f80e Melalui dua peraturan ini, paling tidak kesempatan untuk melakukan
penyimpangan menjadi terbatas.
5.6.5. Tidak Tersentuhnya Konstruksi Kelembagaan
Dari rancangan PP yang disusun Pemerintah, secara keseluruhan konstruksi kelembagaan yang merupakan akar permasalahan dari industri
jasa konstruksi mengalami sedikit perubahan dengan hadirnya desain kelembagaan yang baru. Salah satunnya adalah kemunculan sekretariat
lembaga yang diisi oleh para pegawai departemen umum dan berstatus Pegawai Negeri Sipil.
Tentu saja hal ini tidak dapat menyelesaikan permasalahan keseluruhan. Bahkan beberapa pengurus LPJK menyimpan kekhawatiran
akan kembalinya birokrasi muncul dalam pengelolaan jasa konstruksi secara keseluruhan. Di saat peran LPJK dihujat oleh banyak pihak, para pengurus
LPJK menyetujui bahwa perbaikan secara terus menerus harus dilakukan untuk mendapatkan LPJK dalam format yang lebih baik. Tetapi secara
serentak, mereka juga menolak apabila kewenangan LPJK dikembalikan kepada Pemerintah.
Alasan historislah yang menyebabkan mereka melakukan penolakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan mereka, diketahui bahwa
arah perubahan radikal saat ini sesungguhnya merupakan koreksi terhadap model pengelolaan yang dilakukan Pemerintah sebelum era reformasi yang
dikenal sebagai era tanda daftar rekanan TDR, yang dalam perjalanannya dimanipulasi oleh birokrasi sebagai sarana korupsi, kolusi dan nepotisme
KKN yang sarat dengan persaingan usaha tidak sehat. Bahkan melalui konsep TDR inilah pengaturan-pengaturan bisnis jasa konstruksi dilakukan
dengan mempergunakan besarnya kewenangan birokrasi saat itu. Rekam jejak TDR ini, menghantui para pelaku usaha jasa konstruksi
apabila kewenangan LPJK dikembalikan kepada Pemerintah. Berdasarkan hal tersebut mereka menolak rencana ke arah tersebut tetapi mereka
menyadari bahwa LPJK memerlukan pembenahan yang terus menerus agar lebih baik kinerjanya.
f81e Dalam hal inilah, maka pemunculan sekretariat di bawah LPJK yang
sesungguhnya diharapkan akan mendorong minimalnya penyalahgunaan kewenangan LPJK terutama dalam proses sertifikasi badan usaha dan
keterampilan, bisa berkontribusi negatif yang muncul dalam bentuk kembalinya gaya birokrasi yang kaku dan cenderung menjadi sarana KKN.
Mencermati kondisi ini, maka konstruksi keberadaan sekretariat haruslah dikontrol secara ketat dengan mengedepankan profesionalisme pengelolaan.
Apabila tidak ada kontrol maka dipastikan perubahan tetap tidak terjadi dan kondisi buruk industri jasa konstruksi akan terus berlangsung.
Upaya perubahan desain kelembagaan dengan membentuk sebuah sekretariat tampaknya menjadi upaya minimal yang dapat dilakukan
mengingat secara keseluruhan konstruksi kelembagaan tidak dapat diubah karena sepenuhnya diatur dalam UU No 18 Tahun 1999. Jadi upaya
perubahan yang radikal untuk mengeliminasi semua praktek negatif yang selama ini terjadi hanya dapat dilakukan dengan melakukan perubahan
terhadap UU No 18 Tahun 1999.
5.7. Analisis Terhadap Usulan Kontruksi Kelembagaan Jasa Konstruksi Indonesia
Memperhatikan bahwa akar permasalahan industri jasa konstruksi Indonesia terletak dalam konstruksi kelembagaannya, khususnya konstruksi kelembagaan
LPJK, maka solusi untuk menuntaskan seluruh permasalahan tersebut adalah dengan membangun sebuah konstruksi kelembagaan yang ideal, melalui perubahan
UU No 18 Tahun 2000. Memperhatikan beberapa lembaga yang saat ini banyak dibentuk sebagai
upaya koreksi terhadap pemerintahan sebelum era reformasi, LPJK seharusnya bisa bediri sebagaimana lembaga lainnya seperti lembaga independen lintas sektor
Komisis Pengawas Persaingan Usaha KPPU, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM dan sebagainya. Juga
kelembagaan beberapa regulator sektor seperti Komisis Penyiaran Indonesia KPI, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi BPH Migas, Badan Pengatur Jalan
Tol BPJT dan sebagainya. Sebagaimana KPPU atau BPH Migas, konstruksi kelembagaan jasa
konstruksi harus diletakkan sebagai lembaga negara dengan keanggotaan yang