Analisis Pengaturan Bidang Usaha

f76e Rancangan Perubahan mengusulkan agar pengaturan baru mendefinisikan bidang usaha diubah menjadi : 1. Umum yang meliputi: • Bangunan Gedung • Bangunan Sipil • Bangunan Tambang dan Industri Tambang 2. Spesialis Pengaturan tersebut menempatkan Arsitektural, Sipil, Mekanikal, Elektrikal, dan Tata Lingkungan yang pada PP 282000 dianggap sebagai bidang usaha konstruksi menjadi Pekerjaan. Konstruksi. Pengaturan tersebut menjadikan kesempatan bagi pelaku usaha untuk beraktivitas di bidang jasa konstruksi menjadi luas karena badan usaha dapat memiliki kemampuan lebih dari satu dapat diakui oleh pemerintah. Pengaturan tersebut diharapkan menjadi salah satu kunci untuk memperbaiki fenomena kemunculan beragam asosiasi yang semakin spesifik namun menghambat persaingan usaha. Sebagaimana diketahui dalam beberapa kasus, kemunculan asosiasi yang semakin spesifik justru muncul menjadi bentuk barier to entry. Hal tersebut terjadi, bila kemunculan asosiasi tersebut berbarengan dengan munculnya kewajiban memiliki sertifikat di bidang spesifik tertentu, walaupun sebelumnya bidang tersebut sudah tercakup pada sertifikat di bidang yang lebih umum. Selain itu, barier to entry tersebut menjadi semakin lebih parah karena LPJK hanya mengakreditasi proses sertifikasi bidang yang spesifik tersebut pada asosiasi spesifik pula. Salah satu kasus yang pernah ditangani oleh KPPU di provinsi Sumatera Utara tahun 2005 menjadi contoh fenomena tersebut. Asosiasi Perawatan Bangungan Indonesia APBI menjadi satu-satunya yang berhak memberikan sertifikat bagi badan usaha yang akan melakukan pekerjaan perawatan bangunan, padahal sebelumnya para pelaku usaha yang mampu membangun gedung juga memiliki kompetensi di bidang tersebut. Akibatnya hanya anggota APBI yang mendapatkan proyek di bidang tersebut. f77e Dengan demikian pengaturan kembali tentang pembidangan sebagaimana yang diusulkan oleh revisi menjadi bentuk upaya menghilangkan hambatan-hambatan persaingan usaha yang selam ini muncul akibat regulasi di bidang jasa konstruksi. Pengaturan tersebut mengurangi barier to entry yang diciptakan oleh asosiasi.

5.6.2. Desain Kelembagaan

Revisi mengusulkan adanya perubahan mendasar dalam desain kelembagaan peran masyarakat dalam jasa konsruksi. Perubahan terebut diantaranya mencakup 1. menghilangkan peran tunggal asosiasi dalam proses sertifikasi 2. mereduksi peran LPJK dalam mengatur publik 3. memperbesar kewenangan pemerintah dalam mengatur publik di bidang jasa konstruksi 4. mengembalikan tugas pelayanan publik kepada pemerintah. Dalam PP 282000 proses sertifikasi dilakukan oleh lembaga atau asosiasi yang diakreditasi oleh lembaga. Pelaku usaha mengajukan permohonan proses sertifikasi kepada asosiasi atau lembaga untuk mendapatkan sertifikat kualifikasi dan kompetensi. Selanjutnya, sertifikat tersebut diregistrasi di lembaga agar dapat menjadi persyaratan ijin usaha jasa konstruksi. Prosedur tersebut memberikan kesempatan yang besar kepada LPJK dan Asosiasi untuk berhubungan langsung dengan publik. Disamping itu, lembaga diberikan kewenangan untuk membuat aturan tentang bagaimana proses akreditasi dilakukan. Kewenangan tersebut menjadi salah satu media bagi LPJK untuk dapat mengatur publik. Dalam usulan revisi, pemerintah mengusulkan untuk dibentuk beberapa institusi baru, sehingga proses serfitikasi dan akreditasi tidak hanya melibatkan LPJK dan Asosiasi saja. Diantara institusi yang terbentuk adalah : 1. Sekretariat Lembaga 2. Unit Sertifikasi 3. Komite Registrasi 4. Komite Akreditasi f78e Dalam proses sertifikasi, pelaku usahapenyedia jasa tidak langsung berhubungan dengan lembaga atau asosiasi. Pelaku usaha mengajukan permohonan proses sertifikasi kepada sekretariat lembaga. Sekretariat lembaga tersebut memproses permohonan untuk diajukan kepada komite registrasi untuk menilai permohonan tersebut yang telah disertifikasi oleh unit sertifikasi. Komite registrasi memberikan saran kepada lembaga untuk menerbitkan sertifikat kepada pelaku usaha. Sekretariat akan dikelola oleh pegawai pemerintah yang diangkat oleh pemerintah. Hal tersebut diharapkan agar dapat menarik kembali kewenangan LPJK dalam mengatur publik dikembalikan kepada pemerintah. Pembentukan institusi-instusi baru tersebut akan diperjelas dan diperinci dalam peraturan menteri. Hal tersebut menunjukan bahwa kewenangan LPJK sebagai lembaga non pemerintah dikurangi dengan diperbesarnya kewenangan menteri. Selain itu, sertifikasi yang dilakukan oleh Komite merupakan salah satu upaya untuk memberikan indepensi dalam proses sertifikasi agar terlepas dari Lembaga dimana peran Menteri diperbesar melalui Peraturan Menteri diwajibkan sebagai pedoman dalam pembentukam Komite. Namun demikian, belum terdapat kejelasan mengenai keanggotaan Komite Registrasi Sertifikasi Jasa Konstruksi. Dalam RPP tersebut tidak terdapat kejelasan mengenai siapakah anggota dalam Komite Registrasi Sertifikasi Jasa Konstruksi. Apakah tetap merupakan perwakilan dari setiap anggota dalam Lembaga atau pihak lain. Apabila tetap beranggotakan perwakilan anggota dalam Lembaga maka independensi Komite masih tetap dipertanyakan karena Lembaga tetap beranggotakan perwakilan asosiasi. Dalam masalah pembiayaan, sebegaimana dalam PP 282000 institusi yang melakukan proses sertifikasi dapat memungut pembiayaan dari pelaku usaha yang mengajukan permohonan sertifikat. Namun demikian terdapat sedikit perbedaan, yaitu dimungkinkannya pemberian subsidi oleh pemerintah terhadap pelaku usaha kecil yaitu pelaku usaha yang membutuhkan sertifikat terampil kelas tiga sampai dengan 1, keahlian kerja pratama dan badan usaha untuk bidang konstruksi dasar.