru diapit oleh beberapa Pasar Modern dengan radius kurang dari 5km.


(45)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Kinerja Bisnis Pasar Tradisional Kota Bogor

Untuk memahami kondisi terkini mengenai kegiatan perdagangan di Pasar Tradisional di Kota Bogor, perlu dilakukan analisa terhadap dua komponen penyelenggaraan Pasar Tradisional, yaitu dari sisi pengelola dan sisi pedagang. Pada penelitian ini penarikan sampel dilakukan di dua pasar, yaitu Pasar Baru Bogor dan Pasar Induk Kemang. Perbedaan keduanya terletak dari skala usaha pedagangnya (Pasar Baru Bogor tergolong Pasar Pengecer dan Pasar Induk Kemang tergolong Pasar Grosir) dan pengelola utamanya (Pasar Baru Bogor dikelola oleh pemerintah dan Pasar Induk Kemang dikelola oleh swasta).

5.1.1. Perkembangan Penyelengaraan Pasar Tradisional di Kota Bogor

Pengelolaan Pasar Tradisional dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor dengan menunjuk dinas tertentu yang bertanggung jawab untuk menjalankan pengaturannya. Berdasarkan Perda Nomor 13 Tahun 1991 tentang Pengaturan Pasar di Wilayah Kota Bogor, Pemda Kota Bogor menunjuk Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) sebagai dinas yang mengelola Pasar Tradisional dan bertanggung jawab langsung kepada Walikota. Pada tahun 2001, DPP diubah menjadi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pengelolaan Pasar dan berada di bawah tanggung jawab Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop).

Pada tahun 2008, dicetuskan ide pembentukan Perusahaan Daerah dibidang pengelolaan Pasar layaknya yang dilakukan oleh Pemerintah DKI


(46)

Jakarta dengan membentuk PD Pasar Jaya. Kemudian atas Perda Kota Bogor Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya, 7 unit UPTD Pengelolaan Pasar yang tersebar di 7 Pasar Tradisional di bawah tanggung jawab Disperindagkop Kota Bogor dialihkan menjadi PD Pasar Pakuan Jaya yang bertanggung jawab langsung ke Walikota Bogor.

Pengelolaan pasar oleh pihak pihak swasta juga terbuka. Di kota Bogor, terdapat dua pengelola pasar swasta, yaitu PT Mayo Waya yang mengelola Pasar Grosir Cimanggu dan PT. Galvindo Ampuh yang mengelola Pasar Induk Kemang. Kedua pengelola ini masuk menjadi pengelola pasar setelah pemerintah menyetujui tawaran ekspansi dari relokasi Pasar Induk Ramayana, sehingga relokasi yang tadinya direncanakan hanya menjadi Pasar Induk Jambu Dua menjadi tiga unit Pasar Grosir. Namun pada saat ini, hanya dua pasar yang terhitung aktif menjadi Pasar Grosir, yaitu Pasar Induk Jambu Dua dan Pasar Induk Kemang. Pasar Grosir Cimanggu berada dalam status ditinggalkan oleh pengembang atau pengelolanya karena sangat sedikitnya pedagang yang berdagang di pasar tersebut.

Pengelolaan oleh pihak swasta diatur dalam Perda Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2005 Bab VI. Pada Pasal 6 ayat 3 dan Pasal 8 ayat 1 Perda tersebut dijelaskan bahwa penyelenggaraan pasar merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah, pengelolaan pasar di atas lahan milik Pemerintah Daerah dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan kerjasama dengan Pemerintah Daerah setelah mendapat izin dari DPRD. Kontribusi pihak ketiga terhadap PAD Kota Bogor berupa pajak yang dibayarkan kepada Dinas Pendapatan Daerah dilakukan selama masa kontrak kerjasama.


(47)

5.1.2 Tatakelola Pasar Tradisional

Pada dasarnya, tugas utama pengelola pasar, baik pengelola swasta maupun pemerintah adalah memberikan fasilitas berupa tempat berdagang bagi pedagang pasar tradisional yang telah membeli atau menyewa kios. Secara spesifik, pengelolaan pedagang oleh pemerintah diatur dalam Perda Kota Bogor Nomor 7 tahun 2005. Untuk bisa berdagang di pasar-pasar yang dikelola oleh PD Pasar Pakuan Jaya Pedagang harus memiliki dua izin khusus dari pemerintah, yaitu BHPTB dan IPTB. Buku Hak Pemakaian Tempat Berdagang (BHPTB) adalah bukti pedagang yang telah melunasi pembayaran tempat berdagang dalam areal pasar, berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang. Kartu Izin Pemakaian Tempat Berdagang (KIPTB) adalah kartu bukti perizinan pedagang yang mempergunakan tempat berdagang dalam areal pasar yang berlaku selama 1 tahun dan dapat diperpanjang.

Setiap pedagang yang memakai tempat berdagang di pasar Pemerintah Daerah dalam areal pasar mempunyai hak sebagai berikut:

a. memperoleh jasa pelayanan fasilitas pasar

b. memperoleh pelayanan administrasi

c. memperoleh pelayanan pemeliharaan pasar

d. memperoleh pelayanan kebersihan dan keamanan

Selain itu, pedagang yang memakai tempat berdagang di pasar Pemerintah Daerah di areal pasar mempunyai kewajiban sebagai berikut:


(48)

a. mempergunakan tempat berdagang sesuai fungsinya paling lambat 15 hari kalender sejak diterbitkannya KIPTB.

b. memperdagangkan jenis barang atau jasa sesuai dengan komoditi yang telah ditetapkan

c. mengatur penempatan jenis barang dengan rapi dan tidak membahayakan keselamatan umum serta tidak melebihi batas tempat berdagang yang menjadi haknya

d. menjaga dan memelihara keamanan, ketenteraman, ketertiban, dan kebersihan di sekitar tempat berdagang

e. menyediakan alat pemadam kebakaran, tempat sampah basah dan kering, dan alat-alat kebersihan

f. membuang sampah ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Sementara yang disediakan oleh Pemerintah Daerah

g. membayar retribusi sesuai peraturan perundang-undangan

h. membayar biaya pemakaian listrik, air, serta fasilitas pasar lainnya

i. mencegah terjadinya praktek perjudian dan perbuatan maksiat lainnya di sekitar tempat berdagang

Penarikan retribusi harian berupa retribusi sesuai aturan daerah (Perda Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2006) serta biaya listrik, air, dan fasilitas lainnya, dilakukan setelah satu jam Pasar Tradisional beroperasi atau pukul 07.00. Pedagang-pedagang pasar pengecer diperbolehkan untuk membuka usaha di luar


(49)

jam kegiatan namun tidak mendapatkan fasilitas layanan dari pengelola pasar, seperti unit keamanan dan kebersihan.

Di sisi lain, pengelolaan Pasar Tradisional oleh swasta tidak diatur dalam Perda Kota Bogor. Hak dan kewajiban pedagang di Pasar Tradisional Swasta, dalam hal ini Pasar Induk Kemang yang dikelola PT. Galvindo Ampuh tidak jauh berbeda dengan hak dan kewajiban pedagang di Pasar Tradisional Pemerintah. Pedagang Pasar Pasar Induk Kemang mendapat hak untuk menyewa los dan kios berdasarkan izin yang dilakukan ke pihak PT. Galvindo Ampuh. Pedagang yang mendapat izin memiliki hak untuk berdagang, mendapat layanan fasilitias unit kebersihan dan keamanan.

Pedagang berkewajiban membayar retribusi harian berupa sewa kios/los, kebersihan, dan keamanan. Menurut pengakuan pedagang-pedagang di Pasar Induk Kemang, harga sewa dan retribusi harian secara keseluruhan tidak begitu membebani terutama jika dibandingkan dengan retribusi yang dikenakan kepada pedagang-pedagang di Pasar Induk di luar Kota Bogor.

5.1.3 Kondisi Umum Pedagang Pasar Tradisional

Penelitian ini mengambil responden pedagang-pedagang dari dua unit Pasar Tradisional, yaitu Pasar Baru Bogor sebagai Pasar Pengecer dan Pasar Induk Kemang sebagai Pasar Grosir. Kondisi umum pedagang dianalisis untuk melihat perkembangan pedagang pasar tradisional berdasarkan perbandingan dengan ciri khas pedagang pasar yang seringkali disampaikan dalam literatur-literatur, seperti pada Perda Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2005. Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dengan fasilitas yang sederhana, dikelola dengan


(50)

manajemen yang sederhana dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, ataupun tenda yang diisi oleh pedagang kecil, menengah, dan koperasi, dengan proses jual beli melalui tawar menawar.

Berdasarkan jumlah responden dan hasil pengamatan, Pasar Baru Bogor memiliki proporsi pedagang yang cukup beragam. Sebagian besar pedagang Pasar Baru Bogor menjual komoditas yang biasa dijual di Pasar Tradisional seperti sayuran segar, bahan kebutuhan sehari-hari seperti sembako dan bahan makanan (bumbu masakan), seperti cabai dan rempah-rempah. Penjual ikan, baik ayam potong, daging sapi, daging kambing dan buah-buahan juga memiliki proporsi yang cukup tinggi. Kemudian terdapat cukup banyak pedagang yang menjual komoditi seperti kelapa santan, tahu tempe, telur dan beras. Sebagian kecil pedagang memiliki komoditas lebih spesifik seperti masakan matang, daging olahan, wadah plastik untuk keperluan katering, bahan untuk dagangan bakso, dan lainnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk Pasar Besar atau Pasar Kelas I, Pasar Baru Bogor memang menyediakan komoditas-komoditas yang cukup lengkap.

Pasar Induk Kemang, adalah Pasar Grosir yang sebagian besar penjualnya adalah pedagang grosiran sayur mayur, seperti tomat, jagung, kol, sawi dan lainnya. Sebagian lainnya adalah penjual bahan-bahan masakan seperti rempah-rempah dan cabai. Kemudian terdapat sebagian kecil pedagang yang berjualan buah seperti jeruk. Pasar Induk Kemang sebagai pasar grosir belum bisa dianggap selengkap Pasar Induk sejenis seperti Pasar Induk Kramat Jati karena di Pasar ini tidak terdapat komoditi seperti daging.


(51)

Dalam penelitian, berdasarkan Gambar 5.1a, Toko Kecil atau Warung merupakan pangsa pembeli terbesar, baik dalam hal jumlah konsumen maupun jumlah barang yang dibeli di Pasar Baru Bogor. Sebanyak 33 persen dari responden Pasar Baru Bogor mengaku bahwa pelanggan utama mereka adalah Toko Kecil atau Warung yang berjualan di sekitar komplek perumahan, ataupun mengaku bahwa komoditas mereka dibeli untuk dijual kembali oleh pembelinya.

Jika proporsi pelanggan Toko Kecil, pemilik rumah makan/katering dan pedagang keliling digabungkan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa 70 persen responden pedagang Pasar Baru Bogor barang dagangannya dibeli secara borongan untuk dijual kembali dengan atau tanpa merubah bentuk awalnya. Hal ini juga dapat disimpulkan walaupun Pasar Baru Bogor bukan Pasar Grosir, namun barang dagangannya masih dalam rantai distribusi ke pedagang pengecer yang lebih kecil sebelum akhirnya sampai ke konsumen.

Sumber: Data Primer, diolah.


(52)

Sesuai dengan statusnya sebagai Pasar Grosir, pelanggan utama Pasar Induk Kemang adalah pasar kecil atau pasar pengecer sebesar 50 persen, diikuti oleh Toko sebesar 33 persen, lalu pengusaha Rumah Makan sebanyak 17 persen. Saat ini pembeli potensial kebanyakan berasal dari Kota Bogor dan sekitarnya

Sumber: Data Primer, diolah.

Gambar 5.1b Proporsi Pelanggan Utama Pasar Induk Kemang

Tabel 5.1b menunjukan pemasok utama dari pedagang di kedua Pasar Tradisional. Pasar Baru Bogor sebagai pasar pengecer, sebanyak 53,33 persen responden pedagangnya menggunakan jasa agen atau pemasok profesional untuk mendapatkan komoditi barang tertentu. Biasanya agen tersebut mengirimkan langsung komoditi kepada pedagang Pasar Baru Bogor, agen-agen ini berasal dari berbagai penjuru Jawa, mulai dari Bandung, sampai dengan Jawa Timur. Sebagian adalah agen untuk komoditi yang tidak ditanam di sekitar Bogor.

Sebesar 26,67 persen responden Pasar Baru Bogor membeli barang dagangannya dari Pasar Grosir di sekitar Bogor, untuk komoditi sayur-sayuran dan bahan makanan, beberapa pedagang membeli langsung dari Pasar Induk


(53)

Kemang, sedangkan untuk komoditi seperti Ikan, pedagang membeli di Pasar Induk Muara Angke. Hanya sebesar 13,33 persen pedagang yang memiliki akses untuk memperoleh komoditi langsung dari produsennya, pedagang-pedagang ini biasanya adalah pedagang daging ayam atau sapi yang mengambil barang langsung dari peternakan ataupun Rumah Potong Hewan (RPH) di Bogor dan sekitarnya. 6,67 persen pedagang yang memproduksi barang dagangannya sendiri biasanya adalah pedagang masakan matang ataupun beberapa pengusaha tahu dan tempe yang menjual langsung barang produksinya. Pada Pasar Induk Kemang, hampir semua pedagang mengandalkan Agen atau Pemasok Profesional untuk memperoleh komoditinya.

Tabel 5.1. Proporsi Pemasok Barang Utama & Metode Pembayaran Pedagang Pasar Tradisional

Pasar Baru Bogor

Pemasok Utama % Metode Pembayaran %

Agen 53,33 Tunai 56,67

Pasar Grosir 26,67 Kredit 43,33

Produsen 13,33

Produksi Sendiri 6,67

Pasar Induk Kemang

Pemasok Utama % Metode Pembayaran %

Agen 96,67 Tunai 86,67

Produsen 3,33 Kredit 13,33

Sumber: Data Primer, diolah.

Tabel 5.1 juga menjelaskan mengenai metode pembayaran pasokan barang yang datang. Pada Pasar Baru Bogor, metode pembayaran tunai dan kredit memiliki proporsi yang hampir serupa. Metode pembayaran kredit yang biasa diterapkan umumnya penundaan pembayaran selama beberapa hari hingga seminggu, ataupun pembayaran uang muka pada hari ini kemudian dilunasi esok harinya setelah barang laku dijual.


(54)

Pada Pasar Induk Kemang, sebesar 86,67 persen responden pedagang mengemukakan bahwa mereka membayar tunai ketika barang pasokan datang dikirim oleh agen. Ada pula pedagang yang meminta agen untuk menunggu sekitar 2-3 jam sebelum membayar barangnya. Umumnya hal ini dapat dilakukan karena transaksi penjualan grosir dengan pelanggan harian tetap yang datang pada jam yang sudah dijanjikan dapat berlangsung dengan cepat, sehingga dalam 2-3 jam barang dagangan sudah laku atau omset sudah memenuhi pembayaran kepada agen.

Tabel 5.2. Sumber Modal Pedagang Pasar Tradisional

Pasar Baru Bogor Pasar Induk Kemang

Sumber Modal % Sumber Modal %

Modal Sendiri 80,00 Modal Sendiri 93,33

Pinjaman dari Kerabat 10,00 Pinjaman dari Kerabat 6,67

Bank 10,00

Sumber: Data Primer, diolah.

Berdasarkan tabel 5.2. pada kedua pasar yang diteliti, uang yang dimiliki oleh pedagang sendiri adalah sumber modal utama. Dengan proporsi yang sangat signifikan sebesar 80 persen pada Pasar Baru Bogor dan 93,33 persen pada Pasar Induk Bogor, jelas tergambar bahwa modal yang relatif kecil sebagai ciri khas dari pedagang Pasar Tradisional masih melekat hingga saat ini.

Diakui oleh banyak responden pedagang di Pasar Baru Bogor, meski saat ini banyak bank-bank swasta ataupun rentenir menawarkan pinjaman berbunga kepada para pedagang untuk keperluan pengembangan usaha, mereka cenderung tidak berani untuk meminjam. Hal ini dikarenakan ketakutan mereka


(55)

akan jeratan bunga, pengetahuan mereka yang cukup minim, dan ketidakyakinan mereka untuk mengatur aliran uang jika memiliki uang yang cukup banyak.

Lain halnya dengan Pasar Induk Kemang, diakui oleh mereka bahwa tidak ada tawaran dari Bank yang masuk ke dalam pasar untuk menawarkan kredit berjangka. Tambahan modal biasanya didapat dari kerabat ataupun seorang pedagang besar yang membantu pegawainya yang sudah mengabdi berpuluh tahun untuk memiliki usahanya sendiri. Namun para pedagang juga mengatakan sangat sulit mengembangkan usahanya lebih lanjut karena nilai uang yang terus merosot.

Penelitian ini juga menganalisa mengenai metode dagang dari Pasar Tradisional, tawar-menawar yang menjadi citra utama dari Pasar Tradisioonal masih berlangsung. Keakraban antara pedagang dengan pelanggan juga terasa dengan banyaknya komunikasi antar keduanya. Hal tersebut juga membuat keterbukaan informasi mengenai margin harga jual di pasar tradisional dengan harga dari pemasok/pasar grosir sehingga biasanya tidak ada gap harga yang signifikan antar pedagang dengan komoditi yang serupa.

Lebih lanjut mengenai metode dagang, dianalisis mengenai strategi utama mereka dalam menarik pembeli juga respon mereka terhadap persaingan antar pedagang. Pada tabel 5.3a, sebanyak 43,33 persen responden pedagang Pasar Baru Bogor mengakui bahwa persaingan ketat terjadi dengan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berada di luar pasar. Posisi strategis yang berada lebih dekat dengan jalan dan harga bersaing dianggap merupakan keunggulan PKL atas pedagang-pedagang di dalam pasar. Walaupun sebanyak 30 persen responden


(56)

menganggap saingan utamanya berada di dalam pasar (sesama pedagang), perlu diketahui bahwa sesama pedagang dalam pasar merasa bahwa tidak merasakan persaingan yang ketat walaupun banyak pedagang dalam pasar yang menjual komoditas yang sama, sehingga terdapat 16,67 persen pedagang Pasar Baru Bogor tidak menganggap adanya persaingan usaha walaupun sudah diyakinkan bahwa suatu bentuk bisnis pasti memiliki pesaing.

Tabel 5.3a. Persaingan dan Strategi Pedagang Pasar Baru Bogor Pesaing Terberat % Strategi Menarik Pembeli %

Pedagang Kaki Lima 43,33 Barang lebih Berkualitas 43,33

Pedagang lain dalam Pasar 30,00 Sikap baik dan Sopan santun 36,67

Tidak tahu 16,67 Barang lebih Murah 13,33

Toko Modern/Supermarket 6,67 Barang lebih Beragam 3,33

Pasar Tradisional lain 3,33 lainnya 3,33

Sumber: Data Primer, diolah.

Diteliti mengenai strategi, menjamin barang dengan kualitas prima diakui oleh pedagang responden Pasar Baru Bogor menjadi keunggulan utama mereka, sekaligus menjadi strategi dalam menarik pembeli (43,33 persen). Sebanyak 36,67 persen responden menganggap sikap baik dan sopan santun adalah hal utama untuk menarik pembeli agar menjadi pelanggan tetap.

Berbeda halnya dengan Pasar Induk Kemang, pesaing terberat menurut pedagang responden Pasar Induk Kemang (76,67 persen) adalah pedagang-pedagang lain di dalam pasar dan strategi utama mereka adalah kualitas barang yang tinggi agar pembeli tertarik berlangganan (53,33 persen). Pedagang-pedagang di Pasar Induk Kemang lebih homogen dibanding dengan Pasar Baru Bogor. Dari hasil pengamatan, secara umum tidak ada keunggulan komparatif yang signifikan antara satu pedagang dengan pedagang lain, dilihat dari kualitas


(57)

komoditi, pengemasan dalam karung, variasi komoditi yang dijual hingga harga jual komoditi. Diduga kehomogenan ini disebabkan karena pedagang-pedagang ini memasok dari Agen atau distributor yang sama.

Tabel 5.3b. Persaingan dan Strategi Pedagang Pasar Induk Kemang Pesaing Terberat % Strategi Menarik Pembeli %

Pedagang lain dalam Pasar 76,67 Barang lebih Berkualitas 53,33

Tidak tahu 13,33 Sikap baik dan Sopan santun 30,00

Pasar Tradisional lainnya 10,00 Barang lebih Murah 10,00

lainnya 6,67

Sumber: Data Primer, diolah.

Sebagian besar pedagang di kedua pasar tradisional mengatakan bahwa omset dan keuntungan mereka menurun dalam beberapa tahun terakhir. Di Pasar Baru Bogor penurunan omset terjadi tidak hanya pada pedagang yang menjual komoditi yang umum, seperti sayur mayur dan bahan masakan, namun juga terjadi pada pedagang dengan komoditi spesifik seperti pedagang bahan bakso dan masakan jadi. Pada Pasar Induk Kemang, penurunan terjadi pada komoditi sayur mayur dan bahan masakan. Pada gambar 5.2a, dapat dilihat bahwa di Pasar Baru Bogor hanya 34 persen responden yang mengatakan bahwa omset dan keuntungan harian mereka stabil atau meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sementara 67 persen sisanya mengatakan bahwa omset dan keuntungan harian mereka secara rata-rata menurun.


(58)

Sumber: Data Primer, diolah.

Gambar 5.2a. Pergerakan Omset dan Keuntungan Harian Rata-rata Pedagang Pasar Baru Bogor

Pada Pasar Induk Kemang, hal yang hampir serupa juga terjadi. Sebanyak 34 persen responden mengatakan bahwa omset dan keuntungan mereka relatif stabil ataupun meningkat dibandingkan beberapa tahun lalu. Sedangkan 67 persen lainnya mengalami penurunan omset yang variatif antara 20-50 persen. per hari, otomatis juga berpengaruh ke omset dan keuntungan harian mereka.

Pada Pasar Baru Bogor dan Pasar Induk Kemang, perubahan variasi barang dagangan dalam beberapa tahun terakhir tidak dipengaruhi oleh perubahan omset dan keuntungan. Umumnya pedagang Pasar Baru Bogor mengakui, penambahan atau pengurangan barang dagangan lebih dipengaruhi oleh tren yang ada. Artinya ketika banyak konsumen atau pelanggan menanyakan barang tersebut, maka sebisa mungkin pedagang menyediakan.


(59)

Sumber: Data Primer, diolah.

Gambar 5.2b. Pergerakan Omset dan Keuntungan Harian Rata-rata Pedagang Pasar Induk Kemang

Hal yang perlu diingat adalah penurunan omset dan keuntungan saat ini yang cukup signifikan bukan berarti indikasi bahwa pedagang pasar tradisional mengalami kerugian secara menyeluruh. Untuk menanggulanginya, pedagang-pedagang kedua pasar biasanya akan mengurangi pembelian barang dagangan dari agen. Hal tersebut dilakukan untuk menekan seluruh tekanan biaya dan penurunan omset, sehingga sebisa mungkin pedagang mampu menjual barang dagangan yang dibelinya secara efisien.

Sampai Juni 2010, tercatat di Disperindagkop Kota Bogor jumlah penggunaan kios dan los yang menggambarkan banyaknya pedagang pasar Tradisional di Kota Bogor sebagaimana yang dipaparkan pada tabel 5.4 di bawah. Dari data terakhir tersebut dapat disimpulkan secara menyeluruh jumlah kios dan los yang buka hanya sekitar 50% dari jumlah total yang tersedia.


(60)

Tabel 5.4 Jumlah Penggunaan Kios dan Los di 7 Pasar Tradisional Kota Bogor

Nama Pasar

Kios Los

Buka Tutup Buka Tutup Buka Tutup

Baru Bogor 1.186 785 1.971 185 95 280

Sukasari 98 131 229 36 86 122

Jambu Dua 101 619 720 9 27 36

Padasuka 14 17 31 44 137 181

Gunung Batu 95 32 127 57 32 127

Merdeka 98 488 586 197 187 384

K. Kembang 151 167 818 700 828 1.528

2.243 2.239 4.482 1.228 1.397 2.607

Sumber: Disperindagkop Kota Bogor, 2010.

Di Pasar Induk Kemang, pedagang-pedagang yang telah berjualan sejak pasar ini berdiri mengatakan bahwa dari tahun ke tahun jumlah pedagang di Pasar Induk Kemang semakin bertambah. Walaupun secara bertambah, diakui oleh pedagang, beberapa pedagang juga gulung tikar, sehingga tetap ada beberapa bagian kosong pada los. Pada bagian kios dekat dengan pintu masuk, hanya terdapat 3-5 kios yang terisi, yaitu yang menghadap ke jalan utama pasar ini, sisanya tidak dihuni atau diisi dalam jangka waktu yang lama.

Umumnya, pedagang-pedagang Pasar Induk Kemang adalah pedagang grosir yang direlokasi dari Pasar Induk Ramayana, beberapa sempat berjualan di Pasar Induk Jambu Dua namun karena beberapa ketidaksesuaian mereka memilih untuk berjualan di Pasar Induk Kemang. Pedagang-pedagang Pasar Induk Kemang juga berasal dari pindahan Pasar Induk dari kota sekitar Bogor, misalnya Pasar Induk Kramat Jati. Menurut pengakuan pedagang yang pindah dari kota


(1)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Penyelenggaraan Pasar Tradisional di Kota Bogor saat ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu Pemerintah Kota Bogor yang menunjuk PD Pasar Pakuan Jaya dan pihak swasta yang bekerja sama dengan pemerintah. Secara umum kondisi pedagang pasar tradisional masih sama seperti citra yang ada. Berdasarkan pendekatan SCP, Pasar Tradisional merupakan pasar kompetitif dengan struktur mendekati PPS. Kinerja bisnis pedagang pasar tradisional mengalami penurunan, sebanyak 67 persen pedagang di kedua pasar mengalami penurunan omset dan keuntungan. Jumlah pedagang masing-masing pasar mengalami fluktuasi, sedangkan jumlah pembeli harian juga menurun juga memicu semakin menyempitnya jam aktif transaksi di dalam pasar. Dari poin-poin ini dapat dikatakan bahwa saat ini kinerja pasar mengalami kelesuan.

2. Permasalahan yang diklaim sebagai penyebab kelesuan ada empat poin: Masalah buruknya infrastruktur, fluktuasi harga, persaingan tidak sehat, dan permasalahan struktural. Di luar dugaan, menjamurnya Pasar Modern di Kota Bogor diklaim pedagang Pasar Tradisional belum berpengaruh terhadap pergerakan omset karena masih jelasnya segmentasi pasar. Persaingan tidak sehat justru terjadi antara pedagang Pasar Baru Bogor dengan PKL. Penertiban PKL menurut peraturan Pemerintah Kota Bogor bukan merupakan kewajiban PD Pasar Pakuan Jaya. Pemerintah Pusat mengeluarkan kebijakan untuk pemberdayaan Pasar Tradisional sayangnya membutuhkan tindak


(2)

lanjut dan peran besar Pemerintah Daerah. Kota Bogor tidak memiliki peraturan jelas mengenai pembatasan zona kedekatan Toko Modern dengan Pasar Tradisional, walaupun memiliki peraturan jelas tentang PKL. Aplikasi dari Perpres dan Perda yang dikeluarkan terbukti tidak efektif dengan minimnya sanksi yang diberikan kepada pihak yang melanggar

3. Pembentukan Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya dianggap sebagai respon kelesuan Pasar Tradisional. Dengan motif mengejar keuntungan (profit oriented), pemerintah berharap Pasar Tradisional akan mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi dan mutu pelayanan serta prasarana yang baik sehingga dapat menarik kembali konsumen untuk berbelanja di Pasar Tradisional.

4. Studi tentang Perkembangan Ritel Modern di Asia telah dilakukan berbagai instansi. FAO dalam workshop di Kuala Lumpur membedakan tiga opsi yang bisa dilakukan oleh Pemerintah. Modernisasi Ritel dan Pasar Tradisional terutama manajemen bisnis dan kondisi infrastruktur menjadi rekomendasi utama baik oleh FAO maupun ICRIER di India tehadap keberlangsungan sistem perdagangan tradisional. Penguasaan pemerintah untuk pemusatan distribusi pangan seperti yang dilakukan Cina, Thailand, dan Korea Selatan juga menjadi rekomendasi untuk pemerintah agar Ritel Tradisional mendapatkan akses mudah ke komoditi petani.


(3)

6.2 Saran

1. Pengelolaan Pasar Tradisional hendaknya dilakukan dengan lebih profesional, tidak hanya melakukan retribusi harian dan pengawasan keamanan serta kebersihan pasar. Namun juga diikuti dengan edukasi terhadap pedagang Pasar Tradisional untuk meningkatkan profesionalisme bisnis pedagang.

2. Pemerintah Kota Bogor hendaknya memberikan respon lebih lanjut dari Perpres RI Nomor 112 Tahun 2007, terutama soal pembatasan zona jarak Pasar Tradisional dan Pasar Modern, serta perizinan usaha sesuai dengan RUTR/W Kota Bogor. Pemerintah Pusat juga hendaknya mengeluarkan peraturan yang lebih spesifik mengenai pemberdayaan Pasar Tradisional, tidak hanya praktek kemitraan dengan Toko Modern.

3. Penguasaan distribusi pangan yang terpusat hendaknya diadopsi Pemerintah Indonesia untuk memutus rantai distribusi petani menuju konsumen yang cukup panjang. Selain itu hal ini juga dapat menurunkan margin harga komoditi dari petani ke peritel tradisional.

4. Pemberian sanksi yang tegas atas peraturan Pemerintah Pusat maupun Daerah dapat memberikan efek jera yang jelas sehingga pihak-pihak yang terkait dengan sektor ritel.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2010. Pemda Batasi Izin, Tekanan Mengancam. http://bataviase.co.id/node/105339 (1 Agustus 2010).

A.C. Nielsen. 2005. Asia Pasific Retail Shooper Trends 2005.A.C. Nielsen. Indonesia

Agustina, Dian. 2009. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Jumlah Pasar Modern di Kota dan Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor.

Ansori, Mukhlas, Laksmi Arianti, Henni Krishnawati. 2010. Kecermatan Berbahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Hamada Prima.

Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Potensi Desa Propinsi Jawa Barat. Jakarta: BPS.

---. 2008. Bogor Dalam Angka 2008. Bogor: BPS.

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

INDEF. 2007. Kajian Dampak Ekonomi Keberadaan Hypermarket terhadap Ritel Pasar Tradisional. Jakarta: INDEF.

Juanda, Bambang. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi & Bisnis edisi Kedua. Bogor: IPB Press.

Mathew & Mukherjee. 2010. Foreign Direct Investment in India Retail – Need for a Holistic Approach.India: Maharashtra Economic Development Council


(5)

Muslim, Erlinda et all. 2008. Structure Conduct, and Performance Analysis in Palm Industry in Indonesia using SCP. Depok: Universitas Indonesia.

Nicholson, Walter. 1999. Teori Makroekonomi: Prinsip Dasar dan Perluasan, Jilid 2 Edisi Kelima. Daniel Wirajaya, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Microeconomic Theory Basic Principle and Extensions.

Ningsih, Eka Sari. 2006. Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja di Kota Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor.

Nurmalasari. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Saing dan Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja di Pasar Tradisional. Skripsi.Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor

Shepherd, Andrew W. 2005. The Implications of Supermarket Development for Horticultural Farmers and Traditional Marketing Systems in Asia. Agricultural Management, Marketing and Finance Service FAO. Roma.

Suryadarma et all. 2007. Dampak Supermarket terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia. Jakarta: Lembaga Penelitian SMERU.

Wikipedia. 2010. Pasar. http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar (22 Maret 2010)

---. 2010. Industrial Organization.


(6)

Yustika, Ahmad Erani. 2008. Refleksi Kompetisi Hypermarket dan Pasar Tradisional. Jakarta: INDEF.