Analisis Masalah Persaingan Tidak Sehat dan Keberadaan PKL terhadap Pasar Tradisional

Tradisional pada akhir minggu, biasanya saat ingin mengadakan pesta atau syukuran sehingga membeli dalam volume lebih banyak, bukan belanja harian.

5.2.3 Analisis Masalah Persaingan Tidak Sehat dan Keberadaan PKL terhadap Pasar Tradisional

Berbeda dengan hipotesis awal penelitian yang terfokus bagaimana dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi ekspansi Pasar Modern dan Pusat Perbelanjaan Modern berdampak buruk bagi Pasar-pasar Tradisional yang telah ada lebih dulu. Berdasarkan wawancara mendalam dengan pedagang-pedagang kedua pasar, Pasar Induk Kemang mengakui bahwa keberadaan Toko Modern, baik supermarket eceran hingga skala besar seperti Hipermarket tidak mempengaruhi kinerja bisnis mereka, apalagi bersaing. Hal ini disebabkan karena pangsa pasar Pasar Induk Kemang signifikan berbeda dengan Toko Modern. Sangat kecil kemungkinan untuk pelanggan Pasar Induk Kemang yang kebanyakan menjual sayur mayur dan bahan masakan ini untuk membeli dari Toko Modern, jelas alasannya adalah perbedaan harga dan skala pembelian grosir antara Pasar Induk Kemang dengan Pasar Modern cukup terpaut jauh. Hal serupa diakui oleh pedagang-pedagang Pasar Baru Bogor. Ibu rumah tangga mengakui berbelanja di Pasar Tradisional jauh lebih nyaman, terutama sifatnya yang terbuka terhadap seluruh kalangan masyarakat. Toko Modern dianggap oleh masyarakat kalangan menengah ke bawah belum cocok untuk dijadikan tempat belanja harian karena segala kemewahannya dan harganya lebih mahal. Pasar Tradisional dan Toko Modern dipercaya masih memiliki segmentasi yang berbeda, Pasar Tradisional masih identik dengan masyarakat menengah ke bawah sedangkan Toko Modern untuk kalangan atas. Namun diakui oleh pedagang Pasar Baru Bogor, tidak sedikit ibu rumah tangga datang dengan mobil mewah tetap berbelanja di Pasar Tradisional. Menurutnya hal tersebut cukup realistis karena memang kualitas beberapa komoditas seperti sayur mayur dan daging tidak terpaut jauh namun dengan harga yang lebih murah. Pengusaha rumah makan skala kecil juga mengakui, alasan berbelanja di Pasar Tradisional dibandingkan Toko Modern adalah karena lebih murah dengan kualitas yang tidak terpaut jauh, dan karena kedekatan pelanggan dengan pedagang pasar, dapat diberlakukan sistem kredit atau bayar di waktu yang sudah ditentukan, biasanya pembayaran ditunda di akhir minggu. Pasar Baru Bogor yang jelas berhadapan langsung dengan Plaza Bogor yang di dalamnya Supermarket milik Yogya Departement Store dan Robinson Department Store, serta terdapat dua Pusat Perbelanjaan Modern dalam jarak kurang dari dua kilometer yaitu, Bogor Trade Mall dan Botani Square. Permasalahan internal yang dihadapi oleh pedagang pasar tradisional membuat mereka tidak peka terhadap pesaing yang lebih potensial. Pasar Modern dengan kematangan manajerial dan kekuatan modal dapat mengancam Pasar Tradisional, terutama erat kaitannya dengan konsumen ibu rumah tangga yang menginginkan kenyamanan. Sayangnya, baik pengelola dan pedagang saat ini belum menyadari bahaya dari Pasar Modern tersebut Berdasarkan survey penelitian lain di Ilmu Ekonomi IPB, sebanyak 8 pedagang dari 22 pedagang yang mengaku mengalami penurunan omset melakukan PHK terhadap pekerjanya. PHK dilakukan untuk menutupi biaya operasional yang semakin meningkat. Untuk mempertahankan kelangsungan usahanya maka para pedagang mengurangi jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan 14 . Hal ini kemudian juga diperkuat oleh penelitian SMERU pada tahun 2007. Analisis dampak kuantitatif mengungkapkan hasil analisis stasitistik untuk berbagai indikator kinerja pasar tradisional, seperti keuntungan, omzet, dan jumlah pegawai. Di antara ketiga indikator kinerja tersebut di atas, supermarket secara statistik hanya berdampak pada jumlah pegawai yang dipekerjakan oleh pedagang pasar tradisional. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah pegawai yang dipekerjakan oleh pedagang pasar tradisional menjadi berkurang bila keberadaan pasar dekat dengan supermarket, dan demikian sebaliknya 15 . Sejauh ini pedagang yakin bukan Pasar Modern yang bersaing ketat dengan mereka, melainkan PKL yang semakin ramai di luar pasar. Mereka mengakui persaingan semakin tidak sehat dengan PKL karena mereka sama-sama tahu bahwa kegiatan PKL di luar pasar menurut hukum adalah ilegal dan diluar tanggung jawab PD Pasar Pakuan Jaya sehingga tidak dipungut biaya resmi sebagai pemasukan PAD untuk Kota Bogor. Saat ini PKL memenuhi ruas jalan sekitar Pasar Baru Bogor pada siang hari, mulai dari sekitar jalan roda, ruas jalan kecil sepanjang jalan Suryakencana, sampai ruko-ruko lama daerah pecinan di Jalan Pedati sekarang digunakan untuk berjualan sayur mayur dan bahan kebutuhan pokok. Pedagang dan pengelola Pasar Baru Bogor meyakini bahwa trigger dari fenomena menjamurnya PKL adalah setelah relokasi Pasar Induk Ramayana yang tidak berjalan efektif. 14 Ningsih, Eka Sari. 2006. Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja di Kota Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor. Hal 68. 15 Suryadarma et all. 2007. Dampak Supermarket terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia. Jakarta : Lembaga Penelitian SMERU. Hal 32-33. Relokasi pedagang Pasar Induk Ramayana dilakukan setelah Pasar Induk Jambu Dua, Pasar Induk Kemang dan Pasar Grosir Cimanggu siap dihuni. Permasalahan relokasi muncul dimulai dari pedagang eceran dan grosir dari Pasar Induk Ramayana yang memiliki kompensasi untuk menempati kios dan los di Pasar Induk Jambu Dua. Mereka menganggap Pasar Induk Jambu Dua tidak sesuai dengan janji pemerintah. Pemerintah menjanjikan bahwa Pasar Induk baru terletak di depan jalan utama seperti halnya Pasar Induk Ramayana, nyatanya Pasar Induk Jambu Dua terletak di belakang Plaza Jambu Dua. Pihak pedagang grosir juga mengeluhkan soal konstruksi tingkat untuk bongkar muat berkilo karung dalam sehari akan sangat menyulitkan untuk grosiran. Akibatnya Pasar Induk Jambu Dua hanya penuh beberapa bulan saja. Para pedagang grosir memilih untuk berdagang di Pasar Induk Kemang, dan pedagang eceran pindah menjadi PKL pasar siang di ruas Jalan MA Salmun, Dewi Sartika dan Nyi Raja Permas yang merupakan trayek angkot menuju Pasar Kebon Kembang. Pedagang eceran juga menjadi PKL pasar malam di Jalan Suryakencana, Jalan Roda dan jalan-jalan kecil sekitar Pasar Baru Bogor. Menurut Renstra Kota Bogor 2005-2009 dalam isu strategis terkait PKL, PKL- PKL di sekitar Pasar Kebon Kembang dan Pasar Baru Bogor tergolong ke dalam pasar tumpah. Diakui oleh PD Pasar Pakuan Jaya, penyelenggaraan kegiatan pasar di luar jam aktif pasar yang ditentukan, yaitu 06.00-18.00 untuk pasar pengecer dan di luar daerah 7 pasar tradisional utama Kota Bogor adalah di luar tanggung jawab PD Pasar Pakuan Jaya. Kegiatan pasar hanya dilakukan oleh PD Pasar Pakuan Jaya yang ditunjuk oleh Pemerintah Kota Bogor, sehingga di luar koridor tersebut, PD Pasar Pakuan Jaya menyatakan oknum terlibat dalam kegiatan tersebut. PD Pasar Pakuan Jaya juga tidak berhak dan berkewajiban untuk memberikan fasilitas terhadap PKL dan PKL tidak berkewajiban memberikan retribusi resmi untuk PAD Kota Bogor. Sehingga kegiatan PKL bisa dikatakan ilegal. PD Pasar Pakuan Jaya unit Pasar Baru Bogor mengatakan bahwa pihak pengelola pasar menyadari bahwa PKL merupakan sektor informal masyarakat kecil Kota Bogor yang berjumlah ribuan. PD Pasar Pakuan Jaya memberlakukan program PKL Binaan dalam rangka merangkul PKL sekitar pasar sehingga PKL tersebut resmi. PKL Binaan harus mengajukan KIPTB seperti pedagang dalam pasar dan akan ditarik retribusi resmi yang sama dengan pedagang dalam pasar. PKL Binaan mendapatkan pelayanan dari PD Pasar Pakuan Jaya dan berada dalam tanggung jawab pengelola. PKL Binaan Pasar Baru Bogor terletak di sepanjang koridor ruko lama Jalan Roda hingga sekitar pasar, umumnya berjualan buah-buahan. Fenomena pasar tumpah yang terjadi malam hari disetujui secara informal oleh pedagang Pasar Baru Bogor karena toleransi tinggi terhadap sesama pedagang pasar tradisional. Pasar malam ini awalnya aktif sejak pukul 22.00 hingga 04.30, terlihat dari pedagang yang berjualan di ruas Jalan Suryakencana. Menjamurnya fenomena ini tanpa tindak penertiban membuat semakin banyak PKL yang bergabung. Saat ini „rantai‟ pedagang Pasar Malam yang berjualan di badan jalan dimulai dari daerah sekitar Bogor Trade Mall memanjang hingga Museum Zoologi Bogor, berlanjut ke Jalan Suryakencana hingga perempatan Gang Aut. Biasanya pasar malam ini dibubarkan ketika pagi hari, saat polisi datang untuk menertibkan jalan agar tidak terjadi kemacetan. Namun akibat tidak adanya tindakan tegas, saat ini masih ada ratusan PKL yang berjualan di ruas jalan kecil di sekitar Pasar Baru Bogor yang tidak ikut ditertibkan oleh polisi di pagi hari karena memang tidak termasuk jalur aktif berangkat kerja. Hal inilah yang kemudian membuat PKL akhirnya membawa pengaruh buruk bagi pedagang- pedagang resmi. Diakui oleh pedagang Pasar Baru Bogor, bahwa mereka memahami PKL juga mencari uang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sama seperti mereka. Namun di satu sisi, mereka juga tidak setuju kalau kemudian harus bersaing dengan mereka. Alasannya adalah retribusi resmi pemerintah jauh lebih tinggi dibanding retribusi „oknum‟ yang dibayarkan PKL ke pihak ketiga penyelenggara pasar. Karena itu, PKL dapat memasang harga jual lebih murah dan terletak di jalan sehingga konsumen lebih mudah mengakses. Keluhan soal membanting harga juga diakui oleh pedagang dalam pasar. PKL sudah berjualan dari malam hari, pelanggan-pelanggan mereka yang kebanyakan adalah tukang sayur keliling sudah membeli banyak barang dagangan mereka. Saat pagi hari ketika stok barang tersisa sedikit, biasanya PKL membanting harga jual menjadi signifikan lebih murah dalam rangka menghabiskan stok. Konsumen pasar yang datang di pagi hari tentu akan membandingkan harga di dalam pasar dan di luar pasar, sehingga mau tidak mau pedagang dalam pasar harus menyesuaikan harga agar konsumen tidak pergi. Pedagang dalam Pasar Baru Bogor mengakui, keunggulan mereka terhadap PKL di luar pasar adalah mereka menyediakan barang dengan kondisi dan kualitas kelas satu, sedangkan PKL menyediakan barang kelas dua sehingga bisa menjual dengan harga yang lebih murah. Pedagang dalam pasar juga mengklaim kejujuran dalam tiap timbangan mereka, dan berani membandingkan soal kejujuran timbangan dengan PKL yang diakui mereka sering mengakali timbangan hingga 80 keakuratan. Dari sisi pengelola, keberadaan PKL saat ini cukup menyulitkan untuk Pasar Baru Bogor. PD Pasar Pakuan Jaya tidak memiliki hak untuk menertibkan PKL. Tanggung jawab pengelolaan ketertiban PKL diserahkan Pemerintah Kota Bogor melalui Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP. PD Pasar Pakuan Jaya memberikan solusi kepada pedagang pasar tradisional dengan memberikan izin untuk buka sejak pukul 04.00 sehingga bisa bersaing lebih awal dengan PKL. Pelayanan pasar oleh pengelola sudah dimulai sejak pukul 05.00. namun diakui oleh pedagang, saat ini dibutuhkan penertiban karena sekarang keberadaan PKL yang memotong konsumen untuk berbelanja di luar pasar sudah sangat parah. Menurut beberapa pedagang, pada jam aktif pasar sekitar pukul 06.00-08.00, saat ini justru di luar pasar lebih ramai dibanding di dalam pasar. Tindakan penertiban PKL memang disetujui oleh pedagang dan pengelola pasar sebagai solusi atas tekanan persaingan yang tidak sehat ini. Namun kata penertiban tersebut harus didalami lebih lanjut. Pedagang dalam Pasar Tradisional menganggap PKL bukanlah musuh atau ancaman, tindakan strategi membanting harga dilakukan dalam rangka memenuhi target keuntungan harian mereka, bukan untuk mematikan pesaing. Yang tidak disetujui oleh pedagang dalam Pasar Baru Bogor adalah benturan jam buka antara PKL dan Pedagang Pasar Baru Bogor. Dari sisi pengelola, diakui sulit sekali membuat PKL masuk menjadi pedagang resmi pasar, padahal semua pasar Kota Bogor, dari pasar besar seperti Pasar Baru Bogor hingga pasar-pasar kecil seperti Pasar Gunung Batu masih memiliki banyak kios dan los untuk dihuni. PKL tetap menganggap berjualan di pinggir jalan terutama di pusat kota menjadi pilihan terbaik untuk mendapat konsumen, dan menghindari dari penarikan retribusi resmi yang dianggap oleh pedagang kecil memberatkan. Sekali lagi, masalah aplikasi dari sanksi terhadap PKL menjadi masalah utama dalam penertiban ini. Walaupun PKL menjadi masalah utama dalam penurunan omset dan keuntungan serta jumlah pembeli harian di Pasar Baru Bogor, hal bertentangan justru diakui oleh pedagang Pasar Induk Kemang. Pedagang Pasar Kemang mengalami penurunan omset dan keuntungan karena pembeli harian dan pelanggan mereka kebanyakan memilih Pasar Induk yang lebih dekat dengan mereka. Kebanyakan pelanggan ini adalah pedagang-pedagang eceran dari daerah Banten seperti Tangerang dan Serang yang saat ini sudah memiliki Pasar Induk sendiri di Tangerang, yaitu Pasar Induk Tanah Tinggi. Hal ini menyebabkan pedagang Pasar Induk Kemang sangat bergantung kepada konsumen yang berasal dari Kota dan Kabupaten Bogor. Sebanyak kurang lebih 4.000 PKL yang kebanyakan menjual sayur mayur dan bahan masakan yang merupakan komoditi yang dijual di Pasar Induk Kemang. Tentu saja pedagang Pasar Induk Kemang menganggap PKL merupakan pangsa pasar potensial. Ketika ditanyakan pendapat mereka jika terjadi penertiban PKL, kebanyakan dari pedagang Pasar Induk Kemang menganggap jelas hilangnya PKL akan signifikan berpengaruh terhadap omset dan keuntungan harian mereka, karena beberapa pedagang mengaku bahwa pelanggan utama mereka adalah PKL di pasar tertentu.

5.2.4. Analisa Permasalahan Struktural Pasar Tradisional